Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Luar Negeri: Pajak Penghasilan atas Penghasilan Global Sumber Penghasilan Metode Penghindaran Pajak Berganda
Otomatis menjadi Wajib Pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber di Indonesia, Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia, Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak tertentu (Pasal 26 UU PPh: 20%), Tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang biasanya bersifat final.
Penghasilan dari penjualan saham Perseroan (yaitu Perseroan Terbatas Dalam Negeri yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri dan tidak berstatus sebagai Emiten atau Perusahaan Publik) yang diperoleh WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual. Besarnya PPh Pasal 26 adalah 20% x 25% atau 5% dari harga jual dan bersifat final.
tertanggung bukan perusahaan asuransi atau reasuransi: 50% dari jumlah premi yang dibayar; tertanggung adalah perusahaan asuransi: 10% dari jumlah premi yang dibayar; tertanggung adalah perusahaan reasuransi: 5% dari jumlah premi yang dibayar.
penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia. penghasilan kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. orang pribadi atau badan luar negeri berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT.
Agen
elektronik; atau Peralatan otomatis. yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet
penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (attributable income); penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (force of attraction income); penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively connected income).
Pasal 5 (2) UU PPh: BUT diperbolehkan untuk mengurangkan biayabiaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat yang ditarik menjadi penghasilan BUT. Pasal 5 (3) a UU PPh: BUT diperbolehkan untuk mengurangkan biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (Lihat Kep. Dirjen Pajak No. KEP-62/PJ./1995)
BIAYA-BIAYA BUT
Non-Deductible Expense {Pasal 9, 5(3.c)} Pasal 5 (3) c UU PPh: BUT tidak diperbolehkan mengurangkan pembayaran kepada kantor pusat dalam bentuk:
royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Tarif Pajak
28% 25% 20%
- Peredaran bruto - Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan - Penghasilan BUT dari usaha, kegiatan, dan harta - Penghasilan bunga - Penjualan langsung barang oleh kantor pusat Rp 200.000.000 yang sejenis dengan barang yang dijual BUT - Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan (150.000.000) memelihara penghasilan - Dividen yang diterima atau diperoleh kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan BUT - Jumlah Penghasilan berdasarkan Force of Attraction Rule - Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT - Penghasilan Kena Pajak - PPh: 10% x Rp 50.000.000 Rp 5.000.000 15% x Rp 50.000.000 7.500.000 30% x Rp 75.000.000 22.500.000 - Penghasilan Kena Pajak setelah PPh - Branch profit tax berdasarkan Pasal 26 (4): 20% x Rp 140.000.000
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Global Sumber Penghasilan Metode Penghindaran Pajak Berganda
dilakukan secara langsung dari Indonesia (tanpa melalui BUT di luar negeri); dilakukan melalui BUT di luar negeri; dilakukan melalui investasi langsung di luar negeri (foreign direct investment) dalam bentuk pengoperasian anak perusahaan (subsidiary company); atau dilakukan melalui ekspor modal yang menghasilkan passive income (dividen, bunga, sewa, atau royalti).
PENGHASILAN GLOBAL
Penggabungan penghasilan yang bersumber dari luar negeri: Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut; Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut; (Pengecualian: untuk penghasilan berupa dividen tertentu, dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya dividen tersebut. Lihat KMK Nomor 650/KMK.04/1994); Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
memiliki sekurang-kurangnya 50% dari jml saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri; atau secara bersama-sama dgn WP dalam negeri lainnya memiliki sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di beberapa negara tertentu yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek.
penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan; penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; .
penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak; penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; penghasilan BUT adalah negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
CONTOH
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak Penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen (withholding tax) adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen yang diterima oleh PT A adalah sebagai berikut: Keuntungan Z Inc. US$ 100,000 Pajak Penghasilan atas Z Inc. (48%) US$ 48,000 (-) US$ 52,000 Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760 (-) Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240
KMK No. 640/KMK.04/1994 (1) (ordinary credit method per country limited) Jumlah kredit pajak adalah sama dengan: jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri (world wide income basis), tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung sebagai berikut: penghasilan dari luar negeri ----------------------------------- x pajak yg terutang penghasilan global atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan per negara (country limited). Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka kelebihan tersebut: - tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, - tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan - tidak dapat dimintakan restitusi.
CONTOH
PT D di Jakarta memperoleh penghasilan neto untuk tahun 2001 sebagai berikut: di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp1.000.000.000, dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp400.000.000); di negara Y. memperoleh penghasilan (laba) Rp3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp750.000.000); di negara Z. menderita kerugian Rp2.500.000.000; Penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000.
Penghasilan dalam negeri Penghasilan luar negeri: - Laba di Negara X: - Laba di Negara Y: - Laba di Negara Z: Jumlah penghasilan neto: PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) 10% x Rp 50.000.000 15% x Rp 50.000.000 30% x Rp 7.900.000.000 Batas maksimum kredit pajak luar negeri Pajak yang terutang di negara X: Batas maksimum kredit untuk negara X: Rp1,000,000,000 ------------------- x Rp2,382,500,000 = Rp8,000,000,000 Kredit pajak luar negeri untuk negara Y: Pajak yang terutang di negara Y: Batas maksimum kredit untuk negara Y: Rp3,000,000,000 ------------------- x Rp2,382,500,000 = Rp8,000,000,000 Kredit pajak luar negeri untuk negara Y: PPh yang Masih Harus Dibayar:
4,000,000,000 Rp8,000,000,000
2,382,500,000
Rp 400,000,000
THANK YOU