Anda di halaman 1dari 26

TERAPI PERILAKU

(Marawia, Yunita Sari, Agus Japari)

I.

PENDAHULUAN

Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.1,2 Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal. Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon.Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.1,2

II.

DEFINISI Terapi perilaku adalah psikoterapi yang berusaha mengubah pola perilaku

abnormal atau maladaptive dengan menggunakan proses extincion (penghilangan) atau inhibitory (pembatasan) atau situasi-situasi klinis dari operan conditioning.3,6

III.

INDIKASI TERAPI PERILAKU Terapi perilaku dapat dilakukan secara individual atauppun secara

berkelompok. Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania.3,5 Terapi perilaku (behavior therapy) berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini. Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu:3 1. Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, yang membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Misalnya seorang anak yang tidak berprestasi di sekolah dan nakal di kelas hanya dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain oleh seorang guru yang lain. 2. Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah atau dimodifikasi. Misalnya seorang anak dapat diajar untuk melihat dirinya sendiri dalam suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak menunjukkan ledakan amarah bila ada menghadapi frustasi. 3. Akibatnya suatu perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian perilaku itu dapat dimodifkasi. Misalnya ia dihukum bila ia mengganggu orang lain, dengan demikian rasa bermusuhan mungkin dapat diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.

IV. BENTUK-BENTUK TERAPI PERILAKU 1. Sistematis Desensitisasi Sistematis Desensitisasiadalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe.2 Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya.2,7,8 Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.2 Proses kontrakebiasaan teknik penanganan ini belajar (counter umumnya dilandasi terutama oleh prinsip dalam rangka

conditioning),

menghilangkan kecemasan dan kadang kadang juga ketakutan. Jenis teknik ini akan lebih baik kalau obyek yang menyebabkan menjadi tegang atau takut, relatif jelas. Misalnya, takut pada sesuatu benda (phobia) atau takut kalau harus berpidato di hadapan banyak orang, dengan alasan yang tidak masuk akal, irasional.4 Tata laksana teknik terapi ini didasarkan pada desensitisasi, artinya membuat lebih tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan, atau pendapat; dan sistematika, yang berarti memiliki urutan tertentu, secara bertahap. Misalnya, menangani orang/klien yang takut pada binatang tertentu, misalnya ular. Klien diminta untuk memperhatikan gambar ular yang kecil yang ditempatkan pada
3

tempat yang jauh. Kalau klien tidak menunjukkan ketegangan, kecemasan atau ketakutan, gambar itu dikedepankan secara bertahap. Kemudian, gambarnya diperbesar dan dilakukan hal yang sama. Selanjutnya, gambar diganti dengan ular kecil yang tidak berbahaya. Kemudian dengan ular yang besar dan seterusnya. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan pada teknik desensitisasi sistematis ini, yakni pertama, pembuatan program terapi yang dibangun bersama antara klien dan terapis secara tepat, dan Kedua, menentukan obyek yang menakutkan itu. Kalau takut pada singa liar yang lapar, itu wajar, bukan fobia. Ukuran fobia atau tidak, akan tergantung pada pendapat ilmu pengetahuan dan pemahaman umum. Ular sering disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara umum bukanlah binatang buas yang memburu manusia untuk dipatuk. Takut pada kecoa pada kaum wanita pada umumnya, bisa normal, sehingga tidak dapat disebut fobia. Tetapi kalau takutnya berlebihan, maka jadi disebut fobia.4

2. Exposure and Response Prevention (ERP) Exposure and Response Prevention (ERP)untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian.2 Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi tingkat kecemasannya. Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran. Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.2

3. Modifikasi perilaku Modifikasi perilakumenggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif.2 Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab).2 Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.2 4. Flooding Floodingadalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.2 Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif.2 Tehnik Terapi:2 1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala

2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya. 3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis. 4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan 5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien. 5. Latihan relaksasi Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah

dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.2 Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri.2 Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.2 Relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan, pertamatama jasmaniah yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas

bernafas, atau bersifat otot. Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan, ialah tempo/irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Ketentuan dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan otot makin lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.Sangat biasa, dan itulah yang banyak dilakukan orang, yakni dalam bentuk penggabungan relaksasi pernafasan dan otot.4 Caranya adalah dengan mengatur nafas yang kemudian ditambah dan dikombinasikan dengan pengaturan gerakan otot. Yaitu:4 1. Pertama tama mengatur irama dan kedalaman pernafasan sampai pada taraf yang paling membuat pasien merasa nyaman. 2. Kemudian otot otot dilatih menegang dan melemas.

6. Observational learning Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran, yaitu:4

Attention to the model. Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model) Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi) Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan

melakukannya).

Reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour

7. Latihan Asertif Pelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang karena untuk dapat membangun kerjasama dan bergaul dengan orang lain diperlukan sikap dan kemampuan asertif. Kemampuan asertif ini adalah kemampuan untuk mengekspresikan apa ada dalam diri seseorang secara mandiri dan tegas serta
7

memuaskan, rasional, dan juga tanpa mengagrasi maupun mengikuti orang lain. Saat ini banyak orang yang mengalami kesukaran dalam mengambil inisiatif yang positif maupun negative, berpendirian, dengan aturan aturan yang masuk akal, menolak, permintaan yang tidak masuk akal.4 Assertion Training (AT) digunakan untuk menanggulangi gangguan obsesif kompulsif, alkoholisme, penyimpangan seksual, cemas saat berpacaran, perilaku agrasif dan eksplosif, dan kelemahan keterampilan sosial. Secara tipikal, perlaksanaan AT melibatkan teknik teknik keperilakuan sebagai berikut:4 Sharing by successive approximations. Teknik ini mungkin merupakan metode yang paling fundamental, melibatkan provisi penguatan positif kepada klien sebagai pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus menerus. Caranya adalah seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu urutan bertingkat (hirakhi) dari perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya sampai yang dinilai sangat asertif. Yang lebih spesifik antara lain adalah: Modelling, dimana klien mencontoh perilaku asertif yang efektif; kemudian latihan berperilaku (behavior rehearsal), di mana klien berlatih melakukan tindakan tindakan dalam situasi yang tidak mengancam. Selanjutnya juga coaching, di mana terapis melatih klien untuk melakukan tindakan tindakan asertif. Selanjutnya juga pemberian umpan balik (feed back), dimana terapis menyediakan penguat dan saran saran ketika klien berada dalam situasi pelatihan ; dan pemberian instruksi videotape. Dari penelitian penelitian disimpulkan bahwa yang paling efektif adalah kombinasi dari teknik-teknik tersebut.4 Tehnik latihan asertif membantu klien yang:2 1. Tidak mampu mengungkapkan emosi baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung. 2. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, 3. Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata Tidak.

4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiranpikiran sendiri. Prosedur:2 Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya:2 Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.

8.Terapi Aversi Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.2 Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual

lainnya.Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.2 Efek-efek samping:2

Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir.

Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan,

Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya

9.Pengondisian operan Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb.2 Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan polapola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.2

Perkuatan positif adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan

10

kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.

Pembentukan Respon adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuatpemerkuat primer maupun sekunder.

Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahaptahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.

Penghapusan,adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terusmenerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk

11

menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan.

Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensikonsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.

Token Ekonomi,metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat

12

mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka. 10. Dialectical Behaviour Therapy (DBT) DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang dan perilaku parasuicidal. Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode dari terapi suportif, kognitif, dan perilaku. Fungsi DBT adalah: 1. Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien 2. Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan pada perilaku maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi dan emosi) 3. Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari lingkungan terpeutik ke lingkungan alami 4. Membuat struktur lingkungan sedemikian rupa sehingga perilaku efektif bukannya perilaku disfungsi yang didorong. 5. Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi efektif.

V. HASIL TERAPI PERILAKU Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa

menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebab inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru.2

13

Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis. Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku. Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.2

14

BAB III KESIMPULAN

Terapi perilaku adalah psikoterapi yang berusaha mengubah pola perilaku abnormal atau maladaptive dengan menggunakan proses extincion (penghilangan) atau inhibitory (pembatasan) atau situasi-situasi klinis dari operan conditioning. Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan ataupengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepatcepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien.3,5

15

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Kaplan, Sadock. 2012. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC Rafika, Aditama. 2012. Terapi perilaku. www.Kuliah Psikologi.com diakses mei 2013

3.

Maramis, Willy. 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga Universitas: UNAIR

4.

Hasan,

kawaguchi.

2013.

Terapi

Perilaku

(behaviour-therapy).

www.Kumplan materi.com diakses mei 2013 5. 6. 7. Anonym. 2012. Terapi Perilaku. Artikel kedokteran.com diakses mei 2013 Candra, Asep. 2008. Terapi Tingkah Laku. www.jareperpus.com diakses mei
2013

Supriadi. 2013. Terapi Tingkah Laku (Behavior Counseling. www.bahan kuliah psikologi.com diakses mei 2013

8.

Winda, tetty. 2013.(Psikoterapi) Behavior Therapy. www.psikoterapi.com diakses mei 2013

16

LAPORAN KASUS
EPISODE DEPRESIF RINGAN (F32.0)

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Agama Suku Bangsa Warga Negara Pendidikan Pekerjaan Alamat Datang ke Poli Jiwa : Ny. S : 23 Tahun : Perempuan : Menikah : Kristen Protestan : Sangir : Indonesia : SMA : Tidak Bekerja : Perumahan Griya Asri Sakinah Gowa : 20 Mei 2013

RIWAYAT PSIKIATRI Di peroleh dari : autoanamnesis dan catatan medik, pada tanggal 20 Mei 2013: I. RIWAYAT PENYAKIT A. Keluhan Utama : Jantung berdebar-debar

B. Riwayat Gangguan Sekarang : Dialami sejak 2 minggu yang lalu, tidak terus-menerus. Jika jantung berdebar-debar disertai dengan keringat dingin, badan terasa lemas sampai sesak napas. Awal terjadinya ketika pasien pulang dari gereja. Saat itu pasien memikirkan tentang masalah keluarganya. Keluhan ini disertai susah untuk memulai tidur. Pasien merasa mudah lelah padahal

17

pasien hanya mengerjakan pekerjaan yang ringan. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Pasien sering merasa murung dan sedih ketika memikirkan adik dan kakaknya yangn belum bisa memaafkan ayahnya. Sewaktu kecil pasien dan kedua saudara perempuannnya sering mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Ayah pasien sering membentak bahkan memukul pasien hanya karena kesalahan kecil. Pasien pernah melakukan pemeriksaan ke dokter umum dan dinyatakan normal (tidak ada kelainan). Atas saran dokter umum pasien dating poli jiwa RS. Ibnu Sina 1) Hendaya/disfungsi : Hendaya sosial (+) Hendaya pekerjaan (+) Hendaya penggunaan waktu senggang (+) 2) Faktor stresor psikososial : Tidak jelas 3) Gangguan sekarang dengan penyakit fisik dan psikis sebelumnya : Tidak ada C. Riwayat Gangguan Sebelumnya - Riwayat penyakit dahulu : Penyakit infeksi (-), trauma capitis (-) dan kejang (-) - Riwayat penggunaan zat psikoaktif : Pasien tidak merokok dan menggunakan obat-obatan terlarang. D. Riwayat kehidupan pribadi: Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun) Pasien lahir normal di rumah, cukup bulan, persalinan ditolong oleh dukun. Selama masa kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Riwayat masa kanak-kanak awal (usia 1-3 tahun). Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak lainnya.

18

Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (usia 4-11 tahun) Pasien bersekolah SD di Gorontalo sampai tamat dan dikenal sebagai anak yang periang, mudah bergaul, dan memiliki akademik yang baik

Riwayat masa remaja (usia 12-17 tahun) Pasien mudah bergaul dengan tetangga seusianya. Bergaul layaknya remaja pada umumnya

Riwayat Masa Dewasa Riwayat Pendidikan Pasien lulus SMA dengan nilai akademik yang bagus Riwayat pernikahan Pasien telah menikah pada umur 21 tahun dengan laki-laki pilihannya sendiri. Dari pernikahannya tersebut pasien belum memiliki anak Riwayat pekerjaan Pasien tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga) Riwayat kehidupan beragama Pasien beragama kristen protestan dan taat menjalankan ajaran agamanya.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga Pasien merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara (, (), , , ). Tinggal serumah dengan suami Hubungan pasien dengan keluarga baik. Riwayat keluarga dengan gejala yang sama (-). F. Situasi Sekarang Tinggal serumah dengan suami G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya Pasien menyadari gangguan yang dialami dan mencari pengobatan karena ingin sembuh sehingga bisa menjalankan aktivitas lebih baik lagi

19

II. STATUS MENTAL A. Deskripsi Umum 1. Penampilan : Seorang wanita memakai baju warna hijau, jaket

coklat, dan celana panjang coklat, wajah sesuai umur, kulit sawo matang, postur tubuh tinggu kurus, perawatan diri cukup 2. Kesadaran : Baik

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tenang 4. Pembicaraan : Spontan dan intonasi cukup 5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif B. Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati, Perhatian : 1. Mood 2. Afek 3. Empati : Sedih : Depresi : Dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (kognitif) : 1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai dengan taraf pendidikan 2. Daya konsentrasi : Baik 3. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) : Baik 4. Daya ingat : Jangka panjang : Baik Jangka pendek : Baik Segera : Baik

5. Pikiran abstrak : baik 6. Bakat kreatif : tidak ada 7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik D. Gangguan Persepsi : 1. Halusinasi 2. Ilusi : Tidak ada : Tidak ada

3. Depersonalisasi : Tidak ada 4. Derealisasi E. Proses Berpikir : : Tidak ada

20

1. Arus pikiran : - Produktivitas - Kontinuitas - Hendaya berbahasa 2. Isi pikiran : - Preokupasi - Gangguan isi pikir F. Pengendalian Impuls G. Daya Nilai : 1. 2. 3. Norma sosial Uji daya nilai Penilaian realitas : Baik : Baik : Baik : Derajat 6 (sadar kalau dirinya sakit dan perlu : Masalah keluarga : Tidak ada : Cukup : Cukup : Relevan, koheren : Tidak ada

H. Tilikan (insight) pengobatan) I. Taraf dapat dipercaya

: Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT Pemeriksaan Fisik : Status internus Tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi 80x/menit kuat angkat, Frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu 36,5C, konjungtiwa tidak pucat, sclera tidak ikterus, cor dan pulmo dalam batas normal. Status Neurologis: GCS E4M6V5, Rangsang Menings: kaku kuduk (-), kernig sign (-), Nervus cranialis: pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung positif, refleks cahaya tidak langsung positif, nervus cranialis lainya: dalam batas normal. Sistem sensorik dan motorik keempat ekstremitas dalam batas normal. IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Seorang , 23 tahun datang ke Poli Jiwa RS Ibnu Sina dengan keluhan jantung berdebar-debar. Dialami sejak 2 minggu yang lalu, tidak

21

terus-menerus. Jika jantung berdebar-debar disertai dengan keringat dingin, badan terasa lemas sampai sesak napas. Awal terjadinya ketika pasien pulang dari gereja. Saat itu pasien memikirkan tentang masalah keluarganya. Keluhan ini disertai susah untuk memulai tidur. Pasien merasa mudah lelah padahal pasien hanya mengerjakan pekerjaan yang ringan. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Pasien sering merasa murung dan sedih ketika memikirkan adik dan kakaknya yangn belum bisa memaafkan ayahnya. Sewaktu kecil pasien dan kedua saudara perempuannnya sering mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Ayah pasien sering membentak bahkan memukul pasien hanya karena kesalahan kecil. Pasien pernah melakukan pemeriksaan ke dokter umum dan dinyatakan normal (tidak ada kelainan). Dari pemeriksaan status mental, tampak seorang wanita memakai baju warna hijau, jaket coklat, dan celana panjang coklat, wajah sesuai umur, kulit sawo matang, postur tubuh tinggu kurus, perawatan diri cukup. Kesadaran pasien baik. Psikomotor tenang, verbalisasi tenang dengan intonasi sedang.Pasien kooperatif terhadap pemeriksa. Mood sedih, afek depresif, dan empati dapat dirabarasakan. Pada fungsi kognitif, taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai dengan taraf pendidikan. Daya konsentrasi baik, orientasi (waktu, tempat, dan orang) baik. Daya ingat jangka panjang, jangka pendek dan jangka segera baik. Pikiran abstrak baik, bakat kreatif tidak ada, dan

kemampuan menolong diri sendiri baik. Tidak ditemukan ganggun persepsi, arus pikiran, pengendalian impuls, dan daya nilai baik. Tilikan derajat 6 dan taraf dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL Aksis I Berdasarkan autoanamnesa, didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna berupa gejala depresif yang menimbulkan penderitaan

22

(distress) pada pasien serta menimbulkan disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari terutama hendaya sosial, pekerjaan dan

penggunaan waktu senggang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa. Dari status mental tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas sehingga pasien digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Non-Psikotik. Pemeriksaan status internus dan pemeriksaan neurologis, pasien dalam batas normal, sehingga tidak ada penyebab kelainan

organobiologik yang berarti. Oleh karena itu, pasien dapat digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Non-Organik. Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala-gejala anxietas yakni: jantung berdebar-debar disertai keringat dingin, badan terasa lemas, sukar tidur, sesak napas. Dan terdapat gejala utama depresif, yakni: afek depresif dan mudah lelah tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. sehingga pada pasien tersebut ditegakkan diagnosis berdasarkan PPDGJ III yaitu, Episode Depresif ringan (F32.0).

Aksis II Pasien merupakan orang yang mudah bergaul di keluarga dan lingkungannya. Pasien juga dikenal periang. Sehingga diarahkan pada ciri kepribadian yang tidak khas.

Aksis III Tidak ada diagnosis untuk aksis III

Aksis IV Masalah keluarga

Aksis V

23

GAF Scale 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

VI. DAFTAR PROBLEM Organobiologik: tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna. Namun diduga terdapat ketidakseimbangan neurontransmitter, maka pasien memerlukan farmakoterapi. Psikologi : ditemukan adanya gejala-gejala anxietas serta hendaya dalam fungsi psikis, sehingga diperlukan terapi psikoterapi. Sosiologik : ditemukan adanya hendaya berat dalam bidang sosial, pekerajaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga memerlukan sosioterapi.

VII. PROGNOSIS DUBIA 1. Faktor Pendukung : - Tidak adanya kelainan organik - Adanya dukungan keluarga - Pasien sadar kalau dirinya sakit dan butuh pengobatan - Riwayat keluarga (-) - Stressor jelas 2. Faktor Penghambat : - usia muda

VIII. DISKUSI PEMBAHASAN Dari autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan mood sedih, afek depresif dan terdapat gejala-gejala depresi sehingga pada pasien tersebut ditegakkan diagnosis berdasarkan PPDGJ III yaitu, Episode Depresif ringan (F32.0).

24

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman untuk diagnostik Episode Depresif ringan, yaitu: Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamaya berlangsung episode sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannnya. Pada pasien ini diberikan pengobatan farmakoterapi Alprazolam karena obat ini merupakan obat anti anxietas golongan Benzodiazepine dan Fluoxetine yang merupakan anti depresi golongan SSRI . Sesuai dengan keluhan-keluhan pasien yang menunjukkan gejala anxietas dan depresi.

IX. RENCANA TERAPI 1. Farmakoterapi: Alprazolam 0,5 mg 3x1 dan Fluoxetine 20 mg (1-0-0) 2. Psikoterapi: a) Ventilasi: memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega. b) Konseling: penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya. 3. Sosioterapi: memberi penjelasan kepada keluarga dan orang-orang terdekat pasien tentang keadaan pasien dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar dapat membantu proses penyembuhan pasien. memberikan pengertian kepada pasien tentang

X.

FOLLOW UP

25

Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta efektivitas terapi dan kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.

26

Anda mungkin juga menyukai