Anda di halaman 1dari 10

Pembuatan Sediaan Sirup dari Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

I.

Tujuan 1. Mahasiswa dapat melakukan ekstraksi rimpang temulawak. 2. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi ekstrak rimpamg temulawak. 3. Mahasiswa dapat membuat sediaan sirup dari bahan alam ekstrak temulawak. 4. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi sediaan sirup dan pengemasan sirup.

II. Dasar Teori A. Temulawak

Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) adalah


Klasifikasi ilmiah

tumbuhan obat yang tergolong dalam suku temuKerajaan: Plantae Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Genus: Spesies: Magnoliophyta Monocotyledonae Zingiberales Zingiberaceae Curcuma Curcuma xanthorrhiza

temuan (Zingiberaceae). Rimpang ini mengandung 4859,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,481,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol,

Upadivisi: Angiospermae

Nama binomial Curcuma xanthorrhiza


Roxb.

antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah kanker, dan antimikroba (Mahendra, 2005).

Kandungan utama rimpang temulawak aalah protein, karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer, glukosida, tumerol, dan kurkumin. Kurkumin bermanfaat

sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepatotoksik (anti keracunan empedu) (Rukmana, 2004). Temu lawak memiliki efek farmakologi yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti

radang), laxative (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan ASI, dan membersihkan darah (Rukmana, 2004). Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temu lawak juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan. Di sisi lain, temu lawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang

mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypti (Rukmana, 2004).

B. Metode Ekstraksi Maserasi Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, sitrak, dan lain-lain. Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. (Sidik dan Mudahar, 2000). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, maka larutan terpekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Pengadukan pada proses maserasi dapat menjamin keseimbangan konsentrasi bahan yang diekstraksi lebih cepat didalam cairan penyari. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu. Hal ini dilakukan untuk mengendapkan

zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari, seperti: malam dan lain-lain (Sidik dan Mudahar, 2000). C. Evaluasi kstrak 1. Susut Pengeringan Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama proses pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).

susut pengeringan =

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan (Siskha, 2008). 2. Parameter Bobot Jenis Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 C (Anonim, 1995).

3. Uji Kelengketan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan sesuatu dapat melekat pada kulit.

4. Organoleptis
Uji organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji-penguji rasa (panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai secara organoleptik. Sensoris berasal dari kata sense yang berarti timbulnya rasa, dan timbulnya rasa selalu dihubungkan dengan panca indera. Leptis berarti menangkap atau menerima. Jadi pengujian sensoris atau organoleptik mempunyai pengertian dasar melakukan suatu kejadian yang melibatkan pengumpulan data-data, keteranganketerangan atau catatan mekanis dengan tubuh jasmani sebagai penerima. Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/ aroma, penglihatan, sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan. Sebagai contoh rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor pengamatan yang masing-masing mempunyai sifat tersendiri. (Madbardo, 2010). 5. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase

gerak

akan melarutkan

zat komponen campuran. Komponen yang mudah

tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen- komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan

komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksifraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan digunakan (Haqiqi, 2008). eluent yang

D. Sirup Dalam Farmakope Indonesia edisi III,Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau perngganti gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat (Ansel, 1989). Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang berkadar tinggi (sirop simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirop adalah 64-66% , kecuali dinyatakan lain (Syamsuni, 2007). Sirop adalah larutan pekat gula atau gula lain yang cocok yang di dalamnya ditambahkan obat atau zat

wewangi, merupakan larutan jerni berasa manis. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol, atau polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit, dengan maksud selain untuk menghalangi pembentukan hablur sakarosa, juga dapat meningkatkn kelarutan obat (Anonim, 1979). Keuntungan sirup: 1. Sesuai untuk pasien yang sulit menelan (pasien usia lanjut, parkinson, anak anak). 2. Dapat meningkatkan kepatuhan minum obat terutama pada anak - anak karena rasanya lebih enak dan warna lebih menarik. 3. Sesuai untuk yang bersifat sangat higroskopis dan deliquescent. Kerugian sirup: 1. 2. Tidak semua obat ada di pasaran bentuk sediaan sirup. Sediaan sirup jarang yang isinya zat tunggal, pada umumnya

campuran/kombinasi beberapa zat berkhasiat yang kadang-kadang sebetulnya tidak dibutuhkan oleh pasien. Sehingga dokter anak lebih menyukai membuat resep puyer racikan individu untuk pasien. 3. Tidak sesuai untuk bahan obat yang rasanya tidak enak misalnya sangat pahit (sebaiknya dibuat kapsul), rasanya asin (biasanya dibentuk tablet effervescent). 4. Tidak bisa untuk sediaan yang sukar larut dalam air (biasanya dibuat suspense atau eliksir). Eliksir kurang disukai oleh dokter anak karena

mengandung alcohol, suspense stabilitasnya lebih rendah tergaantung ormulasi dan suspending egent yang digunakan. 5. Tidak bisa untuk bahan obat yang berbentuk minyak (oily, biasanya dibentuk emulsi yang mana stabilitas emulsi lebih rendah dan tergantung formulasi serta emulsifying agent yang digunakan). 6. Tidak sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil setelah dilarutkan (biasanya dibuat sirup kering yang memerlukan formulasi khusus, berbentuk granul, stabilitas setelah dilarutkan haInya beberapa hari). 7. Harga relatif mahal karena memerlukan formula khusus dan kemasan yang khusus pula.

E. Evaluasi Sediaan Sirup 1. Bobot Jenis Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu tetentu (Biasanya 25oC).Bobot jenis adalah konstanta/tetapan bahan tergantung pada suhu untuk tubuh padat, cair dan bentuk gas yang homogen. Didefenisikan sebagai hubungan dari massa (m) suatu bahan terhadap volume (v). Sedangkan, yang dimaksud dengan berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Bobot jenis permililiter zat cair adalah bobot dalam gram permililiter zat cair pada suhu 200 C yang ditimbang di udara. Bobot permililiter zat cair dalam gram dihitung dengan membagi bobot zat cair dalam gram yang mengisi

piknometer pada suhu 200 C dengan kapasitas piknometer dalam (ml), pada suhu 200 C adalah 997,18 gram. Jika ditimbang di udara, untuk harga bobot per ml dinyatakan dalam farmakope penyimpanan kerapatan udara boleh diabaikan. 2. Viskositas Viskositas adalah Kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya (Voight, 1995). 3. Organoleptis Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/ aroma, penglihatan, sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan. Sebagai contoh rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor pengamatan yang masing-masing mempunyai sifat tersendiri. (Madbardo, 2010). 4. pH pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki suatu larutan. Dalam pengujian pH sirup, dapat menggunakan alat yang disebut sebagai pH meter. Uji pH dilakukan untuk mengetahui apakah sirup sudah memiliki nilai derajat keasaman seperti yang diharapkan (Voight, 1995).

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Haqiqi,Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. Jakarta. Madbardo. 2010. Pengertian Pengujian Organoleptik.

http://madbardo.blogspot.com/2010/02/pengertian-pengujianorganoleptik.html (diakses pada tanggal 19 Novemer 2013) Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta: Penebar Swadaya. Rukmana, R. 2004. Temu-Temuan. Jakarta: Kanisius. Sidik dan H mudahar. 2000. Ekstraksi Tumbuhan Obat, Metode dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Produksinya. jakarta, 12-15. Siskha. 2010. Pembuatan dan Penetapan Kontrol.

http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-penetapankontrol.html (diakses pada tanggal 19 November 2013) Syamsuni, H. A., Drs. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai