Anda di halaman 1dari 4

KONSEP TUMBUH KEMBANG : ANAK USIA SEKOLAH

DILIHAT DARI ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF, PSIKOSOSIAL,


MORAL, DAN MASALAH KESEHATANNYA.
oleh Citra Trisdiana Fitri, 0906629284
Anak usia sekolah (school age) menuntut kehidupan hidup yang menantang.
Perubahan dan perkembangan antara usia 6-12 tahun ini sangat beragam dan memiliki
rentang seluruh area pertumbuhan dan perkembangan. Kemampuan fisik, psikososial,
moral, dan komunikasi meningkat. Pada tahap ini, kelompok teman sebaya lebih
memengaruhi kelakuan dari sang anak.
Perkembangan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk
berpikir dengan cara yang logis tentang realitas, bukan lagi tentang abstraksi. Anak telah
memasuki tahap ketiga Piaget, yaitu operasional konkret, dimana mereka mampu
menggunakan proses pemikiran yang logis dengan materi yang konkret.
Pada tahap operasional konkret, anak cenderung egosentris. Mereka dapat
mengembangkan kemampuan decentering yang memungkinkan mereka berkonsentrasi
pada lebih dari satu situasi. Mereka juga mengembangkan reversibilitas, yaitu kemampuan
mencari cara untuk memikirkan kembali satu hal pada asalnya.
Decentering dan reversibilitas membuat anak menggunakan konservasi
(kemampuan mengenali jumlah/kuantitas substansi yang sama meskipun terjadi perubahan
bentuk/penampilan) dan seriasi (kemampuan untuk menempatkan objek berdasarkan
tingkatan ukuran). Selain itu, proses mental klasifikasi menjadi lebih kompleks, mereka
memahami bahwa elemen yang sama terdapat dalam dua kelas pada waktu yang sama.
Anak dapat menggunakan keterampilan kognitif untuk memecahkan masalah.
Mereka juga belajar mengenal abjad dan struktur kata. Mereka memahami bahwa membaca
dapat menambah pengetahuan mereka. Mereka pun memahami bahwa satu kata dapat
memiliki banyak arti.

Pada perkembangan psikososial, mereka berjuang untuk menggali kompetensi dan


keterampilan agar mereka bisa berfungsi sama seperti orang dewasa. Perkembangan tahap
ini adalah industri versus inferioritas. Anak yang mendapat keberhasilan positif merasa
adanya perasaan berharga, sedangkan anak yang menghadapi kegagalan merasakan
mediokritas (biasa saja) atau perasaan tidak berharga yang dapat mengakibatkan mereka
menarik diri dari sekolah dan lingkungan.
Rasa kemandirian mereka tumbuh dimana mereka ingin mengerjakan tugas yang
diberikan dengan kemampuan mereka sendiri. Pada tahap ini juga mulai diberikan sistem
hadiah dan hukuman atas segala tindakan mereka, yang membawa mereka pada asumsi
bahwa sikap buruk adalah melanggar aturan dan merupakan kejahatan. Namun mereka
lebih menganggap bahwa kecelakaan dan ketidakberuntungan sebagai hukuman atas sikap
buruk mereka.
Anak berpikir dalam konteks yang sangat konkret dan sangat penasaran untuk
belajar mengenal Tuhan. Mereka menggambarkan Tuhan sebagai manusia berikut dengan
sifat-sifatnya. Mereka juga memahami konsep surga dan neraka dan merasa ketakutan
masuk neraka akibat dosa-dosanya.
Dalam hubungannya dengan teman sebaya, bermain dalam kelompok mengajarkan
mereka bagaimana cara berperan, berkolaborasi, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Mereka lebih menyukai teman sesama jenis daripada lawan jenis yang kemudian
membentuk suatu geng.
Umumnya anak laki-laki dan perempuan memandang jenis kelamin yang berbeda
secara negatif. Mereka juga memiliki sahabat yang dapat saling berbagi rahasia, lelucon
dan pengalaman. Mereka juga saling membantu satu sama lain jika ada kesulitan. Dalam
persahabatan, mereka saling bertengkar, saling mengancam, berkelahi, dan kemudian
berbaikan kembali. Pengalaman mereka dalam berteman menjadi fondasi untuk bergaul
dengan teman lawan jenis di kehidupan remaja nanti.
Freud menggambarkan masa ini sebagai periode laten karena ia merasa dalam
periode ini anak memiliki sedikit ketertarikan dalam seksualitasnya. Beberapa anak

melakukan permainan seks dan masturbasi secara sembunyi-sembunyi. Keinginan melihat


majalah dewasa dan arti kata-kata eksplisit secara seksual merupakan salah satunya.
Kecelakaan dan cedera merupakan masalah kesehatan utama yang terjadi. Lebih
banyak anak yang tewas karena kecelakaan kendaraan daripada semua mayoritas penyakit
yang dapat dicegah pada anak. Pada kasus anak yang mengalami kanker, cacat lahir,
pembunuhan dan penyakit jantung mempunyai angka kematian yang tinggi daripada
kecelakaan.
Dengan dipindahkannya sebagian besar kehidupan anak dari lingkungan rumah ke
sekolah, anak mulai mencari standar tingkah laku yang ada di masyarakat. Untuk itu,
orangtua perlu membekali anak dengan pengetahuan dan agama, serta membantu anak
untuk dapat mengembangkan kepercayaan dirinya untuk bisa mandiri. Orangtua juga harus
membiarkan anak membuat keputusan sendiri untuk belajar bertanggungjawab dan belajar
dari pengalaman kehidupan.
Saat anak melalui penyesuaian ini, perawat membantu meningkatkan kesehatannya
dengan mengidentifikasi stresor potensial dan merancang intervensi untuk meminimalkan
stres dan respon stres anak. Perawat juga mengarahkan anak pada perilaku yang normal,
membantu memaksimalkan kemampuannya untuk koping dan membantu mencapai
keseimbangan perkembangan. Anak tentu saja harus dilibatkan dalam perencanaan proses
perkembangan karena kemampuan kognitif dan sosial mereka sedang meningkat.

DAFTAR ACUAN
Behrman, R. E.,and Vaughan, V. C. (1983). Nelson:Textbook of Pediatrics.
(Terj.). Philadelphia: W.B. Saunders Philadelphia.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., dan Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice. (7th.Ed). New Jersey: Pearson Education,Inc.
Potter, P.A., and Perry, A.G. (1997). Fundamentals of Nursing: Concepts,
Process, and Practice. (4th.Ed). (Terj.). St. Louis, Missouri:Mosby.
Wong, D.L., et al. (2001). Wongs : Essentials of Pediatrics Nursing. (6th.Ed).
St. Louis, Missouri: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai