2.1. ENDOMETRIOSIS 2.1.1. DEFINISI Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan memicu reaksi peradangan menahun.3,4,6,8,12,16
2.1.2. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh etnis dan kelompok masyarakat,2,4 walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan
pascamenopause. Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia reproduksi.7 Di Indonesia sendiri, insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.
2.1.3. ETIOPATOGENESIS Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti6 dan sangat kompleks,7 berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui: Regurgitasi haid6-8,16 Gangguan imunitas6,16 Luteinized unruptured follicle (LUF)16 Spektrum disfungsi ovarium16
5
Universitas Sumatera Utara
Gambar
1.
Patofosiologi
Nyeri
dan
Infertilitas
berhubungan
dengan
endometriosis8
Mekanisme Perkembangan Endometriosis : Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik (Sampson)7,12,16,17 Metaplasia epitel selomik (Meyer-iwanoff)7,12,16 Penyebaran limfatik (Halban-Javert) dan Vaskuler (Navatril)7,16 Sisa sel epitel Muller embrionik (von recklinghausen-Russel)16
6
Universitas Sumatera Utara
Perubahan sel genitoblas (De-Snoo)16 Penyebaran iatrogenik atau pencangkokan mekanik (Dewhurst)16 Imunodefisiensi lokal 9,16,17 Cacat enzim aromatase 6,16 Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu
berimplantasi
pada
permukaan
peritoneum
dan
merangsang
metaplasia
peritoneum.8,9,16 kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.9,17 Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.3,4 Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan
terdapat protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis. Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis.16 Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima untuk endometriosis peritoneal.7,12,16,17 Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita dengan tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan ketika dilakukan laparoskopi. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada irisan serial jaringan pelvik pada wanita 40 tahunan
7
Universitas Sumatera Utara
dengan tuba falopi paten dan siklus haid normal.16 Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi akan menderita endometriosis.8 Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi jaringan endometrium.6 Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis. Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.16 Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel adalah endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan endometrium ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi darah haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel mesotel, terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang tersisip, serum haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan hebat sel-sel mesotel, kemungkinan berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis.16 Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen8 akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase. Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma.6 Pada sel granulosa 17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron).10
8
Universitas Sumatera Utara
Endometrioma
dan
invasi
endometriosis
ekstraovarium
mengandung
aromatase kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP.16 17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat
(estradiol) menjadi estrogen lemah (estron) yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase luteal jaringan endometriosis.10 Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen sasaran tertentu terhadap kerja progesteron.7 Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin.7,16 Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara invitro telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium eutopik menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi metaplasia siklik aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas atau sebaliknya.16 Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. 16 Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya perekatan sel-sel endometrium yang viable ke peritoneum, yang kemudian dapat berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa limfosit B,T, dan Natural Killer (NK).
6,9
namun tidak dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktitas sel
9
Universitas Sumatera Utara
NK menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas seluler. 16 2.1.4. DIAGNOSIS 2.1.4.1. DIAGNOSIS KLINIS Anamnesis Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri.12 Nyeri pelvik kronis yang disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.18 Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga. 12,16 Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini bersifat diwariskan.8 Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali lebih besar untuk mengalami hal serupa.7 Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis. 7,16
Tanda dan Gejala Gejala dan tanda pada endometriosis tidak spesifik.12 Gejala pada endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik,4 akibat dari:
7,8,16
10
Universitas Sumatera Utara
Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder atau peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa nyeri.4 Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat stadium endometriosis pada diagnosis awal.16 Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga menimbulkan gejala yang tidak khas. Dispareunia juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga dapat terjadi tergantung daeran invasi jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan nyeri pelvik siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius dan gastrointestinal.4,9,16 Pada penderita endometriosis juga sering dijumpai infertilitas.5 Gangguan haid berupa bercak prahaid atau hipermenore.4,9,16 Pada pemeriksaan fisik umum Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut pembedahan dapat berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom.16 Pada pemeriksaan fisik ginekologik Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak ada kelainan. Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada keterkaitan
11
Universitas Sumatera Utara
antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.16 Hasil pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium.16 Jika tidak tersedia pemeriksaan penunjang lain yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis endometriosis, gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat digunakan.12,16 Tabel 1. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala 16 Kelompok 1. 2. Gabungan gejala nyeri haid tumor >2x2 atau nodul infertilitas nyeri haid tumor >2x2 atau nodul nyeri haid infertilitas tumor >2x2 atau nodul infertilitas 52,73 60,00 65,45 89,09 Kemungkinan endometriosis(%)
3.
4.
2.1.4.2. DIAGNOSIS PENCITRAAN Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama bila dijumpai massa pelvis atau adnexa seperti endometrioma.2,9,16 Ultrasonografi pelvis secara transabdomnial (USG-TA), transvaginal (USG-TV) atau secara transrektal (TR), CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara nir-invasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi hal ini tidak dapat menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih
12
Universitas Sumatera Utara
penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya, yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.16
2.1.4.3. DIAGNOSIS LAPAROSKOPI Merupakan baku emas yag harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.2,4,7,16 Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan. Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung kemih dan usus. 2,4,7,16 Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya.4,7,16 Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.7,16 Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik kronik.2,4,7,16 Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.16
13
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopi dan makna klinisnya.16
Warna lesi Aktivitas biologis Sangat tervaskularisasi dan proliferatif; aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi hitam. Makna klinis
Merah
Putih
Lesi yang sembuh atau laten kurang nyeri dibandingkan lesi hitam atau merah
Hitam
14
Universitas Sumatera Utara
Endometriosis superfisialis dan endometriosis ovarium merupakan marker adanya penyakit yang luas. Dengan pemetaan pelvik secara terkomputerisasi ternyata penderita endometriosis dengan keterlibatan ovarium memiliki lebih banyak daerah pelvik dan intestinal dari pada tanpa keterlibatan pelvik.16 Endometriosis ovarium atau endometrioma tampak sebagai kista coklat berdinding lembut, gelap dan terkait erat dengan perlekatan, jika disayat akan keluar cairan coklat peka.16,19 Endometriosis noduler biasanya terletak retroperitoneal dengan atau tanpa keterlibatan peritoneum permukaan, yaitu pada septum rektovaginal dan
uterovesikal di susunan fibromuskuler pelvik. Keadaan ini berhubungan dengan adanya nyeri dan infertilitas. 16,19 Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi lebih dari 5mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam. 16,19
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi: Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi akan sangat membantu
menemukan abnormalitas yang tidak terlihat hanya dengan laparoskopi, misalnya: hanya bagian permukaan ovarium yang terlihat dengan laparoskopi, sehingga keberadaan endometrioma ovarium sering luput. 4,16,19 Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara memutar ovarium,
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.4. BIOPSI Inspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari salah satu lesi idealnya tetap dilakukan.4,8 Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis.
16
bentuk (distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi progresif. Diagnosis pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan
2.1.5. STADIUM ENDOMETRIOSIS Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.19 Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri7,8, keluhan pasien6,18 maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas.9 Hal ini dapat dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik.6 Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.6,8,10 Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot (weighted point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang. Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah, ukuran dan letak susukan endometriosis, bongkah (plak), endometrioma, dan atau perlekatan. Pada
16
Universitas Sumatera Utara
stadium I (minimal), bobot : 1 5 ; stadium II (ringan), bobot : 6 15 ; stadium III (sedang), bobot : 16 40 ; stadium IV (berat), bobot : > 40.16,19 Susukan endometriosis peritoneum didefinisikan sebagai lesi superfisial, dimana tampilan lesi dapat sebagai warna merah (merah, merah-muda, merahmenyala, gelembung darah, gelembung bening), warna putih (opasifikasi/keruh, cacat pertitoneum, coklat-kekuningan), atau hitam (hitam, tumpukan hemosiderin, biru). Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika menyebuk lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman nodul sukar dinilai dengan pemeriksaan laparoskopi; tetapi palpasi cermat dengan perabaan dapat mengenali lesi-lesi tersebut.16,19
2.2. CA 125 CA 125 adalah suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi
14,19-21
yaitu
200.000 Dalton6,10,20 yang biasa digunakan sebagai marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium.2,10,11 Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang berasal dari epitel coelom (sel mesothelial pleura, pericardium dan peritoneum)10,11,22 dan epitel saluran muller (tuba, endometrium, dan endoserviks).10,16 Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak menghasilkan CA 125 kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan papiler.16 Pada kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan pada endometriosis, penyakit radang panggul, myoma uteri,10,21,22 abses tubo ovarial dan TB multiviseral.6,23 Pada awal kehamilan juga dapat dijumpai peningkatan CA 125.10,13,22
17
Universitas Sumatera Utara
Serum level dari CA 125 dapat berbeda pada berbagai tingkatan usia. Akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda terhadap level dari CA 125 bila dihubungkan dengan perubahan usia.23 Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 telah dikemukakan sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi dari ektopik endometrium dibanding eutopik endometrium.
2
haid normal, ektopik endometrium adalah sumber utama dari produksi dan sekresi CA 125 ke dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah10 sehingga pada beberapa wanita dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi,12 baik yang mengalami endometriosis maupun tidak.24,24 Hal ini mungkin disebabkan refluks endometrium menstrual ke rongga peritoneum.6,23 Deposit ektopik endometrium ini dapat dijumpai di ovarium, peritoneum, ligamentum uterosacral dan kavum douglas.12 Kadar CA 125 ini juga secara langsung berkaitan terhadap skor adhesi, keterlibatan peritoneal pada endometriosis.
25
CA
125
meningkat
pada
endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan bagi diagnosis endometriosis sedang hingga berat (stadium III dan IV). Kegunaannya terbatas untuk menasah endometriosis minimal dan ringan, karena kepekaan teranya rendah.6,10 Kadarnya sangat beragam tergantung dalamnya implantasi, pada
endometriosis superfisial sekresi CA 125 cenderung ke peritoneum dan lambat diserap karena berat molekul yang tinggi sedangkan infiltrasi yang dalam menyebabkan sekresi CA 125 banyak ke dalam darah. Kista endometriosis mengandung konsentrasi CA 125 yang sangat tinggi.13,25
18
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Tingkat kepercayaan CA 125 untuk diagnosis endometriosis (nilai titik-potong 35 mU/mL)16 Waktu pengambilan percontoh Stadium serum Semua Tak tentu Fase haid Fase proliferasi Fase luteal Berat (III-IV) Tak tentu Fase haid Fase proliferasi Fase luteal (%) 14 36 27 17 13 54 67 42 57 (%) 96 100 93 96 96 100 93 88 Kepekaan Kekhasan
Penelitian meta analisis terbaru yang dilakukan untuk menilai performa diagnostik dari serum CA 125 dalam mendeteksi endometriosis. 23 penelitian dimasukkan pada penelitian awal, 16 penelitian berupa kohort studi dan 7 penelitian merupakan case control studi. Penelitian tersebut meneliti wanita infertil atau wanita dengan nyeri pelvis. Sensitivitas dan spesifisitas kemudian dipresentasikan dalam bentuk kurva Receiver Operating Characteristic (ROC). Data kemudian dilaporkan untuk mendiagnosis endometriosis dalam berbagai stadium. Sensitivitas berkisar antara 4% 100% dan spesifitas berkisar antara 38% 100% untuk mendiagnosis penyakit dalam berbagai stadium. Untuk stadium lanjut, sensitivitas berkisar antara 0
19
Universitas Sumatera Utara
100% dan spesifisitas berkisar antara 44% 95%. Kurva ROC menunjukkan performa diagnostik yang lebih baik.26 Keterbatasan utama dari penelitian metaanalysis ini adalah bahwa penelitian tersebut tidak memasukkan kemungkinan yang dapat meningkatkan sensitivitas ataupun spesifisitas dari penelitian (seperti riwayat terjadinya dismenore). Bila tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengidentifikasi mayoritas pasien dengan penyakit maka akurasi diagnostik dari kadar serum CA 125 adalah tidak adekuat. Penggunaan pemeriksaan kadar serum CA 125 secara rutin tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk menyingkirkan endometriosis pada pasien dengan keluhan nyeri pelvis yang kronik ataupun infertil.26 Kegunaan lain yang lebih penting terhadap peranan CA 125 adalah untuk mengevaluasi kekambuhan penyakit ataupun untuk menilai keberhasilan terapi operatif. Pada penelitian yang ditujukan untuk menilai prognosis dengan memeriksakan kadar CA 125 secara serial yang dilakukan terhadap 342 orang pasien yang telah menjalani laparoskopi karena infertil menunjukkan sebanyak 123 pasien (36%) menderita endometriosis dan telah diterapi secara operatif. 56 orang dari 123 pasien tersebut (45%) merupakan wanita infertil yang menderita endometriosis yang memiliki kadar CA 125 sebelum operasi lebih besar atau sama dengan 16 IU/mL yang kemudian dilanjutkkan dengan pemeriksaan kadar CA 125 serial selama 12 bulan. Hasil utama yang diinginkan adalah kehamilan yang terjadi dalam kurun waktu 12 bulan setelah operatif. Peneliti kemudian mendapatkan hasil bahwa kadar CA 125 sebelum tindakan operatif secara statistik tidak berbeda jauh dengan wanita yang sedang hamil, namun kadar CA 125 setelah tindakan operatif akan berbeda jauh pada wanita yang sedang hamil. Analisa univariat lainnya menunjukkan hasil bahwa kadar CA 125 preoperatif berkisar antara 16 dan 25 IU/mL
20
Universitas Sumatera Utara
sedangkan kadar CA 125 postoperatif adalah kurang dari 16 IU/mL yang berhubungan dengan angka kehamilan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar CA 125 memiliki nilai prognostik terhadap kehamilan bagi wanita infertil yang menderita endometriosis dan telah menjalani pembedahan.27 Kadar CA 125 juga dapat berguna pada pasien yang menderita endometriosis stadium awal maupun lanjut. Penelitian yang dilakukan di beberapa pusat pendidikian menunjukkan nilai diagnostik yang tinggi terhadap kekambuhan penyakit bila terjadi peningkatan kadar CA 125 yang diamati setelah pengobatan. Hal ini mungkin berguna bagi pasien yang tidak mungkin menjalani laparoskopi ulangan.28 Matalliotakis IM dkk (2004) di Yunani, membandingkan efek pengobatan Leuproline asetat dan Danazol terhadap serum CA 125 wanita endometriosis mendapatkan kadar serum CA 125 meningkat signifikan pada wanita endometriosis daripada kontrol. Sebelum pengobatan, kadar CA 125 pasien dengan endometriosis stadium III/IV lebih tinggi signifikan dibandingkan stadium I/II. Enam bulan setelah penggunaan Danazol ataupun Leuproline asetat terjadi penurunan kadar serum CA 125.29 Tiga bulan setelah penghentian Danazol, kadar CA 125 tetap lebih rendah signifikan daripada kadar sebelum pengobatan, sedangkan pada 3 bulan setelah penghentian Leuproline asetat, kadar CA 125 kembali ke kadar sebelum pengobatan.29 Selain kegunaan dalam ginekologi, CA 125 juga meningkat pada kanker lain seperti kanker pankreas, kanker payudara, kanker liver dan kanker paru.30
21
Universitas Sumatera Utara