Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2005). Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Selama 10-20 tahun belakang ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien di rumah sakit. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit (Darmadi, 2008).

Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien (Edhie, 2010). Saat ini angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes no. 129 tahun 2008, standar kejadian infeksi nososkomial di rumah sakit sebesar 1, 5 %. Izin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan oleh infeksi ini (Darmadi, 2008). Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar

minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008). Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002).

Infeksi ini menempati posisi pembunuh keempat di Amerika Serikat dan terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial ini. Kejadian infeksi nosokomial di Malaysia sebesar 12,7 % (Marwoto, 2007). RS. Rasul Akram di Iran melaporkan sebesar 14, 2 % pasiennya menderita infeksi nosokomial di bagian pediatrik dengan usia di bawah 2 tahun berisiko mengalami infeksi nosokomial (Masoumi, 2009). Penelitian yang dilakukan di 18 rumah sakit di Swiss menyebutkan bahwa prevalensi infeksi nosokomial sebesar 10, 1 % dengan kejadian terbanyak pada ruang ICU sebesar 29, 7 % (Hugo, 2002). Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri dapat dilihat dari data surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di 10 RSU Pendidikan, diperoleh angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009). Dilaporkan dari salah satu rumah sakit di Yogyakarta yakni RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, angka kejadian infeksi nosokomial tahun 2005 di rumah sakit ini sebesar 7,95 % (Agus, 2007). Data dari RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo sendiri yang merupakan rumah sakit rujukan di Makassar menyebutkan bahwa kejadian infeksi nosokomial pada trimester III tahun 2009 sebesar 4,4 %. Untuk jenis infeksi nosokomial yang terbanyak diderita adalah jenis Plebitis sebesar 5,20 % pada bulan Januari-Juni di tahun 2009.

Infeksi saluran kemih merupakan kejadian infeksi nosokomial tersering. Sekitar 30 - 40% dari infeksi nosokomial merupakan infeksi saluran kemih dan 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin (WHO, 2002). Kejadian pneumonia nosokomial menempati urutan kedua setelah infeksi saluran kemih. Angka kematian pada pneumonia nosokomial berkisar 20-50% dan terus meningkat bila lama rawat di rumah sakit 5 hari (PDPI, 2003). Pasien dengan tindakan infus yang lebih lama (> 3 hari) berisiko terkena infeksi nosokomial sebesar 1,85 kali bila dibandingkan dengan pasien yang menggunakan infus di bawah 3 hari. Tindakan pemasangan kateter pada pasien dengan lama penggunaan di atas 3 hari lebih berisiko terkena infeksi nosokomial sebesar 2,7 kali bila dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kateter di bawah 3 hari (Mustafa, 1997). Penelitian yang dilakukan Mustafa (1997), menyebutkan bahwa pasien yang menjalani perawatan di kelas III lebih berisiko terkena infeksi nosokomial sebesar 1, 12 kali bila dibandingkan dengan pasien yang menjalani perawatan di kelas I dan II. Penelitian lainnya yang dilakukan di RSU Haji Makassar menyebutkan bahwa pasien dengan infeksi nosokomial lebih banyak berada pada kelas II dan III sebesar 78,6 % (Samriani, 2007). Kejadian infeksi ini juga berhubungan dengan penyakit yang sedang diderita pasien. Penelitian yang pernah dilakukan di Denpasar menunjukan bahwa penderita dengan penyakit diabetes mellitus tipe II mendapatkan infeksi tambahan berupa infeksi saliran kemih sebanyak 36% (Made, 2007).

Mengenai lamanya hari perawatan pasien, penelitian yang dilakukan oleh Fitra (2003), menyebutkan bahwa lama rawat inap merupakan faktor penting yang mempengaruhi infeksi nosokomial. Pasien berisiko 5,1 kali menderita infeksi nosokomial. Berangkat dari masalah yang dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran penderita infeksi nosokomial di salah satu rumah sakit besar di Kota Makassar, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2010.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan di atas, yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah : a) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan jenis infeksi nosokomial yang diderita pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010 ? b) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan umur penderita pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010? c) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan diagnosis awal penyakit yang diderita pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010? d) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan lama rawat inap pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010?

e) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan kelas perawatan pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010? f) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan kepadatan hunian kamar pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010? g) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan desain bangunan kamar perawatan pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010? h) Bagaimana gambaran penderita infeksi nosokomial berdasarkan lama pemakaian infus pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010. b. Tujuan Khusus a) Untuk memperoleh gambaran jenis penyakit infeksi nosokomial yang diderita. b) Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial

berdasarkan umur penderita. c) Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial

berdasarkan diagnosis awal penyakit yang diderita.

d) Untuk

memperoleh

gambaran

penderita

infeksi

nosokomial

berdasarkan lama rawat inap. e) Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial

berdasarkan kelas perawatan. f) Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial

berdasarkan kepadatan hunian kamar. g) Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial

berdasarkan desain bangunan kamar perawatan. h) Untuk memperoleh gambaran penderita infeksi nosokomial

berdasarkan lama pemakaian infus.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi kesehatan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan keselamatan pasien. b. Manfaat keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya. c. Manfaat bagi peneliti Merupakan suatu pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan keilmuan, khususnya mengenai infeksi nosokomial.

Anda mungkin juga menyukai