Anda di halaman 1dari 7

PEMANFAATAN KULIT BUAH DURIAN SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN ZYMOMONAS MOBILIS

Nana Dyah Siswati, Agung Yunizar, Bintang Uinna Oktaria Siregar Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur Jalan Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya 60294 email : nanadyah22@yahoo.com ABSTRAK Dalam sebuah durian akan menghasilkan 60% kulit buah durian yang merupakan sumber bahan organik berkadar selulosa tinggi dan tersedia melimpah di Indonesia, sehingga kulit durian dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol sebagai energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). Proses pembuatan bioetanol dilakukan dengan menghidrolisis kulit durian menjadi glukosa menggunakan katalis HCl. Selanjutnya glukosa difermentasikan menjadi bioetanol menggunakan bakteri Zymomonas Mobilis. Variabel yang dilakukan adalah waktu fermentasi 120, 144, 168, 192 dan 216 jam serta konsentrasi starter Zymomonas Mobilis 10%, 11% dan 12%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit durian dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan bioetanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi, hasil yang terbaik diperoleh pada konsentrasi starter 11% waktu fermentasi 8 hari menghasilkan bioetanol sebanyak 55,73% dengan kadar 40,59% Kata kunci : Bioetanol, Fermentasi, Hidrolisis, Limbah kulit durian

UTILIZATION OF DURIAN RIND AS BIOETANOL FEEDSTOCK WITH FEREMENTATION PROSES USING ZYMOMONAS MOBILIS
ABSTRACT In a durian contained 60% of it is in the form of durian peel waste which is a source of organic matter and has high levels of cellulose and is available in abundant in Indonesia, so that can be used to become bioethanol as alternative energy fuel. The process of producing bioethanol from durian peel waste is carried out by hydrolyzing the waste into glucose using catalyst HCl. Afterwards glucose is fermented into bioethanol using the bacterium Zymomonas mobilis. By implementing the variables of fermentation time 120, 144, 168, 192 and 216 hours, and the concentrations of Zymomonas mobilis stater 10%, 11% and 12%. Research shows that duriane peel can be used as an alternative to produce bioethanol the process of hydrolysis and fermentation, the best results being obtained at a concentration of 11% starter and fermentation time of 8 days produce bioethanol as much as 55.73% having the content 40.59% levels. Key words: Bioethanol, Durian peel waste, Fermentation, Hydrolysis.

1. PENDAHULUAN Seiring dengan ketersediaan energi di dunia yang semakin menipis sedangkan kebutuhan akan energi semakin hari semakin meningkat, hal ini mendorong peneliti untuk mencari sumber energi baru sebagai energi alternatif, salah satunya adalah bioetanol. Bioetanol memiliki kelebihan disbanding dengan BBM, diantaranya memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi (118) dan lebih ramah lingkungan karena mengandung emisi gas CO lebih rendah 1925% (Indartono Y., 2005). Selain itu bioetanol dapat diproduksi oleh mikroorganisme secara terus menerus. Produksi bioetanol di berbagai negara telah dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian dan perkebunan (Sarjoko, 1991). Oleh karena itu dilakukan upaya mencari bahan baku alternatif lain dari sektor non pangan untuk pembuatan etanol. Bahan selulosa memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol. Salah satu contohnya adalah limbah kulit durian. Ketersediaan limbah kulit durian cukup besar, pada pengolahan durian akan menghasilkan 60% limbah kulit durian (Fadli, 2010). Pada tahun 2010 produksi durian di Indonesia sebesar 492.139 ton, sedangkan produksi durian Indonesia pada tahun 2011 mencapai total 883,969 ton (BPS, 2011). Jumlah ini diperkirakan terus bertambah

mengingat permintaan pasar sampai dua puluh tahun kedepan masih menjanjikan. Limbah kulit durian mempunyai kandungan serat sebesar 46,82 % dan lignin 3,75%. Lignin merupakan komponen kimia kayu yang sangat tidak diharapkan kehadirannya dalam produk pulp karena dapat menurunkan ketahanan fisik pulp dan menyebabkan warna pulp gelap sehingga meningkatkan konsumsi bahan kimia dalam proses pemutihan (Oktaveni, 2009). Proses pembuatan pulp (delignifikasi) secara komersial dapat diklasifikasikan dalam proses mekanis, semi kimia (kombinasi kimia dan mekanis) dan kimia. Produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang berbeda. Pemilihan jenis proses pembuatan pulp tergantung kepada spesies kayu yang tersedia dan penggunaan akhir dari pulp yang diproduksi. Proses kimia mendominasi hampir seluruh Dunia. Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organic seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan (Susilowati, 2012). Bioetanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian, antara lain bahan yang mengandung turunan gula (sakarin), bahan yang mengandung pati dan bahan yang mengandung selulosa seperti kayu,

dan beberapa limbah pertanian lainnya. Bahan yang mengandung sakarin dapat langsung difermentasi, akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana, meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi masih memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah, mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah khamir, kapang dan bakteri. Hidrolisis yang paling sering digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah hidrolisis secara asam. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Taherzadeh, M., 2007). Penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis selulosa dilakukan pada temperatur yang lebih rendah daripada asam encer. Konsentrasi asam yang digunakan adalah 1030%. Temperatur reaksi adalah 100oC dan membutuhkan waktu reaksi antara 2 6 jam. Temperatur yang lebih rendah meminimalisasi degradasi gula. Keuntungan dari penggunaan asam pekat ini adalah konversi gula yang dihasilkan tinggi, yaitu bisa mencapai konversi 90% (Badger, PC., 2002), kemudian glukosa difermentasi dengan menggunakan

bakteri atau mengkonversi bioetanol.

ragi yang dapat gula menjadi

Proses fermentasi gula hasil hidrolisis kulit durian menjadi bioethanol menggunakan bakteri Zymomonasmobilis adalah bakteri yang berbentuk batang, termasuk dalam bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri yang dapat bergerak (Siswati, 2011). Bakteri ini banyak digunakan di perusahaan bioetanol karena mempunyai kemampuan yang dapat melampaui ragi dalam beberapa aspek. Zymomonas Mobilis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan Sacharomyces Cerevisieae yaitu: dapat tumbuh secara anaerob fakultatif dan mempunyai toleransi suhu yang tinggi, mempunyai kemampuan untuk mencapai konversi yang lebih tinggi, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi dan pH yang rendah, mampu menghasilkan yield etanol 92% dari nilai teoritisnya. Suhu optimum proses fermentasi dengan menggunakan Zymomonas mobilis adalah pada kisaran pH 4-7. Bioetanol hasil fermentasi dapat dimurnikan lagi dengan proses destilasi pada suhu 800C sesuai dengan kadar yang diinginkan (Gunasekaran, 1999). Tujuan dari penelitian ini adalah mencari waktu fermentasi serta konsentrasi starter Zymomonas mobilis terbaik pada proses fermentasi glukosa yang berasal dari kulit durian menjadi etanol.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan volume starter Zymomonas mobilis dan waktu fermentasi yang terbaik pada proses pembuatan bioetanol dari kulit durian sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan adalah kulit durian diperoleh dari limbah Pasar Buah Widodaren Surabaya. Asam Sitrat, Etanol, Aquadest, HCl, KH2PO4, (NH4)2SO4, NaOH, MgSO4.7H2O dan glukosa dibeli di Jalan Tidar Surabaya. Zymomonas mobilis, ekstrak ragi dan nutrient agar yang dibeli di Badan Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya. Alat yang digunakan berupa seperangkat alat delignifikasi, seperangkat alat hidrolisis, seperangkat alat fermentasi dan seperangkat alat destilasi. Persiapan Bahan Baku Dibersihkan kulit durian dari kotoran, keringkan dengan menggunakan oven pada suhu 100OC selama 2 jam, kemudian hancurkan kulit durian dengan cara diblender/digiling hingga berbentuk serbuk, ayak kulit durian pada ayakan 80 mesh dan analisis kandungan sellulosanya dengan spektrofotometer. Proses Ekstraksi Pektin Masukkan Bahan dan asam sitrat dengan perbandingan 1 : 12 gram dalam labu leher tiga. Lakukan pengadukan dengan kecepatan 600

rpm pada suhu operasi 80 C dengan waktu pemasakan selama 75 menit. Saring dan pisahkan filtrat sebagai pektin Proses Delignifikasi Masukkan endapan hasil proses ekstraksi pektin dalam labu leher tiga sebanyak 100gr untuk proses delignifikasi. Masukkan 100 ml Larutan Etanol 40% dalam labu leher tiga. Lakukan pengadukan dengan kecepatan 600 rpm pada suhu o operasi 50 C dengan waktu pemasakan selama 2 jam. Kemudian pisahkan pulp dari filtratnya dengan penyaringan, kemudian cuci dengan aquadest secukupnya sampai pucat. Kemudian dikeringkan kedalam Oven pada suhu 105OC. Kemudian dinginkan pada desikator Proses Hidrolisis Timbang serbuk kulit durian sebanyak 100 gram. Tambahkan aquadest dan katalis asam yaitu HCl dengan perbandingan volume 20% v/v hingga total larutan 1 liter. Masukkan kedalam labu leher tiga dan hidrolisis dengan suhu 100oC selama 4 jam. Saring larutan hasil hidrolisis dan filtrat diambil untuk dianalisis kadar glukosanya dengan spektrofotometer. Proses Fermentasi Ambil filtrat dari proses hidrolisis sebanyak 500 ml dan tambahkan NaOH 6 N hingga pH = 6. Sterilkan dalam autoklaf pada suhu 120oC selama 15 menit. Dinginkan hingga suhu ruang.

Masukkan starter Zymomonas mobilis dengan variabel: volume starter 10, 11, 12 % v/v dan dikocok. Tutup botol fermentasi hingga rapat dan gas dialirkan kedalam botol lain yang berisi air. Fermentasi sesuai dengan variabel waktu fermentasi yaitu 120, 144, 168, 192 dan 216 jam dengan suhu fermentasi 30oC. Saring dan ambil filtrat untuk proses destilasi. Proses Distilasi Filtrat hasil fermentasi didestilasi pada suhu 80oC untuk mendapatkan kadar yang lebih tinggi sesuai yang diinginkan dan kemudian dianalisis kadar etnaolnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Kadar Alkohol (%) dan Kadar Glukosa Sisa (%) setelah proses fermentasi.
Waktu Fermentasi (Jam) Volume Starter (%) Kadar Alkohol (%) Kadar Glukosa Sisa (%)

0.3 0.25

120 jam 144 jam 168 jam 192 jam 216 jam

Kadar Glukosa (%)

0.2 0.15 0.1 0.05 0 10 11 12

Volume Starter (%)

Gambar 1. Grafik pengaruh volume starter terhadap kadar glukosa.


0.3

Kadar Glukosa (%)

0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0


120 144 168 192 216

Starter 10% Starter 11% Starter 12%

Waktu Fermentasi (jam)

120

144

168

192

216

10 11 12 10 11 12 10 11 12 10 11 12 10 11 12

3,02 5,80 5,09 4,70 7,54 7,18 6,20 9,96 9,23 7,03 10,04 9,70 6,95 9,88 9,62

0,27 0,20 0,21 0,24 0,19 0,20 0,21 0,18 0,19 0,19 0,16 0,17 0,20 0,17 0,18

Gambar 2. Grafik pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar glukosa. Setelah dilakukan analisa kadar glukosa sisa pada proses fermentasi dengan volume starter 11% dan waktu fermentasi 192 jam menunjukkan kadar glukosa sisa paling kecil. Hal ini disebabkan karena jumlah glukosa yang tersisa sangat sedikit sehingga tidak dapat dikonversi menjadi etanol.

12 10 Kadar Etanol (%) 8 6 4 2 0 10 11 12 Volume Starter (%)


216 jam 120 jam 144 jam 168 jam 192 jam

Gambar 3. Grafik pengaruh volume starter terhadap kadar etanol.


12 10 Kadar Etanol (%) 8 6 4 2 0 120 144 168 192 216 Waktu Fermentasi (jam)
Starter 10% Starter 11% Starter 12%

dihasilkan juga linier, semakin tinggi konsentrasi starter maka kadar etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi, karena aktifitas mikroba mengalami pertumbuhan dan berkembangbiak sehingga alkohol yang dihasilkan semakin banyak (Endang, A., 2013) . Kondisi terbaik untuk proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 4, yaitu pada konsentrasi starter 11% dengan waktu fermentasi selama 192 jam yang menghasilkan kadar etanol sebesar 10,04%. Bioetanol yang didapat dari kondisi terbaik tersebut diperoleh sebanyak 55,73% dengan kadar 40,59%. 4. KESIMPULAN Penelitian pembuatan bioetanol dari kulit durian dengan proses hidrolisis dan fermentasi dapat disimpulkan bahwa: kulit durian dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan bioetanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi. Kulit durian yang mengandung selulosa sebesar 51,96 %, setelah di hidrolisis menggunakan katalis HCl konsentrasi 20% (v/v) menghasilkan glukosa dengan kadar 10,51%. Proses fermentasi pada penambahan starter 11% dan waktu fermentasi 192 jam menghasilkan bioetanol berkadar 10,04%. Pada proses fermentasi ini bakteri Zymomonas mobilis mampu mengkonversi glukosa sebesar 98,26 %, dan yield etanol diperoleh sebesar 55,73%. Proses destilasi yang dilakukan selama 8 jam menghasilkan bioetanol dengan kadar 40,59 %.

Gambar 4. Grafik pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol. Pada proses fermentasi semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Waktu yang terbaik untuk proses fermentasi yaitu 192 jam Hubungan atara konsentrasi starter dengan kadar etanol yang

DAFTAR PUSTAKA Ariyani, Endang. 2013. Produksi Bioetanol Dari Jerami Padi. Universitas Negeri Semarang. Semarang Badan Pusat Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id/ (akses 1 Desember 2012) Badger, PC., 2002. Ethanol from Cellulose : A General Review. In Trend in New Crops and New Uses., J.Jannick and A.Whipkey (eds). Alexandria,VA : ASHS Press. Fadli, A. 2010. manfaat kulit durian. http://timpakul.web.id/manfaat -kulit-durian.html (diakses tanggal 2 Januari 2013) Gunasekaran, P. and Raj, K. C. 1999. Ethanol Fermentation Technology -Zymomonas mobilis. Current Science. Vol. 77, #1, 56-68 diambil dari Ghani Arasyid dkk, Indartono Y, 2005. Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan :Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di lapangan. Fisika, LIPI. Siswati, Nana Dyah. 2011. Bioetanol Dari Limbah Kulit Kopi Dengan Proses Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. Volume 6. No. 1. ISSN: 1978-0419

Oktaveni, Dian. 2009. Terlarut Asam Delignifikasi Pada Awal Proses Pulping Institut Pertanian Bogor

Lignin dan Tahap Alkali. Bogor.

Sarjoko,1991.Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. Jakarta:Gramedia Pustaka Umum. Susilowati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah Perkebunan Kakao Sebagai Bahan Pulp Dengan Proses Organosolv. Jurnal Teknik Kimia. Volume 6. No. 1. ISSN: 1978-0419 Taherzadeh, M. and Karimi, K. 2007. Acid-based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignosellulosic Material : A Review, Bioresources 2 (3), 472-499, diambil dari Ghani Arasyid dkk,

Anda mungkin juga menyukai