Anda di halaman 1dari 7

AMENORE PADA ATLET Mariyani Handjaja Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

ABSTRAK Perempuan semakin menjadi peserta aktif dalam kegiatan fisik yang kompetitif dan rekreasi. Hal ini tidak biasa bagi atlet menderita penyakit seperti fraktur stres, lutut runner's, bunions dan lecet. Namun atlet wanita menghadapi masalah tambahan amenore. Kekhawatiran telah timbul tentang efek latihan fisik pada fisiologi siklus menstruasi. Sebagai perempuan lebih banyak berpartisipasi dan program pelatihan menjadi lebih berat, dokter telah melihat lebih banyak keluhan gangguan siklus haid. Prevalensi disfungsi menstruasi lebih besar di antara atlet daripada di populasi umum. Banyak faktor yang mengalami perubahan selama program pelatihan atletik dan setiap atau semua ini dapat menyebabkan gangguan dalam cyclicity menstruasi (menarche tertunda, oligomenore, dan amenorrhea). Amenore pada atlet, kadang-kadang disebut amenore olahraga terkait, terjadi ketika seorang wanita tidak memiliki periode reguler entah karena dia terlalu banyak latihan, makan kalori terlalu sedikit atau keduanya. Kata kunci: atlet wanita, disfungsi menstruasi, amenore olahraga terkait

AMENORRHEA IN ATHLETES Mariyani Handjaja Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya
ABSTRACT Women are increasingly becoming active participants in competitive and recreational physical activity. It is not uncommon for athletes to suffer such ailments as stress fracture, runners knee, bunions and blisters. But female athletes face the additional problem of amenorrhea. Concerns has arisen regarding the effect of physical training on the physiology of the menstrual cycle. As more women participate and training programs become more strenuous, physicians have seen more complaints of menstrual cycle disturbances. The prevalence of menstrual dysfunction is greater among athletes than in the general population. Many factors undergo change during the course of an athletic training program and any or all of these may contribute to disturbances in menstrual cyclicity (delayed menarche, oligomenorrhea, dan amenorrhea). Amenorrhea in athletes, sometimes called exercise-associated amenorrhea, occurs when a woman doesnt have a regular period either because she exercises too much, eats too few calories or both. Keywords: female athlete, menstrual dysfunction, exercise-associated amenorrhea

Semakin hari semakin banyak wanita yang terjun dalam dunia olahraga dengan menjadi atlet profesional. Sebagai seorang atlet adalah hal yang biasa bila mengalami berbagai gangguan fisik karena cedera. Tetapi, khusus untuk atlet wanita seringkali mengalami gangguan kesehatan yang tidak akan dialami oleh para atlet pria. Gangguan tersebut adalah gangguan pada sistem reproduksi wanita yang meliputi delayed menarche, oligomenorrhea, dan amenorrhea. Amenore lebih banyak dialami oleh wanita atlet daripada non atlet. Hal ini berhubungan dengan penggunaan energi yang berlebihan oleh atlet pada saat latihan akan mengganggu fungsi sistem reproduksi wanita yang normal. Oleh karenanya amenore pada atlet bisa disebut exercise-associated amenorrhea. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pemakaian

energi yang berlebihan pada atlet wanita dengan timbulnya gangguan fungsi reproduksi. Michelle P. Warren (1979) melakukan penelitian terhadap para pebalet (ballet dancer) selama 4 tahun yaitu15 pebalet berusia 13-15 tahun dengan level latihan fisik yang tinggi sejak usia belia. Kelompok pebalet ini mengalami delayed menarche (rata-rata menarche pada usia 15,4 tahun; normal kontrol menarche pada usia 12,5 tahun). Pada dua orang pebalet berusia 18 tahun terjadi amenore primer. Pada kelompok wanita lain yang berusia 15-18 tahun dengan riwayat diet dan penurunan berat badan mengalami amenore sekunder. FISIOLOGI SIKLUS MENSTRUASI Sistem reproduksi wanita dapat dibagi dalam 4 kompartemen yaitu: * Kompartemen I: outflow tract yang terdiri dari : uterus, cervix dan vagina.

* Kompartemen II : ovarium pematangan folikel, kadar FSH mulai menurun * Kompartemen III : Hipofise ( kelenjar sedangkan kadar estrogen makin meninggi. pituitary) Estrogen pada mulanya meninggi secara * Kompartemen IV : Hipotalamus berangsur-angsur kemudian dengan cepat Fisiologi menstruasi merupakan hasil mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan kerjasama yang sangat kompleks antara balik positip terhadap pusat siklik ( di bagian keempat kompartemen tersebut. Faktor yang depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik) memegang kendali dalam kerjasama antara sehingga terjadi lonjakan LH (LH surge) pada keempat kompartemen tersebut adalah sistem pertengahan siklus dan mengakibatkan endokrin yaitu hubungan antara hipotalamus, terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu hipofise dan ovarium (hypothalamic-pituitarymenetap kira-kira 24 jam dan menurun pada ovarian axis). Siklus menstruasi dibagi dalam fase luteal. 3 fase yaitu: fase folikular, ovulasi dan fase Pada fase luteal, setelah ovulasi, luteal. folikel berkembang menjadi corpus luteum. Hipotalamus menghasilkan GnRH Luteinized granulosa cells dalam corpus (Gonadotropin Releasing Hormone). GnRH ini luteum membuat progesterone banyak dan merangsang hipofise untuk mengeluarkan luteinized theca cells membuat pula estrogen gonadotropin yaitu FSH (Follicle Stimulating yang banyak, sehingga kedua hormon itu Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). meningkat tinggi pada fase luteal. Progesteron FSH menyebabkan perkembangan beberapa menyebabkan proliferasi endometrium (yang folikel di dalam ovarium. Hanya satu folikel terjadi pada fase proliferasi, distimulasi oleh yang akan mengalami pematangan ( Folikel de estrogen) berubah menjadi fase sekresi. Bila Graaf) dan berovulasi, sedangkan sisanya tidak terjadi fertilisasi maka mulai 10-12 hari akan mengalami atresia. Pada waktu ini LH setelah ovulasi korpus luteum berangsurjuga akan meningkat untuk membantu angsur mengalami regresi diikuti oleh pembuatan estrogen di dalam folikel. Sejalan menurunnya sekresi progesterone dan dengan pematangan folikel, kadar estrogen estrogen. Penurunan kadar progesteron dan semakin meningkat. Estrogen akan estrogen akan menyebabkan pelepasan menyebabkan proliferasi dari endometrium. endometrium, sehingga terjadilah menstruasi Oleh karena itu, fase folikular juga disebut yang dikeluarkan melewati vagina. sebagai fase proliferasi. Pada fase akhir Gambar 1. Siklus Menstruasi

Lamanya masing-masing fase bervariasi pada wanita yang satu dengan wanita yang lain, juga bervariasi pada siklus yang satu ke siklus berikutnya. Namun, ratarata siklus menstruasi yang normal adalah 28 hari. Siklus menstruasi dimulai dari hari pertama keluarnya darah menstruasi. Bila terdapat gangguan atau kelainan dari salah satu organ tersebut, maka akan terjadi pula gangguan pada siklus menstruasi yang dapat memberikan gejala klinik antara lain amenore. AMENORE Amenore yang terjadi bisa berupa amenore primer maupun sekunder. Amenore primer terjadi bila belum pernah mendapatkan menstruasi sama sekali. Menarche adalah menstruasi yang terjadi pertama kali pada seorang wanita. Menarche biasanya terjadi pada umur 10-14 tahun. Amenore primer didefinisikan sebagai berikut: 1. Gadis yang pada usia 14 tahun belum tampak adanya tanda-tanda seks sekunder dan juga belum pernah mendapatkan menstruasi (menarche). Tabel 1. Pengelompokan Amenore

2. Gadis yang pada usia16 tahun sudah tampak adanya pertumbuhan tandatanda seks sekunder tetapi belum pernah mendapatkan menstruasi (menarche). Amenore sekunder terjadi pada wanita setelah mengalami menarche. Amenore sekunder didefinisikan sebagai: 1. Tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan berturut-turut pada wanita dengan menstruasi yang normal sebelumnya. 2. Tidak mengalami menstruasi selama 9 bulan berturut-turut pada wanita dengan riwayat oligomenore sebelumnya. Penyebab dari amenore dapat terletak pada salah satu kompartemen seperti yang telah diuraikan di atas: * Kompartemen I : vagina dan uterus * Kompartemen II : ovarium * Kompartemen III : hipofise * Kompartemen IV : hipotalamus Tabel di bawah ini dapat menunjukkan pengelompokan amenore berdasarkan letak kompartemen yang mengalami gangguan.

Pituitary and Outflow tract P/S Gonadal/end-organ disorders hypothalamic/central anomalies/obstruction regulatory disorders The ovary or gonad does not respond to pituitary stimulation. Generally, inadequate levels of Gonadal dysgenesis or FSH lead to inadequately premature menopause are stimulated ovaries which then possible causes. Chromosome fail to produce enough The hypothalamictesting is usually indicated in oestrogen to stimulate the Overview pituitary-ovarian axis is younger individuals with endometrium (uterine lining), functional. hypergonadotropic hence amenorrhoea. In general, amenorrhoea. Low oestrogen women with hypogonadotropic levels are seen in these patients amenorrhoea are potentially and the hypo-oestrogenism may fertile. require treatment. Outflow tract abnormalities tend to be normogonadotropic and FSH levels are in the normal range.

FSH

Primary

Uterine: Mullerian agenesis

Gonadal, usually ovarian, abnormalities tend to be linked to elevated FSH levels or hypergonadotropic amenorrhoea. FSH levels are typically in the menopausal range. Gonadal dysgenesis, including Turner Syndrome. Most

Both hypothalamic and pituitary disorders are linked to low FSH levels leading to hypogonadotropic amenorrhoea.

Hypothalamic: Kallmann syndrome.

(Second most common cause, 15% of primary amenorrhoea)[5]

Vaginal: Vaginal atresia, cryptomenorrho ea, imperforate hymen.

common cause. Androgen insensitivity syndrome (Testicular feminization syndrome). Receptor abnormalities for hormones FSH and LH. Specific forms of congenital adrenal hyperplasia Swyer syndrome Galactosaemia Aromatase deficiency Prader-Willi syndrome Male pseudohermaphroditism (about 1 in every 150,000 births) Other intersexed conditions

Secondary

Intrauterine adhesions (Asherman's Syndrome)

Pregnancy (most common cause) Anovulation Menopause Premature menopause Polycystic ovary syndrome (PCO-S) Drug-induced

Hypothalamic: Exercise amenorrhoea, related to physical exercise, Stress amenorrhoea, Eating disorders and weight loss (obesity, anorexia nervosa, or bulimia Pituitary: Sheehan syndrome, Hyperprolactinaemia, Haemochromatosis Other central regulatory: hypothyroidism, hyperthyroidism, arrhenoblastoma

AMENORE PADA ATLET Amenore pada atlet terjadi diduga karena pemakaian energi yang berlebihan pada atlet dan simpanan energi yang rendah menyebabkan gangguan pada hormon-hormon sistem reproduksi yang terlibat dalam fisiologi menstruasi. Amenore pada atlet disebabkan karena gangguan pada level hipotalamus (kompartemen IV). Gangguan terutama terletak pada sekresi pulsatil dari GnRH. Terjadi penekanan terhadap sekresi pulsatil GnRH yang normalnya berlangsung tiap 60-90 menit, yang berupa penurunan frekuensi maupun amplitudo pulsatil sekresinya.

Penekanan terhadap GnRH terjadi karena pengaruh dari penurunan berat badan, asupan energi yang rendah, maupun gangguan terhadap energy balanced dimana terjadi ketidakseimbangan antara pemasukan dan pemakaian energi. Pada atlet terjadi pemakaian energi yang berlebih dengan adanya porsi latihan fisik yang berat sedangkan asupan energinya tidak mencukupi. Biasanya berat badan atlet tidak terlalu di bawah standard walaupun atlet tergolong kurus dan sangat memperhatikan pola makanan. Pola makanan yang dijalani adalah makanan rendah lemak dan sedikit sekali asupan daging berwarna merah bahkan

seringkali vegetarian. Kekurangan energy juga mempengaruhi sekresi pulsatil dari LH. Pola sekresi dari LH terganggu dan biasanya penekanan pada LH lebih besar daripada FSH. Penekanan terhadap siklus bias ringan dan intermiten yang ditandai dengan kadar estrogen yang masih dalam batas normal dan umpan balik positif terhadap progestin. Atlet dengan kadar estrogen rendah dan beberapa bahkan memiliki kadar gonadotropins (terutama LH) yang sangat rendah, biasanya sangat kurus dan terobsesi dengan diet dan athletic training. Pada kelompok atlet ini tidak mengalami umpan balik terhadap estrogen. Amenore yang terjadi pada atlet bisa berupa amenore primer maupun sekunder. Amenore primer terjadi pada wanita yang telah menjadi atlet sejak usia belia jauh sebelum mendapatkan menarche (premenarche-trained athlete). Amenore sekunder terjadi pada wanita yang menjadi atlet setelah mengalami menarche (postmenarche-trained athlete). Atlet yang masih sangat muda, terutama pebalet (ballet dancer) yang memulai latihan sebagai atlet sejak berumur 8 atau 9 tahun, ada kemungkinan mengalami amenore primer hingga memasuki usia 20-an tahun. Masalah ini sehubungan dengan beban latihan yang berat. Bagaimanapun mereka pada umumnya memiliki pertumbuhan yang normal. Biasanya mereka tidak mengalami kelainan short stature dan tidak akan mengalami keterlambatan pada masa pubertas. Atlet dengan amenore sekunder pada umumnya bisa dibedakan dari penyebab yang lain melalui penelusuran yang teliti. Bagaimanapun, terkadang susah untuk mengetahui masalah gangguan makan kecuali dengan pertanyaan yang spesifik tentang diet (misalnya: konsumsi makanan rendah kalori; diet soda; dll) pada wanita dengan berat badan normal atau hanya sedikit di bawah standard. Ada bukti yang menarik bahwa exerciseassociated hypothalamic amenorrhea berhubungan dengan kekurangan asupan kalori yang kronis terhadap beban latihan yang sangat berat. Exercise induced amenorrhea dialami oleh atlet muda yang sebelum muncul masalah amenore sudah mengalami beberapa peristiwa metabolis dan fisiologis yang menghambat sekresi pulsatil yang normal dari LH dan FSH. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak kentara hingga terjadi berulang-ulang dan kronis

sampai akhirnya menstruasi berhenti. Sistem buffer yang melindungi sistem reproduksi menjadi terpengaruh: berat badan, lemak tubuh dan kadar leptin. Atlet dengan amenore yang terkait latihan fisik atau penurunan berat badan selalu dibawah berat badan ideal dan biasanya mempunyai kadar lemak tubuh dan Body Mass Index (BMI) yang rendah. Atlet tersebut kehilangan berat badan secara berarti ketika menjalani latihan fisik dan terobsesi diet makanan rendah lemak dan menghindari makan daging berwarna merah dan semua bentuk makanan penutup (dessert). Diagnosis bisa ditegakkan pada competitive athlete dengan kadar gonadotropin yang rendah, terutama kadar LH yang rendah, kadar prolaktin normal, tes kehamilan negative, dan tidak adanya tanda-tanda androgenisasi seperti: akne, tumbuhnya rambut, atau riwayat onset menarche pada gangguan menstruasi yang terkait tanda-tanda androgen excess. Tipe atlet tersebut akan menolak merubah perilakunya, terutama untuk menaikkan berat badan atau mengurangi beban latihan fisiknya. Hal ini terjadi pada pebalet (ballet dancer) atau competitive athlete. Bagaimanapun, perubahan pola makan, pola latihan, dan peningkatan berat badan merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah ini. Atlet dengan exercise associated amenorrhea pada awalnya mengalami gangguan pada sistem reproduksi secara tak kentara yang berupa pemendekan siklus menstruasi. Hal ini juga terjadi pada wanita muda normal dengan latihan atletik intensif. Kadang-kadang, fase folikular bisa memanjang. Gangguan ini bisa disertai dengan perdarahan yang sering dan/atau tak teratur. Bila tanpa kehamilan, masalah ini bisa dikendalikan dengan pengurangan latihan fisik atau dengan penggunaan kontrasepsi oral. SIMPULAN Salah satu resiko yang harus ditanggung oleh atlet wanita adalah gangguan pada sistem reproduksi wanita diantaranya amenore. Amenore pada atlet terjadi karena pemakaian energi yang berlebihan pada saat latihan fisik tidak diimbangi dengan asupan energi yang seimbang dikarenakan pola makanan yang rendah rendah lemak bahkan seringkali vegetarian. Karenanya amenore pada atlet disebut juga exercise associated amenorrhea.

Ketidakseimbangan antara beban latihan fisk yang berat dengan asupan energi yang tidak mencukupi mengakibatkan gangguan terhadap hormon-hormon sistem reproduksi yang terlibat dalam fisiologi menstruasi. Gangguan terletak pada level hipotalamus (kompartemen IV), dimana terjadi penekanan pada sekresi pulsatil dari GnRH sehingga terjadi gangguan pada sekresi gonadotropin (FSH dan LH) terutama LH. FSH berfungsi untuk pematangan folikel dalam ovarium yang akan berovulasi. Lonjakan LH akan mengakibatkan terjadinya ovulasi. Kira-kira 14 hari setelah ovulasi terjadilah menstruasi. Jadi, bila terjadi gangguan pada sekresi hormon-hormon tersebut di atas maka siklus menstruasi juga akan terganggu, salah satunya berupa amenore.

DAFTAR PUSTAKA Warren,MP.1999. Health Issues for Women Athletes: Exercise-induced Amenorrhea. J of Clinical Endocrinology & Metabolism. Vol.84 No.6:1892-6. Warren,MP.1980. The Effects of Exercise on Pubertal Progression and Reproductive Function in Girls. J of Clinical Endocrinology & Metabolism. Vol.51 No.5:1150-7. Fox ,EL; Bowers,RW;Foss,ML. 1993. The Physiological Basic for Exercise and Sport. Edisi ke-5. Wm.C.Brown communications, Inc. Wiknjosastro,H.1997. Ilmu Kandungan.Edisi ke-2 Cetakan ke-2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Pritchard, MacDonald, Gant. Penerjemah: Hariadi,R,dkk.1991.Obstetri Williams. Cetakan ke-1.Airlangga University Press.Surabaya. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSUD Dr. Soetomo.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Imu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr.Soetomo.Surabaya. Wikipedia. Menstrual Cycle.(cited 21 September 2010). Available from: http://en.wikipedia.org/wiki Wikipedia. Amenorrhoea.(cited 24 September 2010). Available from: http://en.wikipedia.org/wiki

Anda mungkin juga menyukai