Anda di halaman 1dari 12

NAMA: ROPIKAH NIM:2108110013 KELAS :3B DOSEN: Dr.H.Ikin Syamsudin adeani, M.

Pd MATA KULIAH:panduan penulisan karya ilmiah

1. Masalah dapat di artikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya denang apa yang benar-benar terjadi . menurut stonner, a. Terdapat penyimpangan antara pengalaman dan kenyataan b. Terdapat penyimpangan apa yang telah direncanakan dengan kenyataan c. Ada pengaduan d. Ada kompetensi Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. 2. Bagian pendahuluan

a. Latar belakang b. Rumusan maslah c. Tujuan penelitian d. Manfaat penelitian Tinjauan pustaka a. Tinjauan Teori ( Berisi teori yang Disesuaikan dg. Variable penelitian) b. Kerangka Teori c. Kerangka Konsep d. Hipotesis / Pertanyaan Penelitian

Metode penelitian a. Desain / Rancangan Penelitian b. Lokasi Penelitian c. Populasi, Sample dan Teknik Sampling d. Variable Penelitian e. Definisi Operasional f. Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data g. Keterbatasan Penelitian 3. PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IX SMA Karangnunggal)

A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat yakni, menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Seiring dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keempat keterampilan tersebut memegang peranan penting, dalam berbagai

kesempatan acapkali keterampilan berbahasa seseorang diuji melalui empat keterampilan berbahasa tersebut. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara berkomunikasi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menyampaikan maksud kepada orang lain atau pembaca dengan menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar sehingga apa yang ditulis dan disampaikan sesuai dengan apa yang diinginkan penulis. Keterampilan menulis pada prinsipnya yaitu melihat adanya hubungan antara keterampilan menulis dengan keterampilan membaca melalui penulis dan pembaca. Bila penulis melakukan sesuatu, maka orang lain dan pembaca sedikit banyak akan terlibat di dalamnya (Nimah 2006: 6). Lebih jelasnya, pengertian menulis menurut Tarigan (2008:3) yaitu. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafolegi, struktur bahasa dan kosa kata. Keterampilan menulis ini, tidak akan datang secara otomatis tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

dalam BSNP (2006: 1), dijelaskan bahwa. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan , keterampilan berbahasa dan sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memaklumi dan merespon situasi lokal, regional, dan global.

Melalui standar kompetensi ini diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, minat, serta menumbuhkan pengkaryaan terhadap hasil kesusastraan. Salah satu tuntutan standar kompetensi (SK) yang harus dipenuhi siswa kelas X SMA, pada semester 2 adalah (16) mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen, dengan kompetensi dasar (KD) (16.1) menulis karangan berdasarkan pengalaman diri sendiri ke dalam cerita pendek (pelaku, peristiwa, latar). Untuk memenuhi tuntutan standar kompetensi tersebut tidaklah mudah, selain diperlukan kesungguhan dan ketelitian, siswa pun harus memahami benar cara menulis cerita pendek.

Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh dari SMA Karangnunggal, khususnya di kelas IX diperoleh gambaran bahwa ternyata sebagian besar masih belum mampu menulis cerita pendek. Dengan perolehan nilai rata-rata kelas yang hanya berkisar 63-65 sedangkan KKM yang ditentukan oleh sekolah adalah 76. Permasalahan tersebut, disebabkan karena penggunaan model pembelajaran yang kurang menarik. Akibatnya, kompetensi menulis cerpen tidak tercapai secara maksimal. Hal tersebut, mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Sukardi (2003:114) mengemukakan bahwa Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran antara lain; (1) kurikulum; (2) sarana dan prasarana; (3) kesungguhan siswa; (4) pendekatan, model, metode, dan teknik yang digunakan; (5) bahan ajar; (6) alokasi waktu dan beberapa faktor yang menunjang. Penggunaan model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen yaitu dengan model pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran kontekstual ini, membantu siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan seharihari untuk menemukan makna. Sesuai dengan pendapat Jhonson (dalam Rusman 2012:189) bahwa CTL memungkinkan membantu siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. Dengan demikian, model pembelajaran kontekstual ini diharapkan mampu membantu kesulitan siswa dalam menulis cerpen. Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menulis Cerita Pendek dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IX SMA Karangnunggal).

B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang di atas, apa yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana langkah-langkah penggunaan model pembelajaran kontekstual dalam

meningkatkan kemampuan menulis cerpen di kelas IX SMA Karangnunggal? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen setelah digunakan model pembelajaran kontekstual?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini lebih difokuskan pada hal-hal yang lebih spesifik dengan pokok masalah yaitu sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan langkah-langkah penggunaan model pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen di kelas IX SMA Krangnunggal. 2. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen setelah model pembelajaran kontekstual digunakan

D. Manfaat Penelitian Sekurang-kurangnya kegunaan penelitian ini dapat memenuhi harapan teoretis dan praktis sebagai berikut. 1. Secara teoretis Harapan teoretis, kegunaan penelitian ini, antara lain: a. Menambah pengetahuan siswa dalam menulis cerpen dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual b. Menambah sarana baca yang akan mengilhami para peneliti di bidang pendidikan dan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya 2. Secara Praktis Harapan secara praktis, kegunaan penelitian ini antara lain: a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolok ukur oleh siapapun yang memiliki kepentingan yang sama; b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia di kota Ciamis

E. Kerangka Pemikiran Setelah merumuskan masalah maka selanjutnya disusun kerangka pemikiran. Adapun menurut Suherli (2007:84) kerangka pemikiran yaitu sebagai berikut. Kerangka pikir penelitian merupakan dasar pijak kajian atau penelitian secara teoretis. Pijakan ini berdasarkan referensi atau temuan penelitian lain sejenis yang akan digunakan untuk membahas atau mengupas permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir merupakan dasar-dasar teoretis yang menjadi dasar berpikir dari peneliti dalam melakukan kajian.

Oleh karena itu, penulis karangan ilmiah menyajikan kerangka pikir berupa dasar-dasar teoretis yang disusun secara logis dan bertemali hingga dipandang memiliki kekuatan teori untuk dapat menjawab permasalahan.

Menulis seperti halnya juga ketiga keterampilan berbahasa lainnya (menyimak, berbicara, dan membaca), yaitu merupakan suatu proses perkembangan dari ketiga keterampilan tersebut. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, pelatihan, keterampilan-keterampilan khusus dan pengajaran langsung serta menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan dengan jelas dan ditata secara menarik. Menulis adalah kegiatan seseorang dalam mengekspresikan gagasan, perasaan, pengalaman dengan bahasa tulis yang disampaikan pembaca untuk dapat dipahami dan dinikmati oleh pembaca. Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang menarik dan menyenangkan dengan menulis kita dapat menyalurkan ekspresi pikiran dan perasaan kita ke dalam bentuk tulisan. Kegiatan menulis akan terasa sulit jika kita tidak terbiasa dan tidak terlatih untuk melakukannya. Oleh karena itu, kita sering sekali mengalami kesulitan untuk memulai kegiatan tersebut. Menulis menurut Tarigan (2008: 3).

Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafolegi, struktur bahasa dan kosa kata. Keterampilan menulis ini, tidak akan datang secara otomatis tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

Pendapat tersebut dilengkapi oleh Morsey (dalam Tarigan, 2008: 4), mengatakan bahwa. Menulis dipergunakan, melaporkan/memberitahukan dan memengaruhi; dan maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas, kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat.

Dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar. Lebih spesifiknya, salah satu standar kompetensi (SK) yang harus dikuasai oleh siswa yakni (16) mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen, pada kompetensi dasar (KD) (16.1) menulis karangan berdasarkan pengalaman diri sendiri ke dalam cerita pendek (pelaku, peristiwa, latar). Diponegoro (1994:6) menjelaskan tentang menulis cerita pendek Menulis cerita pendek pada hakikatnya merujuk pada kegiatan mengarang, dan mengarang termasuk tulisan kreatif yang penulisanya dipengaruhi oleh hasil rekaan atau imajinasi pengarang. Menulis cerpen merupakan cara menulis yang paling selektif dan ekonomis. Cerita dalam cerpen sangat kompak, tidak ada bagiannya yang hanya berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagiannya, tiap kalimatnya, tiap katanya, tiap tanda bacanya tidak ada bagian yang sia-sia, semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakan jalan cerita, atau mengungkapkan watak tokoh atau melukiskan suasana. Tidak ada bagian yang ompong, tidak ada bagian yang berlebihan.

Lebih

lanjut

Hudiata

mengemukakan

(dalam

http://rumahdunia.net/

wmprint.php?ArtID=276), sebagai berikut. Menulis cerita pendek (cerpen) adalah salah satu usaha untuk memotret realita kehidupan ke dalam sebuah tulisan dan menyampaikannya dengan bahasa ringan khas cerpen, tidak berat, tapi jangan pernah menganggap enteng. Penulisan cerita dengan alur yang kita tulis, ditambah dengan konflik-konflik yang naik-turun, memerlukan daya pikir yang imajinatif dan futuristik. Bagaimana menjadikan pembaca tenggelam dalam cerita yang kita buat, semuanya itu benar-benar terasa sulit dan membutuhkan pemikiran.

Melalui uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa menulis cerita pendek adalah suatu kegiatan kreatif yang memerlukan daya pikir yang imajinatif dan futuristik serta penulisannya dipengaruhi oleh hasil rekaan atau imajinasi pengarang. Tentunya keterampilan menulis cerita pendek ini, tidak akan datang secara otomatis tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak serta teratur.

Berdasarkan kompetensi dasar di atas, maka dijabarkan beberapa indikator menulis cerpen menurut Depdiknas (2006:239) yakni sebagai berikut: 1. Menentukan topik cerpen yang sesuai, berdasarkan peristiwa yang dialami dengan memperhatikan kronologi waktu-waktu peristiwa, tokoh, setting, alur, sudut pandang dan gaya bahasa. 2. Menulis kerangka cerpen berdasarkan peristiwa yang dialami dengan memperhatikan kronologi waktu-waktu peristiwa, tokoh, setting, alur, sudut pandang dan gaya bahasa. 3. Mengembangkan kerangka karangan yang telah dibuat ke dalam bentuk cerpen dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan.

Pada proses pembelajaran salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan pembelajaran adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Yang dimaksud dengan model pembelajaran menurut Joyce and Weil (dalam Rusman, 2012:133) Adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran atau yang lain. Penggunaan model pembelajaran yang cocok untuk peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen yaitu model pembelajaran kontekstual. Nurhadi (dalam Rusman, 2012:189) menjelaskan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) yaitu Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan di atas diperkuat juga oleh pendapat Johnson (dalam Rusman, 2012:189) yaitu. CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman agar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru.

Sementara itu, Howey R, Keneth (dalam Rusman 2012:189) mendefinisikan CTL yaitu Pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif atupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dari materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan budaya. Langkah langkah pembelajaran model kontekstual menurut Rusman (2012:192) sebagai berikut. 1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengotruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik yang diajarkan. 3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan. 4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya. 5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya. 6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Melakukan penilaian secara objektif yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

Peningkatan kemampuan menulis cerita pendek dengan menggunakan model kontekstual akan menempuh langkah-langkah penelitian tindakan kelas yang meliputi: perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), mengobservasi proses hasil tindakan (observing), serta melakukan refleksi (reflecting). Lebih jelasnya kerangka pikir di atas, tampak pada tabel berikut

Peningkatan Kemampuan Menulis cerpen dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual

Langkah-langkah penggunaan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran menulis cerpen. Rusman (2012:192) a. guru menjelaskan rencana kegiatan saat itu yaitu mendeskripsikan langkahlangkah menulis cerpen dengan memperhatikan pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. b. Siswa dengan cermat memperhatikan penjelasan guru. (Kontruktivisme) c. Siswa diberi kesempatan bertanya hal yang belum dimengerti. (Questioning) d. Siswa ditugaskan untuk mengidentifikasi pengalaman atau kejadian konkret yang telah dialami siswa. (Inquiri) e. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen dan diupayakan anak dapat berbagi pangalaman atau kejadian yang pernah dialaminya dalam kelompok tersebut. (Learning Community) f. Masing-masing kelompok membahas materi secara kooperatif berisi penemuan. g. Siswa mempresentasikan hasil pembahasan kelompoknya (Modelling) h. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan i. Guru mengadakan penilaian produk (Authentic Assessment) j. Refleksi

Observasi

D I A N A L I S I T E M U A N

Peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen setelah digunakan model pembelajaran kontekstual,sesuai dengan indikator menulis cerpen menurut Depdiknas (2006:239): 1. Menentukan topik cerpen yang sesuai, berdasarkan peristiwa yang dialami dengan memperhatikan kronologi waktu-waktu peristiwa, tokoh, setting, alur, sudut pandang dan gaya bahasa. 2. Menulis kerangka cerpen berdasarkan peristiwa yang dialami dengan

Penilaian ujuk kerja

Tabel kerangka fikir

4. Perbedaan metode penelitian kuantitaif dan penelitian kuantitatif Metode Kualitatif:


Desain: umum, fleksibel, berkembang, tampil dalam proses penelitian Tujuan: memperoleh pemahaman makna verstehen, mengembangkan teori, menggambarkan realitas yang kompleks

Teknik Penelitian: Observasi, participant observation, wawancara terbuka Instrumen Penelitian: Human instrument, buku catatan, recording Data: deskriptif, dokumen pribadi, catatan lapangan, ucapan responden, dokumen, dll Sampel: kecil, tidak representatif, pusposif Analisis: terus menerus sejak awal sampai akhir penelitian, induktif, mencari pola, model utama

Usulan Desain: singkat, sedikit literatur, pendekatan secara umum, masalah yang diduga relevan, tidak ada hipotesis, fokus penelitian sering ditulis setelah ada data yang dikumpulkan dari lapangan.

Hubungan dengan Responden: empati, akrab, kedudukan sama, setara, jangka lama

Metode Kuantitatif:

Desain: spesifik, jelas, terinci, ditentukan secara mantap sejak awal, menjadi pegangan langkah demi langkah demi langkah

Tujuan: menunjukkan hubungan antara variabel, mentest teori, mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif

Teknik Penelitian: eksperimen, survey, observasi berstruktur, wawancara berstruktur Intrumen Penelitian: test, angket, wawancara, skala, komputer, kalkulator Data: Kauntitatif, hasil pengukuran berdasarkan variabel yang dioperasionalkan dengaan menggunakan instrumen

Sampel: besar, represntatif, sedapat mungkin random Analisis: pada taraf akhir setelah pengumpulan data selesai, deduktif, menggunakan

5. Dua contoh pengutipan Menulis menurut Tarigan (2008: 3). Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafolegi, struktur bahasa dan kosa kata. Keterampilan menulis ini, tidak akan datang secara otomatis tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

Pendapat tersebut dilengkapi oleh Morsey (dalam Tarigan, 2008: 4), mengatakan bahwa. Menulis dipergunakan, melaporkan/memberitahukan dan memengaruhi; dan maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas, kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat. 6. Contoh daftar pustaka

Bell, Stewart. The Martyr's Oath: The Apprenticeship of a Homegrown Terrorist. Mississauga, ON: Wiley, 2005.

Biale, David, ed. Cultures of the Jews: A New History. New York: Schocken, 2002. Bowker, Michael. Fatal Deception: The Untold Story of Asbestos: Why It Is Still Legal and Still Killing Us. N.p.: Rodale, 2003.

Rowling, J.K. Harry Potter and the Chamber of Secrets. New York: Scholastic, 1999. -------------. Harry Potter and the Prisoner of Azkaban. Thorndike, ME: Thorndike, 2000.

Anda mungkin juga menyukai