Anda di halaman 1dari 0

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Perawatan (Maintenance)
Perawatan (maintenance) adalah memperbaiki alat-alat mekanik atau elektrik
yang sedang rusak atau terganggu (dikenal sebagai reparasi, tidak terjadwal atau
pemeliharaan secara kebetulan), dan juga melakukan aktivitas rutin yang menjaga
peralatan bekerja dengan baik (dikenal sebagai pemeliharaan terjadwal) atau mencegah
masalah sebelum masalah timbul (http1). Menurut Assauri (2008, p134), maintenance
merupakan kegiatan memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan
mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan supaya terdapat
suatu keadaaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan. Jadi maintenance didefinisikan sebagai tindakan yang mengembalikan
unit yang rusak/gagal ke kondisi operasi atau menjaga unit non-failed dalam status
operasional. Kegiatan perawatan berdampak pada keseluruhan sistem, keandalan,
ketersediaan, downtime, biaya operasi, dan sebagainya.
Tujuan utama dari sistem perawatan adalah menjaga proses produksi agar
berjalan dalam kondisi operasi yang optimum. Optimum disini berarti dapat memenuhi
permintaan yang diterima dengan memperhatikan minimasi biaya yang diperlukan
(Nasution, 2006, p361). Ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama dilakukannya
aktifitas perawatan mesin (OConnor, 2001, p407), yaitu:
1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi agar memenuhi
kebutuhan sesuai dengan rencana produksi.
15
2. Menjaga kualitas produk pada tingkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
3. Mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan menjaga modal
yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan
sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut.
4. Mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan
kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya.
5. Memperhatikan dan menghindari kegiatankegiatan operasi mesin serta
peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.
6. Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsifungsi utama lainnya dari
suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu
tingkat keuntungan atau return investment yang sebaik mungkin dan total biaya
serendah mungkin.
Adapun kegiatan-kegiatan perawatan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem atau
mesin untuk mencegah terjadinya breakdown secara mendadak, dan untuk
mengetahui apakah sistem atau mesin bekerja dengan baik sesuai dengan
fungsinya.
2. Penggantian (replacement), yaitu tindakan penggantian komponen yang tidak
dapat berfungsi lagi. Penggantian ini mungkin dilakukan secara mendadak atau
dengan perencanaan sebelumnya.
3. Reparasi (repair), yaitu melakukan perbaikan secara cermat pada saat terjadi
kerusakan kecil. Tindakan ini dilakukan setelah status gagal sudah terjadi.
16
4. Overhaul, yaitu tindakan pemeriksaan secara menyeluruh yang biasanya
dilakukan pada akhir periode tertentu.

2.2 Klasifikasi Perawatan
Secara umum jenis-jenis pemeliharaan dibagi menjadi 2(dua) kategori yaitu
reactive maintenance dan proactive maintenance (Ebeling, 1997, p189).

2.2.1 Reactive Maintenance
Reactive maintenance merupakan mode perawatan run it till it breaks. Tidak
ada tindakan atau usaha yang diambil untuk memelihara peralatan seperti kondisi
awalnya. Jadi reactive maintenance adalah bentuk perawatan dimana peralatan dan
fasilitas diperbaiki karena breakdown atau gagal. Reactive maintenance dilakukan dalam
menanggapi downtime yang tidak terencana atau tidak terjadwal, biasanya karena
kegagalan, apakah kegagalan internal atau eksternal (Ebeling, 1997, p189).
Keuntungan dari reactive maintenance adalah initial costs yang lebih rendah dari
metode perawatan lain dan hanya membutuhkan beberapa staf dalam proses perbaikan.
Sedangkan kerugian dari reactive maintenance adalah biaya meningkat karena downtime
peralatan yang tidak terencana, dapat menambah biaya yang berkaitan dengan perbaikan
atau penggantian peralatan, penggunaan sumber daya staf yang tidak efisien, serta
menambah biaya tenaga kerja, khususnya jika perpanjangan waktu dibutuhkan karena
proses penggantian atau perbaikan komponen yang tidak diketahui waktunya (http4).
Salah satu metode perawatan yang termasuk dalam reactive maintenance adalah
corrective maintenance (perawatan perbaikan). Corrective maintenance adalah
perbaikan secara remedial ketika terjadi peralatan yang rusak dan kemudian harus
17
diperbaiki atas dasar prioritas atau kondisi darurat. Sering pula disebut sebagai
perawatan darurat (emergency maintenance). Kegiatan corrective maintenance bersifat
perbaikan pasif yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian
baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan
kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan
lancar dan kembali normal.
Corrective maintenance terdiri dari tindakan-tindakan mengembalikan sistem
yang gagal ke status operasional. Biasanya meliputi penggantian atau perbaikan
komponen yang bertanggungjawab dalam kegagalan sistem secara keseluruhan.
Corrective maintenance dilakukan pada interval yang tidak terprediksi karena waktu
kerusakan komponen tidak diketahui sebelumnya. Tujuan dari corrective maintenance
adalah untuk mengembalikan sistem untuk memenuhi operasi dalam waktu sesingkat
mungkin. Corrective maintenance terdiri dari 3(tiga) langkah (http2):
a. Diagnosis masalah. Teknisi maintenance harus mengambil waktu untuk
menempatkan part yang gagal atau kalau tidak menilai penyebab kegagalan
sistem.
b. Reparasi dan/atau mengganti komponen yang salah. Segera sesudah penyebab
kegagalan sistem ditentukan, harus mengambil tindakan terhadap penyebab
tersebut, biasanya dengan mengganti atau mereparasi komponen yang
menyebabkan sistem menjadi gagal.
c. Pembuktian tindakan perbaikan. Segera sesudah komponen tersebut diperbaiki
atau diganti, teknisi maintenance harus membuktikan bahwa sistem dapat
beroperasi kembali dengan baik.
18
Tindakan corrective ini dapat memakan biaya perawatan yang lebih murah dari
pada tindakan preventive. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terjadi saat mesin
atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat kerusakan terjadi selama
proses produksi berlangsung maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan akibat
terhentinya proses produksi yang menganggu proses secara keseluruhan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan corrective memusatkan permasalahan
setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar
tidak terjadi.

2.2.2 Proactive Maintenance
Proactive maintenance dapat dilakukan hanya ketika dan untuk. Perawatan ini
harus dapat mengurangi angka kegagalan yang tida terjadwalkan atau memperpanjang
umur komponen. Secara umum diasumsikan bahwa kegiatan proactive maintenance
lebih murah dari kegiatan reactive maintenance (Ebeling, 1997, p189).

2.2.2.1 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive maintenance)
Pemeliharaan perbaikan (preventive maintenance) adalah perawatan dan
perbaikan oleh personel untuk tujuan pemeliharaan peralatan dan fasilitas dalam kondisi
operasi yang memuaskan dengan menyediakan inspeksi sistematis, deteksi, dan koreksi
dari kegagalan yang baru mulai terjadi sebelum kegagalan benar-benar terjadi atau
berkembang menjadi kerusakan yang besar. Kegiatan pemeliharaan termasuk pengujian,
pengukuran, penyesuaian, dan penggantian suku cadang, yang dilakukan secara khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan. Tujuan utama dari pemeliharaan
sendiri adalah untuk menghindari atau mengurangi akibat dari kegagalan peralatan. Hal
19
ini mungkin terjadi dengan mencegah kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Preventive
maintenance dirancang untuk menjaga dan mengembalikan keandalan peralatan dengan
mengganti komponen usang sebelum benar-benar rusak (http3).
Preventive maintenance merupakan penjadwalan aktivitas pemeliharaan yang
telah direncanakan dalam mencegah breakdown dan kegagalan. Tujuan utamanya adalah
untuk mencegah kegagalan peralatan sebelum kegagalan benar-benar terjadi, serta
memelihara dan meningkatkan keandalan peralatan dengan mengganti komponen usang
sebelum komponen tersebut benar-benar gagal/rusak. Jadwal untuk preventive
maintenance didasarkan pada observasi dari perilaku sistem, mekanisme komponen
wear-out dan pengetahuan tentang komponen apa yang kritis untuk melanjutkan operasi
sistem. Biaya merupakan faktor dalam menjadwalkan kegiatan ini (keandalan juga salah
satu faktor tetapi biaya lebih umum karena keandalan dan resiko dapat digambarkan
dalam biaya). Aktivitas preventive maintenance terdiri dari pengecekkan komponen,
pemeriksaan sebagian atau seluruh pada periode waktu tertentu, penggantian oli,
pemberian minyak, dan sebagainya. Sebagai tambahan, para pekerja dapat mencatat
kerusakan peralatan, sehingga mereka tahu untuk mengganti atau mereparasi bagian
yang usang sebelum kegagalan sistem terjadi karenanya.
Preventive maintenance adalah pilihan yang logis jika 2(dua) kondisi berikut ini
terpenuhi:
Kondisi # 1: komponen tersebut memiliki tingkat kegagalan yang semakin
meningkat. Dengan kata lain, tingkat kegagalan dari komponen meningkat
seiring waktu, sehingga menyiratkan wear-out.
Kondisi # 2: biaya keseluruhan dari tindakan preventive maintenance harus
kurang dari biaya keseluruhan dari sebuah tindakan corrective. (catatan: dalam
20
biaya keseluruhan untuk tindakan corrective, harus mencakup tambahan yang
nyata dan/atau biaya tak berwujud, seperti biaya downtime, kehilangan biaya
produksi, dan sebagainya.)
Jika kedua kondisi ini terpenuhi, maka preventive maintenance ini masuk akal
dilakukan. Selain itu, berdasarkan rasio biaya, waktu yang optimal untuk tindakan
tersebut dapat dengan mudah dihitung untuk satu komponen (http2).
Menurut Assauri (2008, p135), dalam prakteknya preventive maintenance yang
dilakukan oleh suatu perusahaan pabrik dapat dibedakan atas:
1. Routine maintenance
Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Contohnya adalah pembersihan
fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta
pengecekan bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan (warming-up)
dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai berproduksi sepanjang
hari.
2. Periodic maintenance.
Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu
minggu sekali, lalu meningkat setiap satu bulan sekali, dan akhirnya setiap satu
tahun sekali. Periodic maintenance dapat pula dilakukan dengan memakai
lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai jadwal kegiatan,
misalnya setiap seratus jam kerja mesin sekali, lalu meningkat setiap lima ratus
jam kerja mesin sekali dan seterusnya, Jadi sifat kegiatan maintenance ini tetap
secara periodik atau berkala. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat
21
daripada kegiat an routine maintenance. Sebagai contoh dari kegiatan periodic
maintenance adalah pembongkaran karburator ataupun pembongkaran alat-alat
dibagian sistem aliran bensin, setting katup-katup pemasukan dan pembuangan
cylinder mesin dan pembongkaran mesin atau fasilitas tersebut untuk
penggantian bearing, serta service dan overhaul besar ataupun kecil.
Ada beberapa kesalahpahaman tentang preventive maintenance, salah satunya
seperti preventive maintenance terlalu mahal. Logika ini menyatakan bahwa biaya
preventif lebih mahal untuk pemeliharaan dan penjadwalan downtime yang tetap
daripada biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan peralatan sampai perbaikan
mutlak diperlukan. Hal ini mungkin benar untuk beberapa komponen, namun harus
dibandingkan tidak hanya dari biaya tetapi juga keuntungan dan penghematan jangka
panjang dengan preventive maintenance. Tanpa preventive maintenance, contohnya,
biaya untuk waktu produksi yang hilang dari breakdown peralatan yang tidak terjadwal
akan terjadi. Preventive maintenance akan menghasilkan penghematan karena
peningkatan layanan sistem yang efektif. Keuntungan jangka panjang dari preventive
maintenance meliputi peningkatan keandalan sistem, penurunan baiya penggantian,
penurunan downtime sistem, manajemen persediaan suku cadang yang lebih baik.
Preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat
efektif didalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan
critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan
critical unit, apabila:
Kerusakan fasilitas produksi akan menyebabkan kemacetan seluruh proses
produksi.
22
Kerusakan fasilitas produksi ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang
dihasilkan.
Kerusakan fasilitas produksi atau peralatan tersebut akan membahayakan
kesehatan atau keselamatan para pekerja.
Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas ini sudah
cukup besar (mahal).
Preventive Maintenance menurut Ebeling terdiri dari langkah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Metodologi Preventive Maintenance



23
Penjelasan dari langkah-langkah adalah sebagai berikut :
1. Penentuan Mesin dan Komponen Kritis
Penentuan mesin kritis dilakukan dengan melihat frekuensi breakdown dan
downtime yang tertinggi diantara mesin-mesin. Dan juga untuk menentukan
komponen kritis dengan melihat frekuensi breakdown dan downtime tertinggi.
2. Perhitungan TTF dan TTR
Perhitungan TTF dengan menghitung selisih waktu ketika kerusakan pertama
selesai diperbaiki dengan waktu kerusakan berikutnya. Sedangkan TTR dihitung
lamanya proses perbaikan yaitu selisih waktu kerusakan selesai diperbaiki dengan
waktu kerusakan.
3. Penentuan Distribusi Data TTF dan TTR Berdasarkan Index of Fit Terbesar
Perhitungan Index of Fit (r) dilakukan untuk masing-masing komponen dan
masing-masing jenis distribusi. Distribusi data ditentukan berdasarkan nilai r
terbesar yang paling mendekati 1. Untuk distribusi yang digunakan adalah
distribusi weibull, exponential, normal, dan lognormal.
4. Uji Goodness of Fit
Hasil perhitungan index of fit hanya memberikan gambaran distribusi yang paling
mendekati data. Perlu dilakukan uji ini untuk memastikan data benar mengikuti
distribusi tersebut. Untuk uji Goodness of Fit ini perlu dilakukan perhitungan
manual dan dapat juga dilakukan dengan software minitab.
5. Penentuan parameter sesuai distribusi
Setelah didapatkan distribusi untuk masing masing komponen, kemudian
ditentukan parameter berdasarkan distribusi yang sesuai. Parameter parameter ini
yang akan digunakan pada perhitungan MTTF dan MTTR.
24
6. Perhitungan MTTF dan MTTR
Perhitungan MTTF dan MTTR dilakukan dengan menggunakan parameter untuk
masing masing komponen. MTTF merupakan waktu rata rata terjadinya
kerusakan (komponen selesai diperbaiki sampai komponen rusak kembali), dan
MTTR merupakan waktu rata rata yang diperlukan untuk melakukan
perbaikan.
7. Penentuan interval waktu penggantian komponen
Penentuan interval waktu penggantian komponen dilakukan untuk mengetahui
waktu yang tepat komponen untuk dilakukan penggantian pencegahan.
Penentuan interval waktu penggantian komponen dilakukan berdasarkan
downtime minimum dengan menggunakan trial dan error pada beberapa nilai
waktu.
8. Penentuan inteval waktu pemeriksaan komponen
Interval pemeriksaan komponen dilakukan untuk meminimasi kerusakan
(breakdown) mendadak yang terjadi pada komponen komponen tersebut.
Pemeriksaan tesebut dilakukan secara keseluruhan dari komponen untuk melihat
bagaimana kondisi dari komponen tersebut.
9. Perhitungan Availability
Availability atau tingkat ketersediaan merupakan presentase waktu suatu
komponen atau sistem dapat beroperasi pada interval waktu tertentu. Perhitungan
tingkat availability komponen meliputi tingkat availability jika dilakukan
penggantian pencegahan dan pemeriksaan terhadap komponen tersebut.
10. Perhitungan dan Perbandingan Reliability Sebelum dan Sesudah Preventive
Maintenance
25
Reliability atau tingkat keandalan merupakan probabilitas dari sebuah mesin atau
peralatan untuk tidak mengalami kerusakan selama proses berlangsung. Dari
hasil perhitungan tingkat reliability yang telah dilakukan sebelumnya, dapat
diketahui tingkat keandalan dari suatu komponen pada kondisi berjalan dengan
tingkat reliability pada kondisi usulan sesudah diterapkan preventive
maintenance. Dengan perbandingan reliability tersebut, dapat diketahui kenaikan
atau bahkan penurunan keandalan yang terjadi.
11. Perhitungan dan Perbandingan Downtime Sebelum dan Sesudah Preventive
Maintenance
Perhitungan total downtime yang dilakukan pada saat kondisi berjalan dan saat
kondisi usulan sesudah diterapkan preventive maintenance bertujuan untuk
mengetahui peningkatan atau penurunan total downtime yang terjadi.
12. Perhitungan dan Perbandingan Frekuensi Pergantian Sebelum dan Sesudah
Preventive Maintenance
Dari interval waktu penggantian komponen dapat diketahui frekuensi
penggantian sesudah preventive maintenance. Dimana frekuensi penggantian
setelah preventive maintenance menjadi lebih banyak atau lebih sering.
13. Perhitungan dan Perbandingan Failure Cost dan Preventive Cost
Failure cost terdiri dari biaya kehilangan produksi yang akan dialami akibat
produksi berhenti, biaya komponen, dan biaya teknisi untuk memperbaiki.
Sedangkan untuk preventive cost terdiri dari biaya komponen dan biaya teknisi.
Jika ternyata preventive cost lebih kecil, maka akan ada penghematan biaya,
sehingga dapat diusulkan untuk penerapan preventive maintenance pada
perusahaan, dan sebaliknya.
26
2.2.2.2 Pemeliharaan Prediktif (Predictive Maintenance)
Predictive maintenance merupakan estimasi yang dilakukan melalui pengukuran
dan alat diagnosis, ketika komponen mendekati kegagalan dan harus diperbaiki atau
diganti, mengeliminasi kegiatan perawatan tidak terjadwal yang lebih mahal.
Pendekatan ini berusaha untuk mendeteksi terjadinya degradasi peralatan dan
mengetahui masalah yang telah diidentifikasi. Hal ini mengarah pada kemampuan
fungsional saat ini maupun masa depan. Pada dasarnya, pemeliharaan prediktif berbeda
dengan pemeliharaan pencegahan, dengan mendasari kebutuhan pemeliharaan pada
kondisi aktual peralatan, daripada jadwal yang telah ditetapkan. Pemeliharaan
pencegahan berbasis pada waktu.
Keuntungan pemeliharaan ini adalah memberikan peningkatan ketersediaan dan
hidup operasional komponen, memungkinkan tindakan korektif untuk pencegahan,
penurunan downtime peralatan, menurunkan biaya suku cadang dan tenaga kerja,
memberikan kualitas produk yang lebih baik, meningkatkan keselamatan pekerja dan
lingkungan, serta meningkatkan penghematan energi. Kekurangan yang ada seperti
meningkatnya investasi dalam peralatan diagnostik dan pelatihan staf (http5).
2.3 Sistem Perawatan
Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sistem perawatan harus
memiliki respons yang baik terhadap kerusakan-kerusakan yang akan muncul maupun
kapasitas kerja yang memadai untuk menangani kerusakan yang telah terjadi. Untuk
kepentingan ini, maka sistem perawatan harus memiliki dan menjalankan fungsi dari
beberapa hal seperti variabel keputusan, kriteria kinerja, batasan, masukan, dan keluaran
(Nasution, 2006, p364).

27
2.3.1 Variabel Keputusan
Ada 4 variabel keputusan dalam penentuan kebijaksanaan perawatan menurut
Nasution (2006, p365), yaitu:
1. What, menyatakan apa yang harus dirawat
Dalam proses produksi yang sederhana, penentuan komponen atau fasilitas apa
yang harus mendapat prioritas perawatan akan mudah ditentukan. Berlainan
dengan proses produksi yang kompleks, dimana mungkin terdapat ratusan
bahkan ribuan komponen yang harus dijaga tingkat keandalannya. Komponen
digolongkan berdasarkan kontribusi masing-masing komponen atau fasilitas
terhadap keandalan proses produksi secara keseluruhan dan pengaruhnya
terhadap total biaya operasi.penggolongannya adalah:
a. Kelas A (Komponen Kritis), yaitu komponen atau fasilitas yang
kerusakannya akan mengakibatkan berhentinya proses produksi secara
keseluruhan dan memerlukan biaya yang tinggi untuk keperluan repair, serta
biaya kesempatan produksi yang hilang. Komponen atau fasilitas jenis ini
memerlukan pengawasan yang ketat serta usaha perawatan yang intensif.
b. Kelas B (Komponen Mayor), yaitu komponen atau fasilitas yang
mempengaruhi kelancaran proses produksi. Sewaktu mengalami kerusakan,
komponen atau fasilitas ini tidak menghentikan proses produksi secara
keseluruhan. Komponen atau fasilitas jenis ini memerlukan control
perawatan yang sedang.
c. Kelas C (Komponen Minor), yaitu komponen atau fasilitas yang bersifat
pendukung. Kerusakan komponen jenis ini mungkin menurunkan efisiensi
lokal fasilitas yang bersangkutan, tetapi tidak menganggu proses produksi
28
secara keseluruhan. Komponen atau fasilitas jenis ini hanya perlu usaha
perawatan yang terbatas.
Penggolongan ini akan menghasilkan daftar prioritas komponen atau fasilitas,
sehingga pihak perawat dapat membuat urutan kerja komponen atau fasilitas apa
yang harus dirawat atau diperbaiki terlebih dahulu.
2. How, menyatakan bagaimana perawatan harus dilakukan
Mengacu pada cara apa yang paling tepat untuk dilaksanakan, bukan pada
kelengkapan atau kecanggihan peralaan yang dimiliki. Terdapat 3 (tiga) cara
umum yang dipakai yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu inspeksi
(inspection), perawatan perbaikan (corrective maintenance), dan perawatan
preventif (preventive maintenance).
Terdapat dua pertimbangan dalam memilih alternatif mana yang terbaik untuk
dilaksanakan:
a. Ketersediaan data akurat untuk pola kerusakan komponen atau fasilitas
b. Biaya untuk perawatan preventif, reparasi, dan waktu produksi yang hilang
Untuk beberapa proses produksi kontinyu, perawatan preventif mutlak
diperlukan. Dalam hal ini dua pertimbangan diatas dapat diabaikan karena biaya
set up operasi yang dikarenakan penghentian proses produksi sangat tinggi.
3. Who, menyatakan siapa yang harus melakukan aktivitas perawatan
Pemilihan terhadap kegiatan perawatan internal atau eksternal didasarkan atas
pertimbangan penguasaan teknologi dan frekuensi perawatan. Untuk proses
produksi dengan tingkat teknologi yang tidak tinggi, perawatan internal sering
dilakukan. Penguasaan teknologi yang tinggi dan frekuensi kerusakan yang
29
sedikit, mengarahkan pihak manajemen untuk memilih perawatan eksternal.
Pertimbangan tambahan disini adalah faktor biaya.
4. Where, menyatakan dimana usaha perawatan dilaksanakan
Terdapat 2 (dua) alternatif umum, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Faktor-
faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan alternatif adalah frekuensi
perawatan, spesialisasi keahlian tenaga perawatan, prioritas perawatan, dan
alokasi waktu perwatan. Perawatan sentralisasi mengakibatkan tingkat utilitas
tenaga dan fasilitas perawatan menjadi lebih tinggi tetapi membutuhkan alokasi
waktu perawatan yang lebih besar sehingga waktu kerusakan yang dialami
komponen atau fasilitas akan lebih lama. Keadaan sebaliknya akan terjadi pada
perawatan desentralisasi.

2.3.2 Kriteria Kinerja
Seperti sistem kontrol pada umumnya, sistem perawatan bertujuan memperlancar
operasi proses produksi sehingga dapat mencapai penghematan ekonomi. Dari sisni
dapat dikatakan bahwa ukuran utama dari kinerja sistem perawatan adalah biaya.
Dengan memperhatikan variabel-variabel keputusan yang dibuat, maka kebijaksanaan
perawatan jangka pendek nanatinya akan berupa kombinasi pilihan antara perawatan
perbaikan dan perawatan pencegahan (Nasution, 2006, p368).

2.3.3 Batasan
Sejumlah alternatif yang tersedia dalam aktivitas maintenance dibatasi oleh
beberapa hal. Alternatif yang memiliki waktu pelaksanaan jangka panjang (what, who,
where) dibatasi oleh perancangan sistem dalam hal proses teknologi, layout, dan
30
kapasitas, yaitu tentang ukuran grup perawatan dan fasilitas yang terlibat. Untuk variabel
keputusan how, perencanaan agregat dan anggaran menjadi pembatas dalam hal
penentuan jumlah suku cadang (Nasution, 2006, p369).

2.3.4 Masukan (Input)
Masukan sistem perawatan adalah data tentang komponen dan fasilitas proses
produksi, dan data tentang perawatan yang telah dilakukan. Data yang tersedia seringkali
dianggap kurang mencukupi. Untuk itu perlu diberikan asumsi-asumsi dan perkiraan.
Secara umum data masukan untuk sistem perawatan digolongkan berdasarkan kinerja
fisik dan ekonominya. Informasi dalam sistem perawatan adalah (Nasution, 2006, p370):
1. Karakteristik fisik, terdiri dari prosedur inspeksi dan pengujian, dan distribusi
statistik untuk waktu inspeksi, waktu perbaikan, dan waktu perawatan
pencegahan.
2. Karakteristik ekonomi, terdiri dari biaya inspeksi, biaya perbaikan dan perawatan
pencegahan yang meliputi tenaga kerja, suku cadang, dan overhead, serta biaya
idle dari peralatan perawatan.

2.3.5 Keluaran (Output)
Dalam kondisi operasi normal, sistem perawatan menghasilkan (Nasution, 2006,
p371):
1. Jadwal aktivitas untuk:
a. Inspeksi status komponen atau fasilitas
b. Reparasi komponen atau fasilitas yang mengalami kerusakan
c. Perawatan pencegahan untuk komponen kritis (kelas A)
31
2. Laporan yang mencakup:
a. Status komponen atau fasilitas setelah inspeksi, reparasi, atau perawatan
pencegahan
b. Perencanaan kebutuhan suku cadang
c. Perencanaan kebutuhan kapasitas perawatan dalam satuan man-hour

2.4 Keandalan (Reliability)
Secara umum keandalan diartikan sebagai peluang suatu fasilitas ataupun proses
produksi memiliki kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam kurun waktu dan
kondisi operasi tertentu (Nasution, 2006, p361). Menurut Wignjosoebroto (2003, p307),
secara umum istilah reliability mungkin dapat diterjemahkan dengan mampu untuk
diandalkan. Reliability sendiri berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya
(trusty, consistent, atau honest). Reliabilitas didasarkan pada teori statistik/probabilitas.
Tujuan pokoknya adalah mampu diandalkan untuk bekerja sesuai dengan fungsinya,
dengan suatu kemungkinan sukses dalam periode waktu tertentu yang ditargetkan.
Keandalan (reliability) menurut Ebeling (1997, p5), didefinisikan sebagai kemungkinan
suatu komponen atau sistem akan menjalankan fungsinya selama periode waktu yang
diberikan dalam kondisi operasi yang telah ditentukan.
Dalam Assurance Science, reliabilitas ini biasa didefinisikan sebagai the
probability of a product its intended life and under the operating conditions
encountered. Dari sini terdapat empat elemen dasar reliabilitas yang perlu diperhatikan,
yaitu:
Peluang (probability), dimana nilai reliability adalah berada diantara 0 dan 1.
32
Kinerja (performance), performansi yang diharapkan atau tujuan yang
diinginkan, harus digambarkan secara jelas dan spesifik. Untuk setiap unit
terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan performansi
atau tujuan yang diharapkan. Deskripsi kegagalan juga harus ditetapkan dengan
jelas. Kegagalan harus didefinisikan tergantung pada fungsi yang dilakukan oleh
sistem.
Waktu operasi (time of operations), waktu unit harus diidentifikasikan, konsep
reliability dinyatakan dalam suatu periode waktu. Peluang suatu sistem untuk
digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang sistem tersebut untuk
digunakan dalam sepuluh tahun.
Kondisi operasi (operating condition), kondisi lingkungan akan mempengaruhi
umur sistem atau peralatan, seperti suhu, kelembaban dan kecepatan gerak. Hal
ini menjelaskan bagaimana perlakuan yang diterima sistem dapat memberikan
tingkat keandalan yang berbeda dalam kondisi operasionalnya.

2.5 Maintainability
Maintainability didefinisikan sebagai kemungkinan melakukan perbaikan yang
berhasil dalam kurun waktu yang diberikan. Dengan kata lain, maintainability mengukur
keringanan dan kecepatan dengan apa sistem dapat dikembalikan ke status
operasionalnya setelah kegagalan terjadi. Contonhnya, jika dikatakan suatu komponen
memiliki 90 % maintainability dalam 1 jam, ini berarti 90 % kemungkinan komponen
tersebut diperbaiki dalam waktu 1 jam (http2). Ebeling (1997, p6) juga mendefinisikan
maintainability sebagai kemungkinan perbaikan dalam waktu yang diberikan,
33
kemungkinan suatu komponen atau sistem yang mengalami kegagalan untuk
dikembalikan atau diperbaiki ke kondisi yang ditetapkan dalam periode waktu ketika
pemeliharaan (maintenance) dilakukan sesuai dengan prosedur tertentu.

2.6 Availability
Ada metrik tambahan yang dibutuhkan untuk kemungkinan komponen atau
sistem beroperasi pada waktu yang diberikan (tidak gagal atau telah kembali setelah
mengalami kegagalan), yaitu availability (ketersediaan). Availability adalah standar
pelaksanaan untuk sistem yang dapat diperbaiki yang dicatat untuk properti keandalan
dan pemeliharaan komponen atau sistem. Availability didefinisikan sebagai
kemungkinan sistem beroperasi sebaik-baiknya ketika akan digunakan, atau
kemungkinan suatu sistem tidak gagal atau dalam perbaikan ketika sistem diperlukan
(http2). Menurut Ebeling (1997, p6) availability didefinisikan sebagai probabilitas suatu
komponen atau sistem menunjukkan fungsi yang diharapkan pada suatu waktu tertentu
ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu. Availability juga dapat
diinterpretasikan sebagai persentase waktu suatu komponen atau sistem dapat beroperasi
pada interval waktu tertentu atau persentase pengoperasian komponen dalam waktu yang
tersedia. Angka probabilitas availability menunjukkan kemampuan komponen untuk
berfungsi setelah dilakukan tindakan perawatan terhadapnya. Dengan demikian semakin
besar nilai availability menunjukkan semakin tinggi kemampuan komponen tesebut,
atau dapat dikatakan semakin nilai availability mendekati satu, maka semakin baik
keadaan komponen tersebut untuk dapat beroperasi sesuai fungsinya.
34
Tabel dibawah ini mengilustrasikan hubungan antara reliability, maintainiability,
dan availability.

Tabel 2.1 Hubungan antara reliability, maintainiability, dan availability

Sumber: (http2)
2.7 Downtime
Downtime mengacu pada periode waktu ketika suatu sistem tidak tersedia atau
gagal untuk menyediakan atau melakukan fungsi utamanya. Downtime dapat terjadi
karena pemeliharaan rutin atau juga akibat dari sistem gagal berfungsi karena peristiwa
yang tidak direncanakan, contohnya seperti ketika unit mengalami masalah seperti
kerusakan yang dapat mengganggu kinerja secara keseluruhan sehingga membutuhkan
sejumlah waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.

Menurut Ebeling (1997, p190), downtime terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
1. Supply delay, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh personal maintenance untuk
memperoleh komponen atau suku cadang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
proses perbaikan.
2. Maintenance delay, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan
sumber daya perawatan untuk melakukan proses perbaikan.
35
3. Acces time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke komponen
yang mengalami kerusakan.
4. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab
kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki
kerusakan.
5. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab
kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki
kerusakan.
6. Repair of replacement time, yaitu waktu aktual yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalahan dapat diidentifikasi dan
akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.
7. Verificationandalignmenttimeyaituwaktuyangdibutuhkanuntukmemastikanbahwa
unittelahkembalipadakondisioperasisemula.
2.8 Kurva Laju Kerusakan
Ebeling (1997, p31) menjelaskan mengenai kurva yang menunjukkan pola laju
kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk yang dikenal dengan istilah bathtub
curve karena bentuknya, gambar 2.1. Sistem yang memiliki fungsi laju kerusakan ini
pada awal siklus penggunaannya mengalami penurunan laju kerusakan (kerusakan dini),
diikuti dengan laju kerusakan yang mendekati konstan (usia pakai), kemudian
mengalami peningkatan laju kerusakan (melewati masa pakai). Tabel 2.2 dibawahnya
menjelaskan fase-fase yang terjadi pada sebuah komponen, penyebabnya dan cara
menguranginya.
36
) ( t

Gambar 2.2 Bathtub curve
Sumber : Ebeling (1997, p31)
Tabel 2.2 Bathup curve
Karakteristik Disebabkan oleh Dikurangi dengan
Burn-in Penurunan laju
kerusakan
Cacat saat manufaktur
seperti: quality control tidak
memenuhi syarat,
kontaminasi, lemahnya
kerjasama pekerja, part yang
cacat, patah.
Pengujian burn-in,
screening, quality
control, acceptance
testing
Useful life Laju kerusakan
konstan
Lingkungan, human error,
perubahan kondisi,
kerusakan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya
Redudansi,



Wear-out Peningkatan laju
kerusakan
Keausan (kelelahan), korosi,
umur pakai, gesekan
Preventive
maintenance,
penggantian part,
teknologi
Sumber: Ebeling (1997, p32)
37

2.9 Distribusi Kerusakan
Setiap fasilitas memiliki pola kerusakan yang berbeda-beda. Untuk melakukan
analisa terhadap masalah yang terkait dengan perawatan mesin, dapat digunakan
beberapa jenis distribusi kerusakan dan perbaikan untuk mendekati pola kerusakan dan
perbaikan mesin yang terjadi. Terdapat 4 macam distribusi yang umum digunakan untuk
mengidentifikasi pola data kerusakan yang terbentuk, antara lain distribusi eksponensial,
distribusi weibull, distribusi normal dan distribusi lognormal (Ebeling, 1997, p362).

2.9.1 Distribusi Eksponensial
Distribusi Eksponensial mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu.
Atau dengan kata lain, bahwa probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada
umur alat. Kerusakan yang terjadi secara acak biasanya akan mengikuti distribusi ini.
Distribusi ini dikenal luas dan banyak dipakai dalam perhitungan keandalan (reliability)
dan digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan yang memiliki laju
kerusakan konstan. Parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah , yang
menunjukkan ratarata kedatangan kerusakan yang terjadi. (Ebeling, 1997, p42).

2.9.2 Distribusi Weibull
Distribusi weibull merupakan distribusi yang banyak digunakan dalam analisa
keandalan karena kemampuannya untuk memodelkan peningkatan dan penurunan laju
kerusakan. Distribusi Weibull banyak digunakan dalam bentuk dua parameter, yaitu
sebagai parameter skala (scale) yang memperngaruhi nilai tengah dari pola data, dan
38
sebagai parameter bentuk (shape) yang mempengaruhi laju kerusakan Ebeling (1997,
p59).
Dalam distribusi Weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang
terbentuk adalah parameter . Nilai-nilai yang menunjukkan laju kerusakan terdapat
dalam tabel 2.3 (Ebeling, 1997, p64).
Tabel 2.3 Nilai-nilai parameter
Nilai Laju Kerusakan
0 < <1 Pengurangan laju kerusakan (DFR)
= 1 Distribusi Eksponensial (CFR)
1 < < 2 Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konkaf
= 2 Distribusi Rayleigh
> 2 Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konveks
3 4 Peningkatan laju kerusakan (IFR), mendekati
kurva normal
Sumber : Ebeling (1997, p64)

Keterangan : IFR = Increasing Failure Rate
DFR = Decreasing Failure Rate
CFR = Constant Failure Rate

2.9.3 Distribusi Normal
Distribusi normal ini cocok digunakan dalam memodelkan fenomena keausan
atau kondisi wearout dari suatu sistem. Karena hubungannya dengan distribusi
lognormal, distribusi ini juga digunakan untuk menganalisa probabilitas lognormal.
Distribusi ini dapat memodelkan masalah yang kompleks. Bentuk distribusi normal
menyerupai lonceng (bell shaped curve), sehingga memiliki nilai simetris terhadap nilai
rataan dengan dua parameter pembentuk yaitu (nilai tengah) dan (standar deviasi)
(Ebeling, 1997, p69)


39
2.9.4 Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang merupakan
parameter bentuk (shape parameter), dan t
med
sebagai parameter lokasi (location
parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan. Distribusi ini
dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang
sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi Lognormal (Ebeling,
1997, p73).

2.10 Identifikasi Distribusi dan Perhitungan Parameter Distribusi
Dalam mengidentifikasikan distribusi kerusakan atau perbaikan suatu komponen
digunakan index of fit (r) yang merupakan ukuran hubungan linear antara peubah x dan
y. Dengan least-squares curve fitting distribusi yang terpilih adalah distribusi yang nilai
index of fit-nya terbesar. Setelah selesai dilakukan identifikasi dengan index of fit,
selanjutnya proses pengujian hipotesa dari distribusi yang terpilih dengan goodness of fit
untuk memastikan apakah benar distribusi yang terpilih sudah sesuai dengan hipotesa
yang diujikan.
Penentuan parameter akan menggunakan parameter yang didapatkan dari
goodness of fit dengan metode maximum likelihood estimator (Ebeling, 1997, p374).
Masing-masing distribusi memiliki jenis parameter dan cara perhitungan yang berbeda-
beda. Nilai-nilai parameter ini nantinya akan digunakan untuk menentukan langkah-
langkah perhitungan selanjutnya untuk mendapatkan nilai dari Mean Time To Failure
(MTTF) atau nilai dari Mean Time To Repair (MTTR).


40
2.10.1 Index of Fit dengan Metode Least Square Curve Fitting (LSCF)
Metode Least-Squares Curve-Fitting (LSCF) digunakan untuk menentukan jenis
distribusi yang paling mewakili penyebaran suatu data kerusakan. Untuk mengetahui
apakah pola data pengamatan mengikuti suatu pola data tertentu maka perlu diketahui
nilai index of fit (r) dari masing-masing distribusi kerusakan. Suatu pengamatan dapat
dikatakan mendekati pola data tertentu jika memiliki index of fit terbesar dibandingkan
dengan index of fit distribusi yang lain. Distribusi yang mempunyai nilai index of fit (r)
terbesar akan diuji lagi menurut hipotesa distribusinya dengan goodness of fit untuk
memastikan apakah data tersebut benar-benar sesuai mengikuti pola distribusi tertentu.
Index of fit didapatkan dengan rumus sebagai berikut :
4 . 0
3 . 0
) (
+

=
n
i
t F
i

Dimana : i = data waktu ke-t
n = banyak data kerusakan

1. Distribusi Eksponensial

=


= = = =
= = =
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i
n
i
i i i
al eksponenti
y y n x x n
y x y x n
r
1
2
1
2
1
2
1
2
1 1 1

Dimana:

i i
t x =

=
) ( 1
1
ln ln
i
i
t F
y
41
2. Distribusi Weibull

=


= = = =
= = =
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i
n
i
i i i
weibull
y y n x x n
y x y x n
r
1
2
1
2
1
2
1
2
1 1 1

Dimana:
) ln(
i i
t x =

=
) ( 1
1
ln ln
i
i
t F
y
3. Distribusi Normal

=


= = = =
= = =
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i
n
i
i i i
normal
z z n x x n
z x z x n
r
1
2
1
2
1
2
1
2
1 1 1

Dimana:

i i
t x =
z
i
=
-1
[F(t
i
)] diperoleh dari tabel (z) di lampiran
4. Distribusi Lognormal

=


= = = =
= = =
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i
n
i
i i i
normal
z z n x x n
z x z x n
r
1
2
1
2
1
2
1
2
1 1 1
log

Dimana:
) ln(
i i
t x =
z
i
=
-1
[F(t
i
)] diperoleh dari tabel (z) di lampiran
42

2.10.2 Goodness of Fit dengan Metode Maximum Likelihood Estimator (MLE)
Tahap berikutnya adalah dengan melakukan pengujian distribusi secara khusus
dengan goodness of fit untuk nilai index of fit yang terbesar. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan antara hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H
1
).
Ho : waktu kerusakan berasal dari distribusi tertentu
H
1
: waktu kerusakan tidak berasal dari distribusi tertentu.
Statistik ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritik yang diperoleh dari tabel.
Secara umum, apabila pengujian statistik ini berada di luar nilai krit ik, maka Ho
diterima. Sebaliknya, maka H
1
yang diterima.
Ada dua jenis goodness-of-fit test yaitu uji umum (general tests) dan uji khusus
(spesific tests). Uji umum dapat digunakan untuk menguji beberapa distribusi,
sedangkan uji khusus masing-masing hanya dapat menguji satu jenis distribusi. Tentu
saja uji khusus lebih akurat dalam menolak suatu distribusi yang tidak sesuai
dibandingkan dengan uji umum.
Uji umum yaitu uji Chi-square sedangkan untuk penelitian yang dilakukan akan
menggunakan uji khusus yang lebih powerful dibandingkan dengan uji umum (Ebeling,
1997, p392). Adapun uji khusus yang akan dipakai terdiri dari Mann's Test untuk
distribusi Weibull, Bartlett's Test untuk distribusi eksponensial, serta Kolmogorov-
Smirnov Test untuk distribusi normal dan lognormal.
1. Bartletts Test untuk Distribusi Eksponensial
Menurut Ebeling, (1997, p399) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :
H
0
: Data kerusakan berdistribusi Eksponential
H
1
: Data kerusakan tidak berdistribusi Eksponential
43

Uji statistiknya adalah:

6r
1) (r
1
lnt
r
1
t
r
1
ln 2r
B
r
1 i
i
r
1 i
i
+
+

=

= =


Dimana:
t
i
= data waktu kerusakan ke-i
r = jumlah kerusakan
B = nilai uji statistik untuk uji Bartletts Test
H
0
diterima jika B jatuh dibawah wilayah kritis :
2
1 ,
2
2
1 ,
2
1

< <
r r
X B X



2. Manns Test untuk Distribusi Weibull
Menurut Ebeling, (1997, p400) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah:
H
0
: Data kerusakan berdistribusi Weibull
H
1
: Data kerusakan tidak berdistribusi Weibull
Uji statistiknya adalah :

( )
( )

=
+

+ =
+


=
1
1
1
2
1
1 1
1
1
ln ln
ln ln
k
i
i
i i
r
k i
i
i i
M
t t
k
M
t t
k
M
M
i
= Z
i+1
- Z
i

44
Z
i
=


25 . 0
5 . 0
1 ln ln
n
i

Dimana:
t
i
= data waktu kerusakan yang ke-i
X
i
= ln(t
i
)
r,n = banyaknya data
M
i
= nilai pendekatan Mann untuk data ke-i
M
,k1,k2
= nilai M
tabel
untuk distribusi Weibull lihat distribusi F,
dengan v
1
= k
1
dan v
2
= k
2

k
1
= r/2
k
2
= (r-1)/2 bil. bulat terbesar yang lebih kecil dari (r/2)
H
0
diterima jika M
hitung
jatuh dibawah wilayah kritis :
M
hitung
< M
tabel (,k1,k2)


3. Kolmogorov-Smirnov untuk Distribusi Normal dan Lognormal
Menurut Ebeling,(1997, p402) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :
H
0
: Data kerusakan berdistribusi Normal atau Lognormal
H
1
: Data kerusakan tidak berdistribusi Normal dan Lognormal
Uji statistiknya adalah: D
n
= max{D
1
,D
2
}
Dimana:


=

n
i
s
t t
D
i
n i
1
max
1
1


=

s
t t
n
i
D
i
n i 1
2
max
45

=
=
n
i
i
n
t
t
1
ln
dan
1
) (ln
1
2
2

=

=
n
t t
s
n
i
i

Dimana:
t
i
= data waktu kerusakan ke-i
t = rata-rata data waktu kerusakan
s = standar deviasi
n = banyaknya data kerusakan
Jika D
n
< D
kritis
maka terima H
0
. Nilai D
krit is
diperoleh dari table critical value for
Kolmogorov-Smirnov test for normality

2.10.3 Penentuan Parameter dengan LSCF dan MLE
Setelah distribusi dari masing-masing data kerusakan dan perbaikan
teridentifikasi, maka selanjutnya adalah mencari parameter dari masing-masing
distribusi untuk dijadikan variabel dalam menghitung nilai dari MTTF dan MTTR.
Untuk mendapatkan parameter dapat dilakukan dua cara, yaitu dengan parameter index
of fit dengan metode LSCF atau dengan menggunakan parameter dari goodness of fit
dengan metode MLE.

2.10.3.1 Penentuan Parameter dengan LSCF
1. Distribusi Eksponensial (Ebeling, 1997, p364)
Gradien :

=
=
=
n
i
i
n
i
i i
x
y x
b
1
2
1
; Intersep : x b y a =
46
Parameter : = b
2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p368)
Gradien :


= =
= = =

=
n
i
n
i
i i
n
i
n
i
i
n
i
i i i
x x n
y x y x n
b
1
2
1
2
1 1 1

Intersep : x b y a =
Parameter : = b dan =

b
a
e
3. Distribusi Normal (Ebeling, 1997, p370)
Gradien : b =


= =
= = =

n
1 i
2
n
1 i
i
2
i
n
1 i
n
1 i
i
n
1 i
i i i
x x n
z x z x n

Intersep : x b y a =
Parameter : =
b
1
dan =

b
a

4. Distribusi Lognormal (Ebeling, 1997, p371)
Gradien : b =


= =
= = =

n
1 i
2
n
1 i
i
2
i
n
1 i
n
1 i
i
n
1 i
i i i
x x n
z x z x n

Intersep : x b y a =
Parameter : s =
b
1
dan t
med
= e
-sa


47
2.10.3.2 Penentuan Parameter dengan MLE
1. Distribusi Eksponensial (Ebeling, 1997, p376)
Parameter : =
T
r
=

=
n
i
i
t
r
1

Dimana: t
i
= waktu kegagalan
2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p377)
Parameter : = yang didapat dari least square fit.
= ( )

/ 1
1

=
r
i
s i
t r n t
r

Dimana:
t
i
= waktu kegagalan
t
s
=

II tipe data untuk t


I tipe data untuk t
lengkap data untuk
r
*
1

r = n = jumlah kegagalan
3. Distribusi Normal (Ebeling, 1997, p378)
Parameter : = x = t
=
2

Dimana:
t
i
= waktu kegagalan
s
2
=
( )
1
1
2

=
n
t t
n
i
i


2
=
( )
n
s n
2
1

48
4. Distribusi Lognormal (Ebeling, 1997, p378)
Parameter : =

=
n
i
i
n
t
1
ln


med
t

e
s =
2
s
Dimana:
t
i
= waktu kegagalan
n = jumlah kegagalan

2
s =
n
t
n
i
i


1
2
) (ln


2.11 Mean Time to Failure (MTTF)
Mean Time To Failure (MTTF) adalah nilai rata-rata selang waktu kerusakan
atau nilai yang diharapkan (expected value) dari suatu distribusi kerusakan (Ebeling,
1997, p26). MTTF didefinisikan dengan persamaan:
MTTF = E(T) = ( )dt t tf

0

Berikut ini adalah perhitungan MTTF untuk masing - masing distribusi :
1. Distribusi Eksponential
MTTF =

1

2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p59)
MTTF =

1
1 .
49
Nilai

1
1 didapat dari tabel fungsi Gamma (lihat di lampiran)
3. Distribusi Normal
MTTF =
4. Distribusi Lognormal
MTTF =
2
2
.
s
med
e t


2.12 Mean Time to Repair (MTTR)
Mean Time to Repair (MTTR) merupakan waktu rata-rata dari interval waktu
untuk melakukan perbaikan yang dibutuhkan oleh suatu komponen atau sistem. Untuk
dapat menentukan MTTR maka terlebih dahulu harus diketahui dulu jenis distribusi dari
datanya. Menurut Ebeling (1997, p192), MTTR diperoleh dengan rumus :
MTTR = ( )


=
0 0
) ( 1 ) ( dt t H dt t th dimana,
h(t) = fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan (TTR)
H(t) = fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan (TTR)
Berikut ini adalah perhitungan nilai MTTR untuk masingmasing distribusi
adalah :
1. Distribusi Weibull
MTTR =

1
1 .
Nilai

1
1 didapat dari tabel fungsi Gamma (lihat di lampiran)
50
2. Distribusi Eksponential
MTTR =

1

3. Distribusi Normal dan Lognormal
MTTR =
2
2
.
s
med
e t

2.13 Reliabilitas dengan Preventive Maintenance
Peningkatan keandalan dapat ditempuh dengan cara perawatan pencegahan.
Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh wear out dan menunjukkan hasil
yang signifikan terhadap umur mesin. Model keandalan berikut ini mengasumsikan
sistem kembali ke kondisi baru setelah mengalami perawatan pencegahan. Keandalan
pada saat t dinyatakan sebagai berikut (Ebeling, 197, p204) :
R
m
(t) = R(t) untuk 0 t < T
R
m
(t) = R(T)
n
.R(t-T) untuk T t < 2T
Secara umum persamaannya adalah :
R
m
(t) = R(T)
n
.R(t-nT) untuk nT t < (n+1)T dan n = 1,2,3,..dst
Dimana:
T = interval waktu pemeliharaan (penggantian pencegahan atau
service)
n = jumlah pemeliharaan yang dilakukan sampai kurun waktu t
( ) t Rm = probabilitas keandalan setelah diterapkannya usulan preventive
maintenance
( ) t R = keandalan pada kondisi berjalan (saat ini)
51
( )
n
T R = probabilitas keandalan dengan n kali preventive maintenance
( ) nT t R = probabilitas keandalan untuk waktu (t-nT) dari tindakan
preventive maintenance yang terakhir

Untuk komponen yang memiliki laju kerusakan yang konstan : R(t) = e
t
maka
dapat menggunakan persamaan dibawah ini :
R
m
(t) = ( )
( ) nT t t n t
e e


R
m
(t) =
nt t nt
e e e




R
m
(t) = e
t

R
m
(t) = R(t)
Berdasarkan rumus di atas, ini membuktikan bahwa jika pola kerusakan
berdistribusi eksponensial atau memiliki laju kerusakan konstan, bila dilakukan
preventive maintenance tidak akan memberikan dampak apapun. Hal ini disebabkan
karena tidak terjadinya peningkatan reliability seperti yang diharapkan, karena R
m
(t) =
R(t).
Untuk komponen yang memiliki distribusi lognormal maka dapat menggunakan
persamaan dibawah ini :

=
med
t
t
R ln
s
1
- 1 (T)

n
med
t
t
s
R

= ln
1
1 (T)
n


=
med
t
nt t
R ln
s
1
- 1 nT) - (t
52

Untuk komponen yang memiliki distribusi normal maka dapat menggunakan
persamaan dibawah ini :

- 1 (T)
t
R
R(T)
n
=
n
t

1
R(t-nT) =

) (
1
nT t


Sedangkan untuk komponen yang memiliki distribusi weibull maka dapat
menggunakan persamaan dibawah ini :
R
m
(t) =

exp

exp
nT t T
n untuk nT t < (n+1)T

Untuk masing-masing distribusi yang ingin diukur peningkatan reliability nya,
dapat menggunakan persamaan berikut :
Peningkatan Reliability =
R(t)
R(t) - Rm(t)
x 100%

2.14 Perhitungan Biaya Failure dan Biaya Preventive
Failure cost (biaya kerusakan) merupakan biaya yang timbul karena terjadi
kerusakan di luar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi terhenti waktu produksi
sedang berjalan. Preventive cost (biaya perawatan) merupakan biaya yang timbul karena
53
adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan. Perhitungan biaya satu siklus
failure dan satu siklus preventive dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
Cf = biaya satu siklus failure
= ((biaya tenaga kerja/jam + biaya kehilangan produksi) Tf) + harga
komponen
Cp = biaya satu siklus preventive
= (biaya tenaga kerja/jam Tp) + harga komponen
Dimana : Tf = waktu standar perbaikan failure
Tp = waktu standar perbaikan preventive
Untuk menghitung total biaya saat failure dan preventive, rumus yang digunakan
adalah (Anggono, 2005, p65) :
Failure Cost
tf
Cf
tf Tc = ) (
Dimana: Cf = biaya failure
tf = nilai MTTF
Preventive Cost
) 1 (
) 1 (
) (
R tf R tp
R Cf R Cp
tp Tc
+
+
=
Dimana: Cp = biaya preventive
Cf = biaya failure
tp = interval waktu preventive
tf = nilai MTTF
R = nilai reliability saat R(tp)
54

2.15 Penghematan Biaya
Penghematan biaya (cost saving) terjadi jika selisih antara total failure cost
dengan total preventive cost bernilai positif. Persentasi penghematan biaya dirumuskan
sebagai berikut:
Penghematan biaya = total failure cost - total preventive cost x 100%
total failure cost

Jika penghematan biaya bernilai positif (+) dan persentasi penghematan biaya
cukup besar (sebanding dengan nilai investasi pemeliharaan), maka preventive
maintenance sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sedangkan apabila penghematan biaya
bernilai negatif (-) dan persentasi penghematan yang terjadi sangat kecil (tidak
sebanding dengan nilai investasi pemeliharaan), maka preventive maintenance tidak
layak untuk dilakukan.

2.16 Sistem Informasi
2.16.1 Pengertian Sistem
Menurut OBrien (2005, p29), sistem adalah sekelompok komponen yang saling
berhubungan, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input
serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur. Sistem semacam ini,
kadang disebut sebagai sistem dinamis, memiliki tiga komponen atau fungsi dasar yang
berinteraksi, yaitu :
Input, melibatkan penangkapan dan perakitan berbagai elemen yang memasuki
sistem untuk diproses. Contohnya, bahan baku mentah, energi, data, dan usaha
manusia harus terjamin dan diatur untuk pemrosesan.
55
Pemrosesan, melibatkan proses transformasi yang mengubah input menjadi
output. Contohnya adalah proses manufaktur, proses bernafasnya manusia, atau
perhitungan matematika.
Output, melibatkan perpindahan elemen yang telah diproduksi oleh proses
transformasi ke tujuan akhirnya. Contohnya, barang jadi, layanan oleh manusia,
dan informasi manajemen harus dipindahkan ke pemakai akhirnya.
Konsep sistem akan makin berguna dengan memasukkan dua komponen
tambahan, yaitu :
Umpan balik (feedback), adalah data mengenai kinerja sistem. Contohnya, data
mengenai kinerja penjualan adalah umpan balik bagi manajer penjualan.
Pengendalian, melibatkan pengawasan dan pengevaluasian umpan balik untuk
menetapkan apakah sistem bergerak menuju pencapaian tujuan atau tidak. Fungsi
pengendalian kemudian akan membuat penyesuaian yang dibutuhkan atas
komponen input pemrosesan sistem, untuk memastikan bahwa sistem tersebut
menghasilkan output yang sesuai. Contohnya, seorang manajer penjualan
menjalankan pengendalian ketika menugaskan kembali seorang tenaga penjualan
ke wilayah penjualan yang baru, setelah mengevaluasi umpan balik mengenai
kinerja penjualan mereka.

2.16.2 Pengertian Data dan Informasi
Menurut OBrien (2005, p38), kata data adalah bentuk jamak dari datum. Data
adalah fakta-fakta atau observasi mentah mengenai fenomena fisik atau transaksi bisnis.
Atau lebih khususnya lagi, data adalah ukuran objektif dari atribut (karakteristik) dari
56
entitas seperti orang-orang, tempat, benda, atau kejadian. Contohnya data penjualan
mobil. Informasi adalah data yang telah diproses dan ditempatkan dalam konteks yang
berarti dan berguna untuk pemakai akhir. Jika dikaitkan dengan konteks sistem, dengan
kata lain, data merupakan input yang kemudian diolah atau mengalami pemrosesan
sehingga menghasilkan suatu output yaitu informasi, yang disajikan dalam bentuk-
bentuk yang mudah dimengerti oleh pemakai akhir.

2.16.3 Pengertian Sistem Informasi
Dalam bukunya, OBrien (2005, p5) mengatakan bahwa sistem informasi
merupakan kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan
komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan
informasi dalam sebuah organisasi. Orang-orang bergantung pada sistem informasi
untuk berkomunikasi antara satu sama lain dengan menggunakan berbagai jenis alat fisik
(hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi (software), saluran komunikasi
(jaringan), data yang disimpan (sumber daya data).

2.17 Jenis-jenis Sistem Informasi
Secara konsep, aplikasi sistem informasi yang diimplementasikan dalam dunia
bisni saat ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara. Contohnya, beberapa jenis
sistem informasi dapat diklasifikasikan sebagai sistem informasi operasi dan sistem
informasi manajemen. OBrien (2005, p15).



57
2.17.1 Sistem Pendukung Operasi
Sistem informasi selalu dibutuhkan untuk memproses data yang dihasilkan, dan
digunakan dalam operasi bisnis. Sistem pendukung operasi menghasilkan berbagai
produk informasi yang dapat digunakan oleh para manajer. Peran dari sistem pendukung
operasi perusahaan bisnis adalah untuk secara efisien memproses transaksi bisnis,
mengendalikan proses industrial, mendukung komunikasi dan kerja sama perusahaan,
serta memperbarui database perusahaan (OBrien, 2005, p16).
Sistem pemrosesan transaksi, mencatat serta memproses data yang dihasilkan
dari transaksi bisnis, memperbarui database operasional, dan menghasilkan
dokumen bisnis. Contoh : pemrosesan penjualan dan persediaan, serta sistem
akuntansi.
Pemrosesan transaksi dilakukan dengan dua cara dasar, yaitu pemrosesan batch
dan pemrosesan real-time (atau online). Dalam pemrosesan batch, data transaksi
dikumpulkan selama suatu periode waktu dan diproses secara periodik. Dalam
pemrosesan real-time (online), data diproses segera setelah suatu transaksi
terjadi.
Sistem pengendalian proses, mengawasi dan mengendalikan berbagai proses
industrial. Contoh: penyulingan minyak, produksi tenaga listrik, dan sistem
produksi baja.
Sistem kerja sama perusahaan, mendukung komunikasi dan produktivitas tim,
kelompok kerja dan perusahaan. Meliputi aplikasi yang kadang kala disebut
sebagai sistem otomatisasi kantor. Contoh : e-mail, forum bincang, dan sistem
kelompok konferensi video.
58

2.17.2 Sistem Pendukung Manajemen
Sistem informasi manajemen merupakan aplikasi sistem informasi yang berfokus
pada penyediaan informasi dan dukungan untuk pengambilan keputusan yang efektif
oleh para manajer serta praktisi bisnis. Berdasarkan konsep, beberapa jenis utama sistem
informasi mendukung berbagai tanggung jawab pengambilan keputusan : sistem
informasi manajemen, sistem pendukung keputusan, dan sistem informasi eksekutif
(OBrien, 2005, p18).
Sistem informasi manajemen (management information systemMIS),
memberikan informasi dalam bentuk laporan yang telah ditentukan sebelumnya
dan tampilan pada para manajer untuk mendukung pengambilan keputusan
bisnis. Contoh : analisis penjualan, kinerja produksi, dan sistem pelaporan tren
biaya.
Sistem pendukung keputusan (decisions support systemDSS), memberikan
dukungan interaktif khusus (komputer langsung) untuk proses pengambilan
keputusan para manajer dan praktisi bisnis lainnya. Contoh : penetapan harga
produk, perkiraan tingkat laba, dan sistem analisis resiko.
Sistem informasi eksekutif (executive information systemEIS), memberikan
informasi penting dari SIM, DSS, dan berbagai sumber lainnya baik internal
maupun eksternal, yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan informasi para
eksekutif dalam tampilan yang mudah digunakan. Contoh : sistem untuk akses
yang mudah dalam menganalisis kinerja bisnis, tindakan para pesaing, dan
perkembangan ekonomi untuk mendukung perencanaan strategis.
59

2.17.3 Klasifikasi Sistem Informasi Lainnya
OBrien (2005, p19), membuat beberapa kategori sistem informasi lainnya yang
dapat mendukung baik aplikasi operasi maupun manajemen :
Sistem pakar, sistem berbasis pengetahuan yang menyediakan saran pakar untuk
tugas-tugas dasar operasi dan bertindak sebagai konsultan pakar bagi para
pemakai. Contoh : penasihat aplikasi kredit, pengawasan proses, dan sistem
pemeliharaan diagnosis.
Sistem manajemen pengetahuan, sistem informasi berbasis pengetahuan yang
mendukung pembentukan, pengaturan, dan penyebaran pengetahuan bisnis
dalam perusahaan (para pegawai dan seluruh manajer). Contoh : akses intranet
ke praktik-praktik bisnis terbaik, strategi proposal penjualan, dan sistem pemecah
masalah pelanggan.
Sistem informasi strategis, menerapkan teknologi informasi untuk mendukung
operasi dan proses manajemen yang memberi perusahaan produk, layanan, dan
kemampuan strategis sebagai keunggulan kompetitif. Contoh : perdagangan
saham online, penelusuran pengiriman, dan sistem web e-commerce.
Sistem bisnis fungsional, mendukung berbagai aplikasi operasional dan
manajerial atas berbagai fungsi bisnis perusahaan. Contoh : sistem informasi
yang mendukung aplikasi akuntansi, keuangan, pemasaran, manajemen operasi,
dan manajemen sumber daya manusia.


60
2.18 Fungsi Sistem Informasi
Menurut OBrien (2005, p26), manajemen sistem informasi dan teknologi yang
berhasil menyajikan berbagai tantangan besar bagi para manajer bisnis dan praktisi
bisnis. Jadi, fungsi sistem informasi mewakili :
Area fungsional utama dari bisnis yang penting dalam keberhasilan bisnis,
seperti fungsi akuntansi, keuangan, manajemen operasional, pemasaran, dan
manajemen sumber daya manusia.
Kontributor penting dalam efisiensi operasional, produktivitas dan moral
pegawai, serta layanan dan kepuasan pelanggan.
Sumber utama informasi dan dukungan yang dibutuhkan untuk menyebarluaskan
pengambilan keputusan yang efektif oleh para manajer dan praktisi bisnis.
Bahan yang sangat penting dalam mengembangkan produk dan jasa yang
kompetitif, yang memberikan organisasi kelebihan strategis dalam pasar global.
Peluang berkarier yang dinamis, memuaskan, serta menantang bagi jutaan pria
dan wanita.
Komponen penting dari sumber daya, infrastruktur, dan kemampuan perusahaan
bisnis yang mmembentuk jaringan.

2.19 Model Sistem Informasi
Dalam bukunya, OBrien (2005, p34) menjelaskan model sistem informasi yang
menunjukkan kerangka kerak konsep dasar untuk berbagai komponen dan aktivitas
sistem informasi. Sistem informasi bergantung pada sumber daya manusia (pemakai
kahir dan pakar SI), hardware (mesin dan media), software (program dan prosedur), data
61
(dasar data dan pengetahuan), serta jaringan (media komunikasi dan dukungan jaringan)
untuk melakukan input, pemrosesan, output, penyimpanan, dan aktivitas pengendalian
yang mengubah sumber daya data menjadi produk informasi.
Model sistem informasi ini memperlihatkan hubungan antar komponen dan
aktivitas sistem informasi. Model tersebut memberikan kerangka kerja yang
menenkankan pada empat konsep utama yang dapat diaplikasikan ke semua jenis sistem
informasi.
Manusia, hardware, software, data, dan jaringan adalah lima sumber daya dasar
sistem informasi.
Sumber daya manusia meliputi pemakai akhir dan pakar SI, sumber daya
hardware terdiri dari mesin dan media, sumber daya software meliputi baik
program maupun prosedur, sumber daya data dapat meliputi dasar data dan
pengetahuan, serta sumber daya jaringan yang meliputi media komunikasi dan
jaringan.
Sumber daya data diubah melalui aktivitas pemrosesan informasi menjadi
berbagai produk informasi bagi pemakai akhir.
Pemrosesan informasi terdiri dari aktivitas input utama dalam sistem,
pemrosesan, output, penyimpanan, dan pengendalian.

Komponen Sistem Informasi
OBrien (2005, p34) membuat model sistem informasi. Model ini menunjukkan
bahwa sistem informasi terdiri dari lima sumber daya dasar yaitu, manusia, hardware,
62
software, data, dan jaringan. Berikut ini yang termasuk dalam sumber daya sistem
informasi dan produknya :
Sumber daya manusia. Manusia dibutuhkan untuk pengoperasian semua sistem
informasi. Sumber daya manusia ini meliputi pemakai akhir dan pakar SI.
1. Pemakai akhir (juga disebuat sebagai pemakai atau klien) adalah orang-orang
yang menggunakan sistem informasi atau informasi yang dihasilkan sistem
tersebut. Contoh : pelanggan, tenaga penjualan, teknisi, staf administrasi,
akuntan, para manajer, dan sebagainya.
2. Pakar SI adalah orang-orang yang mengembangkan dan mengoperasikan
sistem informasi. Contoh : sistem analis, pembuat software, operator sistem,
personeltingkat manajerial, teknis dan staf administrasi lainnya.
Sumber daya hardware. Meliputi semua peralatan dan bahan fisik yang
digunakan dalam pemrosesan informasi.
1. Mesin, seperti komputer, monitor video, disk drive magnetis, printer,
pemindai optikal, dan perlengkapan lainnya.
2. Media, yaitu objek berwujud tempat data dicatat seperti floppy disk magnetic
tape, disk optikal, kartu plastik, serta formulir kertas.
Contoh sumber daya hardware dalam sistem informasi berbasis komputer
adalah:
1. Sistem komputer, yang terdiri dari unit pemrosesan pusat yang berisi
pemroses mikro, dan berbagai peralatan periferal yang saling berhubungan.
Contohnya sistem komputer palmtop, laptop, atau desktop, sistem komputer
berskala menengah, dan sistem komputer mainframe besar.
63
2. Periferal komputer, yang berupa peralatan seperti keyboard atau mouse
elektronik untuk input data dan perintah, layar video atau printer untuk
output informasi, dan disk magnetis atau optikal untuk menyimpan sumber
daya data.
Sumber daya software. Meliputi semua rangkaian perintah pemrosesan
informasi.
1. Program, rangkaian perintah operasi seperti program sistem operasi, program
spreadsheets, program word processing, dan program penggajian.
2. prosedur, rangkaian perintah pemrosesan informasi seperti prosedur entri
data, prosedur untuk memperbaiki kesalahan, dan prodesur pendistribusian
cek gaji.
Contoh sumber daya software :
1. Software sistem, seperti program sistem operasi yang mengendalikan serta
mendukung operasi sistem komputer.
2. Software aplikasi, yang memprogram pemrosesan langsung bagi penggunaan
tertentu computer oleh pemakai akhir. Contohnya program analisis penjualan,
program penggajian, dan program pengolah kata (word processing)
3. Prosedur, yang mengoperasikan perintah bagi orang-orang yang akan
menggunakan sistem informasi. Contohnya adalah perintah utnuk mengisi
formulir kertas atau menggunakan software.
Sumber daya data. Data lebih daripada hanya bahan baku mentah sistem
informasi. Sumber daya data harus dikelola secara efektif agar dapat membari
manfaat para pemakai akhir dalam sebuah organisasi.
64
Data dapat berupa banyak bentuk, termasuk data alfanumerik tradisional yang
terdiri dari angka dan huruf serta karakter lainnya yang menjelaskan transaksi
bisnis dan kegiatan serta entitas lainnya. Data teks terdiri dari kalimat dan
paragraf yang digunakan dalam menulis komunikasi. Data gambar seperti bentuk
grafik dan angka, seta gambar video grafis. Data audio seperti suara manusia dan
suara-suara lainnya.
Sumber daya sistem informasi umumnya diatur, disimpan, dan diakses oleh
berbagai teknologi pengelolaan sumber daya data ke dalam :
1. Database yang menyimpan data yang telah diproses dan diatur.
2. Dasar pengetahuan yang menyimpan pengetahuan dalam berbagai
bentuknya, seperti fakta, peraturan, dan contoh kasus mengenai praktik bisnis
yang berhasil baik.
Contoh sumber daya data yaitu deskripsi produk, catatan pelanggan, file
kepegawaian, database persediaan.
Sumber daya jaringan. Konsep sumber daya jaringan menekankan bahwa
teknologi komunikasi dan jaringan adalah komponen sumber daya dasar dari
semua sistem informasi. Sumber daya jaringan meliputi :
1. Media komunikasi, contohnya meliputi kabel twisted-pair, kabel tembaga,
dan kabel optikal fiber; serta teknologi gelombang mikro, selular, dan satelit
yang nirkabel.
2. Dukungan jaringan, kategori umum ini menenkankan bahwa banyak
hardware, software, dan teknologi data dibutuhkan untuk mendukung operasi
dan penggunaan jaringan komunikasi. Contohnya meliputi pemroses
65
komunikasi seperti modem dan prosesor antarjaringan, serta software
pengendali, seperti software sistem operasi jaringan dan penjelajah internet.

2.19.2 Aktivitas Sistem Informasi
Aktivitas pemrosesan informasi dasar (atau pemrosesan data) terjadi dalam
sistem informasi (OBrien, 2002, p39). Aktivitas dasar sistem informasi terdiri dari :
Input. Sumber daya data mengenai transaksi bisnis dan kegiatan lainnya harus
ditangkap dan disiapkan untuk pemrosesan melalui aktivitas input. Input
biasanya berbentuk aktivitas entri data seperti pencatatan dan pengeditan.
Contohnya, data mengenai transaksi penjualan dapat dicatat dalam dokumen
sumber seperti formulir pesanan penjualan dari kertas, dan sebagainya.
Pemrosesan. Aktivitas mengatur, menganalisis, dan memanipulasi data, hingga
mengubahnya ke dalam informasi bagi para pemakai akhir. Data biasanya
tergantung pada aktivitas pemrosesan seperti penghitungan, perbandingan,
pemilahan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran. Contohnya, menghitung
pembayaran karyawan, pajak, dan potongan gaji lainnya.
Output. Informasi dalam berbagai bentuk dikirim ke pemakai akhir dan
disediakan untuk mereka dalam aktivitas output. Tujuan dari sistem informasi
adalah untuk menghasilkan produk informasi yang tepat bagi para pemakai akhir.
Produk informasi meliputi pesan, laporan, formulir, dan gambar grafis, yang
dapat disediakan melalui tampilan video, respon audio, produk kertas, dan
multimedia. Contohnya, menghasilkan laporan dan tampilan mengenai kinerja
66
perusahaan, seorang manajer penjualan menerima cetakan dari hasil penjualan
bulanan.
Penyimpanan. Merupakan komponen sistem dasar sistem informasi.
Penyimpanan adalah aktivitas sistem informasi tempat data dan informasi
disimpan secara teratur untuk digunakan kemudian. Contohnya, memelihara
catatan mengenai pelanggan, karyawan, dan produk. Data yang disimpan
biasanya diatur dalam berbagai elemen data dan database.
Pengendalian. Sistem informasi harus menghasilkan umpan balik mengenai
aktivitas input, pemrosesan, output, dan penyimpanan. Umpan balik ini harus
diawasi dan dievaluasi untuk menetapkan apakah sistem dapat memenuhi standar
kinerja yang telah ditetapkan. Kemudian, aktivitas sistem yang tepat harus
disesuaikan agar produk informasi yang tepat dihasilkan bagi para pemakai
akhir. Contoh, menghasilkan sinyal yang dapat didengar untuk menunjukkan
entri yang tepat atas data penjualan.

2.20 Analisa dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek
Object Oriented Analysis and Design (OOA&D) atau analisa dan perancangan
berorientasi objek merupakan suatu kumpulan alat dan teknik untuk mengembangkan
suatu sistem yang akan menggunakan teknologi objek untuk membangun sebuah sistem
dan perangkat lunaknya (Whitten et al., 2004, p31).
Menurut Mathiassen et al.(2000, p5) OOA&D memiliki keuntungan sebagai
berikut :
1. OOA&D menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem.
67
2. Tidak hanya dapat menangani data yang seragam dalam jumlah besar, namun
juga dapat mendistribusikan data khusus ke seluruh bagian organisasi. Dengan
berfokus pada kejelasan yang sama, baik pada sistem dan konteks.
3. Hubungan yang erat antar analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi
objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Dalam kegiatan analisa, objek digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem
dan dalam perancangan, objek digunakan untuk mendeskripsikan sistem.
Disamping memiliki beberapa keuntungan, OOA&D juga memiliki sejumlah
kelemahan seperti yang dijabarkan oleh McLeod (2001, p615) yaitu :
1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.
Ada 3(tiga) konsep atau teknik dasar dalam analisis dan desain berorientasi objek
yaitu :
1. Encapsulation
Menurut Whitten et al. (2004, p432) encapsulation merupakan pembungkusan
sejumlah item menjadi sebuah unit. Secara sederhana, encapsulation atau
pemodulan dalam pemrograman berorientasi objek mempunyai arti yaitu
pengelompokan data dan fungsi (method). Atau dengan kata lain dapat diartikan
sebagai sebuah objek yang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan
informasi penting (information hiding) dan tidak dapat diakses oleh objek lain
yang tidak memiliki hak akses dalam objek itu.
2. Inheritance
68
Adalah konsep dimana methods atau atribut dari sebuah class objek dapat
diturunkan atau digunakan kembali oleh class objek lain (Whitten et al., 2004,
p434). Secara sederhana berarti menciptakan suatu class baru yang memiliki
sifat-sifat class induknya (parent), ditambah dengan karakteristik yang khas dari
kelas itu sendiri (child).
3. Polymorphism
Merupakan konsep dimana sebuah objek dapat memiliki berbagai bentuk, artinya
objek yang berbeda dapat menanggapi sebuah pesan dengan berbagai cara yang
berbeda (Whitten et al., 2004, p438). Polymorphism adalah hasil konkret bahwa
objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat
menggunakan atribut dan operasi yang sama.
2.20.1 Metode (Method)
Dalam bukunya, Mathiassen et al. (2000, p4) menjelaskan metode Object
Oriented Analysis & Design (OOA&D) menggunakan object dan class sebagai konsep
kunci dan dibuat berdasarkan 4 prinsip dasar untuk perancangan dan analisis, yaitu :
model konteks sistem, menekankan pertimbangan arsitektural, reuse pattern yang
menandakan ide perancangan yang kuat, dan menyesuaikan metode untuk setiap situasi
pengembangan.
Konteks sistem dapat ditinjau dari dua perspektif yang saling melengkapi yaitu:
sistem memodelkan sesuatu (problem domain) dan dioperasikan oleh user (application
domain), lihat gambar 2.2 Problem domain adalah bagian dari konteks yang
dilaksanakan, dipantau, atau diatur oleh sistem. Application domain adalah organisasi
yang melaksanakan, memantau, atau mengatur problem domain.
69

Gambar 2.3 Konteks sistem
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p7)

Problem domain menjelaskan tujuan sistem, sebaiknya sistem membantu
melaksanakan, memantau, atau mengatur. Application domain merupakan bagian dari
organisasi user. Keberhasilan atau kegagalan sistem bergantung pada bagaimana
baiknya sistem menghubungkan problem domain dan application domain bersama
dalam penggunaan keseluruhan. Contoh, sistem penggajian, problem domain terdiri dari
karyawan, kontrak, dan jadwal kerja. Sedangkan application domain nya kantor
personalia.

2.20.2 Object dan Class
Objek adalah suatu entitas yang memiliki identitas, state, dan behavior. Selama
analisis, objek digunakan untuk mengatur pengertian tentang konteks sistem. Selama
perancangan, objek digunakan untuk memahami dan menjelaskan sistem itu sendiri.
Pada analisis, objek merupakan sebuah abstraksi dari kejadian dalam konteks sistem,
contohnya seorang pelanggan, pelanggan sebagai entitas tunggal yang memiliki
identitas, state, dan behavior khusus. Pada perancangan, objek merupakan bagian dari
User
System
Application domain
Problem domain
70
sistem. Contohnya entitas pelanggan akan mewakili bagian dari sejarah seseorang dan
state dalam sistem dan membuat operasi untuk objek sistem lainnya.
Class adalah deskripsi kumpulan objek yang memiliki struktur, behavioral
pattern, dan atribut yang bersamaan. Contohnya, class sistem pelanggan dapat berisi
objek pelanggan khusus, seperti orangtua atau tetangga user, tetapi dalam class yang
sama juga berisi banyak pelanggan lain, yang masing-masing memiliki identitas, state,
dan behavior yang berbeda. Class berguna untuk memahami dan menjelaskan objek
(Mathiassen et al., 2000, p4).

2.21 Aktivitas OOA&D
Ada 4 perspektif dalam OOA&D yaitu, pertama, sistem yang pertama kali
dimengerti dari sebuah informasi: sistem harus memberikan model problem domain yag
bermanfaat. Kedua, sistem dimengerti dari sudut pandang user: sistem harus
diintegrasikan dalam application domain. Ketiga, perspektif arsitektural: sistem harus
berjalan pada technical platform khusus. Keempat, sistem sebaiknya dimengerti sebagai
keseluruhan: sistem harus menjadi unit yang berfungsi baik. Namun setidaknya ada 2 hal
penting didalamnya yaitu (Mathiassen et al., 2000, p135):
1. OOA&D adalah metode untuk menganalisa dan merancang sistem.
Jika diperlukan, metode yang ada harus dilengkapi dengan teori dan metode yang
berkaitan dengan perancangan dari pengaturan dan proses kerja.
2. OOA&D adalah metode object-oriented.
Jika penting, metode harus dilengkapi dengan metode pengembangan sistem
lainnya yang mendukung fokus yang lebih kuat pada penggunaan analisis dan
perancangan
71
Gambar 2.3 menunjukkan empat aktivitas utama dalam OOA&D yang mencakup
empat perspektif diatas. Analisis dan perancangan selalu berulang, pertimbangan
didasarkan pada satu perspektif untuk menghasilkan perspektif baru berdasarkan atas
perspektif lainnya. Empat aktivitas ini relatif penting dan bertukar urutan dari proyek ke
proyek.

Gambar 2.4 Aktivitas OOA&D
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p15)


2.22 System Definition
System definition adalah uraian ringkas dari suatu sistem yang terkomputerisasi
yang dinyatakan dalam bahasa alami. System definition ini menggambarkan properti
72
dasar untuk pengembangan dan penggunaan sistem. Juga menjelaskan sistem dalam
konteks, informasi apa yang seharusnya ada, fungsi apa yang harus tersedia, dimana
akan digunakan, dan kondisi serta batasan yang perlu diperhatikan. System definition
dilakukan sebelum memulai analisis dalam aktivitas OOA&D, yaitu dengan
mengumpulkan ide-ide yang akan dikembangkan berdasarkan pemahaman terhadap
informasi permasalahan apa yang sedang dihadapi, solusi yang mungkin diterapkan, dan
sebagainya (Mathiassen et al., 2000, p24).

2.22.1 Rich picture
Situasi yang terjadi pada user pastinya sangat banyak dan belimpah. Untuk
mengerti situasi yang rumit ini sebaiknya menggunakan rich picture. Rich picture
adalah gambaran tak resmi yang mewakili pemahaman ilustrator tentang situasi. Dengan
rich picture kita dapat menerangkan situasi penting user, memudahkan pembahasan, dan
mendapatkan pandangan tentang situasi dengan cepat. Gambar 2.4 menunjukkan contoh
rich picture. Rich picture menjelaskan proses penting dan entitas yang terkait (seperti
orang, organisasi, objek, tempat) dengan menggunakan simbol-simbol.

2.22.2 FACTOR Criterion
Standar FACTOR terdiri dari enam elemen:
Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas application domain
Application domain : organisasi yang melaksanakan, memonitor, atau mengatur
problem domain
Conditions : dengan kondisi seperti apa sistem akan dikembangkan dan
digunakan
73
Technology : semua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan
menjalankan sistem
Objects : objek utama dalam problem domain
Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya
dengan konteks sistem
Standar FACTOR dapat digunakan dalam dua cara. Pertama, dapat digunakan
untuk mendukung pengembangan system definition, mempertimbangkan dengan teliti
bagaimana setiap elemen kriteria dapat diformulasikan. Kedua, mendefinisikan dengan
menjelaskan sistem dan kemudian menggunakan kriteria untuk melihat bagaimana
system definition memenuhi enam faktor.
2.23 Problem-Domain Analysis
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat model problem
domain. Problem domain adalah bagian dari konteks yang dilaksanakan, dipantau, atau
diatur oleh sistem. Model adalah sebuah deskripsi dari class, objek, struktur, dan
behavior dalam problem domain. Ada 3 aktivitas dalam memodelkan problem domain
yang ditunjukkan pada gambar 2.4 (Mathiassen et al., 2000, p46).

Gambar 2.5 Aktivitas problem-domain analysis
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p46)
System
Definition
Classes
Behaviour
Structure Model
74

2.23.1 Class
Pemilihan class merupakan kunci utama dalam membuat problem domain. Pada
umumnya yang dilakukan adalah mencari semua kata benda sebanyak mungkin yang
terdapat pada rich picture, system definition atau problem domain description. Menurut
Mathiassen et al. (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya sederhana dan mudah
dimengerti, berasal dari dalam problem domain, dan menunjukkan satu kesatuan. Event
juga merupakan bagian penting dalam problem domain, yaitu kata kerja yang berkaitan
dengan behaviour dari object yang telah terpilih. Jika daftar class dan event telah
lengkap, maka dievaluasi secara sistematik. Memilih class dan event mana yang
informasinya akan dipelihara sistem. Class adalah deskripsi dari kumpulan object yang
mempunyai struktur, behavioral pattern, dan atribut yang sama. Object yang telah
dikelompokkan merupakan kandidat class. Dari kandidat tersebut tentukan class.
Penggunaan nama class sebaiknya sederhana dan mudah dimengerti, berasal dari dalam
problem domain, dan menunjukkan satu kesatuan. Kemudian kandidat event yang telah
dicatat sebelumnya, dipilih.
Membuat class berarti mendefinisikan dan membatasi problem domain. Aktivitas
class menghasilkan event table. Bagian horisontal berisi class yang dipilih, bagian
vertikal berisi event yang dipilih. Tanda (*) mengindikasikan bahwa object dari class
terlibat dalam event tertentu.




75

Tabel 2.4 Event table
Classes
Events Customer Assistant Apprentice Appointment Plan
Reserved * * * *
Cancelled * * *
Treated * *
Employed * *
Resigned * *
Graduated *
Agreed * * *

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p50)

2.23.2 Structure
Tujuannya adalah untuk menjelaskan hubungan struktural antara class dan object
dalam problem domain. Masing-masing class yang berkaitan dihubungkan, dan
menghasilkan class diagram (Mathiassen et al., 2000, p69). Konsep struktur terbagi
menjadi 2(dua), yaitu:
1. Class Structure
Struktur class adalah hubungan antara class dalam problem domain yang bersifat
statis. Ada dua jenis struktur class yaitu: generalisasi dan cluster.
Struktur generalisasi
76
Generalisasi adalah class umum (super class) menggambarkan properti
umum dari grup class yang dispesialisasikan (subclass). Struktur generalisasi
adalah hubungan antara dua atau lebih class khusus dan class umum. Dalam
hubungan generalisasi, super class menurunkan semua properti umum yang
dimiliki kedalam sub class (Mathiassen et al., 2000, p73).
Struktur cluster
Cluster adalah kumpulan class yang saling berhubungan. Struktur cluster
mengumpulkan beberapa class dalam sebuah class diagram dibawah satu
konsep keseluruhan (Mathiassen et al., 2000, p75).
2. Object Structure
Struktur object adalah hubungan antara object dalam problem domain yang
bersifat dinamis. Struktur object digambarkan dalam bentuk class diagram
sebagai hubungan terstruktur antara dua atau lebih class. Struktur ini
menjelaskan tingkat class, dengan diberikan properti beragam yang menentukan
bahwa beberapa object dari class yang berhubungan dapat tersambung
(Mathiassen et al., 2000, p75). Ada dua tipe struktur object yaitu:
Struktur agregasi, adalah hubungan antara dua atau lebih object. Struktur ini
mendeskripsikan hubungan antar object yang sangat dasar dan definitif.
Hubungan ini sifatnya kuat, kernanya bila hubungan antar object ini berubah
atau diubah, maka defini object juga berubah (Mathiassen et al. 2000, p76).
Struktur asosiasi, adalah hubungan antar object yang sifatnya tidak kuat, oleh
karenanya apabila terjadi perubahan antar object, maka definisi object
77
ataupun status dari object tersebut tidak berubah. (Mathiassen et al. 2000,
p77).

2.23.3 Behavior
Tujuannya adalah untuk membuat model dari perubahan yang terjadi pada
problem domain. Behavior sebuah object dapat didefinisikan oleh sebuah event trace
yang menunjukkan urutan kejadian dalam suatu kurun waktu. Behavioral pattern
merupakan deskripsi daftar kemungkinan event trace yang terjadi pada semua object di
dalam class. Behavioral pattern menjelaskan perilaku (behavior) umum semua object
yang ada dalam satu class. Atribut adalah deskripsi properti dari sebuah class atau event.
Spesifikasi atribut adalah bagian dari pendefinisian class dan didasarkan pada
pemahaman terhadap behavior sebuah object. Dalam aktivitas ini, pada class diagram
ditambahkan deskripsi behavioral pattern dan atribut dari setiap class dan digambarkan
dalam bentuk statechart diagram (Mathiassen et al., 2000, p90).

2.24 Application-Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p116), analisis ini bertujuan untuk menentukan
kebutuhan sistem. Application domain adalah organisasi yang melaksanakan, memantau,
atau mengatur problem domain. Kebutuhan adalah behavior sistem yang terlihat. Ada 3
aktivitas utama dalam analisis application-domain yaitu, usage, function, dan interface,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 dibawah ini.

78

Gambar 2.6 Aktivitas application-domain analysis
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p117)

2.24.1 Usage
Bagian ini bertujuan untuk menentukan bagaimana actor berinteraksi dengan
sistem, yang digambarkan melalui use case diagram. Actor adalah sebuah abstraksi dari
user atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem target. Use case adalah suatu
rangkaian aksi yang dilakukan sistem untuk menanggapi actor yang berinterksi
dengannya. Kegiatan analisis usage dirangkum menjadi sebuah tabel yang
mendefinisikan actor dan use case, disebut juga actor table (Mathiassen et al., 2000,
p120).
Tabel 2.5 Actor table
Use case
Actor
Account owner Creditor Administrator Liquidity monitor
Payment * *
Cash withdrawl *
Money transfer * * *
System Definition
and Model
Usage
Interface
Function
Requirements
79
Tabel 2.5 Actor Table (Lanjutan)
Use case
Actor
Account owner Creditor Administrator Liquidity monitor
Account information * * *
Credit information * *
Registration *
Monitoring *
Error correction *

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p121)

2.24.2 Function
Function adalah fasilitas untuk membuat model bagi actor. Function
menentukan kemampuan pemrosesan sistem informasi (Mathiassen et al., 2005, p137).
Sistem target terdiri dari model (M), function (F), dan interface (I). Konteks
sistem terdiri dari application domain (AD) dan problem domain (PD). Mathiassen et al.
(2000, p138), membuat klasifikasi function berdasarkan interaksi antara komponen dan
konteks sistem, dan menjelaskan awal dimana function dieksekusi dan dimana function
berdampak:
Update, diaktivkan oleh event dari problem domain dan hasil perubahan dari
state model, gambar 2.6 (a).
Signal, diaktivkan oleh perubahan dalam state model dan hasil dalam reaksi
konteks; reaksi ini dapat ditampilkan bagi actor dalam application domain,
gambar 2.6 (b).
80
Read, diaktivkan oleh kebutuhan informasi dari tugas actor dan hasil dalam
sistem menampilkan bagian model yang relevan, gambar 2.6 (c).
Compute, diaktivkan oleh kebutuhan informasi dari tugas actor dan terdiri dari
perhitungan yang meliputi penyediaan informasi oleh actor atau model; hasilnya
adalah tampilan dari hasil perhitungan, gambar 2.6 (d).

Gambar 2.7 Tipe function
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p140)

Hasil dari aktivitas ini adalah function list, yang berisi daftar function dari use
case dengan spesifikasi tipe function dan tingkat kerumitannya.

2.24.3 Interface
Interface merupakan komponen yang menjembatani interaksi actor dengan
sistem. Ada dua jenis interface, yaitu user interface dan system interface. User interface
adalah interface untuk user, sedangkan system interface adalah interface untuk sistem
*
Effect of processing
Initiative
Update
I F M
AD
PD *
*
Signal
*
I F M
AD
PD
Compute
*
I F M
AD
PD
Read
*
I F M
AD
PD
(a)
(c)
(b)
(d)
81
lain. Ada beberapa pola untuk user interface yaitu: menu selection, form fill-in,
command language, dan direct manipulation (Mathiassen et al., 2000, p152).
Menurut Shneiderman (1998, p8), ada delapan aturan paling penting dalam
merancang tampilan antarmuka (interface):
Berusaha untuk konsisten
Konsistensi dalam kesamaan terminology dalam menu, tampilan, font, dan help
screen. Konsistensi dalam warna, kapitalisasi dan tampilan adalah penting.
Memungkinkan frequent users menggunakan shortcuts
Setelah para user mulai tanggap dalam mengakses sebuah site, maka user akan
menginginkan shortcut-shortcut yang mempercepat geraknya dalam pengaksesan
site tersebut.
Memberikan umpan balik yang informative
Untuk setiap operator action, diantaranya harus mempunyai sistem feedback.
Untuk setiap tindakan yang sering dan sederhana, maka respon yang diberikan
juga sederhana, tetapi jika tindakan yang jarang dan major actions, maka respon
harus lebih substansial.
Merancang dialog yang memberikan penutupan (keadaan akhir)
Bertujuan membuat seorang user merasa aman dalam melakukan sebuah
tindakan dengan memberikan gambaran hasil akhir dari suatu pilihan, serta
pemberian banyak option kepada user sehingga bisa ikut mempengaruhi hasil
akhir.
Memberikan pencegahan kesalahan dan penanganan kesalahan yang sederhana
82
Suatu site harus dirancang agar kesalahan yang dibuat oleh user dapat ditekan
seminimal mungkin, dan pesan kesalahan yang dimunculkan harus dapat
dimengerti oleh user awam.
Memungkinkan pembalikan aksi yang mudah
Tindakan harus dapat dibalikkan menjadi keadaan sebelumnya, sehingga
membuat user merasa aman karena ia tahu bahwa kesalahan yang dibuat dapat
diperbaiki.
Mendukung pusat kendali internal (internal locus of control)
Membuat user merasa memegang kendali atas site tersebut. Kesulitan user dalam
menavigasi site atau dalam mendapatkan data yang diinginkan akan
menimbulkan rasa tidak puas.
Mengurangi beban ingatan jangka pendek
Manusia hanya dapat mengingat tujuh informasi ditambah atau dikurang dua
informasi pada suatu waktu. Batasan ini berarti suatu situs harus dibuat
sesederhana mungkin sehingga tidak membuat seorang user bingung karena
terlalu banyaknya informasi.







83
2.25 Architectural Design
Analysis
document





Architectural
specification

Gambar 2.8 Aktifitas dalam architectural design
Sumber : Mathiassen et al. (2000, p117)

Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktifitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuan
dari perancangan arsitektur adalah untuk menstruktur sebuah sistem yang
terkomputerisasi. Aktifitas yang dilakukan pada tahap ini terdiri dari 3 aktifitas yang
digambarkan pada gambar 2.7 (Mathiassen et al., 2000, p173).

2.25.1 Criteria
Aktifitas ini mendefinisikan apa saja kondisi dan kriteria yang digunakan pada
rancangan. Kriteria merupakan properti dari arsitektur. Kondisi adalah teknikal,
organisasional, kemampuan manusia dan batas yang terlibat untuk menampilkan suatu
tugas. Tabel dibawah ini menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para


Criteria
Process
architecture
Component
architecture
84
peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah software. Menurut Mathiassen et al.
(2000, p179) dalam OOA&D terdapat tiga kriteria dasar yang harus dimiliki dalam
rancangan yaitu:
Usability, menjelaskan bahwa kualitas sistem yang paling hebat adalah
bergantung pada bagaimana sistem bekerja memenuhi context.
Flexibility, menjelaskan bahwa arsitektur sistem harus mampu mengakomodasi
perubahan secara menyeluruh dan kondisi teknis.
Comprehensibility, menjelaskan bahwa, dengan semakin berkembangnya
kompleksitas dari sistem komputer, model dan deskripsi harus mudah untuk
dimengerti.

2.25.2 Component Architecture
Pada aktifitas ini, Mathiassen et al. (2000, p190) mendefinisikan arsitektur
komponen adalah struktur sistem dari komponen yang saling terkait, sedangkan
komponen merupakan kumpulan dari bagian program yang mencakup keseluruhan
tanggung jawab. Tujuannya adalah untuk menciptakan struktur sistem yang fleksibel.
Pola-pola dari arsitektural komponen antara lain:
Layered architecture pattern, arsitektur ini terdiri dari beberapa komponen yang
dirancang bersusun. Rancangan setiap komponen menjelaskan
tanggungjawabnya. Downward interface menjelaskan operasi apa saja yang
dapat diakses oleh komponen yang ada dibawahnya. Sedangkan upward
interface menjelaskan operasi yang ada tersedia untuk susunan diatasnya.
85
Generic Architecture Pattern, merupakan dekomposisi susunan interface
menjadi dua part yang terpisah, yaitu user interface dan system interface.
Client-Server Architecture Pattern, arsitektur ini dibangun untuk menangani
distribusi sistem diantara beberapa pemroses yang terpisah. Komponennya
adalah sebuah server dan beberapa client.
Pada dasarnya ada dua metode dalam memisahkan komponen client dan server,
yaitu memandang client dan server sebagai subsistem individu dengan model, fungsi,
dan interface masing-masing, atau sebagai susunan yang berbeda dalam sistem tunggal.
Ada lima karakteristik arsitektur komponen dengan distribusi yang berbeda dari dasar
arsitektur (M=model, F=function, dan U=user interface), yaitu:

Tabel 2.6 Bentuk distribusi dalam arsitektur client-server
Client Server Architecture
U U + F + M Distributed presentation
U F + M Local presentation
U + F F + M Distributed functionality
U + F M Centralized data
U + F + M M Distributed data
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p200)

Hasil dari aktifitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan class
diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.

86

2.25.3 Process Architecture
Aktifitas ini bertujuan untuk menjelaskan strukturisasi fisik dari sistem.
Arsitektur proses adalah struktur sistem eksekusi yang terdiri dari proses-proses yang
saling tergantung satu sama lain (Mathiassen et al., 2000, p209). Dalam aktifitas ini juga
perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola distribusi
yang ada antara lain:
Centralized Pattern, menyimpan seluruh data pada server pusat dan client hanya
menangani user interface.
Distributed Pattern, disini semua didistribusikan pada client dan server
diperlukan hanya untuk update model antar client.
Decentralized Pattern, disini clent memiliki datanya sendiri.
Hasil dari aktifitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.

2.26 Component Design

Gambar 2.9 Aktifitas dalam component design
Sumber : Mathiassen et al. (2000, p232)

Design of
Component
connections
Design of
components
Architectural
specifications
Component
specification
87

Komponen adalah sekumpulan bagian-bagian program yang membentuk suatu
keseluruhan dan mempunyai tanggung jawab yang jelas. Tujuan desain komponen
adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan dalam sebuah kerangka
arsitektur. Aktifitas yang dilakukan dalam desain komponen terdiri dari 3 aktifitas
seperti pada gambar 2.8.

2.26.1 Model Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p236), model component adalah bagian dari
sistem yang mengimplementasikan model dari problem domain. Dengan kata lain,
model component merepresentasikan sebuah model dari problem domain yang
bertujuan untuk menyampaikan data pada saat ini atau yang telah lalu kepada function,
interface dan ke pengguna ataupun sistem lain. Dalam aktifitas ini dihasilkan sebuah
class diagram yang telah direvisi (revised class diagram).

2.26.2 Function Component
Function component merupakan bagian dari sistem yang mengimplementasikan
kebutuhan-kebutuhan fungsional. Tujuan dari functional component adalah untuk
memberikan kepada user interface dan komponen dari sistem lain untuk mengakses ke
model. Sebuah function menggambarkan secara eksternal behaviour yang dapat diamati
secara langsung dan mempunyai arti bagi pekerjaan user (Mathiassen et al., 2000, p252).
Hasilnya adalah class diagram dengan operasi dan fungsi-fungsinya. Terdapat empat
pola eksplorasi untuk merancang function component, yaitu model-class placement,
function-class placement, strategy, active function.
88

2.26.3 Connecting Component
Connecting component berguna untuk menghubungkan komponen-komponen
dari sistem. Terdapat dua konsep dalam connecting component (Mathiassen et al., 2000,
p272), yaitu:
Coupling, merupakan ukuran untuk mengukur seberapa dekatnya hubungan
antara dua kelas atau komponen. Coupling bersifat negatif, maka sebaiknya
diminimalisasi.
Cohesion, merupakan ukuran yang mengukur seberapa baik ikatan dari sebuah
class atau komponen. Cohesion bersifat positif, maka penggunaan cohesion
dalam rancangan class atau komponen harus tinggi.

2.27 Unified Modeling Language (UML)
UML atau Unified Modeling Language adalah satu set konvensi pemodelan yang
digunakan untuk menggambarkan atau menspesifikasikan sebuah sistem software dalam
bentuk objekobjek (Whitten et al., 2004, p430). UML bukanlah suatu metode untuk
pengembangan sistem, melainkan hanya notasi yang berisi diagram standard yang
digunakan untuk mengembangkan OOA&D (Object Oriented Analysis and Design).
Diagram diagram yang terdapat pada UML antara lain sebagai berikut :
1. Rich picture
Rich picture berisi sebuah pandangan menyeluruh dari people, object, process,
structure, dan problem dalam system problem dan application domain. People
dapat berupa system developer, user, pelanggan, atau pemain lain. Object dapat
berupa banyak benda seperti mesin, dokumen, lokasi, departemen, dan yang
89
lainnya. Process menguraikan aspek dari sebuah situasi yang berubah, tidak
stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafik, process diilustrasikan
dengan simbol panah. Structure menguraikan aspek dari sebuah situasi yang
terlihat stabil atau sulit untuk diubah. Secara grafik, structure diuraikan dalam
satu dari dua cara: menggambar garis antara elemen-elemen atau menempatkan
elemen-elemen yang berhubungan dalam sebuah figur umum, seperti segi empat
atau lingkaran.

Gambar 2.10 Rich picture
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p28)





90
2. Class Diagram
Diagram ini menampilkan sekumpulan class, interface, dan hubungan di antara
class. Diagram ini dapat digunakan untuk menggambarkan desain statis dari
sistem. Class diagram digunakan untuk mengetahui gambaran proses statis dari
sebuah sistem.


Gambar 2.11 Class diagram




91
Tabel 2.7 Notasi class diagram
++ Operation()
-- Attribute
Class1

Class
Class ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu nama class
dibagian atas, atribut di bagian tengah, serta operasi di
bagian bawah.

Association
Association menggambarkan adanya hubungan antara
dua class atau lebih.
1 1. .*

Multiplicity
Penempatan notasi multiplicity ini dekat akhir dari
asosiasi. Simbol simbol ini mengindikasikan
sejumlah instances dari suatu class yang terhubung ke
satu instances dari class lain.

Generalization
Generalization sering disebut adalah sebuah. Ini
mengacu pada sebuah hubungan antara dua class
dimana satu class merupakan versi khusus dari yang
lain.
1
*

Aggregation
Tipe khusus dari aggregation yang menunjukkan
hubungan yang kuat antara the whole class dan the
part class lainnya.

92
3. Use Case Diagram
Use Case adalah sebuah pola yang menggambarkan hubungan antara actor
dengan sistem di application domain. Actor itu sendiri adalah abstraksi dari user
atau sistem yang lain yang berhubungan langsung dengan sistem. (Mathiassen et
al., 2000, p119). Use case diagram ini berguna untuk mengorganisasi dan
memodel operasi dari sistem.
Setelah pembuatan use case diagram, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
use case specification yang berisi penjelasan dari masing-masing use case.
Penjelasan dari masing-masing use case ditujukan sebagai dokumentasi
mengenai apa yang dapat dilakukan oleh actor terhadap sistem. Sehingga use
case specification dapat dipahami sebagai penggambaran secara rinci dari setiap
use case yang telah digambarkan dalam use case diagram.

Gambar 2.12 Use case diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p129)

93
Tabel 2.8 Notasi use case diagram

System

System Boundary
Adalah suatu batas yang mengelilingi use case yang
menandai adanya sistem itu.
UseCase1

Use Case
Menggambarkan satu set peristiwa yang terjadi ketika
aktor menggunakan suatu sistem untuk melengkapi suatu
proses.
Actor1

Actors
Menggambarkan suatu peran yang berhubungan dengan
sistem atau mewakili suatu peran yang dimainkan oleh
suatu objek diluar.

Relationship
Menggambarkan hubungan antara actor dengan sebuah
use case dengan garis yang sederhana.

4. Statechart Diagram
Diagram ini menampilkan organisasi dari state, yang terdiri dari state,
transistion, event dan activity (Mathiassen et al., 2000, p341). Diagram ini
memfokuskan pada perubahan state dari sebuah class yang dikendalikan oleh
event.
Ada beberapa notasi yang biasa digunakan dalam menggambarkan behavioral
pattern (Mathiassen et al., 2000, p93), yaitu:
94
Sequence. Event terjadi secara berurutan atau satu per satu. Setiap state hanya
ada satu event yang menuju ke state berikutnya (gambar 2.13(a)).
Selection. Hanya ada salah satu dari beberapa event yang terjadi. Semua
kemungkinan event dibuat, sehingga ada beberapa event dalam sebuah state
untuk dipilih yang kemudian akan menuju ke state berikutnya (gambar 2.13(b)).
Iteration. Sebuah event terjadi nol atau lebih (berulang). Sebuah event kembali
menuju ke state awalnya, atau tidak menuju ke state berikutnya. Ada juga iterasi
dimana event nya menuju ke state berikutnya, tetapi dari state tersebut kembali
lagi ke state awal (gambar 2.13(c)).

Gambar 2.13 Statechart diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p90)

amount withdrawn
(date, amount)
account opened
(date)
amount deposited
(date, amount)
Open

account closed
(date)
95

Gambar 2.14 Notasi dalam statechart diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p95)

5. Sequence Diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p266) mengemukakan bahwa sequence
diagram menunjukkan interaksi antar banyak objek. Dengan kasus yang rumit
dimana banyak fungsi yang diimplementasikan oleh sejumlah operasi, diagram
ini dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan interaksi tersebut.
Sequence diagram mendeskripsikan interaksi antar beberapa objek dalam satuan
waktu (Mathiassen et al, 2000, p340).
Sequence
a
T
1
b
T
2
z
Selection Iteration
T
a
a
T
b z
z
T
1
T
2
b
a
a
Event
State
Move to
next state
(b)
(c)
Initial state Final state
(a)
96


Gambar 2.15 Sequence Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p157)

6. Navigation Diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p344) navigation diagram merupakan
statechart diagram khusus yang berfokus pada user interface. Diagram ini
menunjukkan windowwindow serta transisi di antara windowwindow tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki
nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh
ditekannya sebuah tombol yang menghubungkan dua window.




97
Tabel 2.9 Notasi navigation diagram

Window
Adalah representasi dari state. State memiliki
nama dan mengandung icon.

State Transition
Merupakan perpindahan dari 2 window yang
saling berhubungan.


7. Component Diagram
Diagram ini menggambarkan sekumpulan komponen dan hubungan antara
komponen. Komponen adalah bagian fisik dari sebuah sistem yang dapat
digantikan dan ditempatkan yang menyediakan dan menyesuaikan realisasi dari
sekumpulan interface.

Gambar 2.16 Component diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)

98
8. Deployment diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram mendeskripsikan
konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan
processor tersebut. Diagram ini menunjukkan sekumpulan node dan
hubungannya. Deployment diagram ini dapat digunakan untuk modeling
embedded system, modeling client / server sistem, modeling sistem terdistribusi.
Node adalah elemen fisik yang muncul pada saat run time dan mewakili sumber
daya yang bersifat komputer, pada umumnya adalah memory dan kemampuan
proses.

Gambar 2.17 Deployment diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)




99

Tabel 2.10 Notasi deployment diagram
Node1

Processor
Processor adalah sebuah unit yang dapat
membentuk proses.


Interface
Sebuah interface menggambarkan sebuah grup
dari operasi yang digunakan atau dibuat oleh
komponen.


Program Component
Program component adalah komponen yang
koheren yang menawarkan fasilitas fasilitas
tertentu bagi komponen lain dan dicirikan oleh
sebuah interface yang dibuat dari class dan
operation yang diimplementasikan oleh
komponen tersebut.


Dependency
Suatu hubungan antara dua elemen yang
mengindikasikan bahwa perubahan kepada
sumber elemen dapat menyebabkan perubahan
dalam target elemen.

Anda mungkin juga menyukai