Anda di halaman 1dari 4

Obat-obatan dalam kehamilan Insidensi 20-25% wanita melaporkan telah menggunakan obat-obatan secara teratur selama kehamilan.

. Kelainan kongenital mayor terjadi pada 3-4-% kelahiran hidup dan 70% dari kelainan tersebut tidak diketahui penyebabnya. Diperkirakan bahwa 2-3% disebabkan oleh obat-obatan dan 1% disebabkan oleh toksin lingkungan. Uji coba obat dalam kehamilan Uji coba obat sulit dilakukan pada kehamilan karena adanya kekhawatiran terhadap janin. Dengan demikian, banyak obat belum pernah diresmikan penggunaan atau keamanannya dalam kehamilan. Rekomendasi seringkali bergantung pada data yang diperoleh pada model hewan. Kejadian embriopati terkait talidomid telah membawa pada keyakinan bahwa teratogenisitas pada manusia tidak dapat diprediksi melalui penelitian pada hewan. Meskipun demikian, setiap obat yang sejak saat itu ditemukan bersifat teratogenik pada manusia juga menyebabkan efek serupa pada hewan.

Farmakokinetika selama kehamilan Farmakokinetika adalah studi mengenai bagaimana obat bekerja dalam tubuh. Absorpsi obat berubah selama kehamilan. Pengosongan lambung dan sekresi asam lambung menurun. Motilitas usus menurun. Volume tidal paru meningkat sehingga dapat mempengaruhi absorpsi obat yang diinhalasi. Volume distribusi berubah selama kehamilan. Volume plasma meningkat sebanyak 40%, jumlah total air dalam tubuh meningkat 7-8 L, dan lemak tubuh meningkat 20^40%. Meskipun terdapat perubahanperubahan tersebut (yang akan diharapkan menurunkan kadar obat), konsentrasi albumin menurun dan asam lemak bebas serta nilai lipoprotein meningkat. Sebagai akibatnya, pengikatan protein untuk banyak obat lebih rendah pada kondisi hamil sehingga menyebabkan peningkatan kadar obat bebas (yang aktif secara biologis) dalam sirkulasi. Metabolisme dan eliminasi juga berubah dalam kondisi hamil. Kadar hormon steroid yang tinggi mempengaruhi metabolisme hati dan memperpanjang waktu paruh sejumlah obat. Laju filtrasi glomerulus meningkat 50-60% sehingga meningkatkan bersihan obat lain oleh ginjal. Teratogenisitas Teratogenisitas merupakan penelitian mengenai perkembangan janin abnormal, dan merujuk pada abnormalitas struktural dan fungsional. Selain molekul-molekul besar (seperti heparin), semua obat yang diberikan pada ibu akan melintasi plasenta hingga derajat tertentu. Efek obat tertentu pada janin bergantung pada dosis, waktu, dan lama pajanan, serta faktor genetik dan lingkungan yang masih belum didefinisikan secara jelas, yang saling berinteraksi untuk menentukan kerentanan masing-masing janin terhadap cedera struktural. Janin berada pada risiko tertinggi untuk mengalami cedera selama embriogenesis (hari ke-17-54 pascakonsepsi). Pajanan pada ayah tidak pernah terbukti bersifat teratogenik. Kategori risiko untuk obat-obatan dalam kehamilan (halaman sebelah) Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat telah menentukan lima kategori risiko pemakaian obat dalam kehamilan (A, B, C, D, X). Masing-masing obat dimasukkan dalam kategori risiko sesuai dengan rasio risiko/manfaat (halaman sebelah). Misalnya, meskipun kontrasepsi oral tidak bersifat teratogenik, namun kontrasepsi ini dimasukkan dalam kategori X karena tidak ada manfaatnya mengonsumsi pil tersebut ketika seorang wanita telah hamil. Prinsip pemakaian obat dalam kehamilan Hanya gunakan obat-obatan jika memang mutlak diindikasikan. Jika mungkin, hindari memulai terapi selama trimester pertama. Pilih obat-obatan yang aman (lebih disukai obat lama dengan catatan yang telah terbukti dalam

kehamilan). Gunakan dosis terendah yang paling efektif. Terapi zat tunggal lebih disukai. Hindari penggunaan obat bebas. Pemakaian obat terlarang dan obat pergaulan Kokain Kokain dikaitkan dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT), infark serebral, dan abruptio plasenta. Kelainan kongenital yang dilaporkan (defek penyusutan ekstremitas, kista porensefali, mikrosefali, atresia usus, enterokolitis nekrotikans, dan efek perilaku jangka panjang) mungkin bersifat sekunder terhadap vasospasme yang diinduksi oleh kokain. Komplikasi pada ibu mencakup ruptur uterus, hipertensi, kejang, dan kematian. Alkohol Sindrom alkohol pada janin ditandai oleh abnormalitas wajah (hipoplasia wajah bagian tengah), disfungsi sistem saraf pusat (mikrosefali, retardasi mental), dan hambatan pertumbuhan. Defek ginjal dan jantung mungkin terjadi. Risiko kelainan berhubungan dengan sampai mana batas konsumsi alkohol ibu: 10% pada konsumsi yang jarang, 15% pada konsumsi sedang, dan 30^tt)% pada konsumsi berat (>6 gelas per hari). Tidak terdapat kadar aman pemakaian alkohol yang mutlak untuk kondisi hamil. Mariyuana Tidak ada efek teratogenik yang telah diketahui. Sedikit berkaitan dengan persalinan preterm dan PJT. Merokok (nikotin dan tiosianat) 20-30% wanita meneruskan kebiasaan merokok selama kehamilan. Efek yang tidak diharapkan mencakup penurunan kesuburan serta peningkatan aborsi spontan, kelahiran preterm, kematian perinatal, dan bayi dengan berat lahir rendah (penurunan 200 g berat badan untuk setiap 10 rokok yang diisap per hari). Pajanan rokok pada neonatus berhubungan dengan sindrom kematian bayi mendadak, asma, infeksi pernapasan, dan gangguan dalam bentuk deflsit perhatian. Kafein Tidak ada efek teratogenik yang telah diketahui. Sedikit berkaitan dengan aborsi spontan.

Toksin lingkungan Radiasi Berhubungan dengan aborsi spontan, retardasi mental, mikrosefali, dan (mungkin) keganasan di masa depan. Diperlukan pajanan >5-10 Rad pada janin untuk menyebabkan efek yang tidak diharapkan (diperkirakan pajanan pada janin dalam prosedur radiologis yang umum dilakukan adalah <1 mRad). Panas Sedikit berkaitan dengan aborsi spontan dan defek tabung saraf. Medan elektromagnetik Tidak ada efek teratogenik yang telah diketahui.

Anda mungkin juga menyukai