Anda di halaman 1dari 6

Pendekatan Terpadu Pengelolaan Pencemaran Lingkungan

Penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengelolaan pencemaran logam berat. Walaupun berbagai kebijakan telah diciptakan dalam rangka mendapatkan lingkungan berkualitas, jika penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya sasaran yang dicapai akan sia-sia. Selama ini dikenal dua versi definisi pencemaran, pertama adalah “mengubah menjadi kotor atau tidak murni baik. secara seremonial maupun secara moral”, sedangkan definisi kedua, adalah “secara fisik membuat jadi tidak murni, busuk dan kotor” (Haslam, 1990). Namun berdasarkan hasil survey dari beberapa definisi pencemaran, Hellawell (1986) menyimpulkan bahwa pencemaran adalah sebagai “sesuatu (zat atau benda) yang berada dalam tempat yang salah, pada waktu yang salah, dan jumlah yang salah”. Pencemaran lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan manusia, karena itu selama dua abad terakhir ini telah terjadi momentum peningkatan kerusakan lingkungan secara keseluruhan di permukaan bumi ini sebagai hasil dari kegiatan manusia. Hal ini diperparah lagi oleh kondisi jumlah populasi manusia dari masa ke masa selalu bertambah dengan pesat, sedangkan hasil teknologi pengolahan limbah tidak menentu sehingga terjadi korelasi positif antara kecepatan peningkatan populasi manusia dengan kenaikan kuantitas limbah di bumi ini. Pencemaran lingkungan terbagi berdasarkan; 1) intesitasnya, dengan mengabaikan besarnya efek pencemaran, 2) persistensi, terutama bila pemurnian hanya dilakukan di bagian hilir saja, dan 3) keberlanjutan atau tidak sporadik dan kronis. Sumber-Sumber Pencemar Pemisahan yang lebih sederhana atas jenis pencemaran lingkungan dapat dilakukan berdasarkan sumber pencemar itu sendiri, yaitu: alami, domestik, dan industri. Apabila kita mengacu pada definisi yang menyatakan pencemaran sebagai “suatu (zat atau benda) yang berada pada tempat, waktu dan jumlah yang salah”, maka istilah pencemaran alami itu sebetulnya tidak ada. Namun demikian, seringkali kita menemukan suatu habitat yang tidak nyaman atau tidak tepat bagi kelangsungan hidup berbagai organisme yang sama sekali bukan disebabkan oleh ulahmanusia. Dalam hal ini di mana alam tidak selamanya dapat berfungsi untuk menunjang suatu kehidupan, seperti misalnya keberadaan gas radon secara almiah yang berasal dari pecahan uranium dalam lapisan bumi telah merembes melalui tanah masuk ke dalam sumber mata air. Berkurangnya oksigen dalam air karena melimpahnya jatuhan daun secara alamiah juga dapat menyebabkan terganggunya kehidupan organisme air. Yang dimaksud dengan limbah domestik adalah limbah sebagai hasil buangan berasal dari rumah tangga yang secara langsung dibuang ke lingkungan sekitarnya. Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi telah memengaruhi jenis limbah domestik menjadi lebih sulit untuk dihancurkan. Salah satu contoh adalah penggunaan sarana pembungkus yang terbuat dari bahan plastik yang sukar terurai telah menggantikan posisi bahan alami (daun dan kulit batang tanaman) yang jauh lebih mudah terurai secara alami. Proses kimia, fisika, dan biologi selama ini telah memegang peranan penting dalam mekanisme penguraian limbah domestik sepanjang kuantitas dan intensitas pembuangan limbah masih dalam batas yang normal. Namun sayangnya peningkatan populasi manusia telah menyebabkan peningkatan kuantitas dan intensitas pembuangan limbah domestic sehingga membuat proses penguraian limbah secara alami menjadi tidak seimbang. Bila hal ini terjadi secara terus menerus, Soemarwoto (1991) memperkirakan akan terjadi: peningkatan kadar BOD, COD, N dan K di sungai-sungai; banyak sumur dan sumber air penduduk lainnya mengandung bakteri koli yang menunjukkan telah terjadinya pencemaran oleh tinja dan pada akhirnya dapat memacu pertumbuhan gulma air. Limbah yang dihasilkan dari pencemaran industri pada umumnya bersifat limbah anorganik yang memiliki keragaman yang luas dengan kemiripin yang kecil. Limbah industri dapat berbentuk gas, cair maupun padat sebagai hasil sampingan dari kegiatan: pabrik, petanian, peternakan, kehutanan dan lain-lain. Seringkali limbah industri yang bercampur dengan limbah domestik yang dibuang ke dalam suatu sistem perairan justru lebih meningkatkan dampak kerusakan yang lebih total pada sumber daya perairan

tersebut. Peningkatan pemakaian obat-obat pertanian (pestisida dan pupuk) secara signifikan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran lingkungan. Beberapa jenis limbah sebagai hasil kegiatan manusia yang mencemari bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Tulang Bawang di Propinsi Lampung telah teridentifikasi oleh Rivai dkk. (1991a) dalam bentuk akumulasi limbah bahan anorganik. Lebih lanjut Rivai (2000f) juga melaporkan bahwa pencemaran wilayah pesisir yang paling berat di Propinsi Lampung terdapat di pantai Timur, dimana jenis limbah terdiri dari: cairan organik, limbah hasil pertanian, plastik dan kaleng, pupuk, pestisida, limbah alami dan domestik. Toksikologi Lingkungan Toksikologi lingkungan pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku zat kimia serta perkiraan dampak yang ditimbulkan baik terhadap organisme hidup maupun lingkungannya. Termasuk di dalamnya menguraikan serta memperkirakan perubahan lingkungan yang akan terjadi atas masuknya senyawa pencemar sebagai hasil kegiatan manusia ke dalam lingkungan (Levin dkk. 1989). Dengan segala bentuk tekanan terhadap masalahmasalah lingkungan maka ilmu toksikologi lingkungan diharapkan dapat melakukan pendekatan terhadap berbagai masalah lingkungan secara lebih rinci dan tepat. Berdasarkan konsep serta metodologi dari toksikologi lingkungan, pengamatan suatu kasus keracunan tidak dilakukan hanya sesaat saja, melainkan sedapat mungkin harus dipelajari sejak mulai dari awal, misalnya; dari masa kecil, pertumbuhan, dewasa dan tua. Selain itu akan lebih sempurna apabila hasil penelitian toksikologi lingkungan melibatkan faktor-faktor sosial yang terkait antara: periaku, pendidikan, ekonomi bahkan mungkin politik. Ruang lingkup ilmu toksikologi meliputi penelitian toksisitas senyawa kimia yang digunakan untuk bidang: kedokteran, industri makanan, pertanian/peternakan, industri kimia, pertambangan dan lain-lain. Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh masuknya senyawa racun ke dalam lingkungan. Seiring dengan proses alami, dalam ekosistem sendiri telah terjadi perubahan secara konstan dimana hal ini dapat merupakan tantangan untuk membedakan dampak antropogenik dengan dampak dari fluktuasi alamiah. Menurut Kelly dan Harwell (1989), dalam penelitian ilmu toksikologi lingkungan terdapat langkah-langkah penting yang tidak dapat diabaikan untuk dipahami, antara lain; 1. Proses pergerakan dari senyawa pencemar dalam lingkungan, misalnya: bagaimana perilaku, kuantitas, konsentrasi dan distribusi dari senyawa tersebut dalam ekosistem. 2. Frekwensi dan lamanya senyawa pencemar berada pada suatu ekosistem. 3. Spesifikasi sifat kimianya. 4. Kemampuan untuk bertahan dalam kondisi ekosistem yang baru ditempati. 5. Memiliki tanggapan balik antara efek biologi dengan proses lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya suatu perubahan. 6. Interaksi dengan senyawa kimia antropogenik lain atau tekanan terhadap ekosistem. 7. Pembagian senyawa kimia ke dalam komponen ekositem. 8. Perpindahan atau pergerakan senyawa kimia kembali dalam bentuk aslinya 9. Hilangnya senyawa kimia dari ekosistem melalui pembagian secara bolak balik. Tujuan utama dari upaya pengelolaan lingkungan pada intinya adalah untuk memperoleh kepastian lingkungan yang “sehat” bagi kehidupan manusia. Toksikologi lingkungan dapat digunakan untuk memantau terjadinya kontaminasi senyawa beracun dalam lingkungan dengan menggunakan manusia sebagai bio-indikator. Rivai (1995, 1999c, dan 2001a) melaporkan bahwa kuku dan rambut merupakan bioindikator yang terbaik dibandingkan dengan organ tubuh yang lain untuk digunakan dalam pemantauan kontaminasi logam berat terhadap manusia. Beberapa keuntungan yang diperoleh antara lain: 1) Mudah diperoleh karena tidak diperlukan tindakan operasi maupun otopsi untuk mendapatkannya; 2) Dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum dianalisis tanpa mengalami kerusakan atau perubahan struktur. 3) Mudah untuk dibawa, dikirim, dan dipindahkan karena penyimpannya tidak memerlukan tempat yang khusus seperti misalnya lemari pendingin. dan 3) Relatif ringan dan lentur sehingga mudah untuk menyesuaikan dengan penggunaan peralatan analisis di laboratorium. Pencemaran Logam Berat Logam berat merupakan senyawa kimia yang sangat berpotensi menimbulkan masalah pencemaran lingkungan terutama yang berkaitan erat terhadap dampak kesehatan manusia. Menurut Vouk (1986) terdapat sebanyak 80 jenis dari sejumlah 109 unsur kimia yang telah teridentifikasi di muka bumi ini termasuk ke dalam jenis logam berat, Dengan demikian sifat kimiawi logam berat dapat dikatakan mewakili sebagian besar golongan kimia anorganik. Logam berat biasanya didefinisikan berdasarkan

sifat-sifat fisiknya dalam keadaan padat dengan menggunakan metode teknologi yang telah maju. Sifatsifat fisik tersebut antara lain memiliki: 1) Daya pantul cahaya yang tinggi, 2) Daya hantar listrik yang tinggi, 3) Daya hantar panas, dan 4) kekuatan dan ketahanan. Logam berat dalam keadaan padat juga dapat dibedakan berdasarkan: struktur kristalnya, sifat pengikat kimianya, serta sifat-sifat magnitnya. Kelarutan logam berat dalam air dan lemak merupakan suatu proses toksikologi yang amat penting, karena proses ini adalah salah satu factor utama yang mempengaruhi adanya proses biologi dan penyerapan logam berat itu sendiri. Metode analisis untuk penentuan konsentrasi logam berat yang hingga kini paling populer digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Adapun prinsip kerja SSA ini pada dasarnya adalah suatu proses pengatoman dari tingkat dasar ke tingkat tinggi, dimana dalam proses pengatoman ini setiap logam berat memiliki penyinaran dengan panjang gelombang yang spesifik. Kneip dan Friberg (1986) berpendapat bahwa dalam penentuan kandungan logam berat, ada tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu; ketepatan, ketelitian dan batas deteksi. Jenis pelarut kimia yang digunakan dalam analisis logam dapat memengaruhi hasil analisis tersebut. Rivai (2000a), melaporkan bahwa ekstraksi sampel dengan menggunakan pelarut HNO3 menghasilkan konsentrasi logam berat hampir 10 kali lebih tinggi daripada pelarut HCl. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi ke dalam dua jenis yaitu: pertama logam berat esensial dimana keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain, seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), mangaan (Mn) dan lain-lain. Kedua logam berat tidak esensial atau beracun, dimana keberadaan dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini masih belum diketahui manfaatnya bahkan justru dapat bersifat racun, seperti misalnya; merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) dan lain-lain. Logam berat esensial biasanya tebentuk sebagai bagian integral dari sekurang-kurangnya dengan satu jenis enzim. Walupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Penelitian tentang asupan tembaga (Cu) sebagai logam berat esensial yang telah dilakukan di Desa Pasir Parahu, Cianjur, Jawa Barat menunjukkan bahwa batas yang direkomendasikan telah tercapai, namun tidak melampaui batas maksimum yang diperbolehkan (Rivai dkk. 1988). Selama ini dalam pengelolaan lingkungan hidup pandangan kita bersifat antroposentris, yaitu melihat permasalahannya hanya dari sudut kepentingan manusia saja. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya karena ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan harus bersifat holistik, yaitu memandang keseluruhannya sebagai suatu kesatuan (Soemarwoto, 1983) . Peranan manusia dalam masalah lingkungan lebih diperjelas lagi oleh Nissihira dkk. (1997) yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan masalah lingkungan adalah setiap kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai akibat dari hasil kegiatan manusia, Akhir-akhir ini topik utama yang selalu hangat untuk didiskusikan adalah mengenai isu perubahan lingkungan global seperti misalnya: penipisan lapisan ozon, penumpukan unsur CO2 di atmosfir, hujan asam, perubahan iklim global, pencemaran lingkungan dan proses penggundulan hutan dan lain-lain. Pencemaran logam berat turut memberikan kontribusi yang nyata terhadap isu perubahan lingkungan global khususnya dalam hal masuknya senyawa beracun ke dalam lingkungan sebagai akibat kegiatan industri, pertanian, perternakan, kehutanan dan lain-lain. Selama ini dengan pertimbangan bahwa masalah yang terjadi dalam isu lingkungan global semata-mata mekanismenya hanya dapat jelas terungkap melalui ilmu pengetahuan alam saja, maka manusia melakukan pendekatan secara ekslusif tehadap isu perubahan lingkungan global hanya melalui ilmu pengetahuan alam. Berbagai Aspek Dimensi ManusiaMenurut Suzuki (1999) hingga saat kita belum mendapatkan jalan keluar yang efektif untuk memecahkan masalah perubahan lingkungan global, karena dalam banyak kasus ternyata manusia merupakan penyebab utama dari terjadinya masalah-masalah lingkungan di berbagai belahan bumi ini. Dalam pengelolaan manusia hendaknya sudah tercakup di dalamnya beberapa dimensi, seperti : pendidikan, pendidikan lingkungan, pengetahuan, persepsi, kepedulian dan perilaku dari manusia itu sendiri terhadap masalahmasalah lingkungan (Nishihira dkk. 1997). Adanya keragaman dimensi manusia merupakan langkah penting yang telah membawa kita kepada kondisi dan bentuk perubahan lingkungan global yang berbeda berdasarkan setiap dimensinya. Untuk mendapatkan jalan keluar yang baik dalam memecahkan masalah-masalah lingkungan, maka sudah saatnya baik di negara yang sudah maju maupun negara sedang berkembang mulai mengembangkan berbagai penelitian mengenai dimensi manusia terhadap perubahan lingkungan global (Torigoe, 1997). Peran Ilmu Pengetahuan Sosial Lingkungan selama ini secara terus menerus telah dimanfaatkan manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, termasuk juga di dalamnya untuk memperluas habitat dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada dasarnya dalam menghadapi masalah-masalah

lingkungan, yang perlu dikelola bukanlah hanya aspek lingkungan itu semata-mata, melainkan justru aspek manusialah yang harus lebih dititikberatkan dalam pengelolaannya. Oleh karena itu sudah saatnya bagi kita untuk selalu melibatkan ilmu pengetahuan sosial dalam upaya pengelolaan lingkungan. Cakupan ilmu pengetahuan sosial disini sudah termasuk di dalamnya ilmu: hukum, politik, ekonomi, antropologi, pendidikan dan lain-lain. Betapapun baik dan sempurnanya suatu konsep pengelolaan lingkungan yang dirancang oleh para ahli tetapi bila tidak melibatkan pengelolaan manusia itu sendiri sebagai pengguna dan pelaksana maka sudah dapat dipastikan hasilnya akan menjadi sia-sia. Sejak beberapa puluh tahun yang lalu hubungan antara lingkungan dan konflik sosial politik telah menjadi isu khusus yang menarik untuk dipelajari lebih dalam. Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa dampak dari konflik telah menciptakan penurunan kualitas lingkungan yang parah. Beberapa kasus jatuhnya bom pada kegiatan perang merupakan bukti terkini yang memperlihatkan bagaimana air dan tanah pada lokasi sasaran dapat menjadi tercemar. Kasus yang sangat menyolok terjadi pada waktu Perang Teluk dimana penghancuran lingkungan telah digunakan sebagai alasan demi kesejahteraan manusia (Ornas dan Strom, 1999). Begitu pula sebaliknya, kelangkaan suatu sumberdaya dapat menimbulkan terjadinya peperangan, dimana kerusakan lingkungan yang terjadi akan lebih sulit lagi untuk diperbaiki. Dilema ini dapat dikarenakan berkurangnya pasokan suatu sumberdaya alam baik karena kerusakan lingkungan maupun peningkatan kebutuhan sumberdaya alam seiring dengan meningkatnya populasi manusia. Meskipun demikian hingga saat ini kita masih belum dapat menandai kapan suatu lingkungan dikatakan aman dari kelangkaan suatu sumberdaya hingga penjelasannya baru dapat diketahui manakala terjadinya konflik yaitu dalam bentuk serangan. Pendekatan Terpadu Pencemaran logam berat merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya isu perubahan lingkungan global terutama dalam hal pencemaran lingkungan oleh senyawa logam berat beracun. Melalui ilmu pengetahuan alam berbagai upaya untuk meminimalkan dampak dapat dilakukan dimulai dari langkahlangkah mengidentifikasi, mengencerkan, mengganti sampai pada menghilangkan keberadaan senyawa tersebut baik di alam maupun dalam tubuh organisme hidup melalui proses analisis kimia, fisika dan biologi. Namun demikian pendekatan masalah pencemaran logam berat melalui ilmu pengetahuan alam saja ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah lingkungan hingga tuntas tanpa melibatkan ilmu pengetahuan sosial. Beberapa negara maju seperti Amerika, Inggris, Jepang, Kanada dan lain-lain dapat dijadikan contoh dalam kasus terjadinya pencemaran logam berat, namun secara bersamaan negara-negara tersebut juga dapat dijadikan contoh dalam hal pendekatan terpadu terhadap masalah tersebut. Dalam hal pengelolaan lingkungan secara terus menerus mereka telah meningkatkan keterampilan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti misalnya: teknik sampling dan analisis senyawa racun, reklamasi tanah, dan pengolahan limbah cair/padat. Sejalan dengan tindakan tersebut, dalam waktu bersamaan mereka juga meningkatkan ilmu pengetahuan bidang sosial dalam rangka menumbuhkan persepsi, pengetahuan, kepedulian dan perilaku manusia yang tepat dalam hal menyikapi masalah-masalah pencemaran logam berat. Beberapa contoh kongkrit di lapangan atas perilaku manusia di negara maju dalam menyikapi pencemaran logam berat antara lain: 1) Tidak membuang secara langsung ke dalam lingkungan limbah padat yang mengandung logam. 2) Limbah senyawa kimia yang berasal dari rumah sakit dan laboratorium penelitian tidak dibuang langsung ke dalam saluran air, melainkan dikumpulkan serta dikirimkan kepada tempat tertentu yang telah ditetapkan. 3) Menghindari penggunaan mainan dan peralatan bayi yang terbuat dari logam. 4) Tidak menggunakan limbah barang-barang cetakan sebagai pembungkus makanan. 5) Menghindari pemakaian kosmetik yang mengandung logam beracun, seperti misalnya logam merkuri yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar pemutih kulit. Contoh di atas merupakan contoh sederhana berupa pengetahuan umum yang telah sangat disadari oleh masyarakat dari lapisan tingkat bawah hingga atas. Sudah barang tentu pengetahuan tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja oleh masyarakat melainkan melalui proses pendidikan, penegakan hukum, dan penyampaian informasi secara terus menerus. Peran Pendidikan Lingkungan

Pendidikan lingkungan memiliki peran yang strategis dan penting dalam mempersiapkan manusia untuk memecahkan masalah lingkungan sebagaimana telah diputuskan secara internasional pada Konferensi Bumi di Brazil dan tertuang dalam Agenda 21 pada Bab 36. Hanya melalui pendidikan lingkungan orang dapat mengembangkan segi pemikiran dalam mendukung langkah yang tepat untuk skala lokal dan global. Kepedulian bukan merupakan tujuan akhir dari pendidikan lingkungan namun harus juga diikuti oleh langkah nyata. Selain dari itu, pendidikan sendiri merupakan jalur positif untuk menuju perubahan pada periode modern. Manusia perlu melanjutkan pendidikan, khususnya dalam bidang lingkungan karena terjadinya perkembangan yang sangat cepat terhadap perubahan maupun pemahaman mengenai lingkungan. Beberapa hasil penelitian terdahulu (Kawashima 1999, Suzuki dkk. 1999, Soerjani 1998 dan Sudarmadi dkk. 2001), melaporkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dari suatu masyarakat maka semakin tinggi pula persepsi dan kepedulian masyarakat tersebut sehingga menimbulkan sikap serta perilaku yang lebih baik dalam menghadapi masalah lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan harus disampaikan secara intensif dan komperhensif melalui semua jenjang pendidikan baik formal maupun nonformal. Peranan Media Massa Peningkatan ilmu pengetahuan manusia tentang lingkungan hidup bila tanpa disertai upaya penyebarluasan informasi ilmu pengetahuan itu sendiri sudah barang tentu akan menjadi hambatan ke arah terciptanya lingkungan yang berkualitas. Khususnya dalam hal pengelolaan pencemaran logam berat dimana setiap saat dapat saja terjadi suatu perubahan atau pergeseran. Sementara itu pada saat yang sama teknologi informasi diharapkan dapat meratakan jalan dalam hal penyebaran informasi yang lebih baik bagi masyarakat serta pemerintah yang lebih responsif. Media massa disini sudah termasuk: media cetak, radio, televisi dan internet. Media cetak khususnya surat kabar selama ini telah berperan penting dalam hal penyebaran informasi masalah lingkungan. Hal tersebut telah dibuktikan dalam beberapa penelitian, salah satu diantaranya Fang (1997), melaporkan bahwa 64 % dari penduduk kota Beijing dan Shanghai di China mendapatkan informasi mengenai masalah lingkungan yang berasal dari surat kabar. Begitu pula Rivai (2001b), menunjukan bahwa surat kabar bagi penduduk kota Bandarlampung merupakan media yang paling efektif sebagai sumber informasi masalah pencemaran logam berat dibandingkan dengan radio dan televisi. Hal ini mungkin dikarenakan surat kabar merupakan media yang relatif murah serta mudah diperoleh sehingga cenderung memiliki tingkat efektifitas penyebaran informasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan media lainnya seperti misalnya radio, televisi dan internet. Penegakan hukum lingkungan Penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengelolaan pencemaran logam berat. Walaupun berbagai kebijaksanaan telah diciptakankan dalam

rangka untuk mendapatkan lingkungan yang berkualitas, namun bila penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya maka sasaran yang akan dicapai akan menjadi sia-sia. Menurut Hiraoka (1997), ada beberapa hal yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan pendekatan terpadu pengelolaan pencemaran logam berat: 1) Peningkatan keahlian profesional di bidangnya secara terus menerus seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara global. 2) Pengembangan kebijaksanaan lingkungan yang mudah dipahami oleh manusia sehingga dapat dilaksanakan secara efektif. 3) Berfungsinya peneggakan hukum dalam melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. 4) Tersedianya penyampaian teknik informasi yang tepat

Anda mungkin juga menyukai