Anda di halaman 1dari 27

Konjungtivitis Bahan Kimia di Lingkungan Kerja

Emily Nadya Akman 10 2010 115 / F4 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no.6 Emily_akman@live.com 2013

Abstract

Health and Safety are put together as a thought and effort to ensure the integrity and perfection of both physical and spiritual labor in particular and mankind in general, and cultural work towards prosperous society. By studying these topics, we will increasingly understand about health and safety at work, how these health and safety management systems work well, law and related laws in Indonesia, collateral owned by the workers in Indonesia, and many others . So it is important for us to understand more about this topic.

Keywords : Health, Safety, Work, Workers

Abstrak Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Dengan mempelajari topik ini, kita akan semakin mengerti tentang kesehatan dan keselamatan kerja, bagaimana sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, hukum dan undang-undang yang terkait yang ada di Indonesia,

jaminan apa yang dimiliki para tenaga kerja di Indonesia, dan banyak lainnya. Maka itu penting bagi kita untuk mengerti lebih dalam mengenai topik ini. Kata Kunci : Kesehatan, Keselamatan, Pekerjaan, Pekerja Pendahuluan Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang ada di sektor formal maupun yang berada pada sektor informal . Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatansetinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Tujuan tersebut dicapai dengan usaha-usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta penyakit umum. Kesehatan kerja dapat dicapai secara optimal jika tiga komponen kesehatan berupa kapasitas dari pekerja, beban kerja dan lingkungan kerja dapat berinteraksi secara baik dan serasi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai menentukan diagnosis akibat kerja.

Latar Belakang Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut dengan 7 langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat tergantung kepada sejauh mana metodologi diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan oleh dokter yang bersangkutan.1,2

Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan 2

bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-psikologis. 7 langkah Diagnosis Okupasi itu terdiri dari : 1. Diagnosis Klinis a. Anamnesis Identitas, meliputi : nama, nomor induk pokok, umur, jenis kelamin, jabatan, unti/bagian kerja, lama bekerja, nama

perusahaan, jenis perusahaan dan alamat perusahaan. Riwayat penyakit : keluhan, RPS(riwayat penyakit sekarang), RPD(riwayat penyakit dahulu), RPK(riwayat penyakit keluarga) Riwayat pekerjaan : o Sudah berapa lama bekerja sekarang o Riwayat pekerjaan sebelumnya o Alat kerja, bahan kerja, proses kerja o Barang yang diproduksi/dihasilkan o Waktu bekerja sehari o Kemungkinan pajanan yang dialami o APD(Alat pelindung diri) yang dipakai o Hubungan gejala dan waktu kerja o Pekerja lain ada yang menghalami hal sama Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat

kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja.2 Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dnegan setelititelitinya dari pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat wkatu , perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.2 Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dna tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda itu timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan kesehata khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.2

b. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan umum dan khusus 4

Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Kesadaran TTV(tanda-tanda vital) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan frekuensi napas. Tinggi dan berat badan Kepala dan muka : rambut, mata (strabismus, refleks pupil, kornea dan konjungtiva), hidung (mukosa, penciuman, epistaksis,

tenggorokan, tonsil, suara), rongga mulut (mukosa, lidah, gigi), leher (kelenjar gondok), toraks (bentuk, pergerakan, paru, jantung), abdomen (hati, limpa), genetalia, tulang punggung,

ekstremitas(refleks:fisiologis/patologis, koordinasi otot : tremor, tonus, paresis, paralisis dan lain-lain). c. Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgem, spirometer, audiometer, dsb. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif.

Pemeriksaan laboratoris berupa pemeriksaan darah, urin, tinja, serta pemeriksaan tambahan /monitoring biologis berupa pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit di dalam tubuh tenaga kerja misalnya kadar dalam urin, darah dna sebagainya, Pemeriksaan rontgen (sinar tembus) sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan penimbunan debu dalam paru dan reaksi jaringan paru

terhadapnya sinar tembus baru ada maknanya jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja. d. Pemeriksaan tempat kerja : misalnya kelembaban, kebisingan, penerangan. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur kadarnya. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang dapat berpengaruh terhadap skait penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial), faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja, proses produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat pelindung diri. 2. Pajanan yang dialami Meliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan kerja. 3. Hubungan pajanan dengan penyakit Untuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Kemudian perlu diketahui hubungan gejala dan waktu kerja, pendapat pekerja (apakah keluhan/gejala ada hubungan dnegan pekerjaan). 4. Pajanan yang dialami cukup besar Mencari tahu patofisiologis penyakitnya, bukti epidemiologis, kualitatif

beurpa cara atau proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja, pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data ,monitoring biologis serta hasil surveilans.

5. Peranan faktor individu Berupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga, serta bagaimana kebiasaan berolah raga, status kesehatan mental, serta higine perorangan. 6. Faktor lain di luar pekerjaan Adakah hobi, kebiasaan buruk (misalnya merokok) pajanan di rumah serta pekerjaan sambilan yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit yang diderita. 7. Diagnosis okupasi Diagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referinsi atau bukti ilmiah yang menujukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.3

K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni: a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami,buatan), kimia

(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan). b. c. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan

kecacatan, rehabilitasi. d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work). Keselamatan kerja atau Occupational Safety secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya menuju masyarakat makmur sejahtera. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.1,2

Klasifikasi Menurut ILO 1962, kecelakaan kerja diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu: a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

Menurut jenis kecelakaan, kecelakaan diklasifikasikan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Terjatuh Tertimpa benda Tertumbuk Terjepit Gerakan melebihi kemampuan Pengaruh suhu Terkena arus listrik Terkena bahan-bahan bernahaya/radiasi

b. 1. 2. 3. 4. 5. c. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. d. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan Mesin Alat angkut Peralatan lain seperti dapur pembakan atau pemanas, instalasi listrik Bahan-bahan zat kimia atau radiasi Lingkungan kerja misal di ketinggian atau kedalaman tanah Klasifikasi menurut Sifat Luka / Kelainan Patah tulang Dislokasi ( keseleo ) Regang otot (urat) Memar dan luka dalam yang lain Amputasi Luka di permukaan Geger dan remuk Luka bakar Keracunan-keracunan mendadak Pengaruh radiasi Lain-lain Klasifikasi menurut letak kelainan atau cacat di tubuh Kepala Leher Badan Anggota atas Anggota bawah Banyak tempat Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.

Undang-undang dan peraturan keputusan menteri berhubungan K3: 1. 2. 3. 4. 5. UU No 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja UU Kesehatan no 23 tahun 1992 pasal 23 tentang Kesehatan UU No 3 tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Permenaker No 05/men 1996, setiap perusahaan yang memperkerjakan >100

orang dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen K3 (bab III pasal 3) 6. 7. PP No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan UU No 13 tahun 2003 tentang perundang-undangan Tenaga Kerja.1,2,3,4

Teori Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu: 1. Teori Heinrich ( Teori Domino)

Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian. Heinrich dengan Teori Dominonya menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi 2, yaitu: a. Unsafe Action (Tindakan tidak aman)

Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja. Contohya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang rawan terjadi kebakaran, tidak mematuhi peraturan dan larangan K3, dan lain-lain. Tindakan ini bisa berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan.

10

b.

Unsafe Condition (Kondisi tidak aman)

Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomis. Unsafe condition ini contohnya adalah lantai yang licin, tangga rusak, udara yang pengap, pencahayaan kurang, terlalu bising, dan lain-lain. 2,3,4 2. Teori Multiple Causation

Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti. 3. Teori Gordon

Menurut Gordon, kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail. 2,3,4 4. Teori Reason

Reason menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat lubang dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja. 5. Teori Frank E. Bird Petersen

Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan, Bird mengadakan modifikasi

11

dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut: Manajemen kurang kontrol Sumber penyebab utama Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar) Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar) Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda).

Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen. 2,3,4

Faktor Risiko Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni: a. b. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan (PAK) Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)

Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni: a. Faktor Fisik. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau 12

unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya. b. Faktor Manusia. Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi

keselamatan, misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.

Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Prinsip-prinsip penerapan SMK3 mengacu kepada 5 prinsip dasar SMK3

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB III ayat (1) yaitu : 1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin

komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3. 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, ttujuan dan sasaran penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan

mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, serta sasaran keselamatan dan kesehata kerja. 4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan

kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. 5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3

secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang

13

penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran. Program JAMSOSTEK memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia, khususnya tenaga kerja, jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.5 Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program JAMSOSTEK, terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau membutuhkan perawatan medis. Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi risiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dan membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupandi hari tua maupun keluarganya, bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan dari orang lain. Agar pembiyaan dan manfaat optimal, pelaksanaan program

JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, dan yangberpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.5

Badan Penyelenggara dan Dasar Hukum Pemerintah RI menunjuk PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Pengawas Penyelenggara JaminanSosial Tenaga Kerja melalui Peraturan No. 36 Tahun 1995. Program JAMSOSTEK kepesertaannya diatur secara wajib melalui UndangUndang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993, Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER 12 / MEN / VI / 2007.5

14

Jenis Program Undang -Undang No. 3 tahun 1992 baru mengatur jenis Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. a. Program Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. Iuran Program Jaminan Hari Tua ini Ditanggung Perusahaan 3,7%. Sedangkan yang Ditanggung Tenaga Kerja adalah 2%. Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga kerja:

Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap Mengalami PHK setelah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan

masa tunggu 1 bulan

Pergi keluar negeri tidak kembali lagi, atau menjadi PNS/POLRI/ABRI Program Jaminan Kecelakaan Kerja

b.

Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risikorisiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran

15

berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. 5 c. Program Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari Rp 10 juta santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala.

Manfaat Program JK Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti: Santunan Kematian: Rp 10.000.000,-; Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,; Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan).5

Pembahasan Kasus Skenario 2 : Seorang perempuan, Nn. S 23 tahun, datang dengan keluhan penglihatan menurun. Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi : 1. Diagnosis Klinis Anamnesis i. Identitas pasien : Nama Umur Pekerjaan : Nn. S : 23 tahun : Cleaning service

16

ii.

Status perkawinan Agama

: Lajang : Islam

Keluhan utama : Penurunan penglihatan sejak 1 hari yang lalu

iii.

Keluhan tambahan : Mata berair, merah, gatal, dan silau

iv.

Riwayat Penyakit Sekarang : Nn. S 23 tahun datang dengan keluhan penglihatan menurun sejak 1 hari yang lalu dan menetap. Mata kanan tampak berair dan merah. Selain itu pasien juga berkata bahwa mata kanannya gatal dan terasa silau. Pasien berkata 2 minggu lalu matanya kecipratan air yang sudah dicampur obat pel. Saat terkena matanya tidak dibilas air lama dan hanya dilap sebentar. Setelah itu matanya merah dan tidak hilang. Pasien sudah membeli obat tetes mata di warung tetapi tidak ada perubahan. Setiap pagi bangun tidur di matanya terdapat kotoran mata berwarna kekuningan dan lengket. Pasien tidak menggunakan lensa kontak, kacamata. Terasa gatal sekali sejak 2 hari lalu dan hilang timbul. Gatal terutama pada malam hari. Pasien bekerja di perusahaan X di bidang jasa sebagai cleaning service. Pasien setiap hari pergi kerja dan pulang dengan naik motor. Pasien tidak merokok dan tidak ada kegiatan lain setelah pulang kerja.

v.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung, hati dan kelainan metabolik lainnya. Mata terasa gatal dan berair saat terkena debu, asap dan cahaya matahari.

vi.

Riwayat Penyakit Keluarga : Bapak pasien menderita hipertensi.

17

vii.

Tidak ada yang seperti ini dikeluarga

Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi : Tinggal bersama kedua orang tuanya Rumah dengan padat penduduk Ventilasi dan penyinaran yang buruk

Bahaya Potensial

Pajanan Fisik Kimia Biolog i Bakter Suhu, Debu, polusi , asap ari i, virus, parasit , jamur statis Posisi Suhu, Obat Bakter posisi lemba pel & i, cairan deterj virus, parasit , jamur moveme nt janggal, repetitiv udara dingin en e n kebersih an b, Tuntuna statis, Posisi berdiri, posisi bosan, monoto ne Ergono mi Psikososial Stress macet,

Gangguan Kesehatan Infeksi mata,

Resiko Kecelakaa n Kerja

saluran nafas, muskuloskelet al, bising, kulit Infeksi mata, telinga panas

Kecelakaa n lintas lalu

Berangkat pulang kerja

& panas matah

Membersihkan & membereskan barang

saluran nafas, Kepleset, muskuloskelet al, bising, kulit jatuh,

telinga ketimpa panas barang

viii.

Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital a. Tensi b. Nadi c. Suhu : : : 120 / 80 mmHg 60-100 x / menit 36,5-37,2 C 18 : Keadaan Baik : Compos Mentis

d. Pernafasan

18-20 x / menit

ix. OD 6/24 1,75

Status Lokalis : PEMERIKSAAN Visus Koreksi Bulbus Oculi Palpebra Conjuctiva bulbi Sclera Kornea Camera Oculi Anterior Iris Pupil Lensa Vitreus Fundus Refleks Retina OS 6/6 Gerak bola mata normal. Normal Normal Normal, warna putih Normal Normal Normal Normal Jernih Jernih Positif, cermelang Normal

Gerak bola mata normal. Normal Hiperemis Normal, warna putih Normal Normal Normal Normal Jernih Jernih Positif, cermelang Normal

x.

Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium : a. b. Slit lamp Darah lengkap

xi.

Working Diagnosis : Conjunctivitis OD e.c bahan kimia

xii.

Differential Diagnosis : Keratitis OD Mata akan memberikan gejala lakrimasi dan fotofobia disertai rasa

19

sakit. biasanya bilateral. Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemis konjunctiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penglihatan berkurang.6
2. Riwayat Pajanan yang Dialami

Menentukan pajanan di tempat kerja. Pajanan tersebut antara lain pajanan debum angin, sinar UV dan bahan kimia.4 Asam, alkali, asap, angin dan hampir setiap substansi yang masuk ke sacus conjunctivae dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make up seperti mascara dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu campuran asam dan kabut akan menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Tidak ada efek pada mata yang permanen namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun.4

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis


Iritasi kronik pajanan debu yang berlangsung terus menerus Iritasi kronik pajanan angin, sinar UV, asap yang berlangsung terus menerus Iritasi akibat bahan kimia yang terjadi di tempat kerja4

4. Jumlah Pajanan

Pada langkah ini ditentukan besarnya pajanan yang dialami oleh pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja. Apakah pajanan yang telah ditentukan dan dihubungakn dengan penyakti terjadi setiap hari. Berapa lamanya ia bekerja dalam seminggu. Waktu ia terpajan dengan pajanan tersebut. Masa kerja yang sudah berlangsung dengan adanya pajanan tersebut juga mempengaruhi terjadinya

20

penyakit akibat kerja.4

5. Faktor Individu yang Berperan

Cara yang paling umum tertular konjungtivitis adalah lupa mencuci tangan dan sering memegang mata. Tangan sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan permukaan lain seperti handuk, gelas).6 Riwayat infeksi, riwayat alergi, riwayat penyakit kronis pada mata juga mempengaruhi terjadinya konjungtivitis akibat kerja.4

6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan

Perlu anamesis lanjutan mengenai adanya faktor resiko lain di luar pekerjaanya yang menjadi faktor terjadinya konjungtivitis pada pasien. Tanyakan mengenai kebiasaan atau hobi yang dapat berhubungan dengan terjadinya iritasi pada mata seperti mengendarai motor, pemakaian lensa kontak, pemakaian kosmetik pada mata, memancing dan lain sebagainya.4

7. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya. Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.Sedangkan pekerjaan dinyatakan 21

memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis.1,2 Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja timbul akibat pajanan faktor fisik, kimia, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja, misalnya terpajan timah hitam di tempat kerja merupakan faktor risiko terjadinya keracunan timah hitam. Namun, perlu diketahui bahwa faktor lain seperti kerentanan individual dapat berperan terhadap perkembangan penyakit.2,3

Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan WHO menggolongkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan bersifat multifaktorial. Penyakit ini adalah penyakit dengan faktor tempat kerja yang dapat dikaitkan sebagai penyebab timbulnya penyakit namun tidak merupakan faktor resiko setiap kasus. Penyakit ini sering ditemukan di masyarakat umum. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit psikosomatik, kelainan musculoskeletal, penyakit pernapasan kronis/bronchitis kronis. Pada penyakit ini, pekerjaan dapat merupakan penyebab atau bisa memperberat kondisi penyakit yang ada.2,3 Dari keenam langkah penentuan diagnosis diatas dapat disimpulkan bahwa : Diagnosis Klinis : Konjungtivitis ec Bahan Kimia ec Kecelakaan Kerja Pajanan yang dialami : Bahan Kimia Asam

22

Hubungan pajanan dengan penyakit : Merusak Protein Jaringan Mata Pajanan cukup besar : Immediate effect Faktor individu : Tidak ada Faktor lain di luar pekerjaan : Tidak ada Diagnosis okupasi : Penyakit Akibat Kerja (Konjungtivitis ec Bahan Kimia ec Kecelakaan Kerja)

Tinjauan Pustaka Etiologi Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 7 Faktor resiko adalah sebagai berikut. Pajanan angin, debu, asap dan kabut. Pajanan uap, zat kimiawi, beberapa jenis polutan di udara, sinar UV juga merupakan faktor resiko. Faktor lainnya adalah cahaya dari peralatan elektronik. Yang paling berpengaruh biasanya adalah pajanan biologi seperti virus, bakteri, dan sebagainya. Pekerja yang beresiko adalah nelayan, petani, supir, tukang ojek, petugas kesehatan, tukang las, pekerja industry sepatu, pekerja industri tekstil dan lain-lain.4

Patofisiologi Pada luka karena asam, asam akan mengubah sifat protein jaringan dan efeknya langsung. Namun alkali yang biasa terdapat dalam sabun tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup ke dalam jaringan dan menetap di dalam jaringan knjungtiva. Di sini mereka terus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari

23

lamanya tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebrae (symblepharon) dan leukoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebab adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.7

Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata seperti adanya benda asing dan adenopati preaurikuler. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk normal.7 Penatalaksanaan & Management 7 Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya demgan air yang tersedia pada saat itu seperti air keran, larutan garam fisiologik, dan asam berat. Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat. Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang untuk basa larutan borat, asam astat 0,5% atau bufer asam asetat pH 4.5% untuk menetralisir. Diperhatikan kemungkinan terdapatnya benda asing penyebab luka tersebut. Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, siklopegik dan bebat mata selama mata masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya sempurna setelah 3-7 hari. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam : Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea

24

Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50% Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma. Penderita diberi siklopegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. Edta diberikan setelah 1 minggu traum alkali diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh. Penyulit yang dapat timbul trauma alkali adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak disertai dengan terjadi ftisis bola mata.

Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan cara


Mengatur suhu dan ventilasi yang baik Membersihkan ruangan kerja secara teratur Meningkatkan kebersihan daerah mata Menggunakan kacamata pelindung yang sesuai Menghilangkan kebiasaan menggosok mata Meningkatkan kebiasaan mencuci makan dan PHBS1

Kesehatan dan kebersihan tangan dapat mengurangi mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan. Permasalahan kesehatan tersebut dapat dikurangi dengan melakukan perubahan perilaku sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun.6

Prognosis Dubia ad bonam.

25

Kesimpulan Pasien ini menderita Conjunctivitis OD e.c bahan kimia e.c PAK karena tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja, hipotesis dapat diterima. Banyak faktor dan hal hal tertentu yang menyangkut penyakit akibat kerja ini, seperti faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, psiko-sosial sehingga menghasilkan dampak yang negatif bagi para pekerja itu sendiri. Hal tersebut dapat di cegah dengan mengetahui tata cara / ergonomi yang benar dan tata laksana yang benar saat bekerja. Seharusnya para pekerja disediakan alat APD saat dia bekerja dan para pekerja tersebut harus menggunakan nya saat bekerja karena kita tidak pernah tau kapan kecelakaan itu akan datang.

Daftar Pustaka

1. .Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC, 2010. h. 8--270. 2. Arias KM. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: EGC, 2009. h. 3-4 3. Harrington JM, Gill ES. Buku saku kesehatan kerja oleh Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2003. h. 5-9. 4. Suardi R. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta: PPM; 2005. h. 1-180. 5. Jamsostek. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/57132449/JAMSOSTEK, 6 Oktober 2013. 6. Lestari F. Bahaya kimia: sampling dan pengukuran kontaminasi kimia di udara. Jakarta: Penerbit Grasindo, 2007. h. 65. Eva PR dan Whitcher JP. 7. Oftamologi umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012. h. 115.

26

27

Anda mungkin juga menyukai