Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hydrops fetalis dalam bahasa latin untuk edema pada fetus. Ballantybe adalah orang pertama yang mendiskripsikan hidrops fetalis pada tahun 1892, meskipun kondisi ini telah dikenal sejak hampir 200 tahun (Matthew E. A, et al. 2007). Hidrops fetalis adalah kondisi serius dari fetal yang didefenisikan sebagai akumulasi abnormal dari cairan dalam 2 atau lebih kompartemen, termasuk asites, efusi pleura, efusi perikardial, dan edema kulit. Pada beberapa pasien, hal ini dapat juga bersamaan dengan polihidramnion dan edema plasenta (Ashraf H. H. 2011). Hidrops fetalis telah dikenal baik pada saat masa fetal dan kondisi neonatal sepanjang sejarahnya. Sampai setengah dari abad ke-20 belakangan ini, telah dipercaya ini disebabkan oleh darah group Rhesus (Rh) isoimunisasi dari fetus. Pengenalan terbaru dari faktor lain selain penyakit isoimun hemolitik, dapat disebabkan oleh yang berhubungan dengan hidrops fetal mendorong pengggunaan istilah hidrops nonimun untuk mengidentifikasi kasus ini semua yang mana kelainan fetal telah disebabkan oleh faktor-faktor selain isoimunisasi (Ashraf H. H. 2011). Pada tahun 1970, penyebab utama dari hidrops imun (Rh D

antigen) telah dicegah dengan penggunaan imunoglubulin (Ig) profilaksis pada ibu yang beresiko. Sebelum imunisasi rutin dari ibu Rh-negatif, banyak kasus dari hidrops telah disebabkan erythoblasstosis dari Rh alloimunisasi. Sedikitnya, hidrops fetalis nonimun umumnya terdiri 7687% dari kasus yang digambarkan (Ashraf H. H. 2011).

B. Tujuan Penulisan Tujuan dari pembuatan presentasi kasus ini ialah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya hidrops fetalis, jenis, cara mendiagnosis, penanganan dalam kehamilan dan dalam persalinan pada ibu yang mengandung janin hidrops fetalis.

BAB II LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Nomer CM Nama Umur Jenis kelamin Agama Suku/Bangsa Alamat Pekerjaan Waktu masuk RS Waktu keluar RS Ruang Rawat : 295713 : Ny. S : 23 tahun : Perempuan :Islam : Jawa/Indonesia : Semedo RT 8/RW 6 Pekuncen, Banyumas : Ibu Rumah Tangga : Minggu, 29 September 2013 pukul 08.45 : Kamis, 3 Oktober 2012 : VK IGD, VK, Flamboyan

B. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) 1. Keluhan utama : Hamil 31+5 minggu dengan janin hidropsfetalis 2. Keluhan tambahan : 3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan SP BP Irhas Husada ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada hari Minggu, 29 September 2013 pukul 08.45 WIB. Alasan merujuk karena pasien hamil

31+5 minggu dengan janin hidropsfetalis dari hasil USG tanggal 28 September 2013. Kenceng-kenceng dirasakan sejak jam 21.00

(28/9/2013). Pengeluaran air (-). Lendir/Darah (-/-). Hari pertama haid terakhir : 19 Februari 2013 Taksiran persalinan Usia kehamilan Riwayat menstruasi : 26 November 2013 : 31+5 minggu : siklus haid teratur setiap 30 hari, lama 7 hari Riwayat menikah Riwayat Antenatal Care Riwayat KB Riwayat obstetri : satu kali, sejak 1 tahun yang lalu : teratur, di bidan : belum pernah menggunakan KB : G2 P0 A1 Anak I: abortus, 9 minggu, kuret Anak II: hamil ini 4. Riwayat penyakit dahulu a. Riwayat hipertensi sebelum hamil b. Riwayat asma c. Riwayat alergi d. Riwayat kejang e. Riwayat kencing manis f. Riwayat penyakit jantung g. Riwayat penyakit paru h. Riwayat penyakit ginjal 5. Riwayat penyakit keluarga a. Riwayat hipertensi b. Riwayat asma c. Riwayat kencing manis d. Riwayat penyakit jantung e. Riwayat penyakit ginjal f. Riwayat penyakit kandungan : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

6.

Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal bersama suaminya yang bekerja sebagai wiraswasta. Kebutuhan sehari-hari dicukupi dari penghasilan suami. Pasien berobat ke RSUD Prof.DR. Margono Soekarjo dengan menggunakan Jampersal.

C. Pemeriksaan Fisik Minggu, 29 September 2013 jam 08.45 WIB (IGD) 1. Keadaan umum 2. Kesadaran Glascow Coma Scale 3. Berat badan Tinggi badan 4. Tanda Vital Tekanan darah Nadi : 120/80 mmHg : 80 kali / menit, reguler, isi dan tekanan cukup Laju pernapasan Suhu tubuh : 20 kali / menit, reguler : 36,5oC : baik : composmentis : 15 (Eye 4 Motoric 6 Verbal 5) : 55 kg : 153 cm

Status Generalis 1. Pemeriksaan Kepala Bentuk kepala : mesocephal, simetris, tidak tampak venektasi temporalis Mata : simetris, tidak tampak konjungtiva anemis maupun sklera ikterik, refleks pupil normal isokor 3 mm Hidung Mulut : tidak tampak discharge maupun nafas cuping hidung : bibir tidak pucat maupun sianosis

2. Pemeriksaaan Leher Inspeksi Palpasi : tidak tampak deviasi trakea : JVP 5+2 cm H2O tak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi 3. Pemeriksaan Thoraks

a. Pulmo Inspeksi : dinding dada simetris, tidak tampak retraksi interkostal

Auskultasi : suara dasar vesikuler, reguler, tidak terdengar ronki basah kasar, ronki basah halus maupun wheezing. Perkusi Palpasi : sonor di kedua lapang paru : vokal fremitus lobus superior dan inferior pada paru kanan sama dengan paru kiri b. Cor Inspeksi : ictus cordis tampak pada SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, tidak terdengar murmur maupun gallop Perkusi : batas cor kanan atas SIC II LPSD, kiri atas SIC II LPSS kanan bawah SIC IV LPSD, kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, tidak kuat angkat 4. Pemeriksaan abdomen Inspeksi Auskultasi : cembung gravid : denyut jantung janin tunggal, frekuensi 12-12-11, reguler di kuadran kiri bawah ibu Perkusi Palpasi : pekak janin : Leopold I: teraba massa bulat lunak di fundus uteri Leopold II: teraba tahanan memanjang di kiri ibu Leopold III: teraba massa bulat keras, mobile Leopold IV: konvergen Tinggi fundus uteri 35 cm 5. Pemeriksaan ekstrimitas Tidak tampak sianosis, akral teraba hangat, tidak terdapat edema 6. Pemeriksaan Genitalia Eksterna a. Inspeksi : Distrubusi mons pubis merata, tidak tampak luka maupun pembesaran kelenjar Bartholini

b. Vaginal Touche (VT) Pembukaan 1 cm, kulit ketuban (+), penurunan kepala Hodge I

D. Diagnosis di IGD G2 P0 A1 usia 23 tahun hamil 31+5 minggu janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala punggung kiri belum inpartu dengan curiga hidrops fetalis.

E. Sikap dan Penatalaksanaan IGD 1. Observasi 2. Rawat ruang VK 3. Pemeriksaan Darah Lengkap, Hitung jenis, dan Uji koagulasi

Tabel 1. Pemeriksaan Darah PEMERIKSAAN DARAH Darah Lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Uji Koagulasi PT APTT HASIL 11,8 18320 33 3,9 288.000 86,5 30,6 35,3 0,2 0,3 1,3 83,1 8,7 6,4 12,7 32,4 NILAI NORMAL 12-16 g/dl 4800-10.800/l 37-47 % 4,2 5,4/ l 150.000 450.000 79,0 99,0 fL 27,0 31,0 pg 33,0 37,0 % 01% 24% 25% 40 70 % 25 40 % 28% 11,5 15,5 detik 25 35 detik

VK Tabel 2. Catatan Monitoring Pasien di VK Jam 29/ 10.00 09/ 13 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 140 140 145 138 140 145 145 142 1x/10/20 84 1x/10/20 84 1x/10/20 84 1x/10/30 80 1x/10/10 84 1x/10/25 84 1x/10/25 84 1x/10/25 84 120/90 20 36,5 1 cm KK (+) kep H1 Instruksi: observasi 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00 140 142 142 145 140 142 148 148 1x/10/25 82 1x/10/30 86 1x/10/10 86 1x/10/10 84 1x/10/10 84 1x/10/10 82 1x/10/10 84 1x/10/10 84 120/90 20 36,5 1 cm KK (+) kep H1 Portio tebal 18.30 19.00 146 148 1x/10/10 86 1x/10/10 86 DJJ 150 His Nadi TD 120/90 RR 20 S 36,5 VT 1 cm KK (+) kep H1

1x/10/20 84

19.30 20.00 20.30 21.00

136 136 136 146

1x/10/10 84 1x/10/10 84 1x/10/10 84 1x/10/10 84

Instruksi: 21.30 22.00 142 142 Observasi USG hari kerja 1x/10/10 84 1x/10/10 84 120/90 20 36,5 1 cm KK (+) kep H1 22.30 23.00 23.30 24.00 30/ 00.30 09/ 01.00 13 01.30 02.00 146 146 146 148 150 150 148 140 1x/10/10 80 1x/10/10 84 1x/10/10 86 1x/10/10 86 1x/10/10 86 1x/10/10 84 1x/10/10 80 1x/10/10 80 120/90 22 36,5 1 cm KK (+) kep H1 02.30 03.00 03.30 04.00 04.30 05.00 05.30 06.00 144 140 142 142 142 144 144 149 1x/10/10 86 1x/10/10 84 1x/10/10 86 1x/10/10 84 1x/10/10 86 1x/10/10 84 1x/20/10 84 1x/20/10 82 120/90 20 36,5 1 cm KK (+) kep H1

06.30 07.00 07.30 08.00 08.30 09.00

138 138 138 140 140 140

1x/20/10 80 1x/20/10 84 1x/20/10 84 1x/20/10 84 1x/20/10 84 1x/20/10 80

Pasien dibawa ke lab radiologi 10.00 Pasien kembali ke VK 130 1x/20/10 80 120/90 22 36,5 1 cm KK (+) kep H1 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 13.30 14.00 130 132 140 144 124 124 128 136 1x/20/10 80 1x/20/10 82 1x/20/10 84 1x/20/10 80 1x/20/10 84 1x/20/10 82 1x/20/10 86 1x/20/10 84 120/90 20 36,5 1 cm KK (+) kep H1 14.30 15.00 15.30 16.00 155 146 140 140 1x/20/10 86 1x/10/10 84 1x/10/10 86 1x/10/10 86

Hasil USG: janin tunggal hidup intra uterin, curiga hidrops fetalis dengan fluid collection intra thoraks dan intra abdomen 16.30 17.00 17.30 18.00 131 136 132 132 1x/20/10 82 1x/20/10 84 1x/20/10 82 1x/20/10 84 120/90 20 36,5 1 cm

10

KK (+) kep H1 Lapor dr. Sp.OG: Observasi Tunggu inpartu Rawat flamboyan

Flamboyan Tabel 3. Catatan Monitoring Pasien di Bangsal Flamboyan Tanggal 01 Oktober 2013 S O A G2 P0 A1 usia Induksi 23 hamil tahun persalinan 31+6 dengan gastrul P

Pegal di Ku/kes: sedang/ punggung composmentis Tanda Vital TD: 110/70 N : 80 x/menit RR: 20 x/menit S : 36,6oC Status Generalis Mata: CA -/- SI /Thoraks: P/ SD ves +/+, ST -/C/ S1>S2, reg, ST Status Lokalis Abdomen I : cembung gravid A : DJJ (+) 138x/mnt Per: pekak janin Pal: TFU 35 cm, presentasi kepala, punggung kiri, konvergen Status Genital Eksterna PPV (-), FA (-) Status Vegetatif BAB (+) BAK (+)

minggu janin tab per vagina tunggal hidup intra uterin

presentasi kepala punggung kiri belum inpartu dengan curiga hidrops fetalis.

11

FL (+)

VK Tabel 4. Catatan Monitoring Pasien di VK Jam 01/ 13.00 10/ 13 DJJ 144 His Nadi TD 110/90 RR 20 S 36,5 VT 1 cm KK (+) kep H1 portio lunak 13.30 144 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 82 1x/10/10 84 1x/10/10 84 1x/10/10 84 1x/10/10 80 1x/10/10 80 1 cm KK (+) kep H1 Portio tebal induksi persalinan dengan gastrul tab per vagina II 20.00 20.30 130 151 1x/10/10 84 1x/10/10 82 130/90 22 36,5 tebal

1x/10/15 80

induksi persalinan dengan gastrul tab per vagina I 14.00 14.30 15.00 15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00 18.30 19.00 19.30 144 142 142 142 142 142 142 140 140 143 132 128

12

21.00 21.30 22.00 22.30 23.00 23.30 24.00 02/ 00.30 10/ 01.00 13

147 140 142 142 141 140 146 140 140

1x/10/10 80 2x/10/10 80 2x/10/10 82 2x/10/10 82 2x/10/10 80 2x/10/10 80 3x/10/35 72 3x/10/35 80 3x/10/35 80

120/90

20

36,5

120/90

22

36,5

1 cm KK (+) kep H1 Portio tebal

01.30 02.00 02.30 03.00 03.30 04.00 04.30 05.00

140 140 140 140 140 140 144 144

3x/10/35 80 3x/10/35 80 3x/10/35 80 3x/10/35 80 3x/10/30 80 3x/10/20 80 3x/10/20 80 3x/10/20 80 120/90 22 36,5 1 jari longgar KK (+) kep H1

Instruksi: pemasangan infus RL, oksitosin drip 05.30 144 3x/10/20 80 3x/10/20 80 3x/10/20 80 3x/10/20 80

Pemberian oksitosin drip 5 IU 8 tpm 06.00 144

Pemberian oksitosin drip 5 IU 12 tpm 06.30 140

Pemberian oksitosin drip 5 IU 16 tpm 07.00 140

Pemberian oksitosin drip 5 IU 20 tpm

13

07.30 08.00 08.30 09.00

140 140 140 138

3x/10/30 80 3x/10/10 84 3x/10/10 84 3x/10/10 82 120/90 20 36,5 1 jari longgar KK (+) kep H1 3x/10/20 80 3x/10/30 84 3x/10/30 88 3x/10/30 88 2x/10/30 80 2x/10/30 80 1x/10/30 80 2x/10/30 80 120/90 22 36,5 1 jari longgar KK (+) kep H1 2x/10/30 80 2x/10/30 80 2x/10/30 80 2x/10/30 82 3x/10/30 80

09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00

138 138 144 140 140 144 144 144

13.30 14.00 14.30 15.00 15.30

144 144 144 160 148

Ketuban pecah spontan, warna jernih, 2 bengkok Hasil VT: 2 cm, KK (-), kep H1, portio lunak Oksitosin drip 5 IU botol I habis 16.00 146 3x/10/10 84 3x/10/10 82 3x/10/10 86 3x/10/20 84 3x/10/20 86 3x/10/20 84 120/90 20 36,5

Instruksi: sambung oksitosin drip botol II dikerjakan 20 tpm 16.30 17.00 17.30 18.00 18.30 146 144 142 142 144

14

19.00 19.30

140

3x/10/20 86

VT: lengkap, KK (-), kep HIII Sikap: dipimpin mengejan

19.45

Episiotomi dilakukan a/i perineum kaku Bayi lahir spontan , janin tunggal Injeksi oksitosin I/IM Jepit potong tali pusat, penarikan tali pusat terkendali

19.50

Plasenta lahir lengkap Masase uterus Oksitosin drip I dan injeksi metergin I/IM Kontraksi uterus keras Pemasangan IUD Penjahitan laserasi perineum derajat 3 Perdarahan 100 cc

Bayi berjenis kelamin perempuan, berat badan lahir 3750 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 36 cm, terlihat kepala-dada-perut ascites. Air ketuban berwarna jernih dengan jumlah yang banyak, tidak terdapat maserasi. Tabel 5. Observasi 2 jam post partum Waktu 20.00 20.15 20.30 20.45 21.15 21.45 Diagnosis: P1A1 23 tahun post partus spontan patologis dengan induksi persalinan a/i hidrops fetalis TD (mmHg) 120/80 120/80 110/80 110/80 110/80 110/80 Nadi (x/menit) 84 90 84 84 80 84 TFU sepusat sepusat sepusat sepusat sepusat sepusat Kontraksi Uterus Keras Keras Keras Keras Keras Keras Kandung Kemih Kosong Kosong Kosong Kosong Kosong Kosong PPV 20 cc 25 cc 30 cc 40 cc 40 cc 40 cc

15

Flamboyan Tabel 6. Catatan Perkembangan Pasien di Bangsal Flamboyan Tanggal 03 Oktober 2013 S Nyeri di daerah vagina O Ku/kes: sedang/ composmentis Tanda Vital TD: 120/90 N : 82 x/menit RR: 20 x/menit S : 36,2oC Status Generalis Mata: CA -/- SI /Thoraks: P/ SD ves +/+, ST -/C/ S1>S2, reg, ST Status Lokalis Abdomen I : datar A : BU (+) N Per: timpani Pal: TFU 1 jari di bawah pusat Status Genital Eksterna PPV (+), FA (-) Status Vegetatif BAB (-) BAK (+) FL (+) A P1A1 23 tahun post partus spontan patologis dengan induksi persalinan a/i hidrops fetalis H+1 Asam Mefenamat 3x500mg P

Diagnosis Akhir P1A1 23 tahun post partus spontan patologis dengan induksi persalinan a/i hidropsfetalis H+1 Prognosis Ad vitam Ad sanationam Ad functionam : dubia ad bonam : ad bonam : ad bonam
16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

1. Hydrops Fetalis Hydrops fetalis (HF) adalah akumulasi cairan yang berlebihan dalam kompartemen ekstravaskuler janin dan rongga tubuh, yang ditandai oleh ketebalan kulit umumnya > 5 mm, pembesaran plasenta, perikardial, efusi pleura, atau ascites (Abrams et al, 2007). HF bukanlah penemuan yang spesifik dan merupakan stadium akhir dari berbagai gangguan. Di masa lalu, sebelum imunisasi rutin Rhesus ibu (Rh)negatif, sebagian besar kasus hidrops adalah karena eritroblastosis dari alloimmunization Rh. Saat ini, nonimmune hydrops fetalis (NIHF) lebih sering, yang terdiri dari 76-87% dari semua kasus HF yang ada (Abrams et al, 2007). NIHF memiliki penyebab multifaktorial, terdiri dari gangguan janin, plasenta, dan ibu. Meskipun diagnosis dan manajemen telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, NIHF masih terkait dengan tingkat kematian yang tinggi (Abrams et al, 2007). 2. Epidemiologi Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin berakhir secara spontan di dalam Rahim. Perkiraan secara umum hidrops fetalis di Amerika Serikat adalah sekitar 1 dalam 600 banding 1 dalam 4000 kehamilan. Insiden hidrops fetal imun menurun secara signifikan dengan penggunaan macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin Rh untuk Rh-negatif ibu pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan fetomaternal) dan postpartum (setelah bayi Rh-positif) (Keeling et al, 2007). Hidrops fetalis jauh lebih umum di Asia Tenggara. Di Thailand,

17

frekuensi hidrops, dari homozigot alfa-thalassemia adalah 1 dalam 500 banding 1 dalam 1500 kehamilan. Perkiraan angka kematian sangat bervariasi, dari hampir nol sampai hampir 100%. Kasus yang paling sering dilaporan kematian 60-90%, meskipun beberapa perbaikan yang terkenal dalam laporan yang lebih baru. Banyak penyebab variasi ini diakui, tidak sedikit yang meliputi kecanggihan metode diagnostik yang digunakan dan kompleksitas dan biaya pengobatan. Namun, faktor tunggal yang paling penting adalah penyebab hidrops. Bagian penting dari kasus-kasus ini disertai dengan cacat bawaan ganda dan kompleks asal genetik dan kromosom, yang dengan sendirinya bersifat fatal pada usia dini. Banyak penyebab lain yang disertai dengan massa atau akumulasi cairan, yang menekan paru-paru janin berkembang dan menghalangi perkembangan normal. Jadi, ada tidaknya dan pencegahan potensi paru hipoplasia adalah sangat penting (Keeling et al, 2007). Pengaruh variasi genetik dalam struktur alpha-rantai hemoglobin dalam populasi Asia dan Mediterania di samping sifat yang lebih serius dari penyakit hemolitik pada janin Afrika Amerika dipengaruhi oleh ibu ABOfaktor isoimunisasi. Pengaruh jenis kelamin pada hidrops fetalis sebagian besar berkaitan dengan penyebab kondisi tertentu. Bagian penting dari hidrops berhubungan dengan kelainan kromosom. Resiko pria yang lebih besar adalah peningkatan hampir 13 kali lipat pada hidrops janin laki-laki dengan penyakit hemolitik Rh D (Keeling et al, 2007). 3. Klasifikasi Ada dua jenis hidrops fetalis (Cunningham, et.al. 2010): A. Immune hidrops fetalis 1. Merupakan komplikasi dari inkompatibilitas Rh. Kompatibilitas Rh menyebabkan kerusakan besar sel darah merah, yang mengarah ke beberapa masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat mengganggu bagaimana organ-organ tubuh bekerja. Berasal dari penyakit hemolitik alloimun (Rhesus Isoimmunization)

18

2. Dikenal pula sebagai eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolitik. 3. Patogenesis : HF imune terjadi ketika sel darah merah janin mengekspresikan protein yang tidak terdapat didalam eritrosit ibu. terjadi sensitisasi sitem imunologi ibu. menimbulkan antibodi IgG untuk melawan protein asing tersebut. IgG melintasi plasenta dan menghancurkan eritrosit janin, mengakibatkan anemia dan gagal jantung pada janin HF imune biasa disertai dengan hematokrit janin < 15% (normal = 50%) 4. Isoimunisasi Rh : Antigen D (Rh) hanya ada pada eritrosit primata. Mutasi gen D menyebabkan tidak adanya ekspresi antigen D pada eritrosit. Individu semacam ini dianggap sebagai Rh negatif. Jika janin berasal dari ibu yang Rh negatif maka tidak terjadi sensitisasi Rh. 5. Meskipun demikian 60% ibu Rh negatif akan memiliki janin dengan Rh positif Paparan darah Rh positif pada ibu Rh negatif akan memicu respon antibodi. Faktor resiko sensitisasi Rh : a. Transfusi darah yang tidak kompatibel b. Kehamilan ektopik c. Abortus d. Amniosentesis e. Kehamilan normal B. Non Immune hidrops fetalis 1. Nonimmune hidrops fetalis terjadi ketika kondisi penyakit atau medis mengganggu kemampuan tubuh untuk mengelola cairan. 2. Dapat disebabkan oleh a. Gagal miokardium primer b. Gagal jantung high out-put c. Penurunan tekanan onkotik plasma d. Peningkatan permeabilitas kapiler e. Obstruksi aliran vena atau aliran limfatik. 3. Etiologi utama NIHF adalah kelainan jantung bawaan
19

Beberapa penyebab hidrop fetalis non imun (Cunningham, et.al. 2010): a. kelainan Jantung: defek septum atrial atau ventricular, hypoplasia jantung kiri, unsufisiensi katup pulmonal, dilatasi jantung, tetralogi fallot, penutupan dini foramen ovale. b. kelainan pernafasan: herna diagframatika, malformasi adenomatosa kistik, hypoplasia pulmonal, hemartoma pulmonal. c. kelainan gastrointestinal: atresia jejuni, volvulus usus halus, malrotasi usus halus, peritonitis mekonium. d. Kelainan urologi : stenosis atau atresia uretra, obstruksi leher kandung kemih posterior, perforasi kandung kemih, prune belly, neurogenic bladder, ureterokel. e. Sindrom malformasi: dwarfisme tanatoforik, artrogriposis

multipleks kongenital, osteogenesis imperfect, hipofosfatasia, akondroplasia, higroma kistik. f. Kromosom: sindrom down (trisomi 21), sindrom turner, triploidi g. Lain lain : higroma kistik, limfedema kongenital, sindrom polisplenia, neuroblastoma, talasemia, kista ovarium terpuntir, trauma janin, anemia, sialidosis. h. Infeksi : cytomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, hepatitis, rubella, parvovirus, penyakit chagas. i. Kehamilan kembar: sindrom transfuse antarkembar, sindrom kembar parabiotik (akardiak).

4. Patofisiologi Hidrops Fetalis Imun dan Non-imun Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk

20

kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan (Sindu, 2005). Mekanisme dasar untuk pembentukan hidrops janin adalah

ketidakseimbangan produksi cairan interstitial dan limfatik kembali. Akumulasi cairan pada janin dapat hasil dari gagal jantung kongestif, obstruksi aliran limfatik , atau penurunan tekanan osmotik plasma. Janin sangat rentan terhadap akumulasi cairan interstitial karena permeabilitas kapiler yang lebih besar , kompartemen interstitial compliant, dan kerentanan terhadap tekanan vena pada limfatik kembali (Bellini et al, 2012). Mekanisme kompensasi untuk mempertahankan homeostasis selama hipoksia yang dihasilkan dari penyakit yang mendasari meliputi peningkatan efisiensi ekstraksi oksigen, redistribusi aliran darah ke otak, jantung, dan adrenal, sehingga menyebabkan kerusakan tubulus ginjal, Volume

augmentation untuk meningkatkan cardiac output , dan aktivasi ditandai dari sistem renin-angiotensin . Mekanisme ini meningkatkan tekanan vena dan akhirnya menghasilkan akumulasi cairan interstitial dan karakteristik perubahan hidropik pada janin. Peningkatan tekanan vena dan memberikan kontribusi untuk edema dan efusi dengan meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler dan mengurangi limfatik kembali. Gangguan fungsi ginjal

menyebabkan oliguria atau anuria dan kemudian hidrops (Bellini et al, 2012). Mekanisme patofisiologi hidrops dibagi terpisah menjadi 4 berdasarkan hukum Starlings (Sindu, 2005): a. Peningktan tekanan hidrostatik vena sebagai hasil gagal jantung. Gagal jantung dapat terjadi karena obstruksi atau pengalihan outflow , defisiensi aliran balik jantung,dan insufisiensi kekuatan inotropik. b. Penurunan tekanan osmotic plasma. c. Obstuksi aliran limfatik.

21

d. Peningkatan permeabilitas kapiler


1. Gangguan metabolic janin Infeksi Gangguan hematologi 1. Gangguan kardiovasku ler Gangguan hematologi Obstruksi vena

2. 3.

2. 3.

1. Gangguan placenta 2. Gangguan aliran urin

Displasia saluran limfa

Gagal Fungsi Hati

Gagal jantung

Overloa d volume

Berkurangn ya aliran limfatik

Tekanan osmotik plasma rendah

Tekanan vena sentral tinggi

Penumpukan cairan interstisial

NON IMUN HYDROPS FETALIS

Gambar 1. Bagan Patofisiologi Hidrops Fetalis

22

5. Gejala Gejala tergantung pada keparahan kondisi. Bentuk ringan dapat menyebabkan (Cunningham, et.al. 2010): a. Pembengkakan hati b. Perubahan warna kulit (pucat) c. Gangguan pernapasan d. Memar atau memar keunguan seperti bintik-bintik pada kulit e. Gagal jantung f. Anemia berat g. Ikterus berat h. Pembengkakan tubuh 6. Diagnosis Hidrops Fetalis Penegakkan diagnosis pada hidrops fetalis antara lain : a. Anamnesis Pada anamnesis hidrops fetalis lebih mengarah pada riwayat dari kedua orang tua untuk mengevaluasi kemungkinan masalah kesehatan atau faktor resiko untuk hidrops fetalis yaitu (Bianchi et al, 2000) : 1. umur (<16 atau > 35 tahun), etnik (kaukasoid). 2. Anemia atau hemoglobinopati. 3. Infeksi virus, hewan peliharaan seperti kucing, pernah tereksposur terhadap bayi atau anak (dengan infeksi virus), transmisi penyakit seksual sebelumnya. 4. Penggunaan obat yang berhubungan dengan hemolisis G6PD (Glukosa 6 Fosfat Dehidroginase) defisiensi seperti primakuin, pamakuin, fenazopiridin, naftalen atau yang bersifat teratogenik selama kehamilan.

23

5. Penyakit ginjal atau hati seperti penyakit polikistik, kolagen atau penyakit tiroid, diabetes mellitus. 6. Trauma tumpul abdomen, perdarahan antepartum. 7. Riwayat keluarga atau personal dari kehamilan kembar, malformasi kongenital, penyakit jantung sebelumnya waktu masa anak-anak, kematian janin sebelumnya. b. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi : Perut yang cepat membesar yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. 2) Auskultasi : Biasana terdengar denyut jantung janin meningkat (fetal distres). 3) Perkusi dan Palpasi : Terdapat pekak janin dan saat palpasi didapatkan besar uterus melebihi lamanya amenorea, uterus tumbuh lebih tinggi dari kehamilan normal dan terjadi penurunan gerak janin (Bianchi et al, 2000). c. Pemeriksaan Penunjang 1. USG HF sering ditegakkan melalui USG rutin. Kecurigaan adanya HF ditegakkan bila ada riwayat dalam keluarga dan adanya hidramnion. Pemeriksaan USG untuk menegakkan hydrops fetalis ini ditegakkan dengan adanya abnormalitas atau peningkatan

sedikitnya di 2 organ tubuh bayi. Contohnya efusi pericardial, efusi pleura, ascites, edema subcutan, cystic higroma, polyhidramnion, dan penebalan placenta. Secara umum, penebalan kulit minimal 5 mm, sudah dapat untuk mendiagnosa edema subcutis, dan penebalan plasenta minimal 6 cm, sudah dapat ditegakkan plasentomegali. Gambaran ini tidak memberikan informasi pasti hydrops fetalis, karena hal ini bisa didapatkan pada bayi dengan makrosomia (Carlo et al, 2009)

24

Gambar 2. Gambaran USG Janin dengan Hidrops Fetalis

2. Skrining antibody Rh Riwayat sebelumnya yang mengenai bayi dalam keluarga adalah sangat penting. Sekali diduga IHF, tipe darah ibu dan skrining antibody Rh (CDE) dan penentuan tipe darah minor (contoh, Kell, Duffy, MNSs) sebaiknya diperiksa. Pada ibu yang IgM terdeteksi, tidak ada pemeriksaan lanjut, tapi bila igG terdeteksi, titer dari Rhpositif pada darah ibu perlu ditentukan. Titer yang lebih besar 1:16 adalah signifikan dan menyebabkan hemolitik berat. Jika titer signifikan, amniosintesis sebaiknya diperiksa untuk menilai keparahan dari hemolisis dan anemia pada fetus (Durre, 2011). 3. Tes indirect Coombs Pemeriksaan tes indirect Coombs untuk menyingkirkan peneyebab imun, yaitu pemeriksaan darah rutin dan lengkap untuk menyingkirkan thalasemia, skrining toxoplasmosis, other

infections, rubella, CMV, dan infeksi herpes simpleks (TORCH) selama kehamilan (Durre, 2011).

7. Diagnosis diferensial Hidrop Fetalis a. Congestive Heart Failure b. Pulmonary Stenosis, Infundibular c. Pulmonary Stenosis, Valvar
25

d. Cardiomyopathy e. Efusi Pleura f. Alpha () thalassemia

g. G-6-PD deficiency
h. Infeksi : Parvovirus, CMV, syphilis, coxsackie virus, rubella, toxoplasmosis, herpes,varicella, adenovirus, enterovirus (Bianchi et al, 2000).

8. Komplikasi Hidrop Fetalis a. Ibu Komplikasi pada ibu adalah sindrom cermin ibu (maternal mirror syndrom). Karena dianggap disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskular pada plasenta hidropik yang membengkak, disebut sindrom cermin karena ibu mengalami preeklamsi disertai edema berat yang mirip dengan edema pada janin. Persalinan preterm sering terjadi akibat hidramnion. Perdarahan pascapartum kadang-kadang terjadi akibat dekompresi mendadak uterus yang teregang berlebihan, dan sering terjadi retensi plasenta. b. Janin Kernikterus Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Kernikterus ialah kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus dan nucleus pada dasar ventrikel IV (Sindu, 2005).

9. Penatalaksanaan Hidrop Fetalis a. Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Selama kehamilan, pengobatan dapat mencakup : 1) Terminasi kehamilan, kortikosteroid Prenatal harus diberikan jika terjadi pada hamil preterm 2) Sectio sesaria dini jika kondisi janin dan ibu semakin memburuk

26

3) Transfusi darah ke bayi saat masih dalam kandungan (intrauterine transfusi darah janin). Tingkat kelangsungan hidup untuk transfusi intrauterin adalah 89%, tingkat komplikasi adalah 3%. Komplikasi termasuk pecahnya membran dan kelahiran prematur, infeksi, gangguan janin merupakan indikasi dilakukan Sectio sesaria cito. b. Pengobatan untuk bayi yang baru lahir mungkin termasuk: 1) Transfusi langsung sel darah merah (kompatibel dengan jenis darah bayi) dan transfusi tukar untuk membersihkan tubuh bayi dari antibodi IgG yang merusak sel-sel darah merah 2) Jika janin terjadi efusi pleura maka ditangani dengan thoracenteses janin dan efusi perikardial dikelola dengan pericardiocenteses tunggal atau serial atau manuver drainase berkelanjutan. 3) Obat-obatan untuk mengontrol gagal jantung dan membantu ginjal membuang cairan. Obat yang digunakan diantaranya digitalis, furosemid, prokainamid, flecainide, quinidine, verapamil, adenosin, amiodaron, sotalol, propanolol, terbutaline,

kortikosteroid, dan imunoglobulin; berbagai kombinasi obat ini juga telah digunakan. 4) Metode untuk membantu bayi bernapas, seperti mesin

pernapasan,pasang sungkup O2 4 liter/menit

27

BAB IV MASALAH DAN PEMBAHASAN

Diagnosis awal kasus saat di Instalasi Gawat Darurat adalah G2 P0 A1 usia 23 tahun hamil 31+5 minggu janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala punggung kiri belum inpartu dengan curiga hidrops fetalis. Beberapa hal yang perlu dibahas berkaitan dengan diagnosis ini antara lain : a. Penegakan Diagnosis Diagnosis hidrops fetal ditegakkan melalui pemeriksaan USG dengan hasil USG: janin tunggal hidup intra uterin, curiga hidrops fetalis dengan fluid collection intra thoraks dan intra abdomen. Hydrops fetalis (HF) adalah akumulasi cairan yang berlebihan dalam kompartemen ekstravaskuler janin dan rongga tubuh, yang ditandai oleh ketebalan kulit umumnya > 5 mm, pembesaran plasenta, perikardial, efusi pleura, atau ascites (Abrams et al, 2007). Usia kehamilan pasien menurut diagnosis adalah 31 minggu 5 hari. Jika dihitung dengan rumus negle, maka usia kehamilan pasien sesuai dengan HPHT, yakni 31 minggu 5 hari. Berdasarkan perhitungan objektif menggunakan rumus Mc Donald, maka usia kehamilan dengan TFU 35 cm adalah 40 minggu, usia kehamilan pasien tidak sesuai dengan tinggi fundus uteri (Cunningham et al, 2005). Taksiran berat janin menggunakan rumus Johnson yaitu 3750 gram, berat janin 3750 ini tidak sesuai dengan usia kehamilan pasien. Hal ini disebabkan karena adanya akumulasi cairan berlebih di dalam tubuh janin.

b. Klasifikasi Hidrops Fetal pada kasus ini Dari anamnesis didaptkan data tentang umur ibu 23 tahun beretnis jawa. Suami juga beretnis jawa. Riwayat obstetric dari kehamilan pertama mnegalami abortus. Pasien tidak memelihara kucing dan jarang makan sayursayuran hijau. Pasien menyangkal tidak mederita penyakit selama kehamilan

28

seperti infeksi saluran kemih, malaria. asma, jantung, diabetes mellitus, paru, ginjal. Pasien menyangkal mengalami trauma pada abdomen, tidak pernah dipijit, dan tidak mengalami perdarahan selama kehamilan. c. Pemeriksaan Penunjang Tambahan 1. Skrining antibody Rh Tipe darah ibu dan skrining antibody Rh (CDE) dan penentuan tipe darah minor (contoh, Kell, Duffy, MNSs) sebaiknya diperiksa. Pada ibu yang IgM terdeteksi, tidak ada pemeriksaan lanjut, tapi bila igG

terdeteksi, titer dari Rh-positif pada darah ibu perlu ditentukan. Titer yang lebih besar 1:16 adalah signifikan. Jika titer signifikan, amniosintesis sebaiknya diperiksa untuk menilai keparahan dari hemolisis dan anemia pada fetus (Durre, 2011). 2. Tes indirect Coombs Pemeriksaan tes indirect Coombs untuk menyingkirkan peneyebab imun, yaitu pemeriksaan darah rutin dan lengkap untuk menyingkirkan thalasemia, skrining toxoplasmosis, other infections, rubella, CMV, dan infeksi herpes simpleks (TORCH) selama kehamilan (Durre, 2011).

d. Penatalaksanan Pada Kasus ini Terminasi kehamilan harus diberikan jika terjadi pada hamil preterm. Induksi persalinan dilakukan pada kehamilan ini dikarenakan untuk mencegah keadaan ibu agar tidak semakin memburuk. Pada bayi ini didapatkan bayi lahir dalam keadaan meninggal. Bayi berjenis kelamin perempuan, berat badan lahir 3750 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 36 cm, terlihat kepala-dada-perut ascites. Komplikasi pada ibu adalah sindrom cermin ibu (maternal mirror syndrom). Karena dianggap disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskular pada plasenta hidropik yang membengkak, disebut sindrom cermin karena ibu mengalami preeklamsia disertai edema berat yang mirip dengan edema pada janin. Persalinan preterm sering terjadi akibat hidramnion. Perdarahan pascapartum kadang-kadang terjadi akibat

29

dekompresi mendadak uterus yang teregang berlebihan, dan sering terjadi retensi plasenta (Sindu, 2005). Wanita D-negatif yang tersentisisasi dengan janin D-positif jika tidak diobati, maka angka kematian perinatal adalah sekitar 30% (Cunningham, et.al. 2010)

e. Pencegahan yang dapat dilakukan Immunoglobulin anti-D adalah suatu immunoglobulin G 7S yang diekstraksi dengan fraksional alcohol dingin dari plasma yang

mengandung antibody D dalam titer tinggi. Terapi ini diberikan kepada ibu D-negatif yang tidak tersensitisasi untuk mencegah bahaya sensitisasi. Profilaksis immunoglobulin-D diberikan ketika usia kehamilan sekitar 28 minggu. Profilaksis ini kembali diberikan setelah kelahiran apabila bayi Dpositif (Cunningham, et.al. 2010). Immunoglobulin-D diberikan harus diberikan kepada wanita Dnegatif setelah keguguran, abortus, atau evakuasi ektopik dan mola. . Insiden hidrops fetal imun menurun secara signifikan dengan penggunaan macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin Rh untuk Rh-negatif ibu pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan fetomaternal) dan postpartum (setelah bayi Rh-positif) (Keeling et al, 2007).

30

BAB V KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien adalah G2 P0 A1 usia 23 tahun hamil 31+5 minggu janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala punggung kiri belum inpartu dengan curiga hidrops fetalis 2. Penentuan usia kehamilan dihitung dengan menggunakan rumus Neagle yaitu 31 minggu + 5 hari. 3. Penanganan hidrops fetalis dibagi menjadi 2 yaitu sebelum lahir dan sesudah lahir. 4. Pada pasien ini terminasi dilakukan dengan induksi persalinan berdasarkan pertimbangan keadaan janin dan kondisi ibu preeklamsi, serta belum ada tanda-tanda inpartu 5. Komplikasi kehamilan hidrops fetalis yang terjadi pada pasien ini adalah kematian janin post partus.

31

DAFTAR PUSTAKA

Ashraf

H.

H.

2011.

Hidrop

Fetalis.

Diunduh

dari

http://emedicine.

medscape.comarticle974571-overview#a0101 Bianchi DW, Crombleholme TM, D'Alton ME. 2000. Non-immune hydrops fetalis. In: Bianchi DW, Crombleholme TM, D'Alton ME, editors. Fetology: Diagnosis and management of the fetal patient New York: McGraw-Hill;. p. 959-965. Bellini C, Hennekam RC. 2012. Non-immune hydrops fetalis: a short review of etiology and pathophysiology. Am J Med Genet A. Mar;158A(3):597605. Carlo bellini,et al. 2009. Etyologi Of Non-immune Hydrops Fetalis: Systemic Review. Am J Med Genet Part A 149a:844-851 Cunningham, et.al. 2010. Hidrop Fetalis : Obstetri William Ed. 23. Jakarta: EGC Durre Sabih. 2011. Hydrops Fetalis. Diunduh dari http://www. 403962-overview Keeling, Jean W. Khong T Yee. 2007. Fetal and Neonatal Pathology. Springer. Matthew E. A, et al. 2007. Hydrops Fetalis: A Retrospective Review of Cases Reported to a Large National Database and Identification of Risk Factors Associated With Death. Sindu, E. 2005. Hemolytic disease of the newborn. Jakarta: Direktorat Laboratorium Kesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI.

32

Anda mungkin juga menyukai