Anda di halaman 1dari 0

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita
Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2
tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama
yang penting adalah perkembangan sel otaknya yang mempengaruhi IQ-nya dimana
ini akan berpengaruh di masa depannya. Melihat pentingnya tahap ini, maka balita
perlu mendapat perhatian yang serius (Aritonang, 1996).
Beberapa kondisi atau tanggapan yang menyebabkan balita rawan gizi dan rawan
kesehatan antara lain sebagai berikut :
a. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan
orang dewasa
b. Biasanya anak balita sudah mempunyai adik / ibunya bekerja penuh sehingga
perhatian ibu sudah kurang
c. Anak balita sudah mulai main tanah dan sudah dapat main yang kotor dan
kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit
(Lestari, 1997)

B. Status gizi
Menurut Beck (1993) status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan kebutuhan dan masukan nutrient.
Status gizi adalah keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al, 2001). Status
gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi (Almatsier, 2003).




C. Penilaian status gizi
Untuk mengetahui status gizi seseorang, harus dilakukan penilaian status gizi.
Penilaian status gizi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penilaian status gizi langsung
Penilaian status gizi langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu secara
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1 Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi. Penggunaan secara umum yaitu digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Keseimbangan ini terlihat pada
pola pertumbuhan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
2 Klinis
Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang sangat penting untuk ini
didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Metode ini pada umumnya digunakan untuk survei
klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu zat atau kelebihan. Selain untuk
mengetahui status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3 Biokimia
Penilaian status gizi biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Misalnya
urine, tinja. Penggunaannya yaitu digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang parah lagi. Metode ini
dapat mendorong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

4 Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur jaringan. Metode ini, umumnya dapat digunakan dalam
situasi tertentu, misalnya kejadian buta senja epidemik (epidemic of night
blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b. Penilaian status gizi tidak langsung
Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 yaitu survei konsumsi,
statistik vital dan factor ekologi.
1 Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis yang dikonsumsi, penggunaan data konsumsi
makanan ini dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada masyarakat keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kekurangan dan kelebihan zat gizi.
2 Statistik vital
Kesehatan pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis beberapa statistik seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lain yang
berhubungan dengan gizi.
3 Faktor ekologi
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program intervensi gizi (Supariasa, et al. 2001)
c. KEP pada Balita
1 Pengertian
Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi kurang akibat
konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta
karena gangguan kesehatan, dan banyak terjadi pada balita. Mengingat KEP
adalah suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor yang
berdampak penurunan status gizi maka untuk mengetahui ada tidaknya KEP
pada anak perlu dilakukan pengukuran status gizi anak (Soekirman, 2000)
2 Cara deteksi KEP
Untuk mendeteksi Kurang Energi Protein (KEP), maka perlu dilakukan
pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ yang meliputi :
- Kulit seluruh tubuh terutama wajah, tangan dan kaki
- Otot-otot
- Rambut
- Mata
- Hati
- Muka
- Gerakan
Apabila dalam pemeriksaan fisik pada anak target organ banyak mengalami
perubahan sesuai dengan tanda-tanda khusus KEP, maka ada petunjuk bahwa
anak tersebut kemungkinan besar menderita KEP.
3 Gejala klinis balita KEP
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang sedang ditemukan hanya
anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.
Tanda-tanda kwashiorkor
1 Edema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis)
2 Wajah membulat dan sembab
3 Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan
duduk, anak berbaring terus-menerus
4 Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
5 Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
6 Pembesaran hati
7 Sering disertai infeksi, anemia dan diare
8 Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
Tanda-tanda marasmus :
1 Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
2 Wajah seperti orang tua
3 Cengeng, rewel
4 Perut cekung
5 Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
(Supariasa, et.al, 2001)

D. Pemberian Makanan Tambahan
Pada umumnya setelah lahir, bayi hanya diberi ASI, kemudian diikuti dengan
pemberian makanan tambahan dalam bentuk cairan. Kemudian baru diberi makanan
setengah padat. (Winarno, 1987).
Komposisi dan konsistensi makanan bayi disesuaikan dengan perkembangan
fisiologis dan psikomotor atau dengan kata lain disesuaikan dengan umurnya. Faktor-
faktor seperti budaya, sosial ekonomi dan kebiasaan turut berperan. Selain untuk
memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan
merupakan suatu proses pendidikan yaitu belajar mengunyah dan menelan makanan
padat dan biasanya kepada selera-selera yang baru.
Pemberian makanan tambahan yang kurang cukup dan penyakit infeksi pada
umumnya, mempunyai hubungan dengan penyimpangan pertumbuhan dan gizi salah
pada anak-anak. Sejumlah penelitian atau survei diit yang dikerjakan di Indonesia
menunjukkan bahwa makanan bayi dan anak pra sekolah mengandung energi, protein
dan zat gizi lain yang kurang cukup. Keterbatasan tersediannya pangan dan kebiasaan
seperti pantangan makanan mempengaruhi mutu dan jumlah makanan yang diberikan
kepada anak. (Suharjo, 1996).
Dalam pemberian makanan tambahan sebaiknya memenuhi persyaratan antara lain :
a. Nilai energi dan kandungan proteinnya yang tinggi
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik, mengandung vitamin, mineral dalam
jumlah cukup
c. Dapat diterima dengan baik
d. Harga relatif murah
e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan yang tersedia secara lokal
(Muchtadi, 1994).
Program PMT Pemulihan adalah merupakan salah satu program bagi balita
yang menderita KEP yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita agar
meningkat status gizinya sehingga mencapai gizi baik.
Dalam rangka pemulihan kesehatan, anak perlu mendapat makanan tambahan
pemulihan dengan komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari,
yaitu energi 350-400 kalori dan protein 10-15 gram (Depkes RI, 1999)



















E. Kerangka Teori
Kekurangan gizi anak
Makan tidak seimbang Penyakit infeksi
Pola asuh anak tidak
memadai
Tidak cukup
persediaan pangan
sanitasi & air bersih /
pelayanan kesehatan
dasar tidak memadai
Kurang pemberdayaan wanita & keluarga
kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat
Krisis ekonomi,
politik dan sosial
Pengangguran, inflasi, kurang
pangan & kemiskinan
Kurang pendidikan Pengetahuan & ketrampilan
Dampak
Penyebab
tidak langsung
Pokok masalah di
masyarakat
Akar masalah
Penyebab
langsung


(Soekirman, 2000)

F. Kerangka Konsep
variabel independent variabel dependent




Status gizi balita KEP Pemberian makanan tambahan
pemulihan
G. Hipotesis
Ada perbedaan status gizi balita KEP sebelum dan sesudah pemberian makanan
tambahan pemulihan.

Anda mungkin juga menyukai