Anda di halaman 1dari 6

Alwan Sri Kustono

Pengaruh Ukuran, Devidend Payout, Risiko Spesifik, dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur Studi Empiris Bursa Efek Jakarta 20022006
Alwan Sri Kustono Universitas Jember

Abstract: The study examines the association of income smoothing with factors as: size, growth, dividend payout ratio, and firm specific risk. Income smoothing is important because manager can make economic performance information hidden. Income smoothing use of basic accounting principles such as revenue recognition and matching. It tends to dampen the fluctuations in an entitys underlying cash flows to generate a number that we believe is more useful to investors (for assessing economic performance and predicting future cash flows) than current-period operating cash flows. Data include 35 Indonesian manufacturing companies that taken from directory of capital market. There is four hypothesis that analyzed by using a multiple regression technique. The first, second, third, forth hypothesis assumed firm size, dividend payout ratio, firm specific-risk, and growth of firm influenced income smoothing. The results showed only growth of firm that influenced the income smoothing practical. Instead, the others factor havent influenced it. Keywords: firm size, dividend payout ratio, firm specific-risk, growth of firm, income smoothing

Laporan keuangan digunakan sebagai instrumen pertanggungjawaban agen kepada prinsipal atas penggunaan sumber daya prinsipal dan informasi kuantitatif umtuk pengambilan keputusan investasi (SFAC). Perspektif teori agensi menjelaskan bahwa alat keuangan digunakan oleh prinsipal untuk memonitor agennya. Kinerja agen dinilai dengan menggunakan laporan keuangan tersebut. Jika bonus dan reward hanya didasarkan atas kinerja keuangan jangka pendek yang digambarkan dalam laporan keuangan, maka seringkali menstimulasi manajer untuk melakukan tindakan penyimpangan berupa penyembunyian prestasi yang kurang baik. Moral hazard tersebut seringkali dilakukan manajemen dalam bentuk perataan laba (income smoothing). Tindakan perataan laba merugikan calon investor karena memberikan informasi yang bias yang

Alamat Korespondensi: Alwan Sri Kustono, Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl. Langsep Raya No. 79 Patrang Jember Telp. (0331) 428127
200

dapat menyebabkan keputusan investasinya menjadi keliru. Selain itu tindakan manajer tersebut didorong oleh perhatian investor yang sering kali terpusat hanya pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Beattie, et al., 1994). Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan adanya tindakan perataan laba yang dilakukan oleh manajer untuk menghindari peningkatan kerugian atau penurunan laba Perataan laba menjadi penting karena laba dan arus kas merupakan prediktor yang baik untuk arus kas di masa depan (Supriyadi, 1998). Jika terjadi perataan laba, maka informasi yang disediakan menjadi tidak relevan lagi sebagai alat pengambilan keputusan. Menurut Hendrikson dan Breda (1992), perataan laba lebih bersifat menutupi informasi yang sebenarnya harus diungkapkan. Variabilitas aktivitas perusahaan berusaha untuk disembunyikan dan diperhalus, sehingga informasi yang disajikannya pun tidak mengungkapkan yang sebenarnya terjadi. Adanya perataan laba memperlihatkan bahwa manajer

JURNAL EKONOMI Nama Orang BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 200 3 | NOPEMBER 2009

Pengaruh Ukuran, Devidend Payout, Risiko Spesifik, dan Pertumbuhan Perusahaan

berusaha untuk menyembunyikan informasi ekonomis perusahaan kepada stakeholder. Perataan laba dilakukan oleh manajemen karena adanya motivasi untuk menyenangkan pemegang saham . Perusahaan yang tidak melakukan perataan laba akan menyajikan informasi yang memuat signal-signal prosperitas keuangan yang sangat likuid (Ali, 1994). Penelitian ini dimotivasi oleh hasil penelitian Yurianto (2000) yang menyatakan banyak manajer yang melakukan praktik perataan laba. Padahal, mengutip pendapat Hendrikson (1992), praktik perataan laba merupakan upaya penyembunyian informasi. Penelitian mengenai perataan laba yang dilakukan oleh Assih (1998) menemukan bahwa untuk perusahaan-perusahaan perata laba, return unexpected returns di sekitar tanggal pengumuman laba adalah signifikan, sementara yang non-perata laba, unexpected returns-nya tidak signifikan. Secara implisit, hal ini menunjukkan kandungan informasi laba antara perusahaan perata laba dengan yang nonperata laba adalah tidak sama. Laporan keuangan perusahaan yang melakukan perataan laba, kandungan informasinya tidak ada, sedangkan pada perusahaan non perata laba terdapat kandungan informasi laba. Penelitian lain juga menunjukkan adanya penyembunyian informasi, diantaranya Kaznik (1999) yang berhasil menunjukkan bahwa perataan laba lebih dimaksudkan untuk menyesuaikan laba perusahaannya dengan laba yang diramalkan sebelumnya. Lebih dari sekedar motif penyembunyian informasi, penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba. Penelitian Ilmainir (1993), Zuhroh (1997), dan Makaryanawati (2002) menunjukkan adanya praktik perataan laba di Bursa Efek Indonesia. Makaryanawati mengindikasikan adanya pengaruh ukuran perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba. Menurutnya perusahaan yang lebih besar cenderung melakukannya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Beberapa penelitian menunjukkan simpulan yang saling berlawanan. Salah satu kemungkinan adalah perbedaan dalam pengukuran indeks perataan laba, klasifikasi sampel dan lingkungan yang berbeda. Hasil ini memberikan bukti-bukti empiris tambahan berkaitan dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perataan laba.
ISSN: 0853-7283

Konsep perataan laba terkait erat dengan konsep manajemen laba. Manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan generally accepted accounting principles, untuk mengarah pada suatu tingkat yang diharapkan atas laba yang disajikan (Davidson, et al., 1987 dalam Beattie, et al., 1994). Sementara definisi dari perataan laba sendiri masih menjadi perdebatan panjang. Schipper (1989) menyebutkan bahwa yang dapat disebut sebagai perataan laba adalah suatu intervensi pada proses pelaporan keuangan dengan tujuan memperlihatkan pemerolehan beberapa private gain (berlawanan dengan yang seharusnya: netralitas proses pelaporan). Perataan laba terjadi ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan. Judgement tersebut menyilapkan beberapa stakeholders mengenai kondisi performa ekonomis perusahaan atau mempengaruhi keluaran-keluaran kontraktual yang tergantung atas angka-angka akuntansi yang dilaporkan Penelitian-penelitian perataan laba mengindikasi bahwa struktur aliran laba dapat mempengaruhi stabilitas posisi manajer dalam suatu perusahaan. Posisi ini mendeterminasi kesejahteraan dan keamanan kerja pribadi manajer. Dengan demikian, manajemen suatu perusahaan termotivasi untuk melakukan perataan laba sebagai metoda untuk meningkatkan kesejahteraan, baik bagi pemegang saham maupun bagi manajemen itu sendiri. Penelitian yang menghubungkan perataan laba dengan kinerja saham di pasar modal Indonesia dilakukan antara lain oleh Assih dan Gudono (2000), Samlawi dan Sudibyo (2000). Assih dan Gudono (2000) menguji perbedaan return dan risiko perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan praktik perataan laba. Sementara Samlawi dan Sudibyo (2000) menemukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan mendorong terjadinya perataan laba. Beberapa studi memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan perataan laba. Sementara Cahan (1992) dan Key (1997) menemukan kecenderungan adanya hubungan antara ukuran perusahaan dan perataan laba. Michelson, et al. (1995) menyatakan bahwa perusahaan besar mempunyai insentif lebih besar untuk meratakan laba
201

Alwan Sri Kustono

dari pada perusahaan kecil. Yurianto (2000) dengan analisis unvariate menunjukkan dukungan terhadap pernyataan tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh ukuran terhadap perataan laba. Studi variabel ukuran perusahaan terhadap perataan laba yang dilakukan di Indonesia gagal menunjukkan adanya hubungan di antara keduanya. Ilmainir (1993) menggunakan penjualan, Zuhroh (1996) serta Jin S.L. dan Machfoedz (1997) menggunakan total aktiva untuk proksi ukuran perusahaan menunjukkan tidak diketemukannyan bukti bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi tindakan melakukan perataan laba. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ashari, dkk. (1994) yang juga gagal menunjukkan adanya hubungan antara ukuran perusahaan dengan pemilihan untuk melakukan perataan laba. Ukuran aktiva merupakan proksi yang paling tepat untuk mengukur ukuran perusahaan. Skinner (1993) menunjukkan bahwa kebijakan pilihan prosedur akuntansi dipengaruhi oleh pertumbuhan. Perusahaan yang pertumbuhannya rendah akan menggunakan kontrak kompensasi dan utangnya berdasarkan akuntansi, dan bahwa kontrak tersebut mempengaruhi secara signifikan pilihan prosedur akuntansi. Gaver dan Gaver (1993) menemukan bukti bahwa perusahaan yang pertumbuhannya tinggi cenderung mempunyai financial leverage yang lebih rendah. Key (1997) menyatakan bahwa perusahaan yang besar akan menanggung biaya politis yang besar pula, sehingga perlu untuk menurunkan laba pada saat publikasi laporan keuangan. Pengujian mengenai variabel risiko perusahaan dilakukan oleh Michelson, et al. (1995). Ia menyimpulkan bahwa risiko perusahaan perata laba dan non perata laba didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa salah satu alasan perataan laba adalah untuk mengurangi risiko sesungguhnya atau persepsi risiko atas perusahaan. Kim, et al. (1993) menyatakan bahwa finacial leverage merupakan proksi yang tepat untuk mengukur risiko perusahaan dan variabel ini menunjukkan kondisi ketidakpastian yang ex-ante. Financial leverage menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya membayar utang dengan ekuitas yang ada, tetapi arah hubungan tersebut tidak begitu jelas. Agak berbeda, Naim dan Hartono (1996) dan Hartono dan Naim

(1997) berpendapat bahwa ukuran perusahaan akan berhubungan positif dengan risiko. Studi yang dilakukan Gaver dan Gaver (1993) menyimpulkan bahwa risiko perusahaan mungkin ditunjukkan dengan peningkatan risiko keuangan (leverage) sehingga diekspektasikan bahwa perusahaan dengan risiko operasional yang rendah biasanya mempunyai leverage yang tinggi. leverage berhubungan dengan permintaan terhadap data laporan keuangan yang lebih kredibel. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Selain menguji variabel ukuran, dan devidend payout, penelitian ini juga memasukkan variabel independen risiko perusahaan, dan pertumbuhan. Dengan berbasis pada teori agensi, variabel independen tersebut diduga mempengaruhi tindakan manajemen dalam memilih suatu metoda atau praktik akuntansi tertentu. Dengan demikian, penelitian ini merumuskan masalahnya sebagai berikut: pertama, Apakah ukuran perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba; kedua, apakah Dividend payout perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba; ketiga apakah risiko spesifik perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba; dan keempat, apakah pertumbuhan perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba.

METODA
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kategori perusahaan yakni melakukan praktik perataan modal atau non-perata modal. Untuk mengetahuinya dapat digunakan metoda Imhoff yang mengidentifikasi perata dan non-perata laba dengan meregres laba dan penjualan terhadap waktu. R2 hasil dari regresi tersebut menunjukkan variabilitas laba. Selain itu dilakukan juga regresi laba terhadap penjualan. Perusahaan dikategorikan sebagai perata laba, jika (1) hubungan antara penjualan dan laba lemah, dan (2) variabilitas penjualan tinggi Eckel (1981) mengusulkan ukuran yang dianggap lebih baik dari pada yang dikemukan oleh Imhoff. Eckel mengemukakan suatu ukuran yang disebut sebagai Indeks Eckel, di mana: Indeks perataan laba =[ (CV1/CVS)] I = perubahan laba dalam satu periode S = perubahan penjualan dalam satu periode

202

JURNAL EKONOMI Nama Orang BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 3 | NOPEMBER 2009

Pengaruh Ukuran, Devidend Payout, Risiko Spesifik, dan Pertumbuhan Perusahaan

CVj = koefisien variasi untuk variabel j (deviasi standar j dibagi dengan mean) Perusahaan yang mempunyai nilai absolut indeks kurang dari satu dikategorikan sebagai perusahaan yang melakukan praktik perataan laba, sedangkan perusahaan yang mempunyai indeks sama dengan atau lebih dari 1 termasuk perusahaan non perata laba. Untuk mendapatkan simpulan yang kuat bahwa perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan perata laba, maka selain indeksnya harus lebih dari satu, perusahaan juga harus secara konsisten (minimal tiga periode) melakukan praktik perataan laba. Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini, adalah: Hipotesis 1: Ukuran perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba, Hipotesis 2: Devidend payout perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba, Hipotesis 3: Risiko spesifik perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba, Hipotesis 4: Pertumbuhan perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, maka dalam penelitian ini terdapat 6 (enam) buah variabel independen yang meliputi ukuran perusahaan yang diproksikan dengan nilai logaritma dari aktiva perusahaan (LASSET), risiko perusahaan yang diproksikan, ex ante, financial leverage, yang diukur dengan rasio antara total hutang dibagi dengan total ekuitas (RISK), devidend payout (DPO), pertumbuhan perusahaan diproksi dengan pertumbuhan aktiva (TUM). Kallapur dan Trombley (1999) mengajukan pendekatan untuk mengukur nilai pertumbuhan perusahaan dengan pendekatan aktiva yakni dengan formula: (TAt- TAt-1) TAt-1 Pengujian asumsi klasik yang digunakan meliputi normalitas sebaran data, multikolinier dan autokorelasi. Uji normalitas dimaksudkan untuk pertimbangan memilih alat uji statistik yang paling tepat digunakan. Meskipun sampel lebih dari 30 (n besar), tetapi untuk memastikan apakah sampel diambil dari populasi yang terdistribusi normal perlu dilakukan pengujian normalitas sebaran. Pengujian tersebut menggunakan uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan keseluruhan data variabel independen memenuhi asumsi normalitas
ISSN: 0853-7283

(logasset p= 0,29; tumbuh p= 0,062; DPO=0,83; dan Risiko p=0,83). Pengujian dengan Durbin-Watson untuk uji autokorelasi menujukkan skor D=2.5. Dengan p=0.05 dan independen variabel sebanyak 5 buah variabel, secara eksplisit ini menyiratkan adanya autokorelasi posistif antar variabel. Namun demikian, angka tersebut tidak menyimpang terlalu jauh dari DU sehingga dapat diabaikan. Hasil pengujian kolinieritas menunjukkan bahwa skor tolerence dan VIF antara risiko yang diproksi dengan financial leverege mempunyai korelasi berganda dengan asset. Ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang erat antara risiko dan asset. Studi ini mengabaikan hubungan kolinieritas diantara kedua variabel tersebut. Pengujian linieritas sangat penting karena digunakan menghindarkan specification error. Pengujian linieritas menggunakan uji Ramsey. Asumsi yang digunakan adalah bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linier. Hasil pengujian menunjukkan skor Fstatistik 6,68. Ftabel untuk (4,35) adalah 5,75. Karena Fstatistik lebih besar dibanding Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa spesifikasi model adalah benar linier

HASIL
Tabel 1 merepresentasi statistik desktiptif masingmasing variabel independen penelitian. Statistik deskriptif menunjukkan gambaran umum kecenderungan sampel yang diobservasi. Jumlah sampel yang diperoleh dengan metoda purposive sampling untuk masing-masing kategori variabel independen mencapai 35 sampel perusahaan manufaktur. Keseluruhan hipotesis diuji dengan menggunakan multiple regression dengan basis model multiplikatif sebagai berikut: Kategori = 0 + 1LASSET+ 2 RISK + 3DPO + 4 TUM + e LASSET = Logaritma aktiva perusahaan RISK = Risiko perusahaan yang diproksikan, ex ante, financial leverage, yang diukur dengan rasio antara total hutang dibagi dengan total ekuitas DPO = Devidend payout ratio

203

Alwan Sri Kustono

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Variabel Pertumbuhan Risiko Log Asset DPO

Mean .41 .41 5.41 40.02

Std Dev .33 .21 .65 15.87

Valid Minimum Maximum -.0400 .9530 .08 .84 4.3388 7.0076 8.14 90.47
t-value -.267 1.910 -1.078 1.059 1.294 P .7916 .0472 .2908 .2995 .2072

Tabel 2. Hasil Linier Regresi Variabel Kooefisien DPO -0.01300 TUMBUH .436738 LOGASSET -.466433 FINRISK 1.398660 (Constant) 2.475851
Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error = = = = .32462, .16876, .06152, .39678

Standard error .004867 .228613 .432547 1.321310 1.913965

TUM

= Pertumbuhan perusahaan, diproxikan dengan pertumbuhan aktiva, yakni {(Total aktiba tahun X- total aktiva tahun X-1) : total aktiva tahun X-1}

Hasil pengujian yang ditampilkan dalam Tabel 2 menunjukan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan mempengaruhi praktik perataan laba didukung pada signifikansi 0.05 (t=1.910, p=.0472). Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang tumbuh berusaha mengurangi risiko tak terduga dengan melakukan praktik perataan laba. Hipotesis satu yang menyatakan ukuran perusahaan mempengaruhi pilihan terhadap praktik perataan laba gagal didukung. Demikian pula dengan hipotesis dua dan empat yang menyatakan bahwa deviden pay out dan struktur kepemilikan mempengaruhi praktik perataan laba gagal didukung.

Devidend pay-out ratio terbukti tidak mempengaruhi praktik perataan laba. Hal ini mungkin dikarenakan kebijakan deviden pay-out merupakan keputusan rapat umum pemegang saham (principal) yang belum tentu dapat dideteksi oleh manajemen. Variabel ukuran asset terbukti tidak mempengaruhi praktik perataan laba. Hal ini dikarenakan bahwa semakin besar perusahaan maka kecenderungannya pengontrolan atau pun audit dilakukan secara ketat dan kompeten. Sehingga ini menghindarkan dari kecenderungan untuk melakukan manipulasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menginvestigasi pengaruh faktorfaktor ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, devidend payout ratio, struktur kepemilikan, dan pemerintah terhadap praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan. Dengan menggunakan model regresi, studi ini berhasil menemukan adanya pengaruh pertumbuhan terhadap praktik perataan laba. Temuan ini konsisten dengan argumen berikut ini. Pertama, perusahaan yang tumbuh akan mendapatkan perhatian dari masyarakat sehingga untuk meminimalkan risiko eksternal, perusahaan melakukan perataan laba sehingga tidak begitu mencolok. Kedua, perusahaan yang pertumbuhannya tinggi akan menggunakan kontrak kompensasi dan utangnya berdasarkan akuntansi, dan untuk mengurangi risiko fluktuasi laba yang

PEMBAHASAN
Pertumbuhan perusahaan yang diproksi dengan delta asset tahun t minus tahun t-1 mempengaruhi praktik perataan laba. Hasil ini mengindikasi bahwa pada pengelola perusahaan (manajemen) merasa perlu untuk melakukan paralelisasi antara pertumbuhan dengan laba. Argumennya adalah bahwa perlakuan semacam itu akan menghindarkan manajemen dari tuntutan negatif pihak prinsipal.
204

JURNAL EKONOMI Nama Orang BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 3 | NOPEMBER 2009

Pengaruh Ukuran, Devidend Payout, Risiko Spesifik, dan Pertumbuhan Perusahaan

tak terkendalikan di masa depan maka perusahaan melakukan praktik perataan. Hasil ini mendukung pernyataan Key (1997) tentang adanya hubungan antara pertumbuhan dengan perataan laba. Temuan lainnya konsisten dengan penelitianpenelitian terdahulu. Ukuran perusahaan terbukti tidak mempengaruhi praktik perataan laba. Hasil ini senada dengan simpulan yang diungkapkan oleh Ilmainir (1993), Zuhroh (1992), Jin S.L dan Machfoedz (1997). Devidend payout ratio juga tidak mempengaruhi praktik perataan laba. Temuan ini senanda dengan hasil studi Jin S.L dan Machfoedz (1997), Hermawan (1997), dan Yurianto (2000). Penelitian ini memberikan kontribusi untuk literatur akuntansi. Pertama, ini mengenalkan faktor pertumbuhan sebagai salah satu faktor yang mendukung pilihan praktik akuntansi. Kedua, menunjukkan kegagalan teori agensi dalam menjelaskan praktik perataan laba. Temuan-temuan penelitian ini juga penting bagi investor sebelum mengambil keputusan investasi. Bagaimana pun, investor harus menyadari bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan mungkin masih perlu penelahaan yang mendalam sehingga informasi yang dieprolehnya benar-benar jujur. Kelemahan studi ini terutama berkaitan dengan jumlah sampel yang sedikit. Selain itu juga pembatasan pada salah satu kategori industri akan menyebabkan kelemahan ketika digeneralisasi atau diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang lain. Pengujian hubungan antara variabel independen tidak dapat dikontrol karena secara inherent laporan keuangan berasal dari proses yang sama. Ini menyebabkan adanya multikolinieritas yang tidak dapat dihindarkan.

DAFTAR RUJUKAN
Ali, A. 1994. The Incremental Information Contente of Earning, Working Capital from Operation, and Cash Flows, Journal of Accounting Research, Vol 32, No. 1. Assih, P., dan Gudono. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi laba Perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3 No.1, Januari 2000.

Beattie, V., S. Brown, D.Ewers, B. John, S. Manso, D. Thomas, and M. Turner. 1994. Extraordinary Items and Income Smoothing: A Positive Accounting Approach, Journal of Business Finance & Accounting, September. Cahan, S.F. 1992. The Effect of Antitrust Investigations on Discretionary Accruals: A Refined Test of Political Cost Hypothesis, The Accounting Review, Vol. 67. Eckel, N. 1981. The Income Smoothing Hipothesis Revisited, Abacus, Vol. 17, No. 1. Gaver, J.J., and Keneth, M.G. 1993. Additional Evidence on The Association between the Investment Opportunity Set and Corporate Financing Dividend, and Compensation Policies, Journal of Accounting and Economics, Vol. 16. Hendriksen, E.S., and Michael, F., Van Breda. 1992. Accounting Theory, 5th edition, Homewood: Irwin Inc. Hermawan. 1998. Analisa Faktor-faktor yang Berasosiasi dengan Perilaku Income Smoothing oleh Perusahaan Publik yang terdaftar di BEJ (19911995), Tesis, UGM, Yogyakarta. Ilmainir. 1993. Perataan laba dan Faktor-faktor Pendorongnya pada Perusahaan Publik di Indonesia, Tesis, UGM, Yogyakarta. Kallapur, S., dan Mark, A.T. 1999. The Association Between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth, Journal of Business & Accounting. Kaznik, R. 1999. On the Association Between Voluntary Disclosure and Earnings Management, Journal of Accounting Research. Key, K.G. 1997. Political Cost Incentives for Earning Management in The Cables Television Industry, Journal of Accounting & Economics, Vol. 23 No. 3. Miechelson, S.E., James-Wagner, and Charles, W.W. 1995. A Market Based Analysis of Income Smoothing, Journal of Business Finance & Accounting, Vol 22, No. 8. Skinner, D.J.1993. The Investment Opportunity Set and Accounting Procedures Choice, Journal of Accounting and Economics, Vol 16. Supriyadi. 1998. The Association between Accounting Information and Future Cash Flows: An Indonesian Case Study, Dissertation, University of Kentucky. Yurianto, P.S. 2000. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Berbagai Pasar Modal Utama Asean, Tesis, UGM, Yogyakarta. Zuhroh, D. 1996. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Tindakan. Perataan Laba pada Perusahaan Go Public di Indonesia, Tesis, UGM, Yogyakarta.

ISSN: 0853-7283

205

Anda mungkin juga menyukai