Anda di halaman 1dari 17

BAB I LAPORAN KASUS

I.

IDENTIFIKASI Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Agama MRS : Tomi : Laki-laki : 10 tahun : Desa Bunga Karang, Tanjung Api-Api, RT 09 : Islam : 25 Juni 2011

II.

ANAMNESIS (2 Juli 2011) :

Keluhan Utama

Celah pada bibir atas, gusi, dan langit-langit sejak lahir Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak lahir, penderita mengeluh bibir atas, gusi, dan langit-langit tidak menyatu, suara sengau (+) Riwayat Kehamilan Ibu Usia ibu saat hamil 18 tahun, asupan nutrisi baik, tidak pernah menderita penyakit, riwayat minum obat-obatan (-), riwayat merokok (+), riwayat minum alkohol (-) Riwayat Penyakit Keluarga Kakak penderita juga menderita penyakit yang sama tetapi meninggal di usia 5 hari

III. PEMERIKSAAN FISIK (2 Juli 2011) A. Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Berat Badan Tinggi Badan Keadaan gizi Nadi Pernafasan Temperatur Kepala : baik : compos mentis : 17 kg : 135 cm : sedang : 76 kali/menit : 24 kali/menit : 36,50C : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Regio oral lihat status lokalis Leher KGB Paru-Paru Jantung Abdomen Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan : tidak ada pembesaran : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior : tidak ada kelainan Ekstremitas Inferior : tidak ada kelainan

B. Status Lokalis Regio Oral 1. Inspeksi : Tampak celah bilateral pada bibir atas, gusi, dan langit-langit penderita 2. Palpasi : Teraba celah bilateral pada bibir atas, gusi, dan langit-langit penderita

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM (28 Juni 2011) Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Diff. Count BSS Ureum Creatinin Natrium Kalium : 13,8 g/dl : 39 vol% : 16.900 /mm3 : 450.000 /mm3 : 0/10/8/38/38/6 : 102 : 26 mg/dl : 0,8 mg/dl : 144 mmol/l : 3,8 mmol/l

V. DIAGNOSA KERJA Labiognatopalatoschisis (LAHSHAL)

VI. PENATALAKSANAAN Operatif (labiognatopalatoplasty)

VII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Palatum membentuk langit-langit mulut. Dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu palatum durum di depan dan palatum molle di belakang.1 Palatum durum dibentuk oleh processus palatinus maxilla dan lamina horizontalis ossis palatinum. Dibatasi oleh arcus alveolaris dan di belakang bersambung dengan palatum molle. Palatum durum membentuk dasar cavum nasi. Permukaan bawah palatum durum ditutupi mucoperiosteum dan memiliki sebuah tabung mediana pada tiap sisi, yaitu pada daerah dimana mukosa tampak berlipat-lipat. Membran mukosa ditutupi oleh epitel berlapis gepeng dan memiliki banyak kelenjar mukosa pada bagian posteriornya.1 Palatum molle adalah lipatan yang mudah digerakkan, yang melekat pada tepi posterior palatum durum. Permukaan atas dan bawahnya ditutupi mukosa dan disusun oleh aponeurosis, serat otot, jaringan limfoid, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf. Pada garis tengah tepi posteriornya yang bebas terdapat juluran konis yang disebut uvula. Sisi palatum molle bersambung dengan dinding lateral faring. Otot-otot palatum molle adalah m.tensor veli palatini, m.levator veli palatini, m.palatoglossus, m.palatopharyngeus, dan m. uvulae.1

2.2. Embriologi Pada awal perkembangan, wajah janin adalah daerah yang dibatasi di sebelah cranial oleh lempeng neural, di caudal oleh pericardium, dan di lateral oleh processus mandibularis arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di tengah-tengah daerah ini, terdapat cekungan ektoderm yang dikenal sebagai stomodeum. Pada dasar cekungan terdapat membrana buccopharyngeal. Pada

minggu keempat, membrana buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan langsung dengan usus depan (foregut).1 Perkembangan wajah selanjutnya bergantung pada menyatunya sejumlah processus penting, yaitu processus frontonasalis, processus maxillaris, dan processus mandibularis.1,2 Processus frontonasalis mulai sebagai proliferasi mesenchym pada permukaan ventral otak yang sedang berkembang, menuju ke arah stomodeum. Sementara itu, processus maxillaris tumbuh keluar dari ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial, membentuk pinggir bawah orbita. Processus mandibularis arcus pertama kini saling mendekat satu dengan yang lain di garis tengah, di bawah stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir bawah.1 Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi processus nasalis medialis dan processus nasalis lateralis.1,2 Dengan berlanjutnya perkembangan, processus maxillaris tumbuh ke medial dan menyatu dengan processus nasalis lateralis dan dengan processus nasalis medialis. Processus nasalis medialis membentuk philtrum pada bibir atas dan premaxilla. Processus maxillaris meluas ke medial, membentuk rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi premaxilla dan menyatu pada garis tengah. Berbagai processus yang membentuk wajah menyatu selama bulan kedua.1 Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus pharyngeus pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya, processus maxillaris saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan processus nasalis medialis.1,2 Jadi, bagian lateral bibir atas dibentuk oleh processus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan bantuan processus maxillaris.1 Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus pertama masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah

stomodeum dan bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir bawah.1 Akibat pertumbuhan processus maxillaris ke medial, kedua processus nasalis medialis tidak hanya bersatu pada permukaan, tetapi bersatu pula pada tingkat yang lebih dalam. Bangunan yang dibentuk oleh penyatuan kedua processus dikenal sebagai segmen antarmaksilla. Segmen ini terdiri dari sebuah unsur bibir, yang membentuk philtrum bibir atas, sebuah unsur rahang atas, yang membawa empat gigi seri, dan sebuah unsur langit-langit mulut, membentuk palatum primer.2 Meskipun palatum primer berasal dari segmen antarmaksilla, bagian utama palatum tetap dibentuk oleh pertumbuhan keluar dari processus maxillaris yang menyerupai tameng. Kedua processus ini, yaitu palatum palatina, tampak dalam perkembangan minggu ke-6 dan mengarah miring ke bawah pada sisi kanan dan kiri lidah. Akan tetapi, dalam minggu ke-7, lempeng-lempeng palatina ini bergerak naik hingga mencapai kedudukan horizontal di atas lidah dan saling bersatu, sehingga membentuk palatum sekunder. Di sebelah anterior, lempeng-lempeng palatina ini bersatu dengan palatum primer yang berbentuk segitiga, dan foramen incisivum dapat dianggap sebagai tanda batas di tengah-tengah antara palatum primer dan sekunder.2

2.3. Definisi Celah bibir dan langitan (labiopalatoschisis) merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat terganggunya fusi selama masa pertumbuhan intra uterin (kandungan). Gangguan fusi tersebut terutama terjadi pada trimester pertama kehamilan yang bisa disebabkan oleh banyak
3,4

faktor (multifaktor)

seperti

genetik

maupun lingkungan.

Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan.4,5,6,7 Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu berupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung.8 Celah langitan terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah dapat melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak ke arah tenggorokan. Celah bibir dan celah langitan bisa terjadi secara bersamaan atau masing-masing dan tingkat abnormalitas celah bibir dan langitan ini pun bervariasi.3 Celah langitan yang disertai dengan celah bibir lebih sering terjadi. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25%, dan celah langitan saja sekitar 35%.9 Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki-laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan.3,9

2.4. Etiologi Penyebab terjadinya labioschisis atau labiopalatoschisis belum

diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan faktor-faktor lingkungan.3 Pada keluarga yang salah satu orang tua atau kerabatnya memiliki kelainan serupa, maka resiko untuk timbulnya kelainan ini pada anak yang akan dilahirkan akan meningkat sebesar 4%.4 Faktor genetik penyebab bibir sumbing adalah mutasi gen TBX22 yang mempengaruhi pembentukan mesoderm dari langit-langit pada bibir dan mutasi gen IRF6 yang mengkode protein dalam pembentukan normal bibir. Sedangkan faktor lingkungan antara lain, usia ibu saat mengandung, sosial ekonomi, penggunaan obat, infeksi virus, kebiasaan merokok dan minum alkohol.3,4,5,7,8 Perempuan yang mengkonsumsi alkohol dan rokok

pada trimester pertama kehamilan memiliki resiko lebih besar melahirkan bayi dengan bibir sumbing. Seperti yang telah diketahui dalam rokok terdapat bermacam-macam zat teratogenik yang dapat mempengaruhi gen dalam diri seseorang. Bayi yang masih trimester pertama sangat rentan terhadap zat-zat teratogenik penyebab munculnya kelainan.8 Oleh karena itu, zatzat tersebut akan mengganggu gen-ge yang berperan pada pertumbuhan dan perkembangan bayi seperti pembentukan bibir dan langit-langit pada rongga mulut. Dalam kasus bibir sumbing, gen yang dipengaruhi rokok adalah MSX1 dan TGFA. Faktor lingkungan berikutnya yaitu defisiensi nutrisi khususnya asam folat dan vitamin B6 pada masa kehamilan.3,4,5,7 Wanita hamil yang mengkonsumsi asam folat sejak kehamilan dini diketahui dapat mengurangi resiko terjadinya bibir sumbing pada bayinya sekitar 40%. Asam folat bisa ditemukan pada hati, sayuran hijau (contohnya bayam), asparagus, brokoli, kacang kedelai, kacang-kacangan, dan jus jeruk.3

2.5. Klasifikasi Secara umum kelainan celah pada wajah dapat dibedakan atas : 1. Celah yang hanya melibatkan bibir atas (isolated labioschizis); 2. Celah pada langitlangit saja (isolated palatoschizis); dan 3. Celah pada bibir dan langit-langit (labiopalatoschizis).10 Celah pada bibir diklasifikasikan menjadi tidak lengkap dan lengkap. Celah bibir tidak lengkap ditandai oleh garis sumbing yang tidak mencapai dasar lubang hidung (nasal sill). Dalam hal ini nasal sill harus intak, dan bagian ini sering disebut sebagai Simonarts band. Celah bibir lengkap melibatkan seluruh ketebalan bibir dan prosesus alveolaris (palatum primer), meluas menuju nasal sill dan tidak terdapat Simonarts band, serta sering disertai sumbing palatum (sumbing langit-langit). Celah pada bibir dapat diklasifikasikan lagi menurut lokasinya apakah unilateral (hanya sebelah / satu sisi) atau bilateral (melibatkan dua sisi bibir).4,8

Labioschizis ditandai dengan adanya karakteristik tertentu seperti bentuk abnormal sisi celah bibir, vertical shortness, penipisan vermilion, muskulatur yang hipoplastik, dan insersi otot yang abnormal.4 Biasanya sebagai konsekuensi adanya bibir sumbing, hidung juga dapat mengalami perubahan bentuk.

Sedangkan

celah

pada

langit-langit

atau

palatoschizis

dapat

diklasifikasikan menurut derajatnya, baik komplit (ekstensi hingga ke hidung) maupun inkomplit. Celah langit-langit submukosa merupakan salah satu bentuk yang paling sering ditemukan, ditandai dengan penampakan klinis seperti uvula bifida, bagian membranous tengah yang tipis, dan celah posterior yang dapat diraba.8

2.6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari kelainan labiopalatoschisis antara lain : - Masalah asupan makanan Adanya celah pada bibir atau mulut dapat menyulitkan bayi untuk menghisap ataupun makan makanan cair lainnya.4,5,10,11 Labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Keadaan ini dapat memberikan masalah baru seperti kekurangan gizi akibat sulitnya dalam pemberian makan atau minum. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan 10

labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.4 Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi.11 Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) dibuat untuk bayi dengan labiopalatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/asupan makanan tertentu

- Masalah Dental Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.10

- Infeksi telinga Anak dengan labiopalatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.5,10

- Gangguan berbicara Pada bayi dengan labiopalatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut untuk menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.2

11

2.7. Penatalaksanaan Idealnya, anak dengan labiognatopalatoschisis ditatalaksana oleh sebuah tim yang terdiri dari ahli bedah plastik, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi ortodonsi, dan psikolog. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan labiognatopalatoschisis yaitu : 1. Tahap sebelum operasi Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Waktu dilakukannya pembedahan rekonstruksi ditentukan dengan syarat rule of ten, yakni pada saat anak berusia 10 minggu, berat badan lebih dari 10 pon, dan kadar hemoglobin lebih dari 10 g/dL.4,5,8,11 Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah, misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tidak tersedak. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non-alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi ke arah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium, karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non-alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

12

2. Tahap sewaktu operasi Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi, pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18-20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit dicapai.8 Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech therapy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah dan sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis), koreksi dilakukan pada saat usia 8-9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.8 Operasi rekonstruksi bibir sumbing dilakukan dengan anak dalam keadaan teranestesi umum. Setelah menandai flap yang akan dilakukan, bibir dianestesi menggunakan lidokain yang sudah diencerkan dan epinefrin untuk meminimalisir perdarahan. Teknik rekonstruksi Millard merupakan pilihan yang disukai pada pembedahan bibir sumbing. Pada
teknik ini, dilakukan insisi memutar yang mengikuti garis philtral menuju columella, disertai insisi melalui kulit, otot dan mukosa. Hal ini memungkinkan

panjang philtral mencapai 10mm, menempatkan cupids bow pada posisi netral. Kemudian dibuat flap dengan insisi transversa sekitar ala untuk memisahkan alar dari bibir. C-flap dilakukan untuk memperpanjang columella ketika dasar alar dijahit ke septum. Orbicularis oris yang telah

13

dibuat flap didekatkan menuju potongan belakang rotasi. Setelah alignment batas vermilion sesuai, dilakukan eksisi mukosa, otot, dan kulit.4 Rekonstruksi pada celah bibir bilateral membutuhkan teknik yang lebih rumit dan hasilnya sering kali kurang memuaskan. Pada teknik rekonstruksi celah bibir bilateral Millard, prolabium disejajarkan dengan philtral. Orbicularis oris dikembalikan ke posisi yang seharusnya ketika flap philtral dijahit ke segmen lateral bibir untuk membentuk cupids bow. Kemudian flap dijahit ke dasar alar untuk membentuk nostril.4 Pembedahan rekonstruksi pada palatoschizis ditujukan guna menghilangkan celah yang menghubungkan rongga mulut dan hidung serta pembentukan katup velopharyngeal yang rapat. Rekonstruksi harus menghasilkan palatum dengan panjang yang cukup dan mobilitasnya yang baik. Waktu dilakukannya pembedahan rekonstruksi masih kontroversial. Rekonstruksi dini akan menguntungkan dalam hal perkembangan wicara, akan tetapi juga menyebabkan retrusi wajah. Pembedahan rekonstruksi biasanya dilakukan pada usia kurang dari 12 bulan.4 Rekonstruksi langit-langit dilakukan dengan anestesi umum, dimana kepala dalam posisi hiperekstensi dan visualisasi ke palatum dibantu dengan penggunaan retraktor Dingman. Palatum dianestesi dengan lidokain dan epinefrin. Banyak teknik yang dapat dilakukan untuk pembedahan rekonstruksi langit-langit, seperti teknik Von Langenbeck, Veau-Wardill-Kilner pushback, atau Furlow palatoplasty. Pada prosedur von Langenbeck, flap mukoperiosteal dari palatum keras dan lunak diangkat dan disatukan ke garis tengah. Pada teknik pushback palatoplasty, flap mukoperiosteal dibentuk dengan insisi bentuk W. Insisi ini akan membebaskan mukoperiosteum dari palatum, memperluas palatum keras, dan mengekspos tulang ke arah anterior dan lateral. Intravelar veloplasty menyatukan otot levator veli palatini yang sebelumnya telah masuk secara abnormal ke palatum keras. Palatoplasty dengan atau tanpa veloplasty menunjukkan perbedaan dari kompetensi velopharingeal biasa. Flap vomer yang dibentuk oleh mucoperiosteum vomer diangkat dan dirotasikan

14

secara lateral untuk mengarahkan celah anterior palatum. Lebih jauh, rekonstruksi dari penggantung levator dapat dicapai dengan Furlow palatoplasty.4

3. Tahap setelah operasi. Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi. Penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech therapy pun tidak banyak bermanfaat.

15

BAB III ANALISA KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang ke rumah sakit Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan utama celah pada bibir atas dan langit-langit. Dari alloanamnesis yang dilakukan terhadap orang tua penderita, didapatkan keterangan bahwa penderita telah memilki celah pada bibir atas dan langit-langit sejak lahir yang menyebabkan penderita kesulitan dalam mengucapkan kata-kata (suara sengau). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit yang diderita pasien merupakan bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan. Dari riwayat kehamilan, ibu penderita mengaku hamil di usia 18 tahun dengan asupan nutrisi baik, tidak pernah menderita penyakit, tidak mengkonsumsi obat-obatan, serta tidak minum alkohol. Tetapi, ibu penderita mengaku selama hamil selalu merokok tiap kali selesai makan. Dari riwayat penyakit dalam keluarga ditemukan bahwa kakak penderita juga menderita penyakit yang sama. Riwayat ibu yang merokok selama hamil adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama merupakan faktor risiko terjadinya cacat bawaan. Pada pemeriksaan fisik tanggal 2 Juli 2011, status generalis penderita dalam batas normal. Pada pemeriksaan regio oral pada inspeksi tampak celah bilateral pada bibir atas, gusi, dan langit-langit penderita. Pada palpasi teraba celah bilateral pada bibir atas, gusi, dan langit-langit penderita. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas dapat ditegakkan diagnosa kerja pada kasus ini adalah labiognatopalatoschizis. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah labiognatopalatoplasty. Akan tetapi, tindakan ini dilakukan secara bertahap mulain dari labioplasty terlebih dahulu. Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena kelainan yang diderita pasien ini tidak mengancam kehidupannya. Sedangkan pada quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam karena terlambatnya penatalaksana perbaikan pada pasien ini dapat menyebabkan perbaikan fungsi bicara tidak optimal (suara sengau tetap ada).

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell R. Anatomi Klinik, jilid 3, edisi 3. 1991. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC. 2. Sadler, T. Editor bahasa Indonesia : Ronardy, Devi. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7. 1996. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Koreksi Bibir Sumbing Bilateral Komplit dan Tidak Komplit dengan Metode Barsky di Bawah Anestesi Umum, Majalah Kedokteran Gigi Juni 2009, 16(1) 63-68 4. Schwartz S. Principles of surgery. Seventh edition. New York : Mc Graw Hill 5. Bagian Bedah Staf Pengajar FK UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Edisi pertama. 1995. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara 6. The Cleft Palate Foundation. Cleft Lip and Palate (Orofacial Cleft). Disitasi dari: http://www.obfocus.com/highrisk/birthdefects/cleft%20lip% 20and%20cleft%20palate.htm. Pada tanggal: 4 Juli 2009. Perbaharuan terakhir: Juli 2008. 7. Moenajat Y. Sumbing Bibir dan Langitan Bilateral. 1999. Jakarta: Sub Bagian Bedah Plastik FKUI/RSUP Dr Cipto Mangunkusumo. 8. Reksoprawiro S, dkk. Editor: Sjamsuhidajat, de Jong. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 424-26. 9. Bailey, Byron J. Head and Neck Surgery. Otolaryngologist. 3rd ed. Hal 961-65. 10. Centers for Disease Control and Prevention. Cleft Lip and Cleft Palate. Disitasi dari: http://cdc.gov/ncbddd/bd/cleft.htm. Pada tanggal: 4 Juli 2009. Perbaharuan terakhir: April 2009. 11. Vasconez HC, RE ferguson, LO Vasconez. Plastic and Reconstructive Surgery. Dalam: Current Surgical Diagnosis and Treatment, 12th ed. McGraw-Hill. 2006; 1210-330.

17

Anda mungkin juga menyukai