Anda di halaman 1dari 18

G. Beberapa Contoh Keracunan dan Diagnosis Keracunan 1.

Keracunan Sianida Garam sianida dalam takaran kecil saja sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat.2 Hidrogen sianida (asam sianida, HCN) merupakan cairan jernih yang bersifat asam; larut dalam air, alkohol dan eter; mudah menguap dalam suhu ruangan; mudah terbakar dan mempunyai titik beku 140C. HCN mempunyai aroma khas amandel (bitter almonds, peach pit). 2 Sianida dalam dosis rendah juga didapat dari biji tumbuh-tumbuhan terutama biji-bijian dari genus prunus yang mengandung glikosida sianogenetik atau amigladin; seperti singkong liar, umbi-umbian liar, temu lawak, dan cherry liar.2 Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida juga dapat ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor dan beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu HCN.2 Gejala yang ditimbulkan oleh zat sianida ini bermacam-macam mulai dari nyeri kepala, mual, muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.2 Penanganan korban harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat ini.2

Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.1,2 Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggan. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).1,3Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak s

Pemeriksaan Forensik Pemeriksaan luar Tercium bau amandel yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium dengan menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Bau ini harus cepat dapat ditentukan karena indera pencium kita cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut.2 Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut dan lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb. 2 Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat sianida dengan warna lebam mayat biru kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada keadaan dan derajat keracunan. 2 Pemeriksaan dalam Pada pemeriksaan dalam tercium bau amandel yang khas pada saat membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot dan organ-organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.2 Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat menyebabkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau postmortal. 2

2. Keracunan Sianida. Dalam: Budiyanto A, widiatmaka W, Sudiono S, Munim T, Sidhi, Herfian S, editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. hal. 95-100.

2. Keracunan Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia. Sejak dikenal cara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh asap yang mengandung CO. Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak meransang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin.( Hudak & Gallow,2000) Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang. Diluar kematian akibat kebakaran, ada sekitar 2700 kematian yang disebabkan oleh karbon monoksida setiap tahunnya di AS. Sekitar 2000 dari kasus ini adalah bunuh diri dan 700-nya adalah kecelakaan. Pada kenyataannya seluruh kasus bunuh diri tersebut melibatkan penghirupan gas buangan mobil.

Gas alam( tanpa CO) telah digantikan oleh gas arang yang menjadi bahan bakar dan sumber racun terbesar,Dan CO masih merupakan sumber racun yang membahayakan. Bahaya tentang CO ini telah bayak dipublikasi,khususnya terhadap lingkungan dan industri. Tanda dan Gejala Keracunan CO Keracunan gas CO atau karbon monoksida sukar didiagnosa. Gejalanya mirip dengan flu yaitu didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan ischamea. Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi. Kematian terhadap kasus keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular hypoxia). Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida dari pada oksigen. Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan terbentuk dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen.

Gas ini juga dapat mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung. Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai berikut: (Marylin.D,2000) 1) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala. 2) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak. 3) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernapasan meningkat sedikit. 4) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan. 5) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan makin meningkat dan setengah sadar. 6) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar, kehilangan daya mengkontrol feses dan urin. 7) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan. Pemeriksaan Forensik Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang (cherry pink colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang di dinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk

nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi hemoglobin. Meskipun demikian masih dapat di bedakan dengan pemeriksaan sederhana. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang di dinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata selalu masih ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari jam. Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telak di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah. Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat. Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran: Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombihialin

Nikrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombihialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di sebut ring hemorrage

Nikrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi

Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah. Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di

muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak. Ditemukan eritema dan vesikal / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit. Pneunomonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan peredaran darah. Dapat terjadi trombosis arteri pulmonalis. 3. Keracunan Hidrokarbon Hidrokarbon adalah senyawa organik yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon. Hidrokarbon banyak ditemukan di dalam minyak bumi, gas alam dan batubara. Intoksikasi hidrokarbon biasanya terjadi karena anak menelan hasil penyulingan minyak bumi, seperti bensin, minyak tanah, pengencer cat dan hidrokarbon terhalogenasi (misalnya karbon tetraklorida yang banyak ditemukan di dalam larutan dan pencair dry-cleaning atau etilen diklorida).

Kematian banyak terjadi pada remaja yang dengan sengaja menghirup atsiri. Sejumlah kecil bahan tersebut (terutama dalam bentuk cairan yang mudah mengalir) bisa masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan kerusakan pada paruparu. Cairan yang lebih kental, yang digunakan pada semir furnitur, sangat berbahaya karena bisa menyebabkan iritasi dan pneumonia aspirasi yang berat. Efek toksis terpenting dari hidrokarbon adalah pneumonitis

aspirasi. Studipada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x dibanding pada saluran pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat penderita batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah dan tekanan permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru. Penyebaran melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel jalan napas, serta alveoli, dan menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun kolaps pada paru. Jumlah < 1 ml dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan yang bermakna. Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru (pada lambung + 350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB hidokarbon dapat menyebabkan depresi CNS ringansedang, karditis, kerusakan hepar, kelenjar adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit. Namun efek sistemik tersebut jarang karena tidak diabsorbsi dalam jumlah banyak pada saluran pencernaan. Hidrokarbon juga diekskresikan lewat urin. Tanda dan Gejala Keracunan Hidrokarbon Efek pada paparan akut hidrokarbon : a. b. Kontak kulit: kering, dapat iritasi, menyebabkan rash Absorbsi kulit: jarang

c. d. e.

Kontak mata: iritasi, dapat menyebabkan kerusakan permanen Inhalasi: iritasi, sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi Ingesti: sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi Efek pada paparan kronis hidrokarbon:

a.

Secara umum: kulit pecah-pecah, dermatitis, kerusakan hepar/kelenjar adrenal/ginjal, dan abnormalitas eritrosit

b.

Karsinogenik: terlihat pada studi eksperimental pada tikus. Pada manusia tidak ada data yang tercatat

c.

Sistem reproduksi: tidak ada data yang tercatat Gejala intoksikasi hidrokarbon dapat dibagi menjadi gejala inhalasi dan

gejala akibat hidrokarbon yang terminum. Gejala inhalasi dapat menimbulkan euphoria yang menyerupai intoksikasi alkohol. a. Gejala iritatif terhadap faring, esophagus, lambung dan usus halus dan dapat menyebabkan perasaan terbakar pada mulut, tenggorokan, esophagus dan ulkus pada mukosa. b. Gejala fibriasi ventrikel, walaupun jarang terjadi. Fibriasi ventrikel ini disebabkan karena minyak tanah menyebabkan sensitifasi jantung terhadap katekolamin eksogen dan endogen (epinefrin, norepinefrin). c. Gejala pada susunan syaraf pusat berupa mengantuk atau koma yang terjadi segera setelah terminum hidrokarbon. d. Gejala pada paru berupa bronkopneumonia. e. Bronkopneumonia ini bukan disebabkan oleh hidrokarbon yang di absorbs melalui oral atau ekskresi hidrokarbon melalui paru, tetapi akibat aspirasi

trakeobronkial. Pada intoksikasi hidrokarbon yang berat dapat pula dilihat kelainan pada urin berupa albuminuria. Kematian biasanya timbul sebagai akibat asfiksia 4. Keracunan Obat Analgesik Aspirin ( Acetyl Salicylic ) And Salicylates Aspirin merupakan obat yang mempunyai efek terapi yang luas seperti meliputi analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Dahulu aspirin dikenal sebagai agen atau obat yang menimbulkan efek racun bagi dirinya dimana berbahaya bagi anak dan berefek racun juga pada orang dewasa. Di Inggris, dua dekade belakang ini penggunaan aspirin sebagai agen yang berefek racun bagi dirinya menurun secara luar biasa, jadi sekarang penggunaannya jarang digunakan. Dosis Terapi aspirin yang biasa digunakan sebesar 325-975 mg yaitu sekitar 1-3 tablet. Pada orang yang alergi terhadap aspirin, jarang ditemui menimbulkan efek sakit atau bahkan meninggal setelah pemakaian obat dengan dosis terapi. Jarang juga dijumpai menimbulkan urtikaria, edema angioneurotik, hipotensi, gangguan vasomotor, edem laring dan edem glotis. Pasien dengan penggunaan salisilat jangka panjang untuk penyakit arthritis atau rheumatic, yang biasa menggunakan obat ini sebanyak 3-5 g/hari, secara perlahan dapat mencapai konsentrasi dalam darahnya, dimana pada batas tertentu dapat mengakibatkan overdosis yang menimbulkan kematian. Pada orang yang mengkonsumsi salisilat 3g/hari, tingkat obat dalam darah bervariasi antara 44 dan 330 mg/l.

Selain kematian yang disebabkan karena hipersensitivitas, kematian tidak terjadi pada orang dewasa yang memakai aspirin kurang dari 50 tablet, yaitu sekitar 16g. Konsentrasi dalam darah ( diukur sebagai total salisilat ) dari dosis obat 975mg, mempunyai jarak berkisar antara 30 100mg/l ( dengan rata-rata 77 ) 2 jam setelah pemakaian. Selanjutnya terjadi penurunan sekiar 25mg/l 8 jam kemudian. Pada saat autopsi, aspirin merupakan salah satu obat yang dapat menimbulkan ketidaknormalan walau tidak terlihat secara spesifik. Kelainan secara fisik tidak ditemukan kecuali mual dominan menjadi efek akibat pemakaian aspirin dan bila penggunaan lama dapat menimbulkan efek lambung tererosi mengakibatkan lambung berdarah dan terkadang menimbulkan muntah yang berwarna merah kehitaman. Manifestasi perdarahan yang tampak di kulit berupa petekiae jarang terjadi. Walau secara external tidak tampak gejala, namun secara internal, di dalam perut masih tampak sisa dari tablet yang tidak terserap. Ini cenderung untuk menghilang dan menyatu berwarna abu-abu / kumpulan masa putih yang kotor terbentuk dari sisa tablet yang banyak. Mukosa lambung teriritasi akibat asam yang dihasilkan dan mengerosinya. Lambung tererosi dan teriritasi meluas dan dapat menyebar melewati fundus sampai kardia. Lesi pada erosi akut berupa titik, namun lama-lama dapat menyebabkan perdarahan dalam jumlah yang banyak. Perubahan darah menjadi hitam dapat terjadi didalam lambung dan mengalir melewati usus dan bila bertahan lebih lama dapat menyebabkan terjadinya melena. Petekiae mukosa dan ekimosis di perut tanpa ada destruksi yang

mengerosi lambung, secara aktual merupakan bagian dari perdarahan akibat antikoagulan dari aspirin. Petekiae dapat menyebar ke membran serosa yang merupakan bagian dari pleura parietal dan epicardium. Walaupun tablet dengan dosis kecil atau tunggal, namun juga masih dapat menyebabkan luka berupa ulkus kecil bila tablet tersebut melekat pada lambung. Ketika autopsi hal ini dapat terlihat, tapi bukan kasus keracunan, dan terlihat adanya bagian tablet yang tersisa sebelum dia meninggal. Pemeriksaan Toksikologi setelah meninggal, mengambil contoh dari darah, urine, isi lambung dan liver. Bagian tablet dari aspirin dapat ditemukan dengan adanya sisa tablet tersebut yang dimakan sebelum korban meninggal. Bagian ini merupakan bagian yang lambat diserap. Itulah sebabnya mengetahui apa yang terdapat didalam lambung penting sehingga bila terjadi pada korban hidup, segera mungkin sisa aspirin tersebut dikeluarkan dari lambung dengan segera sebelum menimbulkan efek pada seluruh tubuhnya. Dengan adanya aspirin yang dapat larut atau preparat effervesent, menyebabkan tidak ada bagian atau sisa tablet lagi yang tersisa di lambung. Pada saat autopsi, bagian dari sisa tablet dipakai sebagai bukti dan analisis. Dilakukan dengan tes adakah bagian yang tertinggal baik di dalam/luar yang cepat diambil. Saat autopsi, untuk menyakinkan apakah sisa tablet itu merupakan aspirin, maka dilakukan dengan bantuan bahan kimia berupa larutan feri-chlorida yang dilarutkan dengan sedikit urine dari korban. Bila muncul warna ungu kebiruan berarti itu benar aspirin. Tes ini tidak spesifik tapi sensitif. Jika negatif, bukan tidak mungkin itu adalah aspirin. Tes ini hanya sebagai skreening cepat dan bukan berasal dari analisis laboratorium.

Batas racun dalam darah ( dihitung dari total salisilat yang ada ) berkisar antara 300 500 mg/l. Bila kadar berada dibawah atau atas kadar yang ada maka dapat menyebabkan kematian atau malah dapat bertahan hidup. Konsentrasi dalam darah yang beresiko sangat fatal berkisar antara 60 750mg/l, beberapa ahli mengatakan batas rata-rata dengan level minimum sekitar 500 mg/l. Konsentrasi yang menyebabkan liver menjadi rusak berkisar dari 2,5 1000mg/l , dimana tingkat ini tergantung dari kemampuan bertahan hidupnya. Kadar salisilat dalam darah lambat diserap, sekitar sampai 1 hari sampai mencapai dosis yang sesuai. Racun aspirin sangat berbahaya dan berpotensi dalam menimbulkan kematian jantung yang secara mendadak. Hal ini menyebabkan pasien meninggal ketika dibawa ke rumah sakit, karena timbulnya cepat dan tanpa gejala. Walau tanpa gejala, namun menyebabkan pembuluh darah menjadi kollaps, dan tanpa disadari ini berlangsung terus-menerus sehingga jantung menjadi lemah dengan gambaran aritmia, yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan berhentinya kerja jantung. Mengingat akan terjadi hal ini maka pasien pengguna aspirin harus selalu di amati sehingga hal tersebut tidak terjadi. Parasetamol Parasetamol dikenal juga dengan nama asetaminofen, N-Asetil-Paminofel, atau 4-hidroxyasetanolid. Obat ini bersifat sebagai analgesik dan antipiretik, namun tidak memiliki sifat antiinflamasi aspirin, sehingga dipergunakan sebagai alternatif oleh karena hanya menyebabkan iritasi lambung ringan.

Bila kombinasi dengan obat lainnya, seperti kodein dan dextropropoxifen, parasetamol menjadi racun bagi tubuh. Dosis terapetik parasetamol maksimal adalah 500 mg, dosis tunggal 20gram atau lebih dapat berbahaya, namun dosis lebih rendah dapat berbahaya biladikombinasikan dengan propoksifen.

Parasetamol merupakan racun yang poten bagi hati karena dapat diliputi enzim hati P450 (mikrosomal mixed function oxidase) membentuk racun yang disebut N-asetil-p-benzokuinon. Normalnya, glutation dan sulfidril lainnya menetralkan substansi ini, tetapi parasetamol overdosisi, substansi tersebut menjadi jenuh sehingga terbentuk toksik yang menyebabkakn nekrosis hepatik sentrilobular. Selain itu, alkoholisme kronik dan penggunaan obat epilepsi seperti fenobarbiturat atau fenitoin mengaktifkan enzim P450 dan memperburuk toksisitas hati. Tidak ada yang spesifik ditemukan sewaktu otopsi sistem gastrointestinal. Pada overdosis masif, sebagai besar kematian disebabkan gagal hati setelah 2-4 hari, hati dapat membesar, tetapi beratnya dibawah berat normal 1500 gram. Sebagai kecil kematian disebabkan depresi terhadap sistem saraf pusat. Hati dapat berwarna kuning pucat atau coklat atau kerusakan hanya dapat dilihat secara histologis, dimana terlihat nekrosis sentrilobular terkadang terlihat kerusakan serat miokard. Menurut analisis, dosis terapetik 324 mg dalam kosentrasi plasma setelah 6 jam sekitar 2-6 mg/l namun sebagai menunjukkan peningkatan hingga 25mg/l. Waktu paruh plasma dipergunakan sebagai petunjuk proses hepatotoksis, sangat bahaya bila paruh plasma 300mg/l setelah ingesti 4 jam. Kadar dalam darah 100400mg/l dengan rata-rata 250mg/l setelah konsumsi 10-15 gram disebut

overdosis. Urin dapat mengandung 150-800mg/l, tapi kadar tersebut tergantung dosis dan waktu paruh. Kombinasi dengan obat lain , terutama dextropropoxifen dan alkohol mengurangi kadar yang diperlukan untuk keadaan fatal. Obat Anti Depresan Antidepresan trisiklik biasanya dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi pasien yang menggunakannya karena memiliki efek racun terhadap dirinya sendiri. Amitriptilin, dothiepin, doxepin dan trimipramine selain sebagai antidepresan juga memiliki efek sedasi sedangkan dengan kadar sedikit atau tidak terdapat efek sedasi seperti protriptyline, nortriptyline, imipramine, domiprimine, iprindole, lofepramine dan butriptiline. Antidepresan tetrasiklik termasuk maprotiline dan mianserin. Tipe lain seperti penghambat Monoamine Oxide yang diketahui memiliki hubungan yang bila digunakan bersama-sama dengan obat lain dan makanan, terutama yang memiliki efek simpatomimetik dan yang mengandung tyramine seperti kaya akan keju, ekstrak ragi, anggur merah dan kacang. Hipertensi yang berbahaya mungkin terjadi dengan resiko perdarahan cerebrovaskular. Obat yang digunakan termasuk phenoxypropazine, tranylcypromine, isocarboxazid dan phenelzine. Pemeriksaan Forensik Tidak adanya tanda khas dari hasil autopsi seringkali membuat ahli forensik bingung kecuali ada kecurigaan telah meminum obat atau racun yang bisa diambil untuk penyelidikan. Jika tidak ditemukan kelainan morfologi dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan toksikologi, yang mana di beberapa pengadilan menjadi sulit atau sangat mahal. Obat-obatan yang baik adalah mudah dicerna dan

tidak mengiritasi jaringan dan saluran pencernaan. Kebanyakan dalam praktek forensik dipilih oral, dan baik untuk efek farmakologis dari organ dan jaringan sasaran yang tidak mengiritasi / merusak saluran pencernaan. Obat-obatan bisa menyebabkan kematian dengan cara yang paling sering adalah gagal jantung, dan yang ke dua menekan SSP. Cara kematian tersebut hanya perubahan tidak spesifik yang ditemukan pada autopsi, biasanya bukan alasan dasar untuk kematian. Kegagalan jantung akut, edema paru, kadang-kadang edem otak, patekie pada membran serosa tidak satupun hal diatas digunakan oleh ahli forensik, yang lebih mempercayai hasil analisis toksikologi untuk jawaban pasti. Ada beberapa jenis pengobatan yang meskipun bukan penyebab kelainan dapat membantu hasil autopsi, seperti pecahnya membran

echimosis yang terlihat pada keracunan aspirin . hal ini bagaimanapun tidak bisa diterima sebagai penyebab kematian, kecuali ada bukti nyata dan ditemukan sisasisa tablet yang tidak habis dicerna dalam perut. Pada autopsi, tanda kegagalan kardiorespiratrius, dimana menunjukkan sianosis, tanda-tanda bendungan. Walaupun tidak spesifik, kemungkinan paruparu yang kongestif pada keracunan barbiturat akut sangat fatal dibandingkan kondisi lainnya. Organ ini hampir semuanya berwarna hitam dan sistem vena keseluruhan dipenuhi darah deoksigenasi yang berwarna hitam. Dapat ditemukan bister barbiturat pada daerah kulit yang tertekan terutama pantat, punggung dan lengan bawah,. Blister ini dapat juga ditemukan pada pasien yang koma.

Dapat ditemukan tanda-tanda setempat dari erosi oleh obat tersebut. Mukosa gaster dapat rusak oleh karena alkali dari obat seperti sodium amital dimana merupakan garam sodium dari asam organik lemah yang mengalami hidrolisis di dalam lambung. Fundus dapat menipis, granular dan hemoragis. Kardia dan esofagus bagian bawah dapat terkena dikarenakan refluks dan bila mengalami regurgitasi, darah yang berwarna hitam dapat muncul pada mulut dan hidung. Barbiturat tertentu dapat menunjukkan tanda karakterisitik tertentu di mulut, esofagus dan lambung. Warnanya bervariasi pada setiap obat-obatan, tetapi warna biru-tua dari kapul sodium amital dapat mewarnai lambung dan bahkan dapat terlihat pada dinding usus saat abdomen dibuka. Kapsul pigmentasi gelatin lainnya dapat berwarna merah, kuning atau biru. Seperti obat lainnya, konsumsi dengan alkohol memperburuk tingat kefatalannya.

Anda mungkin juga menyukai