Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN V IODOMETRI-IODIMETRI (PENETAPAN KADAR ANTALGIN DENGAN METODE IODOMETRI-IODIMETRI) I.

TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum ini, yaitu untuk memahami prinsip-prinsip metode iodometriiodimetri dan menetapkan kadar antalgin secara metode iodimetri. II. TEORI RINGKAS

II.1 Dasar Teori Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi tentang jenis-jenis unsur atau ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusunpenyusun dari suatu contoh itu dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan banyaknya tiap komponen atau komponen komponen khusus yang ada di dalamnya. Penetapan semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett, 1994). Istilah oksidasi mengacu kepada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikkan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang mengalami kenaikkan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 2002). Titrasi titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Rohman, 2007). Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi : I2 + 2e 2I-

Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3. Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993). Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1986). Kelarutan iodium rendah dalam air maka larutannya dibuat dengan menambahkan KI berlebihan, sehingga terjadi reaksi berikut :

I2 + I-

I3-

K=

= 7 x 102

Tetapan kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu besar, sehingga kelebihan ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan, akibatnya dalam larutan itu iodium berada dalam bentuk ion tri-iodida I3- (Svehla, 1979). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel: I2(solid) 2e 2I-

Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:

I2(aq) + I-

I3-

karena iod mudah larut dalam larutan iodida, reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai: I3- + 2e 3I-

Potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium (IV) sulfat (Bassett, 1994). Zat-zat pereduksi yang kuat (zat zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994). Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994). Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan akan lebih besar lagi dengan adanya ion iodida (Anonim1, 2007). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood,1986). Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:

I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai berikut : S2O32- + I3- S2O3I- + 2I- yang mana berjalan terus menjadi: S2O3I- + S2O32- S4O62- +I3- Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).

II.2 Uraian Bahan II.2.1. Aqua (Anonim, 1979) a. Nama resmi : Aqua destilata. : Air suling. :

b. Nama lain c. Struktur kimia

an

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa. :: Pelarut. : Dalam wadah tertutup baik.

tan

mpanan

II.2.2. H2SO4 (Anonim, 1979) a. c. Nama resmi : Acidum sulfuricum. : Asam sulfat. : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna; jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas. e. f. Kelarutan Khasiat :: Zat tambahan.

b. Nama lain d. Pemerian

Struktur kimia : H2SO4

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. II.2.3.HCl (Anonim, 1979) a. Nama resmi : Acidum hydrochloridum. : Asam klorida. :

b. Nama lain c. Struktur kimia

d. Pemerian

: Cairan; tidak berwarna; berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air, baud an asap Hilang.

e. f.

Kelarutan Khasiat

:: Zat tambahan. : Dalam wadah tertutup rapat.

g. Penyimpanan

II.2.3.Iodium (Anonim, 1979) a. c. Nama resmi : Iodium. : Iodium. : Keping atau butir, berat, mengkilat, seperti Logam, hitam kelabu, bau khas. e. Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 3600 bagian air, dalam 13 bagian etanol (95%) P, dalam lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 4 bagian karbondisulfa P; larut dalam kloroform P dan dalam karbontetraklorida P. f. Khasiat : Antiseptikum ekstern; antijamur. : Dalam wadah tertutup rapat. g. Penyimpanan

b. Nama lain d. Pemerian

Struktur kimia : I

II.2.5.Kalium Iodida (Anonim, 1979) a. c. Nama resmi : Kalii Iodidum. : Kalium iodida. : Hablur heksahedral; transparan atau tidak opak, berwarna dan putih; atau serbuk butiran putih, higroskopik. e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam gliserol P. f. Khasiat : Antijamur. g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.6.NaHCO3 (Anonim, 1979)

b. Nama lain d. Pemerian

Struktur kimia : K I

a.

Nama resmi

: Natrii Subcarbonas

b. c. Struktur kimia :

Nama lain

: Natrium subkarbonat, Natrium Bikarbonat

d. Pemerian e. f. Kelarutan Khasiat

: Serbuk putih atau hablur monoklin kecil, buram, tidak berbau, rasa asin. : Larut dalam 11 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P. : Antasidum

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. II.2.7.Antalgin (Anonim, 1979) Nama resmi : Methampyronum.

Nama lain c. Struktur kimia :

: Metampiron.

Pemerian

: Serbuk hablur, putih/putih kekuningan. :: Analgetikum, Antipiretikum.

Kelarutan

Khasiat

Penyimpanan II.3 Prinsip Reaksi

: Dalam wadah tertutup baik.

II.3.1 Penetapan Kadar

atan baku primer KIO3 KIO3 (aq) + H2O (aq) b. Pembakuan baku sekunder natrium thiosulfat 2NaS2O3 + I2 4I2 + S2O32- + 5 H2O IO3- + 5I + 6H+ ( Khopkar,2008 ) c. Pembakuan baku tersier iodium dengan larutan natrium thiosulfat I3- + S2O323I- + S4O62S2O32- + I3 S2O3 I- + S2O32( Khopkar, 2008 ) d. Penetapan kadar antalgin S2O3I- + 2IS4O6I2- + I2NaI + Na2S4I6 8I- + 2SO2I2- + 10H+ 3I2 + 3H2O

IO3() + H2O (aq)

H2O + I2

H2O + I-

I2 + II+ + HCl Cl + HCl I+ + 2 HCl (Gandjar, 2007 ) II.2 Reaksi Indikasi I2 + Amylum I2 Amylum + 2S2O32( Khopkar, 2008 ). III. III.1 ALAT DAN BAHAN Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 1. Buret dan perlengkapannya 2. Bekker glass 3. Erlenmeyer 4. Labu ukur I2. Amylum 2I- + Amylum + S4O62I Cl- + H+ I Cl2- + H+ I Cl2- + 2 H+

I+

5. Pipet tetes 6. Pipet volume 7. Pro pipet 8. Timbangan analitik

III.2

Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

1. Aqua destillata 2. Indikator amylum 3. KI 10% 4. Larutan H2SO4 5. Larutan HCl 0,02 N 6. Larutan iodium 0,1 N 7. Larutan KIO3 8. Larutan Kanji 9. Larutan Na2S2O3 10. Sampel Antalgin IV. CARA KERJA IV. 1 Pembuatan Larutan Baku Primer KIO3 1. Meninmbang baku primer KIO3 3,6084 gram dalam timbangan analitik. 2. Memasukkan baku primer KIO3 dalam beker glass dan mengaduknya ad larut. 3. Memindahkan ke labu ukur 1 L sampai tanda batas. IV. 2 Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3 dengan KIO3 1. Memipet 10 ml larutan KIO3. 2. Menambahkan 10 ml larutan KI 10% 3. Menambahkan 3 ml H2SO4 2 N. 4. Menitrasi dengan Na2S2O3 ad warna berubah menjadi kuning pucat. 5. Menambahkan 2 ml indikator amylum, menitrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna (menitrasi secara perlahan, mengocok kuat-kuat). 6. Melakukan titrasi minimal 3x pengulangan.

IV. 3 Pembakuan Larutan Iodium dengan Na2S2O3 1. Memipet 10 ml larutan iodium. 2. Menambahkan 40 ml aquadest, mengocok sampai homogen. 3. Menitrasi dengan Na2S2O3 ad warna kuning pucat. 4. Menambahkan 2 ml indikator amylum, menitrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna (menitrasi secara perlahan, mengocok kuat-kuat). 5. Melakukan titrasi minimal 3x pengulangan. IV. 4 Penetapan Kadar Antalgin dengan Larutan I2 1. Menimbang Antalgin dalam timbangan sebanyak 694,4 mg. 2. Menambahkan 5 ml aquadest, mengaduk hingga larut. 3. Menambahkan 5 ml HCl 0,02 N. 4. Menambahkan 2 ml indikator amylum. 5. menitrasi dengan larutan iodium ad terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. 6. melakukan titrasi minimal 3x pengulangan V. V.1 HASIL DAN PERHITUNGAN

Data Hasil Percobaan

Tabel 1. Pembakuan Baku tersier iodium dengan baku sekunder Na2S2O3 Titrasi keReaksi 10 ml iodium + 40 ml aquades 1 kuning pucat + 2 ml indikator amylum biru tua tak berwarna 10 ml iodium + 40 ml aquades 2 kuning pucat + 2 ml indikator amylum biru tua tak berwarna 3 10 ml iodium + 40 ml aquades kuning pucat + 2 ml indikator amylum biru tua tak berwarna V1 = 5,5 ml V2 = 0,5 ml V1 = 5,3 ml V2 = 0,7 ml V1 = 5,3 ml V2 = 0,4 ml V Na2S2O3

Tabel 2. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Antalgin dengan iodium Titrasi keReaksi VNaOH

0,7151 g antalgin + 4 ml aquades + 1 5 ml Hcl 0,02 N + 4 ml indikator amilum warna tetesan merah 0,7151 g antalgin + 4 ml aquades + 2 5 ml Hcl 0,02 N + 4 ml indikator amilum warna tetesan merah 3 0,7151 g antalgin + 4 ml aquades + 5 ml Hcl 0,02 N + 4 ml indikator amilum warna tetesan merah 8,9 ml 9,4 ml 9,1 ml

V.2

Perhitungan V.2.1 Normalitas Baku Primer KIO3 Diket : Berat KIO3 V pelarut BM KIO3 Ekuivalen Jawab : N KIO3 = 3,6084 g = 1000 ml = 214 g/mol =6 = (g/M) x (1000/V) x E = (3,6084/214) x (1000/1000) x 6 = 0,1014 N V.2.2 Normalitas Baku Sekunder Na2S2O3 N Na2S2O3 = 0,1001 N V.2.3 Normalitas Baku tersier (iodium) Diket : NNa2S2O3 Vtitran 1 Vtitran 2 Vtitran 3 Ditanyakan : Niodium = 0,1001 N = 5,7 ml = 6,0 ml = 5,55 ml

Penyelesaian : I. Titrasi 1 N . V(titran) 0,1001 N . 5,7 ml N II. Titrasi 2 N . V(titran) 0,1001 N . 6 ml N III. Titrasi 3 N . V(titran) 0,1001 N . 5,55 ml N = N . V (analit) = N . 10 ml = 0,0556 N Normalitas iodium rata-rata N + 0,0556 3 = 0,0576 N = 0,0571 N + 0,0601 = N . V (analit) = N . 10 ml = 0,0601 N = N . V (analit) = N . 10 ml = 0,0571 N

Jadi, Normalitas yang dipakai adalah : V1 = 5,7 = 0,0571 N V3 = 5,55 = 0,0556 N Normalitas iodium rata-rata = 0,0571 N + 0,0556 N 2 = 0,0564 N V.2.4 Penetapan kadar Antalgin Diket : BM antalgin Valensi N I2 = 351,37 g/mol =2 = 0,0564 N

Berat sampel = 715,1 mg V I2(1) V I2(2) = 9,1 ml = 9,4 ml

V I2(3)

= 8,9 ml

Ditanyakan : % Kadar Antalgin

Penyelesaian : I. Kadar %(1) = = = = 12,6082 %

II.

Kadar %(2)

= = = = 13,0259 %

III.

Kadar %(3)

= = = = 12,3331 % % kadar rata-rata yang digunakan dari data I dan III : % kadar rata-rata antalgin = = 12,4707 %

VI.

PEMBAHASAN Pada percobaan iodometri ini bertujuan untuk mengetahui prinsip prinsip dasar metode iodimetri dan mentapkan kadar antalgin dengan metode iodimetri. Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat. Pada saat reaksi oksidasi iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi : I2 + 2e 2 I-

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium . Sedangkan iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium iodidia senyawa-senyawa yang bersifat oksidator. Pada percobaan ini bertujuan untuk pembakuan larutan digunakan dengan metode iodometri sedangkan untuk penetapan kada dilakukan dengan metode iodimetri (titrasi langsung). Untuk pembakuan larutan baku sekunder Na2S2O3 dengan KIO3 dan pembakuan larutan baku sekunder I2 dengan larutan baku sekunder Na2S2O3 yang telah dibakukan sebelumnya. Untuk pembuatan larutan baku primer KIO3 dilakukan dengan menimbang KIO3 yang berbentuk kristal sebanyak 3,6084 g lalu dilarutkan dalam aquades sampai 1000 ml. Dari pengenceran tersebut didapat nilai normalitas Dari KIO3 yang digunakan , dan dari perhitungan diperoleh KIO3 yaitu sebesar 0.1014 N. Sedangkan metode iodimetri dilakukan dengan penetapan kadar antalgin dengan menggunakan larutan baku sekunder I2 sebagai titran. Titrasi secara iodimetri merupakan titrasi secara langsung, artinya sampel yang akan dianalisis langsung dititrasi dengan titran. Sedangkan untuk iodometri dengan menitrasi sampel dengan titran berlebih, kemudian menambahkan indikator, lalu menitrasinya sampai akhir titrasi. Prosedur pertama yang dilakukan adalah pembuatan larutan KIO3. Untuk pembuatan baku primer KIO3 dilakukan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kemudian dilakukan pembakuan larutan baku sekunder Na2S2O3 atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan baku primer KIO3 yang telah dibuat sebelumnya. Pembakuan dilakukan secara iodometri dalam suasana H2SO4. Pemberian H2SO4 dimaksudkan untuk menyuasanakan larutan dalam suasana

asam, sehingga dapat memperkuat daya oksidasi iodium dan mempercepat berlangsungnya reaksi perubahan warna yang terjadi menjadi kuning pucat, kemudian ditambahkan indikator amilum dan warnanya pun menjadi biru tua. Perubahan warna diakibatkan amilum yang ada berikatan dengan iodium dan membentuk komplek amilum iodida yang berwarna biru. Kemudian ditirasi hingga tak berwarna. Pada saat itu titik akhir titrasi tercapai dari 3 kali percobaan yang dilakukan, diperoleh volume titrasi yang diperlukan yaitu sebesar 5,7 ml ; 6 ml ; 5,55 ml. Dari perhitungan diperoleh normalitas dari masing-masing penitrasian yaitu sebesar 0,0571 N dan 0,0556 N, dari kedua nilai tersebut diambil nilai normalitas rata-rata sebesar 0,0564 N, dan digunakan sebesar normalitas Na2S2O3. Setelah Natrium tiosulfat dibakukan maka bisa digunakan untuk membakukan larutan I2. Perlu dingat dalam buret maupun yang berada didalam erlenmeyer harus ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari terjadinya oksidasi oleh udara dengan katalis cahaya. Oleh karena iodium adalah oksidator yang kuat, terjadi penurunan kadar larutan selama penyimpanan disebabkan reaksinya dengan air yang dikatalis cahaya dan dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara menjadi iodium. Maka dari itu larutan iodium perlu sering dibekukan. I2 + H2O 4I- + O2 + 4H+ IO- + I- + 2H+ 2I2+

Perhitungan volume titrasi dirata-ratakan dengan titrasi sebelumnya. Iodium yang telah dibakukan siap digunakan untuk penetapan kadar antalgin. Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri karena antakgin memiliki potensial oksidasi yang lebih rendah dibandingkan sistem iodium iodida. Untuk proses ini dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 715,1 mg dan melarutkannya kedalam 4 ml aquadest. Penambahab aquadest bertujuan agar tidak terjadi reaksi redoks antara air dengan larutan iodium. Lalu ditambahkan 5 ml HCl 0,02 N untuk menimbulkan suasana asam, sehingga dapat bereakasi dengan iodium. Pada larutan ditambahkan indikator amilum. Penambahan indikator amilum ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan titik akhir titrasi, kepekatan ini juga dipengaruhi oleh suasana asam yang diciptakan oleh asam klorida. Setelah itu ditirasi dengan iodium sehingga terjadi perubahan warna tetesan merah. Pada titrasi ini v1 = 9,1 ; V2 = 9,4 ; V3 = 8,9. Melalui perhitungan dengan rumus :

Didapat kadar titrasi untuk V1 = 12,6082 % ; V2 = 13,0259 % ; V3 = 12,3331%. Untuk kadar rata-rata hanya memakai V1 dan V3 karena nilainya tidak terlalu jauh, hasil rata-rata adalah 12,4707%. Hasil kadar tidak 100% karena kesalahan praktikan dalam pengerjaan, aluminium foil yang digunakan untuk menutupi mulut erlenmeyer saat menitrasi semakin lama semakin besar kemungkinan terjadinya oksidai yang berdampak pada waktuy akhir titrasi menjadi lebih cepat, dan pada penitrasian iodometri dan iosimetri pada pengocokan sambil dititrasi tidak boleh terputus putus harus kontinyu.

VII. PENUTUP VII.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu: 1. Penetapan kadar antalgin menggunakan iodimetri dan pembakuan larutan standar natrium tiosulfat dan iodium menggunakan iodometri. 2. Penetapan normalitas (pembakuan) larutan baku sekunder menggunakan metode iodometri karena direaksikan dengan ion I- dan KIO3

3.

Kadar antalgin setelah ditetapkan dengan menggunakan larutan baku iodium 0,0564 N adalah 12,4707% 4. Normalitas Iodium sebesar 0,0564 N 5. Normalitas Na2S2O3 sebesar 0,1001 N 6. Normalitas KIO3 sebesar 0,0619 N.

VII.2 SARAN Saran yang dapat diberikan oleh praktikan pada percobaan ini adalah bahan yang digunakan untuk praktikum sebaiknya benar-benar dipersiapkan sehingga tidak terjadi kekurangan bahan saat praktikum sedang berlangsung. Kepada praktikan diharap antri dalam mengambil bahan,dan agar alat-alat praktikum diperbanyak juga diatur dengan rapi sehingga memudahkan praktikan dalam bekerja dan dapat lebih menghemat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Anonim1, 2007. Iodo/iodimetri. http://imamsamodra.files.wordpress.com/2008/02/microsoft-word- iodo/iodimetri.pdf Diakses tanggal 10 Desember 2008 Bassett, J, dkk., 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Day, R.A & Underwood, A. L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta. Gandjar, I. G, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia, Jakarta.

Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta. Khopkar, S. M., 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta. Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Svehla, G., 1979, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke lima, PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai