Anda di halaman 1dari 3

Penghantaran Nyeri Rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus (nosiseptor) yang merupakan ujung saraf bebas

(Mutschler, 1991). Reseptor rasa sakit yang terdapat di kulit dan jaringan lainnya semuanya merupakan ujung saraf bebas. Reseptor ini tersebar luas pada permukaan superfisial kulit dan juga di jaringan-jaringan dalam tertentu (dinding arteri, permukaan sendi) (Guyton, 1995). Reseptor dibedakan menjadi 2 secara fungsional, yang dapat menyusun 2 sistem serabut berbeda :
.

1) mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A delta bermielin, 2) termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabutserabut C yang tak bermielin (Mutschler, 1991).

10 Potensi aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut afferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Pada tempat kontak awal ini, yang bertemu tidak hanya serabut afferen yang impulsnya tumpang tindih, tetapi disini juga terjadi reflek somatik dan vegetatif awal melalui interneuron. Pembentukan impuls nyeri terjadi melalui interneuron pada neuronneuron selanjutnya yang menyilang pada sisi yang lain dan menuju ke arah pusat dalam traktus spinothalamicus serabut-serabut yang berakhir dalam daerah formatio retikularis menimbulkan reaksi vegetatif, misalnya penurunan tekanan darah dan pengeluaran keringat (Mutschler, 1991). Tempat kontak (sakelar) lain yang khusus penting dari serabut nyeri adalah thalamus opticus. Di sini diteruskan tidak hanya rangsangan pada serabut yang menuju ke gyrus post centralis (celah sentral belakang), tempat lokalisasi nyeri, melainkan dari sini juga impuls diteruskan ke sistem limbik, yang terutama terlibat pada penilaian emosional nyeri. Oleh otak besar dan otak kecil bersama-sama dilakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang

terkoordinasi. Secara klinik, sistem neospinotalamicus pada tingkat talamus menekan afferen paleospinotalamicus. Apabila penghambatan ini gagal, maka dapat terjadi keadaan nyeri yang terberat (Mutschler, 1991). d. Penghambatan Nyeri Disamping sistem penghantar nyeri mekanik, masih terdapat sistem penghambatan nyeri endogen dalam batang otak dan sumsum tulang 11 belakang. Sistem tersebut mempersulit penerusan impuls nyeri, sehingga menurunkan rasa nyeri. Dengan sistem ini dapat dijelaskan mengenai penyebab rasa nyeri yang disadari setelah terhentinya ketegangan. Sistem penghambatan nyeri endogen juga mempunyai fungsi untuk menekan lumpuhnya reaksi nyeri dalam situasi yang membutuhkan kegiatan penanganan dari organisme (Mutschler, 1991). Endorfin sebagai agonis sistem penghambat nyeri tubuh telah diidentifikasi sebagai polipeptida dan oligopeptida, dan senyawa ini minimum sebagian, merupakan bagian pecahan dari hormon yang berasal dari hipofisis yaitu -lipotropin. Mekanisme kerja endorfin melalui kerja pada prasinaptik menurunkan pembebasan neurotrasmiter, khususnya pembebasan senyawa P, yaitu senyawa polipeptida neurotransmiter dengan efek vasodilator kuat juga sebagai hormon lokal saluran cerna yang berfungsi sebagai pembawa impuls nyeri sinaptik. Dengan demikian potensial aksi yang diteruskan menurun (Mutschler, 1991).

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensial untuk menimbulkan kerusakan jaringan (Dharmady, 2004). Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut (Guyton, 1991).
Prof Lukas Meliala mengatakan bahwa hanya 20 persen nyeri yang berasal dari

kondisi kerusakan organik, selebihnya adalah faktor non-organik. Ini artinya selain faktor biologi maka nyeri sangat tergantung dengan faktor psikososial. Dokter pasti mengetahui bahwa nyeri adalah persepsi tidak nyaman yang dirasakan pasien. Artinya nyeri sangat bersifat subjektif. Pasien tidak pernah akan bisa diukur secara jelas tentang kadar nyerinya, sampai sekarang tidak ada alat kedokteran yang bisa menyatakan secara jelas titer kadar nyeri seseorang. Pemeriksaan nyeri masih menggunakan gambaran visualisasi seperti Visual Analog Scale dan untuk pasien anak dengan gambaran muka dengan perubahan suasana perasaan dari senang, biasa sampai menangis. Subjektifitas akan sangat berpengaruh dalam hal ini. Misalnya jika Anda merasakan nyeri di angka 6 belum tentu sama berat sakit Anda dengan orang lain yang menyatakan nilai 6 juga. Maka dari itu terlihat faktor psikologis dan latar belakang sosial seseorang bisa sangat berpengaruh terhadap 'kadar' nyeri seseorang. Orang dengan latar belakang yang berbeda bisa mengeluhkan nyeri yang berbeda beda. Seorang yang biasa hidup nyaman dan dalam lingkungan yang memanjakannya bisa merasakan nyeri luar biasa hanya karena tergores pisau saat memotong buah. Sedangkan seorang petani yang biasa bekerja di alam dan hidupnya keras, mungkin tidak akan terlalu berasa sakit walaupun kakinya tersobek oleh paculnya. Gangguan Nyeri Somatoform Saya jadi ingat saat kemarin berkesempatan kongres Psikosomatik di Seoul Korea Selatan. Saat itu ada Prof Jon Streltzer, psikiater dan presiden International College of Psychosomatic Medicine yang menceritakan pengalamannya dan penelitiannya tentang nyeri dan terapi psikologis yang dihubungkan dengan hal itu. Penelitiannya semakin menguatkan bahwa persepsi sangat penting dalam derajat nyeri. Dalam ilmu kedokteran jiwa khususnya bidang psikosomatik medis, dikenal suatu diagnosis Gangguan Nyeri yang merupakan bagian dari Gangguan Somatoform. Pasien biasanya mengeluh nyeri tanpa disertai adanya suatu kondisi medis yang mendasari dan tidaka danya kerusakan organ maupun serabut saraf yang berkaitan dengan nyerinya. Kondisi ini bisa sangat membuat pasien tidak nyaman karena pengobatan dengan obat-obat anti nyeri sering tidak bisa membantu banyak malahan membuat efek samping pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai