Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Syariat Qurban merupakan warisan ibadah yang paling tua. Karena
berqurban mulai diperintahkan saat Nabi Adam AS tidak menemukan cara
yang adil dalam menikahkan anak-anaknya yang kembar. Meskipun sudah
diputuskan menikah secara silang. Sampai akhirnya Allah SWT mewahyukan
agar kedua anak Adam, Habil dan Qabil melaksanakan qurban untuk
membuktikan siapa yang diterima. Habil berqurban dengan ternaknya unta dan
Qabil berqurban dengan tanamannya gandum.
Habil dengan ikhlas mempersembahkan udhiyahnya dan karenanya
diterima. Sedangkan Qabil karena tidak tulus dalam menjalankan perintah
berudhiyah, tidak diterima, sehingga dengan nekad juga ia membunuh
saudaranya, inilah peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah umat
manusia.
Sebenarnya istilah yang baku bukan berqurban, tetapi menyembelih hewan
udhiyah. Sebab kata Qurban artinya mendekatkan diri kepada Allah. Padahal
yang disunnahkan adalah melakukan ibadah ritual melakukan ibadah ritual
yaitu menghilangkan nyawa hewan udhiyah, baik dengan cara dzabh
(menyembelih) atau nahr (menusuk leher unta dengan tombak), sebagai bentuk
ritual peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Peristiwa berudhiyah paling fenomenal Ibrahim AS. Ibrahim yang menanti
seorang putra sejak lama itu diperintahkan Allah swt untuk menyembelih putra
semata wayangnya, Ismail AS. Ujian berat menimpanya, antara melaksanakan
perintah Allah SWT atau membiarkan putranya hidup dengan tidak
melaksanakan perintah Allah SWT, putranya nanti akan melanjutkan
perjuangan bapaknya. Alasan ini kelihatan begitu rasional. Namun, Ibrahim
2

sudah teruji ketaatannya kepada Allah swt. sehingga tiada ragu ia akan
melaksanakan perintah Allah swt.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Dasar Hukum dan Ketentuan Berkurban?
2. Bagaimanakah Ketentuan-Ketentuan Binatang Kurban ?
3. Bagaimanakah Tata Cara dan Waktu Penyembelihan Hewan Kurban?
4. D. Bagaimanakah Pembagian Daging Kurban Pada Masa Sekarang?

















3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum dan Ketentuan Berkurban
1. Dasar Hukum berkurban
Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya
pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang
ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam
istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua
pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya,
dan kambing yang disembelih di hari Idul Adha. Adapun makna secara
istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat
mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu.
Udhiyah atau dalam bahasa kita disebut qurban dalam istilah fuqaha
(para ahli fiqih) adalah: Binatang peliharaan yang disembelih pada hari-
hari penyembelihan disebabkan datangnya hari raya Idul Adha, untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan kata al-Udhiyah itu sendiri
diambil dari kata dhuha, yang artinya waktu dhuha. Dikatakan demikian
lantaran waktu shalat Idul Adha dan menyembelihnya Rasulullah SAW
adalah pada waktu dhuha. Demikianlah Rasulullah SAW menyembelih
binatang qurbannya pada waktu dhuha setelah shalat Idul Adha. Ini bukan
berarti selain waktu dhuha dilarang menyembelih, bahkan seandainya
menyembelih qurban dilakukan pada sore atau malam hari, selama dalam
waktu yang dibolehkan maka penyembelihan itu tetap sah, karena waktu
dhuha itu adalah waktu yang disunnahkan.
1

Qurban adalah binatang yang disembelih guna ibadah kepada Allah
pada hari raya idul adha dan tiga hari berikutnya (hari tasyrik) 11 sampai

1 http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2012/05/makalah-fiqih-udhiyah-qurban.html 26 Juli
2013 pukul 11.17 WIB
4

13 Dzulhijah. Hukum berqurban itu menurut beberapa ulama wajib dan
sebagian adalah sunnah muakkad. Firman Allah Al-Kautsar ayat 1-2
.^^) CE4^OC;N
4OO^- ^ ]=
El)4Og OO4-4 ^g
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.
Dari Abu Hurairah, telah berkata Rasulullah SAW :

Barang siapa yang mempunyai kemampuan lebih namun ia tidak
berkurban maka janganlah ia menghampiri tempat sembahyang kami
(Riwayat Ahmad dari Ibnu Majah.)

];+l^-4 E_E4UEE_
7 }g)` )OO^EE- *.-
7 OgOg OOE= W
W-NO7^O =c- *.-
OgOU4 O.-4O= W -O)
;e4lE_4 OgONLN_ W-OU7
Ogu+g` W-Og;C4
E7g^^- O4u^-4 _
ElgEOE E_4^OOCEc
7 7+UE 4pNO7;=>
^@g
Artinya :
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar
Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah
olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri
(dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah
sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
5

Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu,
Mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al Hajj : 36)


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyembelih
hewan kurban:
a. Malik dan SyafiI, berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan
kurban adalah sunah muakad. Akan tetapi, Malik memberikan
keringanan kepada orang yang mengerjakan haji sewaktu di Mina
untuk tidak menyembelih hewan kurban. SyafiI tidak
membedakan antara orang yang sedang beribadah haji dengan yang
lain.
b. Abu Hanifah berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban
diwajibkan kepada orang-orang kaya yang menetap di kota-kota,
dan tidak diwajibkan kepada orang-orang yang sedang safar
(bepergian jauh).
c. Pendapat Abu Hanifah di atas ditentang oleh dua orang
pengikutnya, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka
mengatakan bahwa menyembelih hewan kurban itu tidak wajib.
2

Sebagaimana dikatakan di atas, pada dasarnya hukum qurban
adalah sunat bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Akan tetapi,
hukum Qurban menjadi wajib dikarenakan beberapa alasan:
1) Bagi seseorang yang bernadzar.
Sebagaimana sabda Rosulullah SAW :


2 Ibnu Rusdi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Bandung: Trigenda Karya, 1996 .
hlm.777
6

Siapa yang bernadzar untuk pekerjaan taat kepada Allah, Hendaklah
ia melakukannya
Bahkan sampai orang yang bernadzar itu meninggal dunia,
sesungguhnya boleh diwakilkan oleh orang lain yang ia berikan mandate
untuk itu, ketika ia masih hidup
2) Kedua karena ucapan
Apabila seseorang berkata Ini milik Allah atau ini Binatang
qurban atau yang semakna dengan itu, maka hukum qurban
baginya menjadi wajib. Menurut imam Malik, jika waktu membeli
diniatkan untuk diqurbankan maka menjadi wajib.
2. Ketentuan berqurban
Syarat-syarat sah qurban yaitu:
- Terkait dengan hewan qurban
a. Termasuk dari an'am (unta, sapi, dan kambing) baik jantan atau
betina
b. Cukup umur
c. Bebas dari cacat yang jelas (buta sebelah, sakit, kurus kering,
pincang, dan cacat yang setara atau lebih parah)
d. Milik pequrban
e. Tidak terikat dengan hak orang lain, misalnya menjadi agunan
- Terkait dengan pequrban
a. Niat
b. Khusus untuk qurban bersama misalnya satu sapi atau unta untuk
tujuhorang harus satu niat untuk qurban. Tidak sah bila salah
seorang di antaranya berniat untuk dapat daging semata
B. Ketentuan-Ketentuan Binatang Kurban
1. Kriteri Hewan Kurban
a. Memilih Jenis Hewan Kurban
7

Para ulama sepakat memperbolehkan qurban dengan seluruh
binatang ternak. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai hewan ternak
yang paling utama.Maliki berpendapat bahwa hewan yang paling utama
untuk berqurban adalah kibasy (jenis domba), kemudian sapi jantan, dan
yang terakhir adalah unta. Menurutnya, ini merupakan urutan kebalikan
untuk hewan hadya yang sebagaimana yang sudah dibicarakan pada bab
Haji. Akan tetapi, diriwyatakan pula darinya dengan urutan yaitu unta,
lalu sapi jantan dan kibasy.
Syafii berpendapat bahwa kebalikan dari pendapat yang
dikemukakan Malik mengenai urutan jenis hewan kurban, yaitu unta,
sapi jantan, kemudian kibasy. Pendapat ini disepakati pula oleh Asyhab
dan Ibnu Syuban.
b. Memilih Sifat Hewan Kurban
Para ulama sepakat bahwa dalam berkurban disunahkan
menghindarkan hewan yang pincang, sakit, dan kurus karena merujuk
kepada hadis Al Barra bin Azib, Sesunguhnya Rasulullah saw. pernah
ditanya, Hewan-hewan kurban kurban apa saja yang tidak boleh
dipilih? Lalu beliau SAW memberikan isyarat dengan tangannya,
dengan bersabda, Empat. Waktu itu Al Barra member isyarat dengan
tangannya, dan mengatakan, Tanganku lebih pendek daripada tangan
Rasulullah saw., yang empat itu adalah hewan pincang, hewan yang
rusak matanya, hewan yang sakit, dan hewan yang kurus.
Mereka juga sepakat bahwa jika keempat sifat itu hanya sedikit,
maka boleh dikurbankan. Mereka berbeda pendapat dalam dua hal:
a) Kecacatan yang lebih parah dari yang dinaskan, seperti buta dan
kakinya patah.
b) Kecacatan yang sama dengan yang telah dinaskan, dalam hal
ketidakutuhannya, yakni cacat-cacat yang terdpat pada telinga, mata,
ekor, gigi geraham, dan pada anggota-anggota tubuh lainnya.
8

Mengenai hal pertama, jumhur ulama telah sepakat bahwa
kecacatan yang lebih parah daripada kecacatan yang telah dinaskan
dalam hadis di atas, tidak memenuhi syarat untuk untuk kurban


c. Umur Hewan Kurban yang Disyaratkan
Para ulama sepakat bahwa kambing yang berumur satu tahun lebih
tidak dapat dijadikan kurban, tetapi harus kambing yang berumur dua
tahun keatas. Hal itu karena ada sabda Nabi saw. kepada Abu Burdah
tatkala Beliau menyuruhnya agar mengulangi kurbannya, Kambing
yang berumur dua tahun ke atas memenuhi syarat buat kamu untuk
berkurban, sedangkan kambing yang berumur satu tahun lebih tidak
dapat memenuhi syarat berkurban.
Mereka berbeda pendapat mengenai dhan (domba) yang berumur
satu tahun lebih:
a) Jumhur ulama sepakat memperbolehkan dhan yang berumur satu
tahun lebihuntuk kurban
b) Segolongan ulama yang lain berpendapat bahwa yang diperbolehkan
untuk kurban haruslah dhan yang berumur dua tahun lebih
perbedaan pendapat diantara mereka timbul karena
bertentangannya hadis yang mknanya umum dengan hadis yag maknanya
khusus.
adapun ulama yang membiarkan hadis khusus apa adanya
disamping hadis umum, sesuai dengan pendapat yang masyhur
dikalangan jumhur ushuliyah, maka dia mengecualikan jadzaah dhan
(domba yang berusia satu tahun lebih) yang disebutkan dalam hadis
khusus tersebut. Ini adalah pendapat yang paling utama.
9

Sedangkan untuk unta syaratnya berumur 5 tahun dan untuk kerbau
dan sapi berumur 2 tahun.
3

d. Banyaknya Hewan Kurban
Mengenai banyaknya hewan kurban yang memenuhi syarat bagi
orang-orang yang ingin berkurban, para ulama berbeda pendapat:
a) Malik berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan menyembelih
domba kibasy, sapi, atau badanah (unta), untuk kurban atas nama
dirinya, atau atas nama keluarganya yang menurut syara wajib
mendapatkan nafkah darinya, begitu pula untuk hadya.
b) Syafii, Abu Hanifah, dan jemaah ulama fikih, memperbolehkan
seseorang menyembelih badana sebagai kurban untuk tujuh orang.
Begitu pula sapi betina, baik sebagai kurban maupun sebagai hadya.
4

2. Syarat-syarat Hewan Kurban (Had-ya)
Hewan kurban harus memenuhi syarat diantaranya:
a. Hendaklah telah cukup besar, jika hewan itu bukan dari jenis benggala.
Jika dari jenis ini, maka cukup jadza atau yang lebih besar daripadanya.
Jadza maksudnya ialah yang telah mencapai umur enam bulan dan
gemuk badannya. Seekor unta dikatakan cukup besar, bila telah berumur
lima tahun; sapi bila telah berumur setahun penuh. Bila hewan-hewan ini
telah mencapai umur yang disebutkan bagi masing-masingnya, bolehlah
ia dijadikan hewan kurban.
b. Hendaklah sehat dan tidak bercacat. Maka tidak boleh yang pincang, buta
sebelah, berkurap atau yang kurus. Diterima dari Hasan, bahwa menurut
pendapat mereka, jika seseorang membeli unta atau hewan kurban
lainnya, dan ketika itu ia memenuhi syarat, kemudian menjadi pincang,
bermata sebelah atau kurus kering sebelum hari Nahar, maka hendaklah

3 Muhammad Sokhi Asyhadi. Fikih Ibadah. (versi madzhab syafii). Grobogan: Pondok Pesantren
Fadlul Wahid Ngangkruk, 2013.Hlm. 199.
4 Ibnu Rusdi,Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Bandung: Trigenda Karya, 1996,
hlm.779-788
10

diteruskannya menyembelihnya, karena demikian telah cukup dan
memadai.
5

C. Tata Cara dan Waktu Penyembelihan Hewan Kurban
a. Ketentuan Penyembelihan hewan kurban
Ada beberapa ketentuan dalam penyembelihan hewan qurban,
diantaranya adalah:
1. Niat berqurban karena Allah semata
Hal yang terpenting dalam proses ibadah qurban adalah niat. Niat
adalah sesuatu yang asasi dalam ibadah qurban dan ibadah-ibadah
lainnya. Dengan niat ibadah seseorang diterima, dan dengan niat pula
ibadah seseorang ditolak oleh Allah SWT. Bila niat kita berqurban dalam
rangka taat kepada Allah dan menjalankan perintahnya, maka insya Allah
ibadah qurban kita diterima disisi Nya. Sebaliknya jika niat kita
berqurban dalam rangka yang lainnya, misalnya karena ingin dipuji, atau
malu kalau tidak melaksanakan ibadah qurban, atau qurban yang
dipersembahkan untuk selain Allah, maka qurban-qurban tersebut tidak
ada manfaatnya dan tidak diterima disisi Allah.
2. Ketika menyembelih mengucapkan asma Allah.
"Dari Anas bin Malik, ia berkata: Bahwasanya Nabi saw
menyembelih dua ekor kibasnya yang bagus dan bertanduk. Beliau
mengucapkan basmallah dan takbir dan meletakkan kakinya di samping
lehernya."(HR. Bukhari, Muslim dan lainnya). Berkata Rafi bin Khadij,
ya Rasulullah bahwa kami besok akan berhadapan dengan musuh dan
kami tidak mempunyai pisau (buat menyembelih). Maka Nabi saw.
bersabda, "Apa saja yang bisa mengalirkan darah dan disebut dengan
nama Allah padanya maka kamu makanlah (HR. Jamaah)
3. Menyembelih dengan pisau yang tajam

5 Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 5, Bandung: PT Almaarif, 1995, hlm. 256
11

Telah berkata Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw. memerintahkan
supaya pisau itu ditajamkan dan supaya tidak ditampakkan kepada
binatang-binatang dan beliau bersabda, "Apabila seorang daripada kamu
menyembelih maka hendaklah ia percepat kematiannya" (HR. Ahmad
dan Ibnu Majah).
4. Disembelih tepat dikerongkongan/ leher
Telah berkata Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw pernah
mengutus Budail bin Warqa Al-Khuzai dengan naik unta yang kehijau-
hijauan supaya berteriak di jalan-jalan Muna (dengan berkata) :
ketahuilah bahwa sembelihan itu tepatnya di kerongkongan/lehernya.
(H.R. Daruquthni).
5. Disembelih oleh muslim
Ibadah qurban adalah ibadah yang diperintahkan dan disyariahkan
oleh Allah kepada kaum muslimin dan tidak dibebankan kepada selain
mereka, karena perintah ini berhubungan dengan masalah keyakinan dan
kepercayaan. Karena umat Islam dalam menjalankan perintah ini didasari
oleh ketaatan kepada perintah Allah. Dan dasar dari ketaatan ini adalah
keyakinan dan kepercayaan kepada sesuatu yang dipercayai dan
diyakininya, dalam hal ini adalah Allah SWT. Jadi bagaimana mungkin
orang yang tidak meyakini dan mempercayai Allah melaksanakan apa
yang diperintahkan Allah? Begitupun dengan penyembelihan harus
dilaksanakan oleh orang Islam karena ibadah qurban adalah ibadahnya
kaum muslimin dan semua proses ibadah dari awal sampai akhir harus
dilakukan oleh kaum muslimin. Disamping itu, penyembelihan juga
terkait dengan penyebutan asma Allah yang disebutkan oleh
penyembelih, jika yang melakukan penyembelihan bukan orang Islam
yang notabene mereka tidak mempercayai Allah, asma Allah mana yang
mereka sebutkan, sedangkan mereka sendiri tidak mempercayai Allah?.
Untuk itu, penyembelihan hanya dapat dilakukan oleh kaum muslimin,
12

Karena masalah ini terkait dengan dua hal yang telah disebutkan diatas,
yaitu kepercayaan dan penyebutkan asma Allah.
6. Tunggu ternak tersebut sampai mati sempurna
Jika hewan qurban telah disembelih, maka biarkanlah hewan
tersebut sampai mati dan jangan dikuliti atau dipotong anggota tubuhnya
sebelum benar-benar mati. Karena jika hal ini dilakukan akan menyiksa
hewan tersebut, dan ini adalah hal yang dilarang.
7. terputus urat leher, yaitu Hulqum (jalan napas), Mari (jalan makanan),
Wadajain (dua urat nadi dan syaraf).
Telah berkata Ibnu Abbas dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw. telah melarang syarithatusy-syaitan yaitu (sembelihan) yang
disembelih hanya putus kulitnya dan tidak putus urat lehernya (H.R. Abu
Dawud)
b. Tata Cara Berkurban
Berikut adalah tata cara dalam penyembelihan hewan qurban:
1. Memilih tempat yang mudah untuk menyembelih.
2. Hewan qurban digiring pelan-pelan ke tempat penyembelihan dan
sebelumnya dibei air minum
3. Jika berupa unta, maka yang baik adalah unta dalam keadaan berdiri dan
di ikat lutut kakinya yang kiri.
4. Jika berupa sapi, kerbau atau kambing yang baik adalah ditidurkan
miring pada lambung kiri dan kakinya diikat kecuali kaki kanan.
5. Lehernya dihadapkan ke kiblat
6. Orang yang menyembelih juga menghadap kiblat.
7. Kemudian membaca:

8. Membaca
13




9. Niat ketika menyembelih
/
Meletakkan parang atau pisau yang tajam pada tenggorokan
(bagian leher yang dekat kepala) bagi hewan yang berleher pendek
seperti sapi, kambing, kerbau.
10. Meletakkan parang atau pisauyang tajam pada leher bagian bawah
(dekat dada) bagi hewan yang berleher panjang seperti unta.
11. Menggerakkan parang atau pisau sambil ditekan.
c. Waktu Penyembelihan Hewan Kurban
Untuk qurban disyaratkan tidak disembelih sesudah terbit matahari
pada hari Ied. Tetapi setelah lewat beberapa saat, seukuran shalat Ied.
Sesudah itu boleh menyembelihnya di hari mana saja yang termasuk hari
tasyrik, baik malam atau siang. Dan setelah hari tasyrik tersebut tidak ada
lagi waktu penyembelihannya.
Dan diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, dari Rasulullah saw.,
bersabda:

Siapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya ia


menyembelih untuk dirinya. Dan siapa yang menyembelih setelah shalat
14

dan dua khutbah, sungguh ibadahnya ia telah sempurnakan dan ia
mendapat sunnah kaum Muslimin.
6

Waktu menyembelih qurban mulai dari matahari setinggi tiang
pada hari raya idul adha, sampai terbenam matahari tanggal 13
Dzulhijah.



d. Pembagian Daging Kurban Pada Masa Sekarang
Disunnahkan bagi orang yang berqurban memakan daging qurban
dan menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyedekahkannya
kepada orang-orang fakir. Rasulullah bersabda:


Maka makanlah daripadanya beri makanlah orang-orang yang sangat
fakir .
Dalam kaitan ini para ulama mengatakan: Yang afdhal bahwa ia
memakan sepertiga, bersedekah sepertiga, dan menyimpan sepertiga.
Daging qurban boleh diangkut sekalipun ke Negara lain. Tetapi tidak boleh
dijual, begitu juga kulitnya. Dan tidak boleh memberi tukang potong daging
sebagai upah. Tukang potong berhak menerimanya sebagai imbalan kerja.
Orang yang berqurban bersedekah dan boleh mengambil daripadanya untuk
dimanfaatkan. Menurut Abu Hanifah, bahwa boleh menjual kulitnya dan
bayarannya disedekahkan atau membelikannya barang yang bermanfaat
untuk rumah.
7

Dalam pembagian daging kurban masa sekarang tata caranya tidak
jauh berbeda. Hanya saja bentuk pendistribusiannya yang berbeda,

6 Sabiq, Sayyid, 1995, Fikih Sunnah 13, Bandung: PT Almaarif, hlm. 146
7 Sabiq, Sayyid, , Fikih Sunnah 13, Bandung: PT Almaarif, 1995, hlm. 148
15

pelaksanaan kurban cara baru, yaitu melalui system kemasan (kornet). Lebih
praktis dan tahan lama.
KH Maruf Amin, salah seorang pengurus PBNU, yang juga ketua
Komisi Fatwa MUI Pusat membolehkan pengiriman daging kurban siap saji
(baca : dalam bentuk kornet, dll), asalkan penyembelihan dilakukan pada
masa hari tasyrik (tanggal 10 13 Dzulhijah).
Kornet dapat di-analog-kan (dikategorikan) dalam iddikhar,
menyimpan dalam waktu lebih dari tiga hari, karena kebutuhan. Adapun
syarat yang harus dipenuhi dalam pendistribusian hewan kurban dalam
bentuk kornet adalah sbb :
1. Waktu penyembelihan harus tetap pada hari Tasyriq (tanggal 10-13
Zulhijjah), yaitu setelah Sholat Idul Adha s.d sebelum Maghrib tgl. 13
Zulhijjah.
Hadits Rasulullah SAW,Setiap sudut kota Makkah adalah tempat
penyembelihan dan setiap hari-hari tayriq adalah [waktu]
penyembelihan. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Thabrani, dan
Daruquthni).
Pendapat Imam Syafii mengenai masalah ini Jika matahari telah
terbenam pada akhir hari-hari tasyriq [tanggal 13 Zulhijjah], lalu
seseorang menyembelih kurbannya, maka kurbannya tidak sah.
2. Adanya hajat sebagai dasar penyimpanan daging kurban lebih dari tiga
hari. misalnya masih adanya kaum muslimin yang miskin, menderita
kelaparan, jarang makan daging, tertimpa bencana, dan sebagainya.8[8]







8 http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/25/sah-kah-pembagian-daging-kurban-dibuat-kornet-
29555.html dikutip pada tanggal 30 April 2013 pukul 12.23 WIB
16










BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Qurban, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah
menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah.
Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang
disembelih waktu Dhuha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak
yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban)
kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu.
1. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyembelih hewan
kurban:
Malik dan SyafiI, berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan
kurban adalah sunah muakad. Akan tetapi, Malik memberikan keringanan
kepada orang yang mengerjakan haji sewaktu di Mina untuk tidak
menyembelih hewan kurban. SyafiI tidak membedakan antara orang yang
sedang beribadah haji dengan yang lain. Abu Hanifah berpendapat bahwa
menyembelih hewan kurban diwajibkan kepada orang-orang kaya yang
menetap di kota-kota, dan tidak diwajibkan kepada orang-orang yang
17

sedang safar (bepergian jauh). Hukum qurban menjadi wajib dikarenakan
seseorang bernadzar untuk berkurban.
2. Hewan yang disyaratkan dalam pelaksanaan ibadah qurban tidak semua
jenis hewan, tapi hanya hewan ternak yang terdiri dari kambing dan yang
sejenis, sapi dan yang sejenis, dan unta. Binatang yang sah untuk berqurban
adalah hewan yang tidak cacat seperti pincang, sakit, syara(robek
telinganya), Kharqa(hewan yang telah dilubangi telinganya),
Mudarabarah(hewan belakang kedua sisi telinganya telah dipotong, Batra
adalah hewan yang ekornya telah dipotong. Putus telinganya, putus
ekornya dan mempunyai umur sebagai berikut :
a. Kambing atau Domba yang telah berumur satu tahun lebih
b. Kambing biasa yang telah berumur 2 tahun lebih
c. Unta yang telah berumur 5 tahun lebih
d. Sapi, Kerbau, yang telah berumur dua tahun lebih
Seekor kambing hanya untuk kewajiban qurban satu orang
diqiyaskan dengan denda meninggalkan wajib haji tetapi seekor unta,
kerbau, dan sapi untuk qurban tujuh orang.
3. Ketentuan penyembelihan hewan kurban
a) Niat berqurban karena Allah semata
b) Ketika menyembelih mengucapkan asma Allah.
c) Menyembelih dengan pisau yang tajam
d) Disembelih tepat dikerongkongan/ leher
e) Disembelih oleh muslim
f) Tunggu ternak tersebut sampai mati sempurna
g) terputus urat leher, yaitu Hulqum (jalan napas), Mari (jalan
makanan), Wadajain (dua urat nadi dan syaraf).
4. Waktu menyembelih qurban adalah mulai dari matahari setinggi atau
setelah sholat idul adha, sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijah.
18

5. Disunnahkan bagi orang yang berqurban memakan daging qurban dan
menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyedekahkannya kepada
orang-orang fakir, Dalam kaitannya dengan hal ini para ulama mengatakan
bahwa yang afdhal ia memakan sepertiga, bersedekah sepertiga, dan
menyimpan sepertiga. Daging qurban boleh diangkut sekalipun ke Negara
lain. Tetapi tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya. Dan tidak boleh
memberi tukang potong daging sebagai upah. Tukang potong berhak
menerimanya sebagai imbalan kerja.



DAFTAR PUSTAKA
Asyhadi, Muhammad Sokhi. Fikih Ibadah. (versi madzhab syafii).
Grobogan: Pondok Pesantren Fadlul Wahid Ngangkruk. 2013.
Rasjid, H.Sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta : Attahiriyah. 1983
Rusydi, Ibnu. Kitab Terjemah Bidayatul mujtahid wa nihayatul muqtashid.
Bandung: Trigenda Karya, 1996
Sayyid, Sabiq , Fikih Sunnah 5, Bandung: PT Almaarif. 1978
Sayyid, Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung: PT Almaarif. 1995
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2012/05/makalah-fiqih-udhiyah-
qurban.html diakses pada Tanggal 24 November 2013 pukul 11.17 WIB
http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/25/sah-kah-pembagian-daging-
kurban-dibuat-kornet-29555.html dikutip pada tanggal 26 November 2013 pukul
12.23 WIB

Anda mungkin juga menyukai