Anda di halaman 1dari 8

Bagian II Landasan Teori

2.1. Pengertian Bisnis Apa yang anda bayangkan saat mendengar kata bisnis? Apakah anda akan membayangkan perusahaan besar seperti Astra atau Toyota? Apakah anda teringat pada perusahaan yang lebih kecil seperti supermarket atau bengkel di sekitar anda? Atau anda akan membayangkan operasi bisnis yang lebih kecil lagi seperti laundry atau penjual makanan di dekat rumah anda? Semua itu bisa disebut sebagai bisnis (perusahaan), yaitu organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan laba (Griffin dan Ebert:2004). Pengertian bisnis menurut Griffin dan Ebert sama dengan pengertian bisnis menurut Kasmir dan Jakfar (2012), dimana menurut mereka bisnis adalah usaha yang dijalankan dengan tujuan utamanya adalah keuntungan. Menurut Raymond E Glos dalam bukunya yang berjudul Business : its nature and environment : An Introduction, bisnis adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industri yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan mempertahankan dan memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka. Brown dan Petrello (1976) mendefinisikan bisnis sebagai suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bisnis menurut Steinford ( 1979) adalah aktifitas yang menyediakan barang atau jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen. Pendapat Musselman dan Jackson (1992) tentang bisnis juga tidak jauh berbeda, yaitu suatu aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan ekonomis masyarakat dan perusahaan diorganisasikan untuk terlibat dalam aktivitas tersebut.

2.2. Lingkungan Bisnis Perusahaan Lingkungan dalam batasan bisnis, menurut Rahmad Dwi Jatmiko (2004:30) adalah suatu kekuatan, suatu kondisi, suatu keadaan, atau suatu peristiwa yang saling berhubungan dimana perusahaan mempunyai atau tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikannya. Kekuatan, kondisi, keadaan, atau peristiwa yang saling berhubungan dimana perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikannya disebut lingkungan

internal. Sedangkan kekuatan, kondisi, keadaan, atau peristiwa yang saling berhubungan dimana perusahaan tidak mempunyai kemampuan atau sedikit kemampuan untuk mengendalikannya atau mempengaruhinya disebut lingkungan eksternal. Lingkungan internal meliputi berbagai bidang manajemen dan budaya perusahaan (corporate culture). Bidang-bidang manajemen yang dimaksud disini adalah pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi manajemen. Muhammad (2000) menyatakan bahwa dengan menguasai faktor internalnya, perusahaan dapat mengidentifikasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Lingkungan eksternal, menurut Hani Handoko (2001), mempunyai unsur-unsur yang pengaruhnya langsung (lingkungan eksternal mikro) dan yang pengaruhnya tidak langsung (lingkungan eksternal makro). Lingkungan eksternal mikro terdiri dari para pesaing, penyedia, langganan, lembaga-lembaga keuangan, pasar tenaga kerja dan perwakilanperwakilan pemerintah. Unsur-unsur lingkungan eksternal makro mencakup teknologi, ekonomi, politik dan sosial yang mempengaruhi iklim di mana organisasi beroperasi dan mempunyai potensi menjadi kekuatan-kekuatan sebagai lingkungan eksternal mikro.

2.3. Pemegang Kepentingan (Stakeholders) Perusahaan Menurut Madura (2007) pemegang kepentingan (stakeholders) adalah orang-orang yang mempunyai kepentingan dalam bisnis. Para pemegang kepentingan itu adalah: Pemilik a) Wiraswasta (entrepreneur) adalah orang yang mengorganisasi, mengelola, dan mengasumsi resiko yang dihadapi untuk memulai bisnis. b) Pemegang saham (shareholder / stockholder). Saham adalah sertifikat kepemilikan suatu perusahaan, Pemegang saham adalah seseorang yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Karyawan a) Karyawan perusahaan diangkat untuk menyalurkan operasi perusahaan. b) Manajer adalah karyawan yang mempunyai tanggung jawab mengelola pekerjaan yang ditugaskan kepada karyawan lain dan membuat keputusan penting perusahaan. Kreditor yaitu institusi keuangan atau individu yang memberikan pinjaman. Pemasok yaitu penyedia bahan baku dan mengantarkannya tepat waktu. Pelanggan yaitu pihak yang menerima produk atau jasa dengan nilai/harga tertentu.

Lawrence, Weber, dan Post (2005) membagi stakeholder menjadi primary stakeholder dan secondary stakeholder. Masing-masing stakeholder terdiri dari beberapa pihak: Primary stakeholder perusahaan terdiri dari: Stockholders atau pemegang saham merupakan pihak yang mengivestasikan dananya ke perusahaan dan memperoleh dividen atau capital gain sebagai imbalannya. Creditors merupakan pihak yang memberikan pinjaman dana kepada perusahaan dan memperoleh pembayaran bunga (interest) sebagai imbalannya. Suppliers merupakan pihak yang menyediakan bahan baku, energi, jasa dan input lainnya sebagai imbalan dari pembayaran perusahaan. Customers atau konsumen merupakan pihak yang membeli produk perusahaan. Wholesalers (retailers) atau distributor merupakan pihak yang membantu perusahaan memindahkan produk perusahaan dari pabrik ke outlet penjualan sampai ke tangan konsumen. Employees (union) merupakan pihak yang berkontribusi langsung terhadap kinerja perusahaan dengan kemampuan dan pengetahuan mereka dan memperoleh gaji, manfaat, serta kepuasan pribadi dan pengembangan karir profesional sebagai imbalannya. Secondary stakeholder perusahaan terdiri dari: Goverments atau pemerintah lokal merupakan pihak yang mengatur tata cara serta menyediakan infrastruktur bisnis bagi perusahaan di suatu negara, dan menerima pajak sebagai kontribusi perusahaan. Foreign Governments atau pemerintah luar negeri merupakan pihak yang mengatur tata cara serta menyediakan infrastruktur bisnis di negara lain tempat ekspansi perusahaan. Umumnya pemerintah luar negeri menerapkan tarif atau peraturan khusus bagi perusahaan asing yang akan berbisnis di negaranya. Social Activist Group merupakan kelompok aktivis yang mengawasi tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat. Seringkali perusahaan melakukan kerja sama social dengan kelompok ini. Media merupakan sarana yang berfungsi sebagai penghubung perusahaan dengan pihak lain. Media bisa menjadi sesuatu yang menguntungkan perusahaan, tetapi bisa juga menjadi sesuatu yang menjatuhkan perusahaan di mata publik.

Business Support Group merupakan grup yang membantu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Umumnya grup ini menyediakan jasa konsultasi atas masalahmasalah perusahaan, seperti masalah keuangan, hukum, pemasaran, dan lain-lain.

The General Public merupakan anggapan umum dari masyarakat mengenai citra perusahaan. Umumnya general public terbentuk berdasarkan bagaimana cara perusahaan berbisnis dan hubungan dengan masyarakat.

Local Communities merupakan pengaruh perusahaan terhadap lingungan sekitarnya.

2.4. Hubungan Bisnis (Perusahaan) dengan Politik (Pemerintah) Bisnis dan politik memiliki hubungan yang dinamis dan kompleks. Stabilitas politik bisa jadi goyah atau kokoh. Bahkan pada pemerintahan yang stabil, bisa terjadi pergantian kekuasaan akibat pemilihan umum, kematian pejabat publik, atau hal-hal lainnya. Memahami kewenangan pemerintah dan hubungan pemerintah dengan bisnis merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam mengembangkan strategi dan mencapai tujuan perusahaan. Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005), ada dua macam hubungan perusahaan dengan pemerintah: 1. Pemerintah bekerjasama (cooperates) dengan bisnis. Pada beberapa situasi, pemerintah bekerjasama dengan bisnis untuk membangun hubungan kerjasama dan mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Kerjasama kedua pihak sering terjadi saat mereka menghadapi masalah atau musuh yang sama (common problem or enemy). 2. Pemerintah berselisih (conflict) dengan bisnis. Pada suatu situasi, tujuan pemerintah dan bisnis saling bertentangan, dan hal ini menimbulkan konflik antar keduanya. Pemerintah bisa berselisih dengan bisnis saat timbul negative externalities, yaitu saat muncul tambahan cost dalam kegiatan produksi atau distribusi yang tidak direncanakan dan harus ditanggung oleh konsumen, atau pemegang kepentingan lainnya. Untuk mengendalikan cost ini pemerintah bisa ikut campur mengatur (meregulasi) kegiatan bisnis. Singkatnya hubungan antara pemerintah dengan bisnis bisa berkembang dari bekerjasama menjadi berselisih (konflik) dalam berbagai tingkatan. Lebih jauh lagi, hubungan ini terus berubah-ubah. Hubungan kerjasama terhadap suatu hal tidak menjamin kerjasama pada hal-hal lainnya.

2.5. Strategi Politik Perusahaan Strategi politik perusahaan menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) adalah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuatan untuk memperoleh keuntungan (advantage). Perusahaan bisa memanfaatkan hubungannya dengan pemerintah (atau politik negara) untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan, menghambat kemajuan perusahaan saingan, atau untuk memperjuangkan haknya di pemerintahan. Lawrence, Weber, dan Post (2005) menjabarkan berbagai bentuk aksi politik yang dilakukan oleh perusahaan sebagai strategi-strategi berikut: 1. Strategi informasi yaitu saat perusahaan berusaha mempengaruhi pembuat kebijakan dengan informasi yang diberikan oleh perusahaan. Pendekatan yang umum digunakan dalam strategi ini adalah: Lobbying merupakan alat yang penting dalam bisnis untuk berhubungan dengan politik. Banyak perusahaan yang merekrut orang untuk berkomunikasi dengan pejabat pemerintahan. Orang-orang ini dikenal sebagai lobbyist. Seringkali perusahaan merekrut mantan pejabat pemerintahan sebagai lobbyist dan penasihat politik. Mantan pejabat pemerintahan memiliki pengalaman, pengetahuan dalam proses kebijakan publik dan koneksi di bidang pemerintahan. Peredaran mantan pejabat pemerintahan di perusahaan sering disebut sebagai revolving door. Komunikasi langsung dapat dilakukan oleh perusahaan kepada pembuat kebijakan. Demokrasi mensyaratkan akses dan komunikasi publik dengan pemimpin politik. Perusahaan sering mengundang pejabat pemerintahan untuk mengunjungi pabrik, memberikan pidato kepada karyawan, atau berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman pejabat terhadap kebutuhan manajemen dan karyawan. Testimoni saksi ahli merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi kepada legislatif yang dilakukan oleh perusahaan. Cara ini umumnya dilakukan di berbagai forum publik. Perusahaan memberikan data, fakta, atau anekdot dengan harapan bisa mengedukasi dan mempengaruhi pemimpin pemerintahan. 2. Strategi insentif keuangan merupakan strategi lain yang dilakukan oleh perusahaan untuk memanfaatkan politik bagi keuntungannya. Diharapkan dengan adanya insentif keuangan ini legislator akan bertindak atau memberikan suaranya kepada keputusan

yang menguntungkan perusahaan. Ada 2 pendekatan yang biasa diterapkan di strategi ini: Political action committees. Salah satu alat politik yang umum digunakan oleh perusahaan adalah membentuk dan berkontribusi ke political action committees (PACs). Secara hukum, perusahaan tidak diizinkan memberikan kontribusi langsung kepada kandidat politik. Tapi pada tahun 1970an, di Amerika, perusahaan diizinkan untuk menyalurkan dananya kepada PACs. PACs sendiri merupakan organisasi yang independen dan tidak berinduk kepada siapapun yang bertugas mengumpulkan donasi dan menyalurkannya kepada kandidat politik. Economic leverage merupakan salah satu alat tindakan politik yang juga umum dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi pembuat kebijakan publik. Economic leverage terjadi saat perusahaan menggunakan kekuatan ekonominya untuk mengancam pergi dari suatu kota atau negara kecuali pemerintah melakukan tindakan politik tertentu (yang sesuai keinginan dan tentunya menguntungkan bagi perusahaan). 3. Strategi membangun kostituen merupakan strategi yang mencari dukungan organisasi atau masyarakat yang juga dipengaruhi oleh kebijakan publik atau yang simpati terhadap posisi politik perusahaan. Strategi ini juga dikenal sebagai grassroots strategy karena tujuannya adalah membentuk kebijakan dengan cara menggerakkan publik untuk mendukung perusahaan. Beberapa metode yang digunakan dalam strategi ini adalah: Koalisi stakeholder merupakan cara yang dilakukan oleh perusahaan apabila suatu issue politik bisa berpengaruh buruk terhadap bisnis perusahaan, dan akan berpengaruh buruk pula kepada stakeholder perusahaan. Advocacy advertising tidak fokus kepada produk atau jasa tertentu, seperti iklan advertising lainnya, tetapi lebih kepada pandangan perusahaan terhadap suatu issue politik yang menjadi kontroversi. Advocacy advertising bisa muncul di surat kabar, televise, atau media masa lainnya. Hubungan masyarakat dan asosiasi dagang. Perusahaan secara efektif menggunakan departemen hubungan masyarakat untuk berkomunikasi dengan publik tentang issue politik tertentu. Perusahaan juga bergabung dengan asosiasi dagang (koalisi perusahaan yang berada di industri yang sama atau berkaitan) untuk

mengkoordinir pergerakan masa yang mereka lakukan (grassroots mobilization campaign). Legal challenges merupakan cara yang dilakukan perusahaan untuk membalikkan aturan yang bisa mengancam kelangsungan bisnis perusahaan. Dengan membawa aturan ini ke pengadilan, perusahaan akan mempertanyakan legitimasi dari aturan tersebut.

2.6. Political Connection Menurut Purwoto (2011) perusahaan berkoneksi politik ialah perusahaan yang dengan caracara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau mengusahakan adanya kedekatan dengan politisi atau pemerintah. Political connection bagaikan pedang bermata dua. Hal tersebut dapat meningkatkan atau justru membahayakan nilai perusahaan. Hasil penelitian Faccio (2006) menunjukkan bahwa perusahaan yang berkoneksi politik memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik pada basis akuntansi. Hal ini dimungkinkan karena ketika politisi menyalurkan sumber daya ke perusahaan yang dituju, dapat menimbulkan distorsi insentif, dan misalokasi investasi serta meningkatkan korupsi (Shleifer dan Vishny, 1994). Faccio (2006) berpendapat bahwa, political connection bisa meningkatkan nilai perusahaan jika hal tersebut berhasil mencabut rente ekonomi yang tidak adil dengan mengorbankan pesaing dan konsumen. Namun apabila semua atau sebagian besar dari nilai perusahaan dikonsumsi oleh para politisi dan manajer yang terhubung dengan para politisi tersebut maka para pemegang saham hanya akan mendapatkan sedikit dari sisa nilai yang tersedia. Leuz dan Oberholzer (2006) memberikan bukti bahwa di Indonesia, perusahaan perusahaan yang menghadapi kesulitan dalam membangun hubungan dengan pemerintah baru saat patron mereka jatuh dari kekuasaan, menyebabkan perusahaanperusahaan tersebut memiliki kinerja rendah dan kemudian beralih ke pembiayaan luar negeri. Keuntungan lain yang di dapat oleh perusahaan yang berkoneksi politik adalah akses yang lebih mudah untuk pembiayaan hutang, pajak yang lebih rendah, dan kekuatan pasar yang lebih kuat. Friedman (1999) memberikan contoh dari hasil laporan penelitiannya bahwa bankir sering dipaksa untuk memberikan pinjaman bagi proyek proyek yang dilakukan oleh perusahaan yang berkoneksi politik meskipun proyek tersebut diperkirakan tidak menguntungkan.

2.7. Dinasti Politik

Sumber
Griffin, Ricky W. and Ronald J. Ebert. 2004. Business. 7th edition. New Jersey: Pearson Prentice-Hall. Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen. Yogyakarta. BPFE. Jatmiko, Rahmad Dwi. 2004. Manajemen Stratejik. Malang: UMM Press. Lawrence, Anne T., James Weber, and James E. Post. 2005. Business and Society: Stakeholders, Ethics, Public Policy. 11th edition. McGraw-Hill. Muhammad, Suwarsono. 2000. Manajemen Stratejik: Konsep dan Kasus. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.

Anda mungkin juga menyukai