Anda di halaman 1dari 3

Dampak Kumulatif Dalam Amdal Rabu, 19 Juni 2013 06:40 WIB Hefni Effendi *) " ....

para praktisi Amdal sering terjebak hanya menelaah dampak dari proyek tunggal yang direncanakan pada lingkungan sekitar, abai terhadap dampak kumulatif." Pada /International Conference on Impact Assessment/ di Calgary, Canada (11-17 Mei 2013) ditekankan kembali tentang perlunya pengadopsian dampak kumulatif dalam kajian Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Disusul dengan pentingnya pembuatan keputusan kelayakan lingkungan berpatokan pada dampak kumulatif tersebut. Pakar Amdal dari University of Oklahoma (USA) Prof. Larry Canter, pengarang buku /Environmetal Impact Assessment/, mengulas secara rinci tentang dampak kumulatif ini. Ajakan kemauan menerapkan dampak kumulatif inilah yang menjadi salah satu pelatar belakang tema konferensi yakni IAIA 13 /Impact Assessment The/ /Next Generation/ yang saya hadiri sebagai salah seorang delegasi Indonesia, bersama dengan tim dari KLH. Negara bagian Alberta, dengan ibu kota Calgary, mengandalkan pertumbuhan ekonominya pada sektor minyak dan gas. Disini banyak beroperasi perusahaan migas multi nasional. Kota Calgary yang berpenduduk sekitar 1,1 juta jiwa, dialiri oleh Sungai Elbow yang bersih, menjadi dambaan bagi sungai-sungai yang melintasi kota besar di Indonesia. Hal ini karena di Calgary salah satunya konsep dampak kumulatif konsisten ditegakan. Dampak kumulatif dimaknai sebagai aggregasi atau kumulasi dampak dari beberapa kegiatan yang beroperasi dalam suatu hamparan ekologis seperti DAS yang sama, dan menimbulkan dampak pada ruang dan waktu yang bersamaan dalam hamparan ekologis tersebut. Kombinasi dampak dari beberapa kegiatan industri bisa bersifat aditif, sinergitik (saling menguatkan), dan antagonistik (saling melemahkan). Kombinasi aditif berupa penjumlahan aritmatik dari sifat merusak (/severity/). Sinergitik yakni sifat merusaknya bersinergi menjadi lebih besar pengaruhnya dari sekedar penjumlahan. Kombinasi sinergitik ini membuat dampak terhadap lingkungan jauh lebih buruk dari prediksi awal. Antagonistik, jika kombinasi sifat merusaknya saling menghilangkan. Kombinasi antagonisktik inilah yang sejatinya diharapkan pada lingkungan penerima dampak. Kombinasi dan akumulasi dari beberapa dampak dalam satuan waktu (/temporal/) dan ruang (/spatial/) yang sama pada durasi waktu tertentu inilah yang seyogyanya ditelaah secara intensif sebagai dampak kumulatif dalam kajian Amdal. Namun, para praktisi Amdal sering terjebak hanya menelaah dampak dari proyek tunggal yang direncanakan pada lingkungan sekitar, abai terhadap dampak kumulatif. *Daya Dukung dan Daya Tampung* Dalam perkembangan Amdal di Indonesia, pemahaman akan pentingnya dampak

kumulatif ini sebetulnya sudah diintroduksi sejak beberapa tahun silam. Bahkan sudah ada payung hukum yang mendasarinya yakni PerMenLH No. 110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air. Pada peraturan ini diintroduksi konsep neraca massa yang memperhitungkan berapa nilai parameter pencemar dan laju alir parameter pencemar yang diperkenankan dibuang ke badan air. PerMenLH No 15 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan menyebutkan bahwa 1) Dampak dicermati pada area yang mendapat paparan dari beberapa dampak sekaligus. Maknanya, prakiraan dampak ditentukan tidak semata hanya pada proyek yang direncanakan, tapi dampak dari beberapa proyek yang telah beroperasi di sekitarnya, juga harus dikaji, 2) Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi rencana kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksud. Dari dua pernyataan diatas, tersurat bahwa penentuan dampak kumulatif tidak hanya menjadi tanggungjawab pemrakarsa (/proponent/) kegiatan tapi juga pemerintah. Dari sisi pemrakarsa terkadang timbul keengganan untuk menelaah lebih jauh dampak dari kegiatan sekitarnya yang telah beroperasi, karena mereka beranggapan selama /effluent/ limbah cair, emisi gas, dan timbulan limbah padat yang mereka buang ke lingkungan, sudah memenuhi baku mutu, maka kewajiban mereka selesai, maknanya telah taat (/comply/) terhadap ketentuan yang ada. Padahal daya tampung dan daya dukung ekologis dari ekosistem penerima dampak mempunyai keterbatasan, jika sekiranya pada daerah tersebut terdapat beberapa kegiatan industri yang telah beroperasi dan kesemuanya membuang (/dumping/) limbah ke lingkungan yang sama. Disinilah sebetulnya peran pemerintah untuk menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta memberlakukan hasil penentuan tersebut. Akan berbeda halnya dengan pelaku industri yang mengejar katagori /beyond compliance/ (lebih dari sekedar taat), maka mereka niscaya akan memperhatikan konsep dampak kumulatif tersebut. Namun masih sangat langka perusahaan yang mengusung konsep ini. Dalam bincang-bincang dengan Prof. Brian Moss, pakar Amdal dari University of Calgary, beliau mengelaborasi, bahwa di Canada kalau suatu lokasi sudah diindikasikan tercemar sebagai rona awalnya, maka niscaya tidak akan ada kegiatan industri baru yang diizinkan beroperasi disana. Pelaku industri yang telah beroperasi di daerah tersebut bersama dengan pemerintah harus berupaya untuk memulihkan kondisi lingkungan yang ditenggarai tercemar tersebut, agar menjadi lebih baik. Ini kontradiktif dengan di Indonesia, lihat saja di DAS Ciliwung yang secara kasat mata ekologi sudah tak mendukung lagi untuk penambahan kegiatan industri baru, namun tetap saja industri-industri baru bermunculan di wilayah ini. Diperlukan revolusi paradigma pengelolaan lingkungan yang luar biasa di negeri kita ini untuk bisa menerapkan konsep dampak kumulatif secara tegap dan konsisten misalnya dengan moratorium izin industri baru pada DAS yang telah rusak. Mau kah kita, memulainya pada momen hari lingkungan hidup 5 Juni 2013 tahun ini ? Padahal instrumen teknik dan payung hukumnya sudah ada sejak tahun 2003 ! Jika tidak, maka selamanya kita akan menyaksikan kondisi Kali Ciliwung di Jakarta seperti saat ini ! Atau ada cara lain ?

*) Penulis buku "Senarai Bijak Terhadap Alam"

* www.antarabogor.com <http://bogor.antaranews.com> * Copyright 2013

Anda mungkin juga menyukai