Anda di halaman 1dari 3

1. Defenisi rumah sakit : (Permenkes No.

340/menkes/per/III/2010) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2. Tipe-tipe rumah sakit : a. Rumah Sakit Kelas A pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi.), 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain (Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik) dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis (Subspesialis Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut). b. Rumah Sakit Kelas B pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik), 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya (Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin,) dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar (Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi). Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 12 (dua belas) orang dokter umum dan 3 (tiga) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing minimal 2 (dua) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu ) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap. Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 4 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda. Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter subspesialis dengan 1 (satu) orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1. Jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah. c. Rumah Sakit Kelas C Pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar 9 Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi), 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Pelayanan Anestesiologi, Radiologi,Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.). Jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah. d. Rumah Sakit Kelas D Pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi). Jumlah tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah.

3. Prosedur managemen mutu dalam IFRS

4. Defenisi, fungsi seven tools of TQM : TQM adalah proses kegiatan perbaikan mutu yang berkesinambungan meliputi semua pekerja/karyawan di dalam organisasi, termasuk manager sampai bawahan dalam suatu usaha terintegrasi secara menyeluruh, memperbaiki penampilan/kinerja pada setipa tingkatan (Adikoesoemo. 2003). TQM adalah pendekatan managemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keselurahan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan member manfaat pada anggota organisasi (Kartawan. Universitas gunadarma) 7 tools of TQM (Eldon Y. 2000): a. Cause-efect diagram Diagram juga disebut "fishbone diagram" atau "Ishikawa diagram. "diagram ini mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan menampilkan semua kemungkinan penyebab atau faktor-faktor dari masalah atau peristiwa. b. Checksheet, dirancang untuk hasil mentabulasi hasil pemeriksaan rutin situasi. Hal ini melewati antara pemeriksaan utama selama proses produksi dan bertindak sebagai perlindungan. c. Grafik Kontrol. Tabel ini berfungsi untuk mendeteksi penyebab khusus dari variasi. Grafik memiliki garis batas di pusat, atas, dan bawah. Data sampel yang diplot di titik-titik pada grafik untuk mengevaluasi proses situasi dan tren. d. Histogram. Diagram ini menampilkan grafis data frekuensi dalam grafik bar dan memungkinkan evaluator untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk, nilai tengah. e. Grafik. Terdiri dari grafik garis, bar, lingkaran untuk menggambarkan variasi atas periode waktu. Grafik batang membandingkan kategoris nilai-nilai melalui paralel bar. Grafik Lingkaran, atau pie grafik, menunjukkan rincian kategoris dari relatif terhadap nilai total. radar grafik membantu dalam menganalisis item sebelumnya dievaluasi masing-masing memiliki porosnya sendiri pengukuran. f. Diagram pareto. Bagan ini mengklasifikasikan masalah sesuai dengan penyebab dan fenomena. itu membuat. Diagram ini juga dikenal sebagai X-Y grafik. Diagram menampilkan apa yang terjadi pada salah satu variabel dalam rangkauntuk menguji teori atau membuat perkiraan. 5. Pengaruh medication error terhadap managemen mutu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008 ) : Badan akreditasi dunia The Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) mensyaratkan tentang kegiatan keselamatan pasien berupa identifikasi dan evaluasi hendaknya dilakukan untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri. Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian, kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas keterkaitan kejadian antara kesalahan merupakan hal yang manusiawi (to err is human) dan proses farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya risiko obat tersebut adalah multifaktor dan

multiprofesi yang kompleks; jenis pelayanan medik, banyaknya jenis dan jumlah obat per pasien, faktor lingkungan, beban kerja, kompetensi karyawan, kepemimpinan dan sebagainya. 6. Defeisi, fungsi KARS (Permenkes NOMOR 417/MENKES/PER/II/2011 KARS : Komisi Akreditasi Rumah Sakit/ KARS adalah lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit yang bersifat fungsional, non-struktural, dan bertanggung jawab kepada Menteri. KARS mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, pembimbingan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi dalam bidang akreditasi rumah sakit di Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perkembangan akreditasi rumah sakit secara internasional. KARS bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia berperan dalam melakukan monitoring dan evaluasi kinerja rumah sakit pasca akreditasi dan untuk membina rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu layanannya. 7.

Anda mungkin juga menyukai