Anda di halaman 1dari 7

Analisis Masalah 1. Pada keadaan seperti apa tindakan angiplasti perlu dilakukan?

(Sarah, Thifah) Jawab : Angioplasty diindikasikan jika pasien mempunyai claudication yang membatasi aktivitasaktivitasnya dan tidak merespon pada latihan, obat-obat, dan tindakan-tindakan gaya hidup. Kebanyakan dokter-dokter juga merekomendasikan angioplasty jika penyakitnya sangat parah dan ada penyempitan lokal yang focal yang dapat diakses via kateter. Jka pasien terlalu sakit untuk mepunyai operasi dan mempunyai iskemia yang parah (oksigen yang berkurang) yang mengancam kehilangan anggota tubuh (kaki dan tangan), angioplasty mungkin juga dicoba.

2. Bagaimana indikasi mt? (kondisi hipertensinya) (Thifah, Putri Ayu) Jawab : Metoprolol digunakan dengan atau tanpa obat lain untuk mengobati tekanan darah tinggi ( hipertensi ) . Menurunkan tekanan darah tinggi membantu mencegah stroke , serangan jantung , dan ginjal . Obat ini juga digunakan untuk mengobati nyeri dada ( angina ) dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup setelah serangan jantung .Metoprolol merupakan obat dari kelas beta blocker . Ia bekerja dengan menghambat aksi zat kimia alami tertentu dalam tubuh Anda , seperti epinefrin , pada jantung dan pembuluh darah . Efek ini menurunkan denyut jantung , tekanan darah , dan ketegangan pada jantung .Pengobatan ini juga dapat digunakan untuk denyut jantung tidak teratur , gagal jantung , pencegahan migrain , tremor dan kondisi lain. Metoprolol diberikan untuk : a. Hipertensi b. Angina Pectoris c. Chronic Heart Failure d. Cardiac Arrhythmias e. Myocardial Infarction Maintenance treatment after myocardial infarction Impaired Hepatic Function Functional heart disorder with palpitations Migraine prophylaxis Hyperthyroidism

Impaired Renal Function Impaired Hepatic Function

3. Apa hubungan belum pernah berobat dengan pemberian terapi mt? (Thifah, Sarah Amalia, Erna) Jawab : Pemberian obat lain bersamaan dengan metoprolol dapat menyebabkan interaksi obat , yaitu Calcium channel blokers dan dogoxin ( Lanoxin ) dapat menurunkan tekanan darah dan denyut jantung ke level yang berbahaya ketika diadministrasikan dengan metoprolol . Fluoxetine (Prozac) dapat meningkatkan metoprolol di darah dengan menurunkan breakdown metoprolol dan meningkatkan efek samping dari metoprolol . Menggunakan metoprolol bersama dengan insulin glargine dapat menyebabkan hipoglikemia (gula darah rendah). Gejala gula darah rendah mungkin termasuk sakit kepala, pusing, mengantuk, kegelisahan, kebingungan, tremor, kelaparan, kelemahan, keringat, dan jantung berdebar. Menggunakan furosemide dan metoprolol bersama-sama dapat menurunkan tekanan darah dan memperlambat detak jantung. Hal ini dapat menyebabkan pusing, pingsan, kelemahan, detak jantung cepat atau tidak teratur, atau hilangnya kontrol glukosa darah.

4. Apa hubungan tidak menderita diabetes melitus dengan pemberian terapi mt? (Erna, Efti, Thifah) Jawab : Reseptor blocking agen beta-adrenergik (alias beta-blocker) dapat menutupi gejala hipoglikemia seperti tremor, takikardia dan perubahan tekanan darah. Selain itu, nonselektif beta-blockers (misalnya, propranolol, pindolol, timolol) dapat menghambat glikogenolisis yang dimediasi katekolamin , sehingga potentiating insulin-induced hipoglikemia dan menunda pemulihan kadar glukosa darah normal. Karena cardioselectivity tidak mutlak, dosis yang lebih besar dari beta-1 selektif agen dapat menunjukkan efek ini juga. Terapi dengan beta-blockers harus diberikan hati-hati pada pasien dengan diabetes atau cenderung untuk hipoglikemia spontan.

Learning Issue Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005). Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002)

2. Klasifikasi Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7

3. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin,2001) Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi ( Dekker, 1996 ) Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).

4.

Tanda dan Gejala Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang

tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahuntahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).

Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).

5. Kaitan dengan Myocardial infarction Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).

6. Obat Antihipertensi Semua obat anti hipertensi bekerja pada satu atau lebih dari empat lokasi kontrol anatomis dan menghasilkan efeknya dengan mengganggu mkanisme pengaturan tekanan darah yang normal .Suatu klasifikasi yang berguna dari obat obat ini membaginya dalam kategori berdasarkan tempat pengaturan utama atau mekanisme pada tempat bekerjanya tersebut . Oleh karena mekanisme kerjanya sama , obat obat dalam setiap kategori cenderung untuk menghasilkan suatu spektrum toksisitas yang mirip . Kategori tersebut meliputi : a. Diuretik , yang menurunkan tekanan darah dengan mendeplesi natrium tubuh dan menurunkan volume darah serta barangkali juga dengan mekanisme mekanisme lainnya . b. Obat simpatolegik , yang mengurangi tekanan darah dengan mengurangi tahanan vaskular tepi , menghambat fungsi jantung , dan meningkatkan pembendungan darah di vena di pembuluh pembuluh vena kapasitan . ( Kedua efek terakhir mengurangi

curah jantung ) . Obat ini dibagi lagi menurut tempat kerjanya pada lengkung refleks simpatis . c. Vasodilator langsung , yang mengurangi tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos vaskular , sehingga mendilatasi pembuluh resisten dan samapi derajatt yang berbeda beda meningkatkan juga kapasitan d. Obat Obat yang menghambat produksi dan kerja angiotengsin , dengan mengurangi tahanan vaskular perifer dan ( secara potensial ) volume darah .

Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor

angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium.

1. Diuretik Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion. 2. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker) Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian -blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin.Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.

3. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung.Mekanisme kerja : secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin). Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril

4. Penghambat Reseptor Angiotensin Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan.

5. Antagonis Kalsium Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.

Anda mungkin juga menyukai