Anda di halaman 1dari 12

LO 3. Memahami dan Mempelajari Demam Typhoid 3.

1 Mempelajari Pengertian Demam Typhoid Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum.(Sudoyo, dkk. 2009). Sudoyo, w Aru, dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 5.Hal.27972805.Jakarta : Interna Publishing. Demam tifoid adalah infeksi Salmonella typhi yang mengenai folikel limfoidilenum yang disertai dengn menggigil, demam, sakit kepala, batuk, lemah, distensi abdomen, Ruam molulopupular, dan spelenomegali. Bila tidak diobati maka akan terjadi perforasi usus pada pasien. Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses, dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) Soegeng Soegijanto.2002.Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.Jakarta : Salemba Medika.

3.2 Mempelajari Etiologi Demam Typhoid Infeksi Salmonella bawaan makanan beracun yang disebabkan oleh Salmonella serovars di mana-mana (misalnya, Typhimurium). Sekitar 12-24 jam setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi (mengandung jumlah yang memadai Salmonella), gejala muncul (diare, muntah, demam) dan terakhir 2-5 hari. Obat spontan biasanya terjadi. Salmonella dapat berhubungan dengan semua jenis makanan. Kontaminasi daging (sapi, babi, kambing, ayam, dll) dapat berasal dari hewan salmonellosis, tapi paling sering hasil dari kontaminasi otot dengan isi usus selama pengeluaran isi dari hewan, mencuci, dan transportasi dari bangkai. Permukaan kontaminasi daging biasanya memiliki konsekuensi kecil, seperti memasak yang tepat akan mensterilkan (meskipun penanganan daging yang terkontaminasi dapat mengakibatkan kontaminasi tangan, meja, dapur, handuk, makanan lain, dll). Namun, daging ketika terkontaminasi adalah tanah, perkalian Salmonella dapat terjadi dalam daging tanah dan jika memasak dangkal, konsumsi makanan ini sangat tercemar dapat menghasilkan Salmonellainfection a. Infeksi dapat mengikuti menelan makanan apa pun yang mendukung perbanyakan Salmonella seperti telur, krim, mayones, krim makanan, dll), sebagai sejumlah besar salmonella tertelan diperlukan untuk memberikan gejala. Pencegahan infeksi Salmonella beracun bergantung pada menghindari kontaminasi (peningkatan kebersihan), mencegah perbanyakan Salmonella dalam makanan (storage konstan makanan di 4 C), dan penggunaan produk susu dan susu pasteurisasi dan disterilkan. Sayuran dan buah-buahan dapat membawa Salmonella bila terkontaminasi dengan pupuk asal kotoran, atau ketika dicuci dengan air yang tercemar. (sumber: http://www.salmonella.org/info.html di akses pada 03-04-2013,19:54)

3.3 Mempelajari Patofisiologi Demam Typhoid Dalam patogenesis bakteri tipus masuk ke saluran pencernaan manusia, menembus mukosa usus (menyebabkan lesi tidak ada), dan berhenti di kelenjar getah bening mesenterika. Di sana, multiplikasi bakteri terjadi, dan bagian dari lisis populasi bakteri. Dari kelenjar getah bening mesenterika, bakteri hidup dan LPS (endotoksin) dapat dilepaskan ke dalam aliran darah yang mengakibatkan septicemia Rilis endotoksin bertanggung jawab untuk kardiovaskular "collapsus dan tuphos" (negara asal-stupor dari tifoid nama) karena aksi pada ventriculus neurovegetative pusat. Setelah Salmonella dimakan masuk melewati perut ke usus. Di sini, ia mengikat dinding usus, dan melalui beberapa protein khusus yang membuat dalam menanggapi kondisi tertentu dalam usus itu menembus penghalang antara kita dan luar. Setelah itu telah memperoleh akses ke bagian dalam kita, itu dibawa ke hati atau limpa. Untuk bakteri lainnya, perjalanan ini akan membunuh mereka, namun Salmonella telah berevolusi mekanisme untuk mencegah sistem kekebalan tubuh kita dari melakukan tugasnya secara efisien. Dalam hati, Salmonella dapat tumbuh lagi, dan akan dilepaskan kembali ke usus. Tentu saja, tidak semua dari Salmonella yang melewati dinding usus, dan banyak dari mereka yang dikeluarkan dari usus selama diare. Di daerah dengan sanitasi yang buruk, bakteri ini daripada yang bisa bertahan hidup di tanah atau di sungai dan menginfeksi orang, sapi selanjutnya, ayam atau tikus yang datang. (http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Salmonella.html di akses pada 03-04-2013, 20:03) 3.4 Mempelajari Manifestasi Klinis Demam Typhoid Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus.Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegalpegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit,denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkhitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruamkulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salahsatu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam. Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi

hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat di bandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran,lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis local maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkankeringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnyamemberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkankekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.(Sumarmo et al, 2010) Sumarmo, dkk. 2010.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropisedisi 2. Jakarta: EGC. 3.5 Mempelajari Diagnosis Demam Typhoid a. Pemeriksaan Fisik 1.pengukuran suhu terutama sore/ malam 2.demam 3.denyut nadi (bradikardi) 4.lidah yang kotor 5.hepatomegali 6.splenomegali b. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimiaklinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukanuntuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentudiagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahanusus atau perforasi.Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (palingtinggi pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III : 10-15%) Hitung leukosit sering rendah(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: seringneutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat. Urinalis Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung reaksi)dikocokbuih berwarna merah atau merah muda Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit daneritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman(paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit carrier. Tinja (feses) Ditemui kian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool). Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangansampai hepatitis akut.

Serologi Pemeriksaan Widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada ujiwidal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yangdisebut aglutinin . Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensiSalmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud ujiWidal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderitatersangka demam tifoid yaitu : 1.Aglutinin O (dari tubuh kuman) 2.Aglutinin H (flagela kuman) 3.Aglutinin Vi (simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinanterinfeksi kuman ini. Widal dinyatakan positif bila : a) Titer O Widal I 1/320 atau b) Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal Iatau Titer O Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya. Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkanmungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakitdemam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderitayang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat.Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itutetapi dari kontak sebelumnya. Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebihsensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera diketahui.Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.( John, 2008) IDL Tubex test Tubex test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita.Serum yangdicampur 1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit.Tabung ditempelkan pada magnet khusus.Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan antibodi.Ya ng akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada magnetkhusus (WHO, 2003). Typhidot test Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S. typhi. Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA) ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-M lebih baik dari pada metoda kultur. Walaupunkultur merupakan pemeriksaan gold standar. Perbandingan kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah >93%. Typhidot-M sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid. IgM dipstick test Pengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita.Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan serum dengan perbandingan1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering..Hasil dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+,3+ atau 4+ jika positif lemah (WHO, 2003). Mikrobiologi Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaandemam tiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belumtentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapatdisebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikitkurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darahdibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 27 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010)

Biologi molecular PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yangkemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji inidapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitastinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.Spesimen yang digunakandapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah : 1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darahnegative tidak menyingkirkan demam tifoid. 2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid. 3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 2 3 minggu memastikandiagnosis demam tifoid. 4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasiendengan gambaran klinis yang khas . 5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulangwalaupun biakan darah positif.(Sumarmo, 2010) Sumarmo, dkk.2010.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropisedisi 2. Jakarta: EGC.

3.6 Mempelajari Penatalaksanaan Demam Typhoid 1.Istirahat cukup 2.Menjaga kebesihan tempat tidur, pakaian, lingkungan 3.Diet 4.Tirah baring selama demam (2minggu) hingga normal, meminum antibiotik yangtepat (cloramfenikol) 100mg/kg/hari dalam 4 dosis (10 hari). Bila pasien memilikialergi terhadap cloramfenikol, dapat di berikan obat gol. Penisilin (ampisil) ataukotrimoksazol Pengobatan : Hingga saat ini, kloramfenikol masih menjadi drug of choice bagi pengobatan demam tifoid di Indonesia. Dosis yang diberikan pada pasien dewasa adalah 4 x 500 mg hingga 7 hari bebas demam. Alternatif lain selain kloramfenikol, yaitu: tiamfenikol (4 x 500 mg), kotrimoksazol (2 x 2 tablet untuk 2 minggu), ampisilin atau amoksisilin (50-150 mg/kgBB selama 2 minggu), golongan sefalosporin generasi III (contoh: seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama jam per infus sekali sehari untuk 3-5 hari), dan golongan fluorokuinolon (contoh: ciprofloxcacin 2 x 500 mg/hari untuk 6 hari). Di Amerika Serikat, pemberian regimen ciprofloxcacin atau ceftriaxone menjadi first line bagi infeksi Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, trimethoprimsulfamethoxazole, streptomycin, sulfonamides, atau tetrasiklin. Kloramfenikol Golongan Obat Berspektrum luas. Kloramfenikol termasuk ke dalam golongan antibiotik penghambat sintesis protein bakteri. Dosis dan Aturan pakai

Dewasa: 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Anak: 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Bayi < 2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6 jam. Setelah umur 2minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50 mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam. Farmakokinetik Absorbsi Diabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%. Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug, Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri. Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga menghambat perkembangan sel hewan & manusia. Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-soluble. Distribusi Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta. Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid). Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan aqueousdan vitreous humors. Metabolisme Metabolisme : hati dan ginjal Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin. Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; pasien sirosis dan pada bayi. Farmakodinamik Mekanisme:menghambat sintesis protein kuman. Masuk ke sel bakteri melalui diffusi terfasilitasi. Mekanisme resistensi : inaktivasi obat oleh asetil trensferase yang diperantarai oleh factor R. Resistensi terhadap P. aeruginosa,Proteus dan Klebsiela terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri. Penggunaan Klinis 1. Demam Tifoid Dosis: 4 kali 500mg /hari sampai 2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps, biasanya dapat di atasi dengan memberikan terapi ulang Anak: dosis 50-100 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari 2.Meningitis Purulenta Kloramfenikol+ampisilin 3. Ricketsiosis Dapat digunakan jika pengobatan dengan tetrasiklin tidak berhasil Efek Samping

1. Reaksi Hematologik Terdapat dua bentuk reaksi: Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Prognosisnya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat ireversibel. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. 2. Reaksi Alergi Kemerahan pada kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam typhoid. 3. Reaksi Saluran Cerna Mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis. 4. Syndrom Gray Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kgBB). 5. Reaksi Neurologis Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama. 6. Interaksi dengan Obat Lain Kloramfenikol menghambat enzim sitokrom P450 irreversibel memperpanjang T (dicumarol, phenytoin, chlorpopamide, dan tolbutamide). Mengendapkan berbagai obat lain dari larutannya,merupakan antagonis kerja bakterisidal penisilin dan aminoglikosida. Phenobarbital dan rifampin mempercepat eliminasi dari kloramfenikol.

Kotrimoksazol Farmakodinamik Efek terhadap mikroba. Mikroba yang peka terhadap kotrimoksazol : Salmonella pneumoniae, Corynebacteriumdiphteriae, Streptococcus pyogenes , Streptococcus viridans , Serratia , E.coli dan Shigella Mekanisme kerja Berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berrutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekulasam folat. Trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari hidrofolat menjadi tetrahidrofolat Resistensi bakteri Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah dari pada terhadap masing-masing obat karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen masih peka terhadap komponen yang lainnya Farmakokinetik Untuk mendapatkan efek sinergi diperlukan perbandingan kadar optimal dari kedua obat. Untuk kebanyakan kuman,rasio kadar sulfametosazol : trimetoprim yang optimal adalah 20:1.Trimetoprim mempunyai volume distribusi yang 9x lebih besar dari pada sulfametoksazol karena sifatnya yang lipofilik.Trimetoprim cepat terdistribusi kedalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol.

Kira-kira 65% sulfametoksazol terikat pada protein plasma. Obat dapat masuk kesaliva dan CSS lebih mudah. Sampai 60% trimetoprim dan sulfametoksazol dieksresi melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian. Efek samping Menimbulkan megaloblastik,leukopenia,trombositopenia 75%efek samping terjadi pada kulit. Gejala-gejala saluran cerna : mual,muntah,diare jarang terjadi. Glositis dan stomatitis relatif sering. Reaksi susunan saraf pusat berupa sakit kepala,depresi,dan halusinasi disebabkan oleh sulfonamid Kontraindikasi Tidak dianjurkan untuk mengobati : Faringitis oleh S.pyogenes Infeksi Genitalia 3.7 Mempelajari Komplikasi Demam Typhoid Komplikasi intestinal Pendarahan intestinal Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk luka. Bila menembus usus dan mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi pendarahan. Pendarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah. Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Kategori pendarahan akut, jika darah yang keluar 5ml/kg bb/jam dan faktor hemostatis masih dalam batas normal. Tindakan yang harus di lakukan adalah transfusi darah.Tetapi jika transfuse yang diberikan tidak mengimbangi pendarahan, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan Perforasi usus Biasanya timbul pada minggu ke-3, tetapi dapat juga terjadi pada minggu pertama. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerahkuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut dengan tanda tanda ileus.Gejala lain biasanya bising usus yang melemah, nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Faktorfaktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasiadalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, berat penyakit, dan mobilitas penderita. Antibiotik di berikan secara selektif, umumnya diberikan antibiotik yangspekrumnya luas dengan kombinasi kloramfenikol dan amfisilin intravena.Untuk kontaminasi usus dapat di berikan gentamisin atau metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita di puasakan dan di pasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat di berikan bila terdapat kehilangan darahakibat pendarahan intestinal.

Komplikasi ekstraintestinal

o Komplikasi hematologi Dapat berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan protrombintime (pt), peningkatan partial tromboplastin time (ptt), dan peningkatan fibrindegradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID). Tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi KID dekompensata adalah transfusi darah, substitusi trombusit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin. o Hepatitis tifosa Pembengkakan hati dari ringan sampai berat dapat di jumpai pada demam tifoid, biasanya lebih disebabkan oleh S. typhi daripada S. paratyphi. o Pankretitis tifosa Merupakan komplikasi yang jarang pada demam tifoid, biasanya disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi/CTscan dapat membantu diagnosis dengan akurat. Obat yang diberikan adalah antibiotik seftriakson atau kuinolon yangdidepositkan secara intravena. o Miokarditis Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis dianggap sebagai demamtifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mgdi tambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg. Komplikasi Ekstra Intestinal lainnya : a). Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatanseptik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis b). Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik c). Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis~ Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis d). Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis e). Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis f). Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia. 3.8 Mempelajari Pencegahan Demam Typhoid LINGKUNGAN HIDUP 1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C). 2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan 3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.

DIRI SENDIRI 1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi. 2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh. Dua vaksin yang aman dan efektif telah mendapat lisensi dan sudah ada di pasaran. Satu vaksin berdasar subunit antigen tertentu dan yang lain berdasar bakteri (whole cell) hidup dilemahkan. Vaksin pertama, mengandung Vi polisakarida, diberikan cukup sekali, subcutan atau intramuskular. Diberikan mulai usia > 2 tahun. Re-imunisasi tiap 3 tahun. Kadar protektif bila mempunyai antibodi anti-Vi 1 g/ml. Vaksin Ty21a hidup dilemahkan diberikan secara oral, bentuk kapsul enterocoated atau sirup. Diberikan 3 dosis, selang sehari pada perut kosong. Untuk anak usia 5 tahun. Reimunisasi tiap tahun. Tidak boleh diberi antibiotik selama kurun waktu 1 minggu sebelum sampai 1 minggu sesudah imunisasi. Kebal Antibiotik Penelitian menunjukkan, kini banyak kuman Salmonella typhi yang kebal terhadap antibiotika. Akhirnya, penyakit ini makin sulit disembuhkan. Hanya saja, jika bakteri sudah menyerang otak, tetap akan membawa dampak. Misalnya, kesadarannya berkurang, kurang cepat tanggap, dan lambat dalam mengingat. Jadi, jangan sepelekan demam tifoid dan rawat anak baik-baik jika ia terserang penyakit ini. Makanan Yang Dianjurkan 1. Boleh semua jenis makanan, yang penting lunak. 2. Makanan harus mudah dicerna, mengandung cukup cairan, kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. 3. Makanan saring/lunak diberikan selama istirahat. 4. Jika kembali kontrol ke dokter dan disarankan makan nasi yang lebih keras, harus dijalankan. 5. Untuk kembali ke makanan normal, lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama makanan lunak, hari ke-2 makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.

Pencegahan Pencemaran Salmonella Melihat bahaya yang ditimbulkan oleh Salmonella, maka masalah cemaran Salmonella harus harus mendapat perhatian dari berbagai pihak. Agar infeksi Salmonella terhadap hewan hidup tidak menyebar perlu dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti: menjaga kebersihan dan desinfeksi kandang, menerapkan biosafety, memakai sepatu yang khusus untuk masuk ke dalam kandang (Adeline et al. 2009). Powell et al. (2011) mengatakan bahwa salah satu media yang dapat mendukung penerapan penanganan makanan yang baik adalah penyebaran lembar informasi keamanan pangan (food safety infosheet). Food safety infosheet berisikan berita tentang wabah foodborne illness, uraian dan petunjuk keamanan pangan.Untuk mengendalikan risiko pada kesehatan manusia, maka

sangat penting melaksanakan pengendalian di tingkat peternakan untuk mengurangi pencemaran silang yang dapat terjadi sepanjang rantai makanan (Namata et al. 2009). Nesbakken (2009) menambahkan untuk mencegah terjadinya penyebaran perlu didirikannya suatu unit populasi yang bebas dari bakteri patogen dan pastikan bakteri patogen tersebut belum pernah ada di area tersebut. Pencemaran karkas dari Salmonella tidak dapat dihindari jika unggas yang masuk rumah potong membawa Salmonella, namun dapat diminimalisasi melalui perbaikan sistem pemotongan (ICMSF 1998). Nesbakken (2009) juga berpendapat, kontaminasi banyak terjadi di tempat-tempat pemotongan hewan. Kemampuan operator dalam melakukan pengulitan sampai pengeluaran organ visera merupakan kunci dari penyembelihan yang higienis. Hewan yang bersih, pengerjaan yang baik dan higienis, serta didukung oleh kesehatan dan keahlian operator dalam penyembelihan secara higienis dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada karkas oleh bakteri patogen. Pencegahan terhadap Salmonella meliputi penanganan makanan yang benar, pencegahan pencemaran silang (cross contamination), penerapan higiene personal, dan pendidikan masyarakat tentang sumber Salmonella dan penanganan makanan yang aman serta sanitasi yang memadai. Pemasakan yang memadai dengan suhu pasteurisasi minimum 71.7 C selama 15 detik diikuti dengan pendinginan segera pada suhu 3-4 C atau pembekuan dalam waktu 2 jam dapat mengeliminasi Salmonella dari makanan (Bhunia 2008). Brands (2006) menambahkan salah satu bentuk pencegahan yang dapat dilakukan dengan selalu mencuci tangan dengan sabun. (sumber : http://repository.ipb.ac.id diakses pada 02-04-2013 20:50)

Anda mungkin juga menyukai