Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING SKENARIO 2 DEMAM TIFOID BLOK TROPICAL MEDICINE

Tutor: dr. Amalia Muhaimin, M.Sc

Disusun Oleh KELOMPOK 3

Andrian Novatmiko Firda Sofia Khozatin Zuni F Oryzha Triliany

G1A010025 G1A010026 G1A010027 G1A010028

Galuh Ajeng Parandhini G1A010029 Partogi Andres M Ning Maunah Fiya Yanti Fahma Rinda Puspita A G1A010030 G1A010031 G1A010032 G1A010033

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN 2013

SKENARIO 2

INFO 1 An. Bobolaki-laki usia 7 tahun datang ke poli klinik dengan keluhan demam. Keluhan tersebut dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Demam timbul perlahan,demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Anak sudah dibawa kedokter 4 hari yang lalu dan diberi obat penurun panas dan puyer (tetapi tidak tau obat apa saja yang didalam puyer tersebut), setelah minum obat panasnya turun kemudian 1 jam berikutnya kembali demam lagi. Selain demam, anak juga mengeluhkan perut terasa sakit, mual dan muntah yang berisi makanan. Nafsu makan menurun. BAK (+) N, namun sudah 2 hari ini anak tidak BAB. Anak tidak pernah mengeluhkan sakit yang sama sebelumnya. Anak terbiasa jajan makanan di pinggir jalan.

INFO 2 Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum Kesadaran Vital Sign : tampak lemah : kompos mentis : TD : 110/70 mmHg, Nadi : 84x/menit, RR : 20x/menit, suhu : 38,5 oC BB : 20 kg, TB : 100 cm Mata Mulut Tenggorokan Thorax Abdomen : Konjutiva anemis (-/-), skela ikterik (-/-) : Lidah kotor (+), tepi hiperemis (+), lidah tremor (+) : Faring hiperemis (-) : Cor dan pulmo dbn : Inspeksi Auskultas Perkusi Palpasi Ekstremitas : Datar : BU (+) menurun : Timpani : Heapar taraba 1 jari BACD tepi tajam, konsistensi kenyal

: Akral hangat (+/+), ptekie (-/-)

INFO 3 Pemeriksaan Penunjang : Lab Darah: Hb : 13,7 g/dl ; HJL : 0/1/3/22/70/5

Ht Leukosit Trombosit

: 40 % : 3.000/ l : 270.000/mm3

INFO 4 Tes Widal : Salmonella Thypi O 1/320 Salmonella Thypi O 1/640 Salmonella Parathypi AO (-) Salmonella Parathypi AH (-) Salmonella Parathypi BO (-) Salmonella Parathypi BH (-)

IgM anti - Salmonella thypi (+) IgG anti - Salmonella thypi (+) INFO 6 IVFD RL 20 tpm Inj Klolaramphenicol 4x250 mg i.v Inj. Ondensentron 2 mg drip 1x1 pagi Paracetamol 3-4x 259 mg p.o jika demam Diet rendah serat

1) Kejelasan Istilah dan Konsep 1. Muntah : Vomiting atau Emesis adalah suatu proses mengeluarkan isi lambung secara paksa melalui relaksasi otot/ sphincter esophagus bagian dan terbukanya mulut atau semburan dengan paksa isi lambung melalui lambung. Nausea adalah perasaan atau sensasi yang tidak jelas atau perasaan sakit di bagian perut yang dapat diikuti muntah. 2. Demam : Demam (febris) = Fever, menurut Kumala, 1998 sebagai berikut: a. Pireksia: peningkatan temperature tubuh diatas normal (37C / 98,7F) b. Setiap penyakit yang ditandai oleh peningkatan suhu tubuh 2) Identifikasi Masalah 1. 2. 3. Identitas : An Bobok ; Laki-laki ; usia : 7 tahun Keluhan utama : Demam Riwayat Penyakit Sekarang

a. b.

Onset

: Sejak 7 hari yang lalu Demam timbul perlahan, demam meningkat pada sore hingga

Kualitas :

malam hari dan menurun pada saat pagi hari c. Gejala penyerta : perut terasa sakit, mual muntah, nafsu makan menurun, BAK (+) N, konstipasi sudah 2 hari d. e. f. g. h. 4. Faktor perberat dan peringan : diberi obat penurun panas dan puyer Kualitas : terutama pada malam hari. Kuantitas : Kronologi : -

Riwayat Sosial Ekonomi : Anak terbiasa jajan makanan di pinggir jalan

3) Analisis Masalah 1. Anamnesis Tambahan 2. Mekanisme demam secara umum 3. Mekanisme Mual dan Muntah 4. Jenis-jenis demam 5. Diagnosis Banding ( Zatin) 6. Epidemiologi Demam Tifoid 7. Etiologi dan faktor resiko 8. Penegakan Diagnosis (Zatin) Jawaban dari Permasalahan diatas 1. Anamnesis Tambahan a. Gejala penyerta + An Bobok demamnya disertai nyeri perut tidak ? + nyeri perutnya di bagian mana ? b. Riwayat Penyakit Keluarga : + Teman atau keluarga ada yang memiliki gejala demam yang sama dengan An Bobok? c. Progresifitas d. Riwayat Penyakit Dahulu : + An Bobok sebelumnya pernah memiliki gejala demam yang sama ?

2. Jenis-jenis demam Beberapa tipe yang mungkin kita jumpai, antara lain : 1. Demam Septik: Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Pada tipe demam remiten suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. 3. Pada tipe damam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. 4. Demam Kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. 5. Demam Siklik: Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas, misalnya : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; tetapi kadan-kadang sama sakit, biasanya digolongkan sebagai influenza atau common cold. Dalam peraktek 90 % dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit virus sejenis lainnya. Namum hal ini tidak berarti bahwa kita tidak harus tetap waspada terhadap suatu infeksi bakterial. Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah dapat

pula menyebabkan peningkatan temperatur. Kemungkinan beberapa hal secara khusus perlu diperhatikan pada demam, adalah cara timbul demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. Demam yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan oleh penyakit virus. 4. Mekanisme demam (Ganong, 2003) :

Pirogen Endogen IL-1; IL-6; TNF; IFN OVLT (corpus kalosum lamina terminalis: batas sirkulasi dan saraf otak)

Mikroorganisme : toksin (endotoksin)

Eksogen

Stimulasi leukosit (limfosit, monosit, neutrofil) Area pre-optik/ nucleus pre-optik ventromedial

(-) PGE2 Neuron sensitif panas pembuangan panas

(+) Neuron sensitif dingin pembuangan panas

Set point hipotalamus berubah

Suhu pre-optik

Saraf simpatetik Piloereksi (menggigil); produksi panas

Pusat vasomotor Vaso konstriksi

Perubahan perilaku

Penyesuaian lingkungan

Demam

5. Mekanisme Mual dan Muntah ( Despopoulos & Silbernagl, 2003) :

6. Diagnosis Banding

1) Dengue Fever (DF) Tanda dan Gejala Demam akut selama 2-7 hari, ditandai dua atau lebih manifestasi klinis dibawah ini (Sudoyo,2009) : 1. Nyeri kepala 2. Nyeri retro orbital 3. Mialgia/ atralgia 4. Ruam kulit 5. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif) 6. Leukopenia Dengue Haemorrhagiec Fever (DHF) Bedasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi (Sudoyo,2009) : 1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. 2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : a. Uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis, atau purpura c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan ditempat lain. d. Hematemesis atau melena. 3. Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul) 4. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma, yaitu peningkatan hematokrit >20% dibanding standart sesuai dengan umurdan jenis kelamin. 5. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia. 2) Malaria Penyebab penyakit malaria di Indonesia adalah genus plasmodia family

plasmodiidae dan ordo coccidiidae, Sampai saat ini dikenal 4 (empat) macam parasit malaria yaitu (Harijanto,2000) : Penggolongan spesies malaria berdasarkan manifestasinya :
P. vivax Nama malaria Munculnya demam Pola awal demam Perioditas Berat Malaria tertian P. ovale Malaria ovale P.malariae Malaria quartiana P. falciparm Malaria serebral Tidak teratur, hari ke 3 hari ke 4 menyerang bagian otak Tidak teratur 48 jam Sedang-berat Tidak teratur 48 jam ringan teratur 72 jam Sedang-berat continue 36-48 jam berat

Anamnesis Keluhan Prodormal : Lesu, malaise, sakit kepala, anoreksia, diare ringan, nyeri sendi dan tulang Trias Malaria :

1. Periode dingin = Mulai menggigil, menggunakan selimut dan baju tebal, kadang disertai muntah dan kejang 2. Periode panas = Muka menjadi Merah, sakit kepala, nadi cepat 3. Periode berkeringat = suhu turun dengan cepat Pemeriksaan fisik 1. Splenomegali 2. Anemia P. falciparm

2) Tifoid Demam tifoid atau typhoid fever adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhi yang terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier. Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik demam, sakit kepala dan rasa tidak enak pada bagian abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit 3) Paratifoid Secara patologis maupun secara klinis,demam paratifoid sama dengan demam tifoid. Namun gejala klinisnya lebih ringan. Etiologi demam paratifoid adalah Salmonella enteridis. Terdapat tiga bioserotipe Salmonella enteridis, yaitu bioserotipe paratyphi A, paratyphi B (Salmonella schottmuelleri) dan paratyphi C (Salmonella hirschfeldii) (Rampengan, 2007). Kesmpulan : Diagnosis banding demam tifoid adalah malaria dan infeksi virus lainnya seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever). Pada malaria sifat demam adalah intermitten atau terus menerus disertai menggigil dan berkeringat. Pada demam berdarah atau dengue fever ditemukan gejala berupa demam akut 2-7 hari dan biasanya bifasik, dan disertai dengan manifestasi perdarahan. Demam paratifoid dibedakan melalui uji WIDAL 6. Epidemiologi Demam Tifoid dan Distribusi dan Frekwensi a. Orang Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %. Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.

b. Tempat dan Waktu Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk. 7. Etiologi dan faktor resiko Etiologi Demam tifoid Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 12 1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid 2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. 3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. Faktor resiko demam tifoid a. Faktor Host Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama

b. Faktor Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid. c. Faktor Environment Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 8. Penegakan Diagnosis A. Anamnesis dan pemeriksaan Fisik Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinik dan laboratorium (jumlah lekosit menurun dan titer widal yang meningkat) . Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada salah satu biakan. Adapun beberapa kriteria diagnosis demam tifoid adalah sebagai berikut. Tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu: 1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari. 2. Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,hilang nafsu makan dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. 3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, kesadaran berkabut, bradikardia relatif. Kriteria Zulkarnaen: Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinua, disertai delirium/apatis, gangguan defekasi. Terdapat 2 atau lebih : o Leukopeni.

o Malaria negatif. o Kelainan urin tidak ada. Terdapat 2 atau lebih : o Penurunan kesadaran. o Rangsang meningeal (-). o Perdarahan usus (+). o Bradikardi relatif. o Hepatomegali dan / Splenomegali. Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5 hari. Temperatur turun, nadi naik; disebut sebagai Toten creutz (suatu keadaan pada demam tifoid, dimana setelah terjadi penurunan temperatur tubuh, denyut nadi mulai naik). Kriteria diagnosa yang lain ditegakkan dari : Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai positif, 3 gejala kardinal curiga). o Gejala kardinal (Manson-Bahr (1985)) 1. Demam. 2. Bradikardi relatif. 3. Toxemia yang karakteristik; sering neutropenia dengan limfositosis relatif. 4. Hepatomegali/ Splenomegali 5. Rose spot (bercak/flek merah muda; pada orang kulit putih). o Gejala lainnya : 1. Distensi abdomen. 2. Pea soup stool. 3. Perdarahan intestinal Biakkan Salmonella typhi positif Tes widal meningkat atau peninggian 4x pada 2 kali pemeriksaan selama 2-3 minggu. Kultur/biakan empedu (+), Media agar Seboroud (Harrison TR et al. 2005). B. Pemeriksaan Laboratorium : 1. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi.

Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 2. Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. 3. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut. 4. Imunorologi Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile aglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam diagnosis walaupun 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna atau tidak meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial tiap minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4

kali. Beberapa laporan yang ada tiap daerah mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas daerah tersebut. Misalnya : Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD > 1/160, Manado titer OD > 1/80, Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD 1/320. Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan: 1. Bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2. Jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. 5. Mikrobiologi Kultur biakan empedu Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam media biakan empedu (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella. 6. Biologi molekular. PCR (Polymerase Chain Reaction) jika hasil positif maka

Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitivitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. Berangkat dari beberapa kriteria diagnosis diatas, penegakkan diagnosis demam tifoid pada pasien ini dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dalam hal ini adalah pemeriksaan laboratorium. Melalui anamnesis, ditemukan adanya gejala panas yang dialami pasien sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Panas tinggi pada perabaan, bersifat naik turun, Panas terutama pada malam hari. Tipe panas yang ditemui pada pasien ini berupa panas yang naik secara bertahap lalu menentap selama beberapa hari (1 minggu) dan panas terutama pada malam hari. Poin ini memenuhi salah satu komponen kriteria penegakkan diagnosis demam tifoid yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari) dengan sifat demam yang naik secara bertahap lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari. Panas yang naik turun dan terus menerus menggambarkan demam yang bersifat remitten juga bersifat kontinua. Panas yang tidak disertai menggigil dan berkeringat membedakan jenis panas pada trias malaria. Batuk tidak ada; batuk perlu ditanyakan untuk menyingkirkan adanya infeksi saluran pernapasan yang mana panas dapat muncul sebagai salah satu manifestasi klinisnya. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang pembentukan dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Sakit kepala juga dikeluhkan pasien, seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul pada kepala bagian depan. Demam yang tinggi dapat menimbulkan sakit kepala, sakit kepala pada demam tifoid biasanya terjadi di daerah frontalSakit kepala juga merupakan salah satu tanda gangguan sistem saraf pusat. Mual dan muntah dialami pasien bersamaan dengan panas. Nyeri ulu hati juga dialami penderita. Nafsu makan penderita menurun dan diikuti lemah badan. Buang air besar cair sejak 5 hari yang lalu, warna kuning kecoklatan. Buang air kecil biasa. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya

terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi dimuntahkan lewat mulut. Diare atau mencret terjadi karena sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare. Melalui pemeriksaan fisik ditemukan hiperpireksia (suhu badan 39,50C). Suhu pada demam tifoid meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC 9. Tanda vital lain yang ditemukan adalah bradikardi relatif dimana pada suhu badan 39,50C denyut nadi 80x/ menit. Yang semestinya nadi akan meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Normalnya frekuensi nadi akan meningkat sebanyak 18x/ menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1oC, pada demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya, hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada. Pada pemeriksaan mulut ditemukan ada lidah kotor. Khas lidah pada penderita demam tifoid adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium dan hepatomegali dimana hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae. Sebagaimana diketahui bahwa bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, menyebabkan bakterimia kemudian akan masuk melalui sirkulasi portal dari usus kemudian berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya terjadi pembengkakan (hepatomegali) dan akhirnya menekan lambung. Hal inilah yang menyebabkan adanya rasa nyeri ketika epigastrium ditekan. Hepatomegali terjadi pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan masa konvalesens. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopeni dimana leukosit 5.800/ mm3. Pada demam tifoid darah tepi dapat terjadi kekurangan darah dari ringan sampai sedang karena efek kuman yang menekan sumsum tulang. Leukosit dapat menurun hingga < 3.000/mm3 dan ini ditemukan pada fase demam. Pemeriksaan serologi test WIDAL diperoleh titer Typhi O 1/320. Tes Widal dilakukan untuk mengukur antibodi terhadap antigen O dan H pada Salmonella Typhi. Tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari

kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid9. Peningkatan titer uji WIDAL empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi WIDAL tunggal dengan titer antibodi O 1:320 atau titer antibodi H 1:640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Diagnosis demam tifoid dan sindrom dispepsia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium. Berdasarkan Kriteria Zulkarnaen, gejala pasien ini memenuhi: Febris > 7 hari, yang naik perlahan kemudian menetap, demam bersifat remitten atau kontinua, gangguan defekasi berupa diare. Terdapat: Lekopeni, Malaria negatif, Kelainan urine tidak ada. Terdapat: Bradikardi relatif, Hepatomegali Temperatur turun, nadi naik : Toten creutz ( terjadi pada hari keempat dan kelima perawatan, dimana nadi mulai naik saat temperatur pasien mulai turun). Pasien juga ditemukan 3 komponen utama demam tifoid, yaitu: 1. Demam yang berkepanjangan (1 minggu). Sifatnya remitten dan kontinu dan demam terutama pada malam hari. 2. Gejala gastrointestinal; berupa, diare, mual, muntah, hilang nafsu makan, hepatomegali, dan lidah kotor tepi hiperemi. 3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, bradikardia relatif. Dengan hasil pemeriksaan Laboratorik: 1. Leukopenia 2. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Jadi uji WIDAL dengan titer Typhi O 1/320 disertai dengan

gambaran klinik yang khas pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis demam tifoid. Namun Tes Widal kadang kurang akurat, di mana ia bisa memberi hasil positif-palsu dan negatif-palsu. Hal ini justru dapat memberi suatu kesalahan mendiagnosa sebagai demam tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel tinja atau darah untuk mengetahui adanya bakteri Salmonella

spp dalam darah penderita. Pemeriksaan Gold Standard untuk demam tifoid adalah kultur darah (biakan empedu) (Widodo, djoko. 2006). 9. Patomekanisme Tifoid (Widodo, 2009)
Salmonella typhii Endokrin menempel di reseptor sel endotel kapiler dgn menimbulkan gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafan dan gangguan organ lain ke usus

Lambung

Sebagian dimusnahkan dalam Lambung

Masuk dalam halus

Berkmbang biak Dalam plak peyeri makrofag hiperaktif....terjadi hiperplasia jaringan ( S.thpii intra makrofag induksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat, hiperplasia jaringan, nekrosis organ Bila respon imun humoral mukosa (IgA) kurang baik, makan kuman menmbusl sel epitel. Ke Lamina Propia hidup dan berkmbang dlm makrofag

Perdarahan saluran terjadi perforasi

cerna

dan

Dibawa ke plak peyere ilieum distal dan kemudian ke KGB mesnterika...Melalui duktus thoracicus kuman masuk ke sirkulasi darah

Oleh karena makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif, maka saat fagositosis kuman S typhi terjadi mediator inflamasi Gejala infeksi inflamasi : demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut instabilitas vaskular

Menyebar ke seluruh organ retikolo endotelial, tubuh, trtama hati dan limpa. Di organ kuman meniggalkan sel fagosit dan berkmbang biak di luar sel.

Masuk kedalam sirkulasi darah

10. Penatalaksana

1. :

Farmakologis (Depkes RI, 2006) 1) Antipiretik : Paracetamol 2) Anti emetic : ondansentro 3) Roboransia/Vitamin 4) Diare : supportif dengan infuse RL 5) Pemberian antibiotic Tabel Antibiotik untuk penderita demam tifoid

Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah 1. Kloramfenikol 2. Ampisillin atau Amoxcisillin 3. Trimetropim-Sulfometoksazol Antibiotik lini kedua untuk penderita demam tifoid adalah

1. Seftriakson 2. Cefixim 3. Quinolon (tidak diberikan pada anak-anak) 2. Non Farmakologis 1. Tirah baring 2. Pemberian nutrisi a. Cairan : Cairan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dengan kandungan elekrolit dan kalori yang optimal b. Diet : Cukup kalori dan cukup protein, rendah serat c. Perawatan Penderita demam tipoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita hatus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tipoid di masa lampau. Mobilisasi dilakukan sewajarnya , sesuai dengan situasi dan kondisi dari penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tipoid. Lamanya perawtan di rumah sakit, tergantung pada kondisi penderita (Laurentz, 1997). Perawatan biasanya bersifat simptomatis istrahat dan dietetik. Tirah baring sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Masukan cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu dianjurkan semua makanan saring, sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak kemudian dikembalikan ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan biasa, dan seterusnya. 11. Pencegahan Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularaan dan kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencangkup beberapa aspek :

1. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S typii akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukakan di rumah sakit, klinik maupun dirumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap S Typii. 2. Tindakan preventif berdasarkan lokasi daeran yaitu : a. Daerah non-endemik Sanitasi air dan kebersihan lingkungan Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/ penjualan makaan dan minuman Pencarian dan eliminasi sumber penularan

b. Daerah endemik Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan > 75 oC, iodisasi, dan kloronisasi) Pengunjung kedarah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun pengunjung Jenis Vaksin = Vaksin oral Ty21a (Vivotif Berna) Vaksin parenteral (Widodo, 2002) . 12. Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam (Widodo, 2002).: 1. Komplikasi intestinal o Perdarahan usus o Perforasi usus o Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstraintestinal o Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. o Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik. o Komplikasi paru: pneuomonia, empiema dan pleuritis. o Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis. ViCPS (Typhim Vi / Pasteur Merieux)

o Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. o Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. o Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada pasien ini tidak terjadi komplikasi karena penyakit demam tifoid cepat didiagnosis dan segera diberikan penanganan yang tepat. 13. Prognosis Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7% %. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, kerena keadaan umum pasien yang baik serta cepat dan tepatnya pengobatannya (Mansjoer, Arif,2000)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta : Depkes RI Despopoulos & Silbernagl. 2003. Color Atlas Of Physiology Chapter 9. Elsevier: Philadelpia

Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Harrison TR et al. 2005 Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. Philadelphia: McGrawHill;. p.898-890 Harjanto,N.2000.Malaria Epideomologi,Pathogenesis, Manifestasi Klinis dan

Penanganan.Jakarta: EGC Laurentz, dr. I.R. 1997. Penyakit Infeksi Tropika pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arif dkk. 2000 Demam Tifoid. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI. p.421-425 Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta:EGC Widodo, Djoko. 2009. Demam tipoid dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi Pertama.FKUI Widodo, djoko. 2006 Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia p.1774-1775

Anda mungkin juga menyukai