Anda di halaman 1dari 82

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah di bidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan penduduk berkisar antara 2.15% pertahun hingga 2,49% pertahun . Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana (KB) yang telah dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Hasil survey demografi kesehatan Indonesi a (SDKI) tahun 2007 menunjukkan program keluarga berencana (KB) mengala mi stagnasi, dengan angka kelahiran rata -rata tetap 2,6 - setara tahun 2003. Kesertaan ber-KB seperti tergambar pada pemakaian alat kontrasepsi, juga menunjukan peningkatan yang sedikit sekali

sekitar 1 persen selama 5 tahun terakhir dan pencapaian tersebut belum merata. Pencapaian peserta KB baru semua metode kontrasepsi di Kalimantan Timur sebanyak 74.675 akseptor atau 100.17% dari prakiraan permintaan masyarakat (PPM) 74.550 peserta. Dengan uraian 2.939 peserta Intra Uterine Devices (IUD), 632 peserta Medis Operatif Wanita (MOW), 2.584 peserta kondom, 3.113 peserta Implant, 39.555 peserta Suntik dan 25.801 peserta Pil. Pencapaian tertinggi pada metode suntik terdapat di kota Samarinda dengan jumlah 10.907 peserta. Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontrasepsi dapat

dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93% memilih Implant 2,72% memilih IUD dan lainnya 1,11%. Pada umumnya masyarakat lebih memilih metode non MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang) seperti suntik dan pil karena praktis, ekonomis, nyaman dan mudah digunakan. Walaupun efek sampingnya berupa gangguan pola haid dan kenaikan berat badan yang paling sering di alami. Dari hasil SDKI (2007) diketahui banyak alasan yang dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi KB MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang) seperti Intra Uterine Devices (IUD), Implant, Medis Operatif Pria (MOP) dan Medis Operatif Wanita (MOW) adalah karena alasan fertilitas. Selain alasan fertilitas. Alasan lain yang banyak disebut adalah berkaitan

dengan alat/cara KB yaitu : masalah kesehatan, takut efek samping, alasan karena pasangannya menolak dan alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya terlalu mahal (BKKBN, 2008). Partisipasi masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa peserta Keluarga Berencana (KB) aktif yang memilih alat kontrasepsi suntik tetap menduduki peringkat tertinggi meskipun sering menimbulkan gangguan haid (amenorea), menoragia dan muncul bercak (spotting), peningkatan berat badan, sakit kepala, dan nyeri payudara. Selain itu juga terlambat kembalinya kesuburan. Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Usia subur seorang wanita biasanya antara 15 49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau

menjarangkan kelahiran lebih di prioritaskan untuk menggunakan alat / cara KB (Dinkes, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Meliati (2005) dengan judul hubungan pengetahua n aseptor KB tentang kontrasepsi rasional dalam pemilihan metode kontrasepsi rasional dalam pemilihan metode kontrasepsi di desa Bangun Cipto Yogyakarta

menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan tentang kontrasepsi dengan pemilihan metode kontrasepsi yang signifikan. Semakin tinggi nilai pengetahuan maka semakin cepat keputusan ibu dalam menggunakan kontrasepsi suntik .

Pengetahuan ibu yang tinggi akan empat kalinya lebih cepat dalam mengambil keputusan. Untuk mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program KB berkurang

(Notoatmojo, 2003). Selain itu status pekerjaan dan pendapatan juga dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong seseorang untuk ikut dalam KB, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi status dalam pemakaian kontrasepsi. Semua

metode kontrasepsi mempunyai efek samping (akibat pemakaian KB bukan gejala suatu penyakit), yang harus diketahui pemakai (akseptor) sebelum memakainya. Oleh karena itu konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik juga akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB (BKKBN, 2006). Hasil penelitian yang di lakukan oleh Tumini (2004) tentang pengaruh pemberian konseling terhadap pengetahuan tentang KB dan kemantapan dalam pemilihan alat kontrasepsi pada calon

akseptor

KB menunjukkan bahwa ada pengaruh konseling dan secara bersama -sama terhadap kemantapan

pengetahuan akseptor KB.

Pemilihan alat kontrasepsi keinginan

oleh akseptor KB yang sesuai

sangat penting. Banyak wanita harus menentukan

pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode,

konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008). Metode kontrasepsi suntik pada tahun 1991 hanya 11,7 persen, 1994 menjadi 15,2 persen, 1997 menjadi 21,1 persen, 2003 menjadi 27,8 persen dan 2007 mencapai 31,6 persen. (sumber: SDKI). Fakta tersebut menunjukkan bahwa masih banyak pasangan usia subur yang belum terpenuhi jenis kontrasepsi yang sesuai dengan pilihannya secara rasional, baik sesuai dengan tujuan pengaturan kelahirannya atau kondisi fisik biologisnya.

Untuk

itu

dalam

memutuskan

suatu

cara

kontrasepsi

sebaiknya mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi yan g rasional, efektif dan efisien. KB merupakan program yang

berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity). (www.psikis.bkkbn.go.id). Data yang diperoleh dari Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (BKBKS) Kota Samarinda (2009),

menunjukkan hasil pencapaian peserta

KB baru di enam

kecamatan yang ada di wilayah kota Samarinda menurut jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan pada tahun 2008 dan 2009 adalah jenis kontrasepsi suntik. Pengguna KB terbanyak ada di wilayah Kecamatan Samarinda Seberang Puskesmas Kampung Baqa Kota Samarinda pada tahun 2008 sebanyak 2130 peserta dan mengalami peningkatan menjadi 2481 peserta di tahun 2009. Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud untuk

mengetahui hubungan pengetahuan, pendapatan dan konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

B. RUMUSAN MASALAH

Setelah mengidentifikasikan masalah, perumusan masalah, penelitian yang diambil ad alah Apakah ada hubungan

pengetahuan, pendapatan dan konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010?
C. TUJUAN PENELITIAN

1.

Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan, pendapatan dan

konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010. b. Mengetahui hubungan pendapatan terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

c.

Mengetahui hubungan konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

D. MANFAAT PENELITIAN

1.

Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan .penerapan ilmu yang telah di pelajari selama kuliah .

2.

Bagi Akademik Menambah pustaka perpustakaan dan sebagai salah satu sumber acuan bagi pihak lain yang memerlukannya untuk kepentingan penelitian lanjutan di masa yang akan datang .

3.

Bagi instansi kesehatan Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi instansi kesehatan dalam pelayanan kesehatan serta sebagai bahan pertimbangan masyarakat. perbaikan pelaksanaan program KB di

4.

Bagi masyarakat Dapat menjadi sumber pengetahuan, saran dan masukan bagi akseptor KB dalam rangka peningkatan pengetahuan

mengenai alat kontrasepsi suntik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang Keluarga Berencana (KB) 1. Keluarga Berencana (KB)

Keluarga berencana

adalah gerakan untuk membentuk

keluarga yang sehat da n sejahtera dengan membatasi kelahiran. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). bertujuan mencegah kehamilan atau membatasi KB laju

pertambahan kelahiran juga merencanakan besar kecilnya anggota keluarga atau jumlah anak agar dapat hidu p layak (family planning) (Supomo,2009). Keluarga berencana adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk emutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran. Keluarga berencana merupakan suatu cara efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami istri menghindari kehamilan resiko tinggi. KB tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan anak, tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi, menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan (Hartanto,1996). Menurut WHO (World Health Organisation) seperti yang dikutip oleh Hartanto (2004), KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :

10

1. Mendapatkan objektif objektif tertentu 2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan 3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan 4. Mengatur interval diantara kehamilan 5. Mengontrol waktu saat kelahiraan dalam hubungan dengan suami istri 6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga Secara garis besar definisi ini mencakup beberapa komponen dalam pelayanan kependudukan / KB yang dapat diberikan sebagai berikut : 1. Komunikasi, Informasi dan Eduaksi (KIE) 2. Konseling 3. Pelayanan kontrasepsi 4. Pelayanan infertilitas 5. Pendidikan sexs (sex education) 6. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan 7. Konsultasi genetik 8. Test keganasan 9. Adopsi
2. Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan dari keluarga berencana adalah : a. Menghindari kontrasepsi b. Mengatur jarak kehamilan kehamilan yang tidak diharapkan melalui

11

c.

Memutuskan jumlah anak yang akan diharapkan dalam keluarga

d.

Mencegah kehamilan pada wanita yang menderita penyakit serius sehingga kehamilan dapat menempatkan wanita tersebut pada risiko kesehatan

e.

Memberikan pilihan untuk menghindari kehamilan pada wanita carrier penyakit genetik

3. Akseptor Keluarga Berencana

Akseptor adalah orang yang men erima serta mengikuti program keluarga berencana (KB), (kamus Bahasa Indonesia Edisi III,2005). Pengertian akseptor Keluarga Berencana pasangan usia subur dimana salah seorang (KB) adalah daripadanya

menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun nonprogram (Kartoyo,2004).
4. Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang artinya me nolak dan konsepsi yang artinya bertemunya sel telur dengan sperma sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan (S upomo,2009). Kontrasepsi atau antikonsepsi (conception control) adalah mencegah terjadinya pembuahan (konsepsi) dengan cara alat atau obat-obatan (Mochtar,2000).

12

Syarat antikonsepsi yang ideal : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Efektif Dapat di percaya Tanpa resiko gagal Tanpa efek samping buruk Tidak mempengaruhi senggama Mudah mendapatkan dan cara penggunaannya sederhana Harga terjangkau Reversibel Akseptabel (Supomo,2009) Menurut Burns seperti yang di kutip oleh Hartanto (2004), kontrasepsi dapat didefinisikan sebagai tindakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pembuahan, dengan kata lain kontrasepsi dilakukan untuk pencegahan

kehamilan atau penjaringan kehamilan. Dewasa ini di kenal beberapa metode kontrasepsi menurut Burns antara lain : 1. Metode perintang adalah yang bekerja dengan cara

menghalangi sperma dari pertemuan dengan sel telur (merintangi pembuahan). 2. Metode hormonal adalah yang mence gah indung telur mengeluarkan sel sel telur, mempersulit pembuahan dan menjaga agar dinding dinding rahim tidak mendukung terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki.

13

3.

Metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim Intra Uterine Device (IUD), gunanya untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma.

4.

Metode

alamiah

merupakan

yang

membantu

untuk

mengetahui kapan masa subur seorang wanita, sehingga pasangan dapat menghindari hubungan seks pada masa itu. 5. Metode permanen atau metode yang menjad ikan seseorang atau pasangannya tidak dapat lagi memiliki anak untuk selamanya lewat suatu operasi. Ada dua pembagian cara kontrasepsi menurut Maryani (2000) yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern. 1. Cara kontrasepsi sederhana Cara kontrasepsi ini terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan dengan alat yang dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat / obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom,

diagframa atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vagina tablet). 2. Cara kontrasepsi modern (metode efektif) Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak pemanen dan permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), suntikan dan norplant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap yaitu dengan cara

14

tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria).


B. Kontrasepsi Rasional 1. Pengertian kontrasepsi rasional

Kontrasepsi rasional adalah kontrasepsi dimana pilihan

suatu pola pemakaian pemakaian kontrasepsi

disesuaikan dengan kurun reproduksi sehat. Kurun reproduksi sehat sendiri mengandung pengertian sebagai suatu pola perilaku reproduksi dimana pengaturan dan perencanaan kehamilan dilaksanakan pada masa dimana kehamilan akan berlangsung dengan aman dan pada tingkat kesehatan yangsetinggitingginya (www.pustaka.BKKBN.go.id) Pilihan kontrasepsi secara rasional pada dasarnya adalah merupakan pilihan klien secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan, yang didasarkan pada pertimbangan secara rasional dari sudut tujuan/teknis penggunaan, kondisi

kesehatan medis, dan kondisi sosial -ekonomis dari masingmasing pasangan. Sedang kan Pilihan kontrasepsi se cara tidak rasional adalah pilihan klien tanpa di dasari pertimbangan secara rasional (www.medicastore.com).
2. Tujuan dan manfaat

Tujuan

pemakaian

kontrasepsi

rasional

adalah

membantu setiap pasangan subur agar dapat mewujudkan praktek reproduksi sehat, sehingga tujuan mewujudkan

15

keluarga kecil sejahtera dapat di capai. Manfaat yang diperoleh dari pemakaian kontrasepsi rasional adala h : a. Membantu pasangan usia subur yang umur istrinya kurang dari 20 tahun untuk menunda kehamilannya dengan cara menganjurkan mereka memakai alat kontrasepsi yang sesuai sampai istrinya berumur 20 tahun atau lebih. Selain itu apabila pasangan tersebut secara ekonomis /

pshycologis belum siap maka di anjurkan pula untuk menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai. b. Membantu pasangan usia subur yang istrinya berumur antara 20 30 tahun untuk merencanakan kehamilan pertamanya, mengatur jarak kehamilan pertama dan kedua, dengan cara menganjurkan mereka memakai alat kotrasepsi yang sesuai. c. Membantu pasangan usia subur yang istrinya sudah berumur lebih dari 30 tahun dan telah mempunyai dua anak untuk tidak hamil lagi, dengan cara menganjurkan mereka memakai alat kotrasepsi yang sesuai.
3. Sasaran kontrasepsi rasional

Sasaran pola pemakaian kotrasepsi rasional secara langsung adalah semua pasangan usia subur dan peserta keluarga berencana. Sedangkan Sasaran pola pemakaian kotrasepsi rasional secara tidak langsung adalah para petugas keluarga berencana baik yang ada di lapanan maupun

16

petugas yang memegang kebijaksanaan.

Selain itu para

tokoh masyarakat, ahli agama, yang dapat membantu memberikan pengertian dan dorongan kepada para pasangan usia subur agar melaksanakan pemakaian alat kontrasepsi secara rasional. Sasaran tidak langsung lain adalah para kader yang secara sukarela memantu membina para pasangan usia subur dan para peserta keluarga berencana

(www.pustaka.BKKBN.go.id)
4. Pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional

Agar dapat mewujudkan pelayanan yang aman dan bermutu diperlukan kesatuan pemikiran tentang pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional. Pola penggunaan kontrasepsi yang ini haruslah sesuai dengan tahapan usia, sesuai dengan penyakit dan mungkin ada banyak faktor kesehatan Pola dasar penggunaan yang kontrasepsi tersebut lainnya. menurut

Hartanto (1996) adalah sebagai berikut : 1. Fase Menunda / Mencegah Kehamilan Umur di bawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena berbagai alasan dan prioritas

penggunaan kontrasepsi pil oral karena peserta masih muda dibandingkan penggunaan kondom karena

pasangan muda masih tinggi frekuensi bersenggama,

17

sehingga akan memiliki kegagalantinggi. Penggunaan IUD mini bagi yang belum mempunyai anak pada masa ini dapat dianjurkan terlebih bagi calon peserta dengan kontra indikasi pil oral. Ciri-ciri Kontrasepsi yang diperlukan adalah : a. Reversibilitas yang tinggi artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin hampir 100% karena pada masa ini peserta belum mempunyai anak. b. Efektifitas yang tinggi kerena kegagalan akan

menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi dan kegagalan ini merupakan kegagalan program. 2. Fase Menjarangkan Kehamilan Umur diantara 20-30 tahun merupakan usia terbaik untuk mengandung dan melahirkan . Segera setelah anak pertama lahir maka dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama. Kegagalan yang menyebabkan kelahiran cukup tinggi namun disini kurang berbahaya karena yang bersangkutan berada pada usia melahirkan yang baik. Disini kegagalan kontrasepsi bukanlah

kegagalan program . Ciri-ciri kontrasepsi yang dibutuhkan : a. Efektifitas cukup tinggi. b. Reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih mengharapkan punya anak lagi.

18

c. Dapat dipakai 2-4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan yang direncanakan. d. Tidak menghambat ASI karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi sampai umur 2 tahun akan mempunyai angka kesakitan dan kematian anak . 3. Fase Menghentikan/mengakhiri Kehamilan /Kesuburan. Alasan mengakhiri kesuburan : a. Ibu-ibu diatas usia 30 tahun dianj urkan untuk tidak hamil atau tidak punya anak lagi karena alas an medis dan alasan lainnya. b. Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap. c. Pil oral kurang dianjurkan karena usia itu yang relative tua dan mempunyai kemungkinan timbulnya efek samping dan komplikasi. Ciri-ciri kontrasepsi yang dibutuhkan : a. Efektifitas sangat tinggi, kegagalan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi ibu dan anak. b. Dapat dipakai untuk jan gka panjang. c. Tidak menambah kelainan yang ada
C. Tinjauan umum tentang alat kontrasepsi suntik 1. Latar belakang dan sejarah kontrasepsi suntikan

Kontrasepsi

suntikan

progestin

yang

pertama

dikembangkan tahun 1953 oleh Karl Junkmann. Tahun1957

19

Junkmann dan kawan-kawan menemukan NET EN. Pada saat yang sama, Upjohn Company di Amerika Serikat menemukan DMPA yang berasal dari hormon alamiah progesterone. NET EN merupakan suntikan progestin pertama yang di pakai sebagai kontrasepsi dan di beri nama dagang Noriste rat. Percobaanpercobaan klinik pertama dari DMPA sebagai metode kontrasepsi dimulai tahun 1963, diikuti percobaan percobaann di lapangan tahun 1965. Tahun 1967 Upjohn Company meminta ijin FDA US (POMnya Amerika Serikat) untuk memasarkan DMPA sebagai kontrasepsi di Amerika Serikat. Pada saat itu telah diketahui dengan jelas bahwa estrogen dalam kontrasepsi hormonal per-oral merupakan penyebab dari timbulnya efek samping seperti mual, muntah, timbulnya bekuan darah. Sehingga adanya metode kontrasepsi yang bebas estrogen seperti DMPA dan Mini-Pil merupakan hal yang sangat menarik. Tetapi tahun 1970, penelitian -penelitian termasuk DMPA

menunjukkan

bahwa

progestin,

menyebabkan timbulnya benjolan benjolan pada payudara binatang percobaan anjing beagle, sehing ga menyebabkan timbulnya kewaspadaan dari FDA. Bulan September 1974 FDA menyatakan keinginannya untuk menyetujui DMPA sebagai suatu metode kontrasepsi tetapi hanya bagi wanita yang telah mengalami kegagalan

20

kontrasepsi dengan metode lain. Tidak berapa lama setelah itu FDA kembali menangguhkan maksudnya tersebut setelah timbul pertanyaan apakah DMPA dapat meninggikan resiko karsinoma serviks. Tahun 1975 dinyatakan bahwa tidak ada bukti-bukti bertambahnya risiko karsinoma serviks, dan di usulkan kembali penggunan DMPA untuk kalangan wanita yang terbatas. Tetapi tahun 1978 FDA secara resmi menolak pemakaian DMPA sebagai suatu metode kontrasepsi, dengan alasan : 1. Masalah timbulnya benjolan-benjolan pada payudara binatang anjing beagle yang di berikan DMPA belum terpecahkan. 2. Adanya risiko yang potensial timbulnya cacad bawaan pada kasus kegagalan kontrasepsi. 3. Pemberian estrogen untuk menanggulangi pendarahan haid ireguler karena DMPA, akan mengurangi

keuntungan dari kontrasepsi berisi progestin saja. 4. Belum dapat ditunjukkan adanya kebutuhan yang

mendesak dari pemakaian DMPA di Amerika Serikat. Disamping itu, pihak-pihak yang tidak menyetujui metode kontrasepsi suntikan juga menyatakan bahwa : 1. Wanita mungkin tidak mengetahui obat apa yang disuntikkan kepadanya atau wanita disuntik tanpa

seijinnya (tanpa informed consent).

21

2.

Sebagai obat suntik berdaya kerja panjang, efeknya termasuk efek samping utama maupun yang minor tidak dapat segera dihentikan dengan jalan menghentikan suntikannya. Baru pada bulan Oktober 1992 FDA menyetujui Depo-Provera sebagai kontrasepsi suntikan (Hartanto, 2004).

2.

Kontrasepsi Suntikan (Injectables)

Suntik / injeksi Adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006). Kontrasepsi suntik merupakan suatu tindakan invasif karena menembus pelindung kulit, penyuntikan harus

dilakukan hati-hati dengan teknik aseptik untuk mencegah infeksi (Sarwono, 2003). Salah satu tujuan utama dari penelitian kontrasepsi adalah untuk mengembangkan suatu metode kontrasepsi yang berdaya kerja panjang (lama), yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap akan bersenggama, tetapi tetap reversibel. Dua kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang sekarang banyak dipakai adalah : 1. DMPA (Depot Medroxyprogesterone Asetat) = Depo Provera

22

a. Dipakai di lebih dari 90 negara, telah digunakan selama kurang lebih 20 tahun dan sampai saat ini akseptornya berjumlah kira -kira 5 juta wanita. b. Diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg. Angka kegagalan < 1 per 100 wanita/tahun. 2. NET EN (Norethindrone Enanthate) = Noristerat a. Dipakai di lebih dar 40 negara dengan jumlah akseptor kira-kira 1,5 juta wanita. b. Diberikan dalam dosis 200 mg sekali setiap 8 minggu atau sekali setiap 8 minggu untuk 6 bulan pertama (=3 x suntikan per tama) kemudian selanjutnya sekali setiap 12 minggu. Angka kegagalan 2 per 100 wanita/tahun. Efek samping utama gangguan pola haid. Sedangkan efek samping lain kecil sekali, antara lain : berat badan naik, antara 1 5 kg (DMPA) dan sebagian besar wanita belum kembali fertilitasnya selama 4 sampai 5 bulan setelah menghentikan suntikannya. Kontinuitas kontrasepsi suntikan cukup tinggi, 50 75% setelah 1 tahun. Kelainan haid merupakan sebab utama dari penghentian kontrasepsi suntikan. Penelitian penelitian membuktikan bahwa sampai saat ini kontrasepsi suntikan tidak menambah resiko terjadinya karsinoma seperti karsinoma payudara atau serviks, malah

23

progesterone termasuk DMPA digunakan untuk mengobati karsinoma endometrium.


3. Farmakologi dari Kontrasepsi Suntikan

a. DMPA (Depot Medroxyprogesterone Asetat) : 1. Tersedia dalam larutan mikrokristaline 2. Setelah 1 minggu penyuntikan 150 mg, tercapai kadar puncak, lalu kadarnya tetap tinggi untuk 2 3 bulan selanjutnya menurun kembali 3. Ovulasi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari penyuntikan, tetapi pada umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih 4. Pada pemakaian jangka lama, tidak terjadi efek akumulatif dari DMPA dalam darah / serum b. NET EN (Norethindrone Enanthate) adalah : 1. Merupakan suatu progestin yang berasal dari

testosterone, di buat dalam larutan minyak. Larutan minyak tidak mempunyai ukuran partikel yang tetap dengan akibat pelepasan obat dari tempat suntikan ke dalam sirkulasi darah dapat sangat be rvariasi. 2. Lebih cepat di metabolisir dan kembalinya kesuburan lebih cepat dibandingkan dengan DMPA 3. Setelah di suntikkan, NET EN harus di ubah menjadi Norethindrone (NET) sebelum ia menjadi aktif secara biologis

24

4. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam 7 hari setelah penyuntikan, kemudian menurun secara tetap dan tidak ditemukan lagi dalam waktu 2,5 4 bulan setelah di suntikan.
4. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntikan

a. Primer : Mencegah Ovulasi Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH Surge). Respons kelenjar hypophyse terhadap gonadotropin releasing hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hypophyse. Ini berbeda dengan POK yang tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar hypophyse. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan keadaan

hipoestrogenik. Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi

dangkal dan atrofis dengan kelenjar -kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi oedematous. Dengan

pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi, perubahan -perubahan tersebut akan

kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA yang terakhir.

25

b. Sekunder : 1. Lendir serviks menjadi kental dan sedikit sehingga merupakan barier terhadap spermatozoa 2. Membuat endometrium menjadi kurang baik / layak untuk implantasi dari ovum yang telah di buahi 3. Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam tuba fallopii
5. Efektifitas Kontrasepsi Suntikan

Baik

DMPA

(Depot

Medroxyprogesterone

Asetat)

maupun NET EN (Norethindrone Enanthate) sangat efektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100 wanita akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA dan 2 per 100 wanita pertahun pemakai NET EN. Kontrasepsi suntikan sama efektifnya seperti POK (Pil Oral Kombinasi) dan lebih efektif daripada IUD (Intra Uterine Devices). Dosis DMPA dengan daya kerja kontraseptif yang paling sering dipakai 150 mg setiap 3 bulan adalah dosis yang tinggi. Setelah suntikan 150 mg DMPA. Ovulasi tidak akan terjadi untuk minimal 14 minggu. Sehingga terdapat periode tenggang waktu / waktu kelonggaran (grace period) selama 2 minggu untuk akseptor DMPA yang di su ntik ulang selama 3 bulan. Penelitian dalam skala kecil akhir-akhir ini menemukan bahwa dosis lebih rendah dari DMPA 100 mg sekali setiap 3 bulan hampir sama efektifnya dengan suntikan 150 mg

26

dengan angka kegagalan 0,44 per 100 wanita per tahun. Sedangkan pemberian sekali setiap 6 bulan dengan dosis 250, 300, 400 atau 450 mg DMPA umumnya menunjukan angka kegagalan yang sedikit lebih tinggi 0,36 kehamilan per 100 wanita per tahun. NET EN 200 mg lebih efektif bila di berikan dalam jarak waktu yang lebih pendek. Penyuntikan sekali setiap 8 minggu angka kegagalan 0,4 1,8 per 100 wanita per 24 bulan. Penyuntikan sekali setiap 12 minggu angka kegagalan 6,6 per 100 wanita per 24 bulan . Masa kerja NET EN lebih singkat daripada DMPA, sehingga tidak terdapat t enggang waktu / waktu kelonggaran (grace period) untuk akseptor NET EN yang terlambat di suntik ulang. Menurut WHO, Pemakaian sekali setiap 8 minggu sedikit lebih efektif dibandingkan dengan sekali setiap 8 minggu selama 6 bulan yang di susul suntikan se kali setiap 12 minggu. Efektifitas kontrasepsi suntikan, terutama NET EN dapat bervariasi tergantung kepada : 1. Waktu penyuntikan pada saat siklus haid a. Disarankan untuk mulai menggunakan kontrasepsi suntikan selama 5 7 hari pertama dari siklus haid b. Dari penelitian di Thailand terbukti bahwa DMPA yang disuntikan setelah 7 hari pertama dari siklus haid tidak selalu mencegah ovulasi dalam siklus tersebut

27

2. Metabolisme obatnya a. Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan

metabolisme obat suntikan belum diketahui d engan jelas. Faktor ras tampaknya memegang peranan, misalnya : 1. DMPA 150 mg : wanita India berovulasi dalam waktu 2,5 bulan, sedangkan wanita Swedia tidak mengalami ovulasi untuk minimal 5 bulan 2. NET EN 200 mg : wanita India dan Thailand ovulasinya timbul 2 x lebih lama dibandingkan wanita Brazil b. Berat badan akseptor 1. Pada penelitian WHO yang pertama, akseptor NET EN yang menjadi hamil mempunyai berat badan yang lebih rendah 2. Tidak di jumpai perbedaan pada akseptornya c. Teknik penyuntikan Teknik penyuntikan sangat penting pada DMPA mau pun NET EN. Semua obat suntik harus diisap ke dalam alat suntiknya kemudian harus di kocok terlebih dahulu dengan baik, penyuntikan harus dilakukan dalam-dalam pada otot. Jangan melakukan masase pada tempat suntikan.

28

Kedua hal terakhir ini sangat penting karena kalau tidak ditaati, maka pelepasan obat dari tempat suntikan akan dipercepat dengan akibat masa efektif

kontrasepsinya menjadi lebih pendek


6. Kontra Indikasi dari Kontrasepsi Suntik

WHO menganjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi suntikan pada : a. Kehamilan b. Karsinoma payudara c. Karsinoma traktus genitalia d. Perdarahan abnormal uterus e. Mempertimbangkan kontra indikasi yang berlaku untuk POK (Pil Oral Kombinasi) f. Pada wanita dengan diabetes atau riwayat diabetes selama kehamilan, harus dilakukan follow up dengan teliti, karena dari beberapa percobaan laboraturium ditemukan bahwa DMPA mempengaruhi metabolisme karbohidrat
7. Efek Samping dari pemakaian alat kontrasepsi suntikan yaitu :

a. Gangguan haid Pola haid yang normal dapa t berubah amenore, perdarahan ireguler, perdarahan menjadi bercak,

perubahan dalam frekuensi, lama dan jumlah darah yang hilang. Efek pada pola haid tergantung pada lam

29

pemakaian. Perdarahan inter menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan jalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah besar. Insidens yang tinggi dari amenore diduga berhubungan dengan atrofi

endometrium. Sedangkan sebab -sebab dari pendarahan ireguler masih belum jelas dan tampaknya tidak ada hubungan dengan perubahan -perubahan dalam kadar hormon atau histologi endometrium. b. Berat badan yang bertambah Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 5 kg dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh dan bukan karena retensi cairan tubuh. Hipotesis para ahli : DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya. c. Sakit kepala Insidens sakit kepala adalah sama pa da DMPA maupun NET EN dan terjadi pada < 1 17% akseptor d. Efek pada sistem kardiovaskuler Perubahan dalam metabolisme lemak terutama

penurunan HDL kolesterol baik pada DMPA maupun NET EN dicurigai dapat menambah besar resiko timbulnya

30

penyakit kardiovaskuler. HDL kolesterol yang rendah menyebabkan timbulnya aterosclerosis. Sedangkan

terhadap trigliserida dan kolesterol total tidak di temukan efek apapun dari kontrasepsi suntikan. e. Efek pada sistem reproduksi : 1. Kembalinya kesuburan / fertilitas Obat-obat untuk merangsang ovulasi sepaerti

Chlomiphene sitrat, dapat mengembalikan kesubura pada wanita yang mengalami amenore berkepanjangan setelah pemakaian DMPA. Akseptor yang memakai kontrasepsi suntikan untuk waktu yang lama, dapat menjadi hamil sama cepatnya dengan akseptor yang hanya ikut beberapa kali suntikan, yang menunjukkan bahwa tidak terjadi efek kumulatif dari obatnya. Pada NET EN, kembalinya kesuburan dapat lebih cepat dibandingkan dengan DMPA karena metaboliser nya lebih cepat. Ovulasi sering terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penyuntikan kadang -kadang terlambat sampai 5 bulan. 2. Efek pada fetus / janin Beberapa testerone progestin terutama yang berasal dari

kadang-kadang

dapat

menyebabkan

maskulinisasi dari genitalia eksterna (klitoris membe sar dan atau perlekatan / fusi labia) bayi perempuan.

31

3. Laktasi Pada DMPA tidak ditemukan efek terhadap laktasi malah mungkin dapat memperbaiki kuantitas ASI (memperbanyak produksi ASI). DMPA juga tidak merubah komposisi dari ASI. Juga tidak ditemukan efek immunologik (perubahaan immunoglobin) pada ASI mantan akseptor DMPA atau NET EN. 4. Efek non kontraseptif Kontrasepsi suntikan juga mempunyai efek non

kontraseptif yang menguntungkan, yaitu : a. DMPA telah di akui sebagai terapi untuk karsinoma endometrium (primer maupun metastatik) b. Pada wanita yang sedang menyusui, DMPA dapat menambah jumlah ASI c. Kadar Hb sering bertambah sehingga dapat

menolong mencegah anemia baik pada DMPA maupun NET EN d. Pada penderita penyakit sickle cell (suatu penyakit genetikndi Afrika) DMPA mengurangi rasa sakit dan terdapat lebih sedikit sel darah merah abnormal e. DMPA juga memberi proteksi terhadap beberapa macam infeksi traktus genitalia/PID f. DMPA juga mencegah vulvo vaginal candidiasis

32

g. DMPA mengurangi resiko karsinoma ovarium dan karsinoma endometrium h. DMPA di perbolehkan di Amerika Serikat untuk dipakai pada karsinoma ginjal (sebagai pengobatan paliatif) i. DMPA kadang-kadang digunakan untuk mengobati pubertas praecox j. DMPA dalam dosis sangat tinggi digunakan

mengurangi testerone pada pria dengan kelakuan seksual yang abnormal (Hartanto,2004).
a. Akseptor KB yang dapat menggunakan kontrasepsi suntik

Akseptor KB yang dapat menggunakan kontrasepsi suntik adalah : a. Usia reproduksi b. Nulipara dan yang telah memiliki anak c. Menghendaki kontrasepsi memiliki efektifitas tinggi d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui f. Setelah abortus atau keguguran g. Telah banyak anak tetapi belum menghendaki tubektomi h. Perokok i. Tekanan darah < 180/11o m mHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit jangka panjang dan yang

33

j.

Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkolosis (rifampisin)

k. Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen l. Sering lupa menggunakan pil kontrase psi

m. Anemia defisiensi besi n. Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi
b. Akseptor KB yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi suntik adalah :

a. Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran) b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara e. Diabetes melitus di sertai komplikasi (Saifuddin dkk,2006)
c. Cara penggunaan kontrasepsi suntikan

Cara penggunaan kontrasepsi suntikan di jelaskan di bawah ini : a. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuskular dalam daerah pan tat. Apabila suntikan diberikan terlalu dangkal, penyerapan kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak bekerja segera

34

dan efektif. Suntikan diberikan setiap 90 hari. Pemberian kontrasepsi suntikan Noristerat untuk 3 injeksi berikutnya diberikan setiap 8 minggu mulai dengan injeksi kelima diberikan setiap 12 minggu. b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang dibasahi oleh etil / isopropil alkohol 60 90%. Biarkan kulit kering sebelum disuntik. Setelah kulit kering baru disuntik. c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung gelembung udara. Kontrasepsi suntik tidak perlu

didinginkan. Bila terdapat endapan putih pada dasar ampul, upayakan menghilangkannya dengan

menghangatkannya (BKKBN,2006).
D. Tinjauan umum tentang pengetahuan

Menurut

Notoatmodjo pengetahuan adalah hasil dari tahu,

dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar penginderaan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoadmodjo (1997)

menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati 5

35

tahap yaitu awarenest (kesadaran), interest (tertarik pada stimulus), evaluation (mengevaluasi atau menimbang baik tidaknya stimulus) dan trial (mencoba) serta adoption (subjek telah berprilaku baru). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng ( long lasting ). Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan, dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Menurut Soekidjo Notoadmodjo, pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang tercakup dalam domain kognitif yaitu :
1. Tahu (know)

Dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu ( know) ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami ( comprehension )

Memahami

diartikan

sebagai

suatu

kemampuan

untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah faham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menyimpulkan dan menyebutkan contoh,

36

menjelaskan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.


3. Aplikasi ( application )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum -hukum, rumus-rumus dan metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis ( analysis)

Arti dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen -komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis ( synthesis)

Sintesis

menunjukan

kepada

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian -bagian kepada suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat

37

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi ( evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria -kriteria yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, da pat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat

menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
D. Tinjauan umum tentang pendapatan

1.

Pengertian pendapatan Ada beberapa definisi pengertian pendapatan dari para ahli antara lain Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982), pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut Bayu Wijayanto (1999 ), pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah uang atau barang yang diterima subjek ekonomi

38

sebagai balas jasa dari pemberian faktor-faktor produksi yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). 2. Macam Pendapatan a. Pendapatan yang berupa uang yaitu segala penghasilan yang berupa uang yang sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi, sumber-sumber utama adalah: 1. Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja lemburan, dan kerja kadang kadang. 2. Dari usaha sendiri yang meliputi: hasil bersih dari usa ha sendiri, komisi, dan penjualan dari kerajinan rumah. 3. Dari hasil investasi yakni pendapatan yang di peroleh dari hak milik tanah. 4. Keuntungan sosial, yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial b. Pendapatan yang berupa barang Yaitu segala penghasilan yang sifatnya regular dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam bentuk barang atau jasa. Pendapatan berupa :

39

1. Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentuk dalam beras, pengobatan, rekreasi. 2. Beras yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah antara lain pemakaian barang yang diproduksi di rumah, sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang di tempati. c. Penerimaan yang merupakan pendapatan Penerimaan yang merupakan pendapatan adalah berupa pengambilan tabungan, penjualan barang -barang yang dipakai , penagihan piutang, pinjamam uang, kiriman uang. Hadiah atau pemberian uang transportasi, perumahan, dan

(http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect ). Distribusi pendapatan adal ah pengukuran untuk

mengukur kemiskinan relative. Distribusi pendapatan biasanya diperoleh dengan menggabungkan seluruh individu dengan menggunakan skala pendapatan perorang kemudian di bagi dengan jumlah penduduk ke dalam kelompok kelompok berbeda yang berdasarkan pengukuran atau jumlah

pendapatan yang mereka terima (Tjiptoherijanto, 2002). Pendapat dari Birdsall dan Chester (1987) menyatakan bahwa pengguna kontrasepsi memerlukan sejumlah biaya untuk memperoleh dan menggunakan kontrasepsi selain biaya untuk alat kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi yang

40

efektif mengurangi ketidakpastian tentang kapan melahirkan anak dan memberi kesempatan untuk memanfaatkan waktu dan tenaga pada peran ekonomi dalam keluarga. Besarnya biaya untuk memperoleh alat ata u cara KB berkaitan dengan tingkat social ekonomi pendapatan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan dalam ber-KB keluarga akan menyesuaikan dalam memilih biaya alat / cara Kb yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Besar biaya selain terkait erat dengan kemampuan ekonomi suatu keluarga, juga

berhubungan dengan jenis sumber atau tempat memperoleh alat / cara KB (BKKBN, Sumber Advokasi KB, 2003).
E. Tinjauan umum tentang Konseling KB 1. Pengertian Konseling

Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa latin yaitu consilium yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami.

Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari sellan yang berarti menyampaikan (Prayitno, 2004). Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhir nya calon peserta KB menyerahkan atau

41

mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya (Sheilla, 2006). Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan Keluarga Berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik konseling yang baik dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (Informed Choice) yang akan digunakan (BKKBN, 2006).
2. Tujuan Konseling

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal : a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi. b. Memilih metode KB yang diyakini. c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif. d. Memulai dan melanjutkan KB. e. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.
3. Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah:

42

a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya. b. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan. c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif. d. Membangun rasa saling percaya. e. Mengormati hak klien dan petugas. f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB. g. Menghilangkan (www.lusa.com)
4. Tempat Pelayanan Konseling

rumor

dan

konsep

yang

salah

Dua jenis tempat pelayanan konseling, yaitu : a. Konseling KB di lapangan (nonklinik) Dilaksanakan oleh para petugas di lapangan yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan. Adapun informasi yang diberikan mencakup : 1. Pengertian manfaat perencanaan keluarga 2. Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat 3. Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat, kemungkinan efek samping,

43

komplikasi,

kegagalan,

kontraindikasi,

tempat

kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan serta biaya) b. Konseling KB di klinik Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedis terlatih di klinik diupayakan agar diberikan secara

perseorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai

pemantapan hasil konseling di lapangan, mencakup hal -hal berikut : 1. Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien 2. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya 3. Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya 4. Merujuk klien seandainya kontrasepsi ang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain 5. Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya

44

5 6. .

Pentingnya Informed Choice

Klien yang informed choice akan lebih baik dalam menggunakan KB, karena : a. Informed choice adalah suatu kondisi peserta / calon peserta KB yang memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup setelah mendapat informasi yang lengkap melalui KIP/K b. Memberdayakan para klien untuk melakukan informed

choice adalah kunci yang baik menuju pelayanan KB yang berkualitas c. Bagi calon peserta KB baru, informed choice merupakan proses memahami kontrasepsi yang akan dipakainya d. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi dan kegagalan tidak terkejut karena sudah mengerti tentang kontrasepsi yang akan dipilihnya e. Bagi peserta KB tidak akan terpengaruh oleh rumor yang timbul di kalangan masyarakat f. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi akan cepat berobat ke tempat pelayanan g. Bagi peserta KB yang infomed choice berarti akan terjaga kelansungan pemakaian kontrasepsinya (BKKBN, 2006).

45

F. Kerangka Teori

Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor ut ama, antara lain :
1. Faktor predisposisi ( predisposing factor )

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan denga kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya
2. Faktor pemungkin ( enabling factor )

Faktor ini mencakup keteresediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya.

Termasuk juga fasilitas pelayan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta.
3. Faktor penguat ( reinforcing factor )

Faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, terrmasuk juga undang -undang,

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan .

46

Kerangka teoritis tentang faktor yang mempengaruhi perilaku pada gambar di bawah ini :

Faktor Predisposisi : Pengetahuan Sikap Norma Kepercayaan Nilai

Faktor Enabling : Sarana Prasarana

Prilaku Kesehatan

Faktor Reinforcing Anjuran petugas Saran tokoh Anjuran orang terdekat

Gambar 1. Kerangka teoritis yang mempengaruhi perilaku menurut Lawrence Green (1988) dalam Notoatmodjo (2003)

47

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan jenis penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam suatu waktu periode tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu kali pengamatan selama penelitian (Budiarto, 2004).
B. Waktu Dan Lokasi Penelitian 1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September Oktober tahun 2010.


2. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Kampung Baqa Jalan Lamadukeleng no 106 Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda.
C. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Menurut pendapat Notoadmodjo (2002 ), populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek ya ng diteliti. Adapun yang menjadi populasi adalah seluruh akseptor KB yang memakai alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Kampung

48

Baqa

Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda,

sebanyak 2.481 peserta KB aktif tahun 2009.


2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2002). Teknik sampling yang di gunakan dalam pengambilan sampel adalah simple random sampling. Dimana semua peserta KB aktif berpeluang untuk dijadikan sample

(Saryono,2008). Besar sampel yang di ambil adalah 96 responden KB aktif yang menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan terakhir tahun 2010. Pengambilan sampel berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Notoatmodjo 2002, diuraikan sebagai berikut :

 

n = 0.09612553

Keterangan : N : Besar Populasi = 2.481 orang n : Besar Sampel = 96 orang d : Tingkat kepercayaan yang diinginkan = 95% (0,1)

49

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep -konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoadmodjo, 2002). Karena keterbatasan kemampuan dan waktu penelitian maka tidak semua variabel dikemukakan dalam penelitian ini. Peneliti hanya meneliti beberapa variabel yaitu: 1. Pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB 2. Pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB 3. Konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB

Gambar 2 . Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan

Pendapatan Pemilihan pemilihan Alat alat Kontrasepsi Suntik kontrasepsi suntik Secara Rasional

Konseling KB

Pendidikan

Sikap

50

Keterangan :

Yang di teliti Tidak di teliti

E. Hipotesis Penelitian

1.

Ada hubungan pengetahuan akseptor KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional

2.

Ada hubungan pendapatan terhadap pemilihan kontrasepsi suntik secara rasional

3.

Ada hubungan konseling KB terhadap pemilihan kontrasepsi suntik secara rasional

F. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 1. Variabel independent/bebas : pengetahuan, pendapatan serta Konseling KB 2. Variabel dependent/terikat : pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional
G. Definisi Operasional

Definisi Operasional menjelaskan batasan variabel yang akan di teliti, pada tabel di bawah ini :

51
Tabel 1. Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi Operasional

Cara Pengukuran

Skala data

Variabel Dependen (Terikat)

1.

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional

Pilihan

responden Wawancara dan 0.Pemilihan kontrasepsi suntik 1.Pemilihan secara alat tidak rasional. kontrasepsi suntik secara rasional. alat

Ordinal

secara sukarela tanpa kuesioner, dengan : adanya unsur paksaan, yang didasarkan pada pertimbangan penggunaan, dari kondisi sudut tujuan / teknis kesehatan medis, dan kondisi sosial ekonomis dari masing-masing pasangan.

Variable Independent (Bebas)

2.

Pengetahuan

Pemahaman responden Wawancara dan tentang dampak dan keuntungan alat kontrasepsi suntik dan alat kontrasepsi lain pada umumnya kuesioner, dengan : 0. Pengetahuan kurang menjawab < 25 pertanyaan 1. Pengetahuan baik menjawab 25 pertanyaan (80% jawaban benar)

Ordinal

3.

Pendapatan

Tingkat pendapatan penghasilan perkapita keluarga perbulan,berdasarkan

Wawancara dan kuesioner, dengan : 0. Rp. < 955.000 1. Rp. > 955.000

Ordinal

52

standar Upah Minimum Regional (UMR) Kaltim tahun 2009 yaitu Rp 955.000; 4. Konseling KB proses pertukaran Wawancara dan kuesioner, dengan : mendapat konseling KB 1. Pernah mendapat konseling KB Ordinal informasi dan interaksi petugas kesehatan

positif antara klien dan 0. Tidak pernah

H. Teknik Analisa Data

1. Rencana Pengolahan Data a. Pemeriksaan Data (Editing Data) Pelaksanaan editing data berfungsi untuk meneliti setiap pertanyaan yang telah terisi, antara lain pengisian yang lengkap dan benar serta kesalahan dalam pengisian. Jika jawaban ada yang kosong, maka peneliti selaku pengumpul data bertanggung jawab untuk melengkapinya dengan

melakukan kunjungan ulang ke rumah responden. b. Pemberian Kode (Koding) Pelaksanaan koding bert ujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data. Kegiatan yang di lakukan adalah

memberikan kode dengan tanda () yang telah ditetapkan

53

sebelumnya pada kotak kotak yang telah disiapkan pada bagian kanan kuisioner. c. Pemasukan Data (Entri Data) Entri data dengan menggunakan program komputer dengan perangkat lunak pengolah data statistik. 2. Analisis Data Pengolahan data dan analisa data statistik dilakukan dengan menggunakan program perangkat dengan melakukan analisa: a. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan adalah univariat, yaitu analisis yang dilakukan pada tiap tabel dari hasil penelitian dan pada umumnya dalam analisis ini dapat menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi dari variabel -variabel yang diamati sehingga dapat mengetahui gambaran tiap variabel. Analisis univariat di lakukan dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi tiap-tiap variabel dan mencari rata -rata. b. Analisis Bivariat Analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara variable bebas (pengetahuan, pendapatan keluarga dan sikap) dan variable terikat (pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional) dengan menggunakan uji chi squere (Notoatmodjo,2002). lunak pengolahan statistik

54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis Wilayah kerja Puskemas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang terdiri dari dua puskesmas pembantu yakni, puskesmas pembantu kelurahan Rapak Dalam dan puskesmas pembantu kelurahan Sei.Keledang. Dengan batasan wilayah sebelah utara dan timur berbatasan dengan sungai Mahakam, sebelah barat berbatasan dengan

kelurahan Harapan Baru dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Mesjid. Keadaan geografis Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda terdiri dari dataran rendah dan berawa. b. Sumber Daya Kesehatan Jumlah tenaga kerja Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang ada 26 orang dan 33 kader posyandu di kelurahan Baqa, 21 kader di kelurahan Rapak Dalam dan 42 kader di Sei Keledang. Memiliki posyandu lansia 2 tempat dan posyandu balita ada 33 tempat yaitu ada 9 posyandu di kelurahan Baqa, 9 posyandu di kelurahan Rapak Dalam dan 15 Posyandu di Sei Keledang.

55

c. Presentase Peserta KB Jumlah peserta Keluarga Berencana (KB) tahun 2008 sebanyak 2.130 peserta. Penggunaan jenis kontrasepsi yang banyak yaitu suntik sebesar 1.396 peserta (65,6%)

sedangkan peserta KB aktif penggunaan jenis pil sebesar 669 peserta (31,4%). Sedangkan untuk peserta KB baru alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan dan dipilih peserta adalah suntik dengan persentase sebesar 58,51 persen. Tahun 2009 persentase peserta KB mengalami peningkatan menjadi 2.481 peserta dan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi suntik.
2. Karakteristik Umum Responden

a. Umur Distribusi karakteristik umur responden berdasarkan

rumus sturges berkisar antara umur minimum 17 tahun dan umur maksimum 40 tahun dengan rata rata umur

responden 26,42 dapat di lihat pada tabel dibawah ini :


Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Tahun 2010.
Kelompok Umur (Tahun) 17 19 20 22 23 -25 26 28 29 31 32 34 35 - 37 38 - 40 Total Frekuensi 10 11 24 19 18 6 5 3 96 Persentase (%) 10,4 11,4 25 19,7 18,7 6,25 5,2 3,1 100

No 1 2 3 4 5 6 7 8

56

Kelompok umur responden terbanyak adalah pada kelompok umur 23 25 tahun yaitu 25 % sedangkan pada kelompok umur 38 40 tahun hanya sebesar 3,1 %. b. Jumlah Anak Karakteristik jumlah anak yang dimiliki responden di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda

Seberang Kota Samarinda sangat bervariasi mulai dari yang tidak mempunyai anak sampai jumlah anak terbanyak yaitu 4 anak setiap satu kepala keluarga. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jumlah anak dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010 .
No 1 2 3 4 5 Jumlah Anak Tidak ada 1 2 3 4 Total Frekuensi 2 42 37 12 3 96 Persentase (%) 2.1 43.8 38.5 12.5 3.1 100

Pada

tabel

di

atas

terlihat

bahwa

distribusi

karakteristik jumlah anak menunjukkan bahwa proporsi terbesar adalah responden yang memiliki 1 anak dengan persentase sebesar 43,8% dan persentase terkecil yaitu 2,1% adalah responden yang belum memiliki anak.

57

c. Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan formal terakhir yang di tempuh oleh responden diperoleh bahwa proporsi terbesar adalah tamat SMA sebanyak 66,7% dan sebanyak 2,1% responden lulusan perguruan tinggi. Tabel distribusi

karakteristik responden berdasarkan pendidikan formal terakhir yang diselesaikan adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010 .
Tingkat Pendidikan Perguruan Tinggi Akademi dan atau sederajat Tamat SMA dan atau sederajat Tamat SMP dan atau sederajat Tamat SD atau sederajat Total Frekuensi 2 6 64 16 8 96 Persentase (%) 2.1 6.2 66.7 16.7 8.3 100

No 1 2 3 4 5

d. Jenis Pekerjaan Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan di dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010 .
Frekuensi 6 21 7 60 2 96 Persentase (%) 6.2 21.9 7.3 62.5 2.1 100

No 1 2 3 4 5

Jenis Pekerjaan Honorer Pegawai swasta Dagang Tidak bekerja Lain - lain Total

58

Tabel diatas menunjukkan bahwa proporsi terbesar jenis pekerjaan responden adalah tidak bekerja karena sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 62.5% sedangkan terkecil adalah 2.1% bekerja lain lain.
3. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat dari penelitian ini dapat di lihat dari gambaran frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel. a. Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik Secara Rasional Pilihan kontrasepsi secara rasional pada dasarnya adalah merupakan pilihan klien secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan, yang didasarkan pada pertimbangan secara rasional dari sudut tujuan/teknis penggunaan, kondisi kesehatan medis, dan kondisi sosial-ekonomis dari masingmasing pasangan. Sedang kan Pilihan kontr asepsi secara tidak rasional adalah pilihan klien tanpa di dasari

pertimbangan secara rasional. Gambaran pemilihan alat kontrasepsi suntik di Puskesmas Kampung Baqa Samarinda Seberang Kota Samarinda tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

59

Tabel 6 . Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik Secara Rasional di Puskesmas Kampung Baqa Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010 .
No 1 2 Pemilihan Alat Kontrasepsi Suntik Secara Rasional Tidak Rasional Rasional Total Frekuensi
55 41

Persentase (%)
57.3 42.7

96

100

Dari tabel di peroleh bahwa dari 96 responden terdapat lebih dari setengah jumlah sampel dimana 55 responden atau sebanyak 57,3% yang memilih alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional karena berdasarkan saran petugas kesehatan / saran orang lain dan sisanya 41 responden atau 42,7% yang memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional karena benar benar mengetahui tujuan, manfaat dan kegunaan dari alat kontrasepsi yang akan digunakan b. Tingkat Pengetahuan Distribusi tingkat pengetahuan responden mengenai alat kontrasepsi suntik secara rasional di bagi menjadi 2 : 0. Pengetahuan kurang jika skor < 25 1. Pengetahuan baik jika skor > 25
Tabel 8. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden Di Puskesmas Kampung Baqa Samarinda Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.
Frekuensi 72 24 96 Persentase (%) 75,0 25,0 100

No 1 2

Tingkat Pengetahuan Pengetahuan Kurang Pengetahuan Baik Total

60

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa tingkat pengetahuan responden tentang pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasonal menunjukkan perbedaan yang cukup tinggi yaitu 75,0% untuk pengetahuan kurang dan sisanya 25,0% untuk pengetahuan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden pada tabel berikut :
Tabel 9. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.
No Pengetahuan Baik Mengetahui beberapa alat kontrasepsi KB a. Suntik b. Pil c. Implant d. Kondom e. IUD f. MOW g. MOP Mengetahui keuntungan pemakaian KB suntik a. Efektif b. Aman c. Praktis d. Murah e. Tidak mempengaruhi ASI Mengetahui kekurangan pemakaian KB suntik a. Sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntik) b. Tidak dapat dihentikan sewaktu waktu sebelum suntikan berikut c. Tidak menjamin perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS), hepatitis B atau virus HIV d. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian e. Sering ditemukan gangguan haid dan permasalahan berat badan Mengetahui kriteria yang tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi suntik a. Hamil atau di curigai hamil b. Pendarahan pervaginam yang Jawaban n Jumlah % 100 100 100 95,8 76,0 46,9 45,8 38,5 70,8 100 55,2 40,6

1.

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

96 96 96 92 73 45 44 37 68 96 53 39

2.

3.

Ya Ya Ya Ya Ya

57 70 24 13 61

59,4 72,9 25,0 13,5 63,5

4.

Ya Ya

72 60

75,0 31,2

61

5.

6.

belum jelas penyebabnya Gangguan haid terutama amenorea Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara e. Diabetes mellitus di sertai komplikasi Mengetahui waktu mulai menggunakan alat kontrasepsi suntik a. Selama siklus haid dan tidak hamil b. Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid c. Bila telah menggunakan kontrasepsi hormonal dan non hormonal sebelumnya secara benar dan tidak hamil d. Ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal, diberikan pada hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid e. Tidak haid atau dengan pendarahan tidak teratur, tidak hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual Menggambarkan / menjelaskan efek samping dari alat kontrasepsi suntik a. Gangguan haid b. Berat badan yang bertambah c. Sakit kepala d. Nyeri payudara e. Kesuburan terlambat c. d. Pengetahuan Kurang Mengetahui beberapa alat kontrasepsi KB a. Kondom b. IUD c. MOW d. MOP Mengetahui keuntungan pemakaian KB suntik a. Efektif b. Aman c. Murah d. Tidak mempengaruhi ASI Mengetahui kekurangan pemakaian KB suntik a. Sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntik) b. Tidak dapat dihentikan sewaktu waktu sebelum suntikan berikut c. Tidak menjamin perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS), hepatitis B atau virus HIV d. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian

Ya Ya Ya

30 13 28

31,2 13,5 29,2

Ya Ya Ya

76 47 20

79,2 49,0 20,8

Ya

20

20,8

Ya

22

22,9

Ya Ya Ya Ya Ya Jawaban

No

85 88,5 94 97,9 74 77,1 64 66,7 37 38,5 Jumlah n % 4 23 51 52 4,2 24,0 53,1 54,2

1.

Tidak Tidak Tidak Tidak

2.

Tidak Tidak Tidak Tidak

59 28 43 57

61,5 29,2 44,8 59,4

3.

Tidak Tidak Tidak Tidak

39 26 72 83

40,6 27,1 75,0 86,5

62

e.

4.

5.

6.

Sering ditemukan gangguan haid dan permasalahan berat badan Mengetahui kriteria yang tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi suntik a. Hamil atau di curigai hamil b. Pendarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya c. Gangguan haid terutama amenorea d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara e. Diabetes mellitus di sertai komplikasi Mengetahui waktu mulai menggunakan alat kontrasepsi suntik a. Selama siklus haid dan tidak hamil b. Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid c. Bila telah menggunakan kontrasepsi hormonal dan non hormonal sebelumnya secara benar dan tidak hamil d. Ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal, diberikan pada hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid e. Tidak haid atau dengan pendarahan tidak teratur, tidak hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual Menggambarkan / menjelaskan efek samping dari alat kontrasepsi suntik a. Gangguan haid b. Berat badan yang bertambah c. Sakit kepala d. Nyeri payudara e. Kesuburan terlambat

Tidak

35

36,5

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

24 36 66 83 68

25,0 68,8 68,8 86,5 70,8

Tidak Tidak Tidak

20 49 76

20,8 51,0 79,2

Tidak

76

79,2

Tidak

74

77,1

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

11 2 22 32 59

11,5 2,1 22,9 33,3 61,5

c. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden setiap bulan

berdasarkan standar Upah Minimum Regional (UMR) Kalimantan Timur Tahun 2009 adalah Rp 955.000.

Gambaran tingkat pendapatan responden secara umum dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

63

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Di Puskesmas Kampung Baqa kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.
No 1 2 Tingkat Pengetahuan Dibawah Rp 955.000 Diatas Rp 955.000 Total Frekuensi
26 70

Persentase (%)
27.1 72.9

96

100

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa proporsi terbesar responden adalah tingkat pendapatan diatas UMR yaitu sebesar 72,9% dan sisanya 27,1% tingkat pendapatan dibawah UMR. d. Konseling KB Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya. Gambaran tingkat konseling KB responden secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Konseling KB Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.
No 1 2 Tingkat Konseling KB
Tidak pernah konseling pernah konseling

Frekuensi
42 54

Persentase (%)
43.8 56.2

Total

96

100

64

Terlihat pada tabel bahwa tingkat responden yang pernah melakukan konseling menunjukkan proporsi terbesar yaitu 56,2% sedangkan 43,8% adalah responden yang tidak pernah melakukan konseling.
4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel, untuk membandingkan variabel

dependen (terikat) yaitu pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional dengan variabel independen (bebas) yaitu

pengetahuan, pendapatan dan konseling KB menggunakan uji statistic Chi Square untuk melihat ada tidaknya hubungan yang bemakna antara kedua variabel. a. Pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional Distribusi hubungan Pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 12. Distribusi hubungan Pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010

Tingkat Penget ahuan Kurang Baik Total

Pemilihan Alkon Suntik Secara Rasional Tidak Rasional Rasional n % n % 49 68,1 23 31,9 6 25,0 18 75,0 55 57,3 41 42,7

Total

P Value

OR

Phi Value

n 72 24 96

% 100 100 100

0.00

6,391

0,377

65

Tabel 12 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan kurang tentang pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara

rasional

ada 72 responden.

Dimana sebanyak 68,1% tidak rasional dan 31,9 % memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional. Sedangkan tingkat pengetahuan baik tentang pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional ada 24 responden. Dimana sebanyak

75,0% memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional dan sisanya 25,0% memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai P = 0,00 yang lebih kecil dari nilai = 0,05 maka dapat diberi kesimpulan terdapat hubungan yang bermakna antara pemilihan alat kontrasepsi suntik secara pengetahuan. Analisis selanjutnya diperoleh pula nila i OR = 6,391 artinya responden yang memiliki pengetah uan baik tentang pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional mempunyai peluang 6,391 kali untuk menggunakan KB suntik secara rasional dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah tentang pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional. rasional dengan tingkat

66

Perhitungan selanjutnya diperoleh nilai Phi Value 0,377 artinya terdapat keeratan hubungan yang kuat antara pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional. b. Hubungan tingkat pendapatan dengan kontrasepsi suntik secara rasional Distribusi hubungan tingkat pendapatan dengan pemilihan alat

pemilihan alat kontrasepsi suntik secara dilihat pada tabel berikut :

rasional dapat

Tabel 13 . Hubungan Pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010
Pemilihan Alkon Suntik Secara Rasional Tidak Rasional Rasional n % n % 17 65,4 9 34,6 38 54,3 32 45,7 55 57,3 41 42,7

Tingkat Pendapatan
< Rp 955.000 > Rp 955.000

Total

P Value

OR

Total

n 26 70 96

% 100 100 100

0,362

1.951

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa persentase pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional

dengan tingkat pendapatan di bawah Rp 955.000 adalah sebesar 65,4% dan sisanya 34,6% adalah rasional. Sedangkan untuk tingkat pendapatan diatas Rp 955.000 persentase pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional sebesar 54,3% dan rasionalnya ad a 45,7%. tidak

67

Hasil uji statistic dengan menggunakan Chi Square test di peroleh nilai P = 0,362 lebih besar dari nilai (0,05) maka berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan

Samarinda Seberang Kota Samarinda tahun 2010 . c. Hubungan antara konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional Hasil penelitian pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional dengan konseling KB dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 13 . Hubungan Konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional Di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010

H
Konseling a KB

spernah Tidak konseling Pernah i konseling Total

Pemilihan Alkon Suntik Secara Rasional Tidak Rasional Rasional n % n % 37 18 55 87,8 34,5 57,3 5 36 41 12,2 65,5 42,7

Total n 41 55 96 % 100 100 100

P Value

OR

Phi Value

0,000

14.800

0,549

Analisis tabel 13 dapat dilihat bahwa r esponden yang tidak pernah melakukan konseling berjumlah 41 orang dengan persentase 87,8% memilih alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional dan 12,2% secara rasional. Sedangkan

68

yang pernah melakukan konseling ada 55 responden dengan persentase 65,5% memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional dan sisanya 34,5% tidak rasional. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai P = 0,000 lebih kecil dari nilai (0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional. Hasil analisis selanjutnya diperoleh nilai OR = 14,800 artinya responden yang pernah konseling memiliki peluang 14,800 kali untuk menggunakan alat kontrasepsi suntik secara rasional dibandingkan dengan responden yang tidak pernah melakukan konseling terhadap pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional. Perhitungan selanjutnya diperoleh nilai Phi Value 0,549 artinya terdapat keeratan hubungan yang kuat antara konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional.
B. Pembahasan

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan konseling KB Sedangkan variabel pendapatan tidak menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010.

69

1. Hubungan

Tingkat

Pendapatan

dengan

pemilihan

alat

kontrasepsi suntik secara rasional Ada beberapa definisi pengertian pendapatan dari para ahli antara lain Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982), pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan dinilai sejumlah uan g atas harga yang berlaku pada saat itu. Menurut Bayu Wijayanto (1999), pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah uang atau barang yang dit erima subjek ekonomi sebagai balas jasa dari p emberian faktor-faktor produksi (Unnes, 2010). Sedangkan yang dimaksud

pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah pendapatan yang berupa uang yang diperoleh orang tua dan anggota

keluarga lainnya yang bersumber dari kerja pokok dan kerja sampingan perbulan. Berdasarkan tingkat standar Upah Minimum Regional (UMR) Kalimantan Timur sebesar Rp 955.000 dibagi dalam dua kategori yaitu pendapatan diatas UMR dan pendapatan dibawah UMR. Pada 96 responden terdap at Persentase pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional dengan tingkat pendapatan di bawah Rp 955.000 adalah sebesar

70

65,4% sedangkan tingkat pendapata n diatas Rp 955.000 persentase pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak

rasional sebesar 54,3%. Faktor yang mempengaruhi tahap pengambilan keputusan untuk membeli dan menggunakan sesuatu biasanya dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya baik dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu maupun pengaruh perilaku orang-orang terkemuka atau terpandang di masyarakat. Pengaruh yang diterima akan berakumulasi

dengan sikap (pikiran, perasaan, dan kepercayaan) kemudian menghasilkan sebuah keputusan (Unnes, 2010). Analisis hasil Chi Square diperoleh nilai P lebih besar dari = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional dengan pendapatan di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota

Samarinda Tahun 2010, walaupun harga kontrasepsi suntik untuk yang 1 bulan Rp 20.000 dan yang 3 bulan suntik Rp 25.000. Hal ini disebabkan karena para istri diberikan

kebebasan dan di dukung penuh oleh suaminya untuk memilih alat kontrasepsi yang diinginkan, terlihat dari pertanyaan kuesioner apakah dengan jumlah pendapatan tersebut suami ibu mendukung ibu memakai alat kontrasepsi suntik dan dari 96 responden 100% menjawab ya.

71

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Ilyas (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara pendapatan dengan

pemilihan alat kontrasepsi suntik di Kecamatan Ngaglik, Yogyakarta. 2. Hubungan tingkat Pengetahuan dengan pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melaku kan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian serta persepsi terhadap objek yang sebagian besar diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata), pengetahuan atau kognit if merupakan dominan yang yang sangat penting dalam pembetukan tindakan seseorang (over behavior), Notoatmojo (2005). Pada penelitian ini pengetahuan merupakan pemahaman responden mengetahui beberapa alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan pemakaian KB suntik, mengetahui pemakaian KB suntik, kekurangan

mengetahui kriteria yang tidak boleh

menggunakan alat kontrasepsi suntik, mengetahui waktu mulai menggunakan alat kontrasepsi suntik dan bisa menggambarkan / menjelaskan efek samping dari alat kontras epsi suntik. Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang

72

kota Samarinda tahun 2010, menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pemilihan alat

kontrasepsi secara rasional (75,0%) sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang (25,0 %) tentang pemilihan alat kontrasepsi secara rasional dengan hasil uji Chi Square P = 0,00 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional dengan tingkat pengetahuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti di kelurahan Sendang Guwo Temalang Kota

Semarang Tahun 2004 menunjukkan hasil perhitungan Chi Square (p = 0,033) yang berarti ada hubungan b ermakna antara pengetahuan rasional. Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang kota Samarinda tahun 2010, menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pemilihan alat dengan pemilihan alat kontrasepsi secara

kontrasepsi secara rasional (75,0%). Untuk mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program KB berkurang. Menurut Notoatmojo (2003) jika ada seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik,

73

maka ia mencari pelayanan yang lebih kompeten atau lebih aman baginya. Dari hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi pemilih an

alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional ada 25,0% disebabkan karena mereka tidak mau melakukan dan mereka tahu tetapi tidak mau melakukan pemilihan alat kontrasesi

suntik secara rasional. Faktor internal seperti motivasi yang kurang dapat mempengaruhi pemilihan metode / alat

kontrasepsi. Motivasi berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan yang merupakan interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. (Fitri, 2008). Responden di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang kota Samarinda tahun 2010 yang memiliki pengetahuan kurang tetapi pemilihan alat

kontrasepsi suntik secara rasional (31,9%). Pada umumnya, setiap pasangan yang menggunakan kontrasepsi dilandasi keinginan yang jelas, apakah untuk menunda kelahiran anak pertama (postponing), menjarangkan anak (spacing), atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan. Kejelasan maksud tersebut terkait dengan tersedianya teknologi

kontrasepsi sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (fecundity), efektifitas dan

74

efisiensinya. Pilihan yang didasarkan dari informasi yang lengkap tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pilihan metode kontrasepsi yang bersifat rasional (Sheilla,2006). Selanjutnya responden di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota

Samarinda tahun 2010 yang memiliki pengetahuan kurang dan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional

menunjukkan 68,1% dari hasil penelitian, hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru (BKKBN, 1980). Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan (Radita,2009). Dengan pendidikan yang cukup setidaknya pengetahuan responden tersebut lebih baik dibandingkan dengan responden yang tingkat pendidikannya jauh lebih rendah. Seperti

pernyataan Notoatmojo (2003) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuannya semakin baik, ini

75

disebabkan karena materi yang didapat ketika belajar dalam pendidikan serta informasi yang diperol ehnya. 3. Hubungan Konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya. Dengan melakukan konseling yang baik maka klien dapat menentukan pilihan kontrasepsinya dengan mantap sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla, 2006). Analisa hasil uji Chi Square diperoleh P = 0,00 (lebih kecil dari = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang kota Samarinda tahun 2010. Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang kota Samarinda tahun 2010 menunjukkan bahwa r esponden yang tidak pernah melakukan konseling dengan persentase

76

88,1% memilih alat kontrasepsi suntik secara tidak rasional. Kecenderungan pola pemakaian metode kontrasepsi di

Indonesia yang tidak rasional ini disebabkan bahwa pemilihan kontrasepsi secara rasional masih belum tersosialisasi dengan baik karena proses informed choice, KIE dan Konseling belum dilaksanakan secara benar dan luas cakupannya . Padahal perkembangan teknologi kontrasepsi sesungguhnya didasari oleh konsep konsep yang rasional rasional sesuai bukan tujuan hanya

penggunaannya.

Kontrasepsi

mempertimbangkan aspek efektifitas teknologi kontrasepsi dan tujuan penggunaan kontrasepsi (postponing, spacing atau limiting), tetapi harus mempertimbangkan secara rasional dari kriteria penerimaan dari aspek medis (medical eligible criteria), (Sheilla, 2006). Selanjutnya responden yang tidak pernah melakukan konseling tetapi pemilihan alat kontrasepinya secara rasional ada 11,9% pengetahuan adalah salah satu faktor yang Pengetahuan terhadap keseh atan

mempengaruhinya.

merupakan salah satu faktor prediposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Jadi jika seorang akseptor tidak pernah mendapatkan informasi atau penyuluhan mengenai kontrasepsi dapat berpengaruh dalam pemilihan alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya.

77

Pada umumnya, setiap pasangan yang menggunakan kontrasepsi dilandasi keinginan yang jelas, apakah untuk

menunda kelahiran anak pertama (postponing), menjarangkan anak (spacing), atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan. Kejelasan maksud tersebut terkait dengan

tersedianya teknologi kontrasepsi sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan

(fecundity), efektifitas dan efisiensinya. Pilihan yang didasarkan dari informasi yang lengkap tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pilihan metode kontrasepsi yang bersifat

rasional(cuweet.blogspot.com). Sedangkan yang pernah melakukan konseling lebih dari satu kali baik dengan petugas lapangan, dokter, bidan mau pun perawat menunjukkan persentase 66,7% memilih alat

kontrasepsi suntik secara rasional. Konseling KB merupakan aspek yang sangat penting yang dapat membantu memberikan informasi yang tepat, lengkap, serta obyektif meng enai berbagai metode kontrasepsi, mengidentifikasi dan menampung

perasaan-perasaan negative tentang KB, membantu untuk memilih metode kontrasepsi yang terbaik, membantu agar dapat menggunakan cara kontrasepsi yang di pilih secara aman dan efektif, memberi informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan tempat pelayanan KB (BKKBN,2006).

78

Persentase responden yang pernah konseling tetapi pemilihan alat kontrasepsinya tidak rasional menunjukkan 33,3%. Di Indonesia, konseling yang berkualitas masih sangat minim dan bahkan sulit sekali menemukan klinik yang secara khusus menyediakan jasa konseling yang benar-benar

memenuhi standar. Selain itu, ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling . Selama ini belum banyak tenaga medis yang menyadari, kegagalan konseling juga berawal dari buruknya layanan para tenaga medis (konselor) itu sendiri. Faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling antara lain : a. Faktor Individual Orientasi cultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan

interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : 1. Faktor Fisik Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam

menangkap informasi yang disampaikan konselor. 2. Sudut Pandang Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan

79

mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan. 3. Kondisi Sosial Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi. 4. Bahasa Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses

konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah hubungan antara konselor dan asien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling. c. Faktor Situasional Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas. d. Kompetensi dalam melakukan percakapan Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat

menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

80

1. Kegagalan menyampaikan informasi penting. 2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar. 3. Salah pengertian (www.wordpre ss.com) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2004) juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara interpersonal / konseling dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik (p=0,004). Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Kelurga Berencana. Konseling dapat membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya agar lebih lama, konsisten dan meningkatkan keberhasilan KB.

81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan ditemukan bahwa : 1. Ada hubungan yang bermakna (p = 0,00) antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Tahun 2010 (OR = 16.500) dengan tingkat keeratan hubungan positif kuat. 2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,362) antara tingkat pendapatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Tahun 2010 (OR = 1.951) dimana lebih besar dari nilai (0,05) 3. Ada hubungan yang bermakna (p = 0,00) antara konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik secara rasional di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Tahun 2010 (OR =14.800) dengan tingkat keeratan hubungan positif kuat.

82

B. Saran

Dari hasil kesimpulan tersebut maka ada beberapa hal yang dapat disarankan yaitu : 1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pengetahuan dan konseling KB memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan alat kontrasepsi secara rasional, namun karena metode yang digunakan adalah cross sectional maka hubungan yang diperoleh disini adalah bukan hubungan sebab akibat sehingga diperlukan penelitian dengan desain yang lebih baik lagi seperti kasus control, cohort, dan eksprimen untuk melihat hubungan sebab akibat. 2. Meningkatkan program KIE kepada para akseptor KB dengan melakukan sosialisasi tentang pengetahuan keluarga berencana yang terdiri dari pengetahuan tentang kontrasepsi suntik,

seperti kriteria yang tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi suntik, waktu mulai menggunakan alat kontrasepsi suntik , efek samping kontrasepsi suntik, serta keuntungan dan kekurangan dari pemakaian KB suntik. 3. Meningkatkan pemberian konseling KB agar akseptor dapat

memilih alat kontrasepsi suntik secara rasional sehingga mendapatkan metode kontrasepsi terbaik atau yang paling sesuai bagi dirinya.

Anda mungkin juga menyukai