Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Istilah "broken home" biasanya digunakan untuk menggambarkan sebuah keluarga yang berantakan akibat orang tua kita yang tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak di masyarakat pun orang tua tidak peduli lagi. Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Terdapat faktor lain yang menyebabkan perceraian yaitu saling egois satu sama lain tidak ada yang mau mengalah, faktor ekonomi yang menyebabkan kondisi rumah tangga menjadi rumit tak terkendali, dan kesalah pahaman yang awalnya terjadi hanya masalah sepele. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar bagi anak-anaknya terutama anak yang masih dibawah umur. Bisa saja anak menjadi murung, sedih yang berkepanjangan, malu dengan situasi yang terjadi dirumah bahkan ada juga anak yang dengan kejadian ini anak menjadi stress dengan situasi dirumah, yang pada akhirnya anak melakukan pergaulan yang negatif untuk melampiaskan semuanya. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa menuju kedewasaan. Selain itu Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi dan minat dibidang non-akademiknya. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka ingin cari perhatian pada temanteman mereka bahkan pada guru-guru mereka untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang disekitarnya dengan cara yang salah. Untuk menyikapi hal semacam ini perlu diberikan perhatian dan pengerahan yang khusus agar mereka sadar dan mau berprestasi sama dengan orang-orang yang lainnya. Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Pada masa ini adalah proses remaja mencari jati diri. Pencaharian jati
1

diri merupakan proses dari perkembangan pribadi anak. Menurut Erickson (dalam Kartini kartono, 2003 : 8) Masa remaja merupakan masa pencaharian suatu identitas menuju kedewasaan. Untuk membantu remaja pada masa transisi ini yang sangat berperan disini adalah keluarga, seperti diungkapkan Satiadarma (2001 : 121) Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial. Jadi di sini keluargalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak, tingkah laku anak, pendidikan anak dan semua proses yang dilakukan oleh anak tersebut. Pada hakekatnya keluargalah tempat atau wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak remaja yang pikirannya masih gampang terpengaruh tanpa berfikir-fikir dahulu efek nantinya bagaimana, hal itu sering disebut labil dan masa inilah yang harusnya berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya, selain sebagai pembentukan masing-masing anggota terutama anak peranan terpenting dalam keluarga memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikis. Maslow (dalam Syamsu Yusuf, 2001: 38) Tahap perkembangan psikologi dalam kehidupan seseorang individu dan itu semua bergantung pengalaman dalam keluarga. Jadi dari keluargalah semua itu berasal, kalau anak remaja dibesarkan dari keluarga yang utuh atau tidak broken home maka perkembangan anaknya akan mengarah kearah yang baik atau sebaliknya, menurut Kartini Kartono (2003 : 57) Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Maka dari itu lah sosok keluarga sangat dibutuhkan oleh anak-anak dan yang telah diketahui bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja itu sangat membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebagainya. Masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya. Adapun anak yang pada pada akhirnya setelah keluarganya berpisah anak diambil asuh oleh ayahnya dengan cara sepihak tidak ada persetujuan dari mana-mana. Anak pun tidak diperbolehkan bertemu dengan ibu kandungnya sendiri bahkan anak tidak boleh mengingat ibu nya lagi. Ayah melakukan segala hal untuk anak tidak mengingat ingat ibunya lagi dengan segala cara seperti menuruti semua kemauan anak, membelikan sesutu yang
2

diinginkan anak tersebut. Disinilah anak mengalami kesenangan tetapi sebenarnya anak pun mengalami gangguan mental menghadapi tekanan dari ayahnya tersebut. Anak yang awalnya diam lama kelamaan akan melakukan hal yang tidak dingin dengan cara membrontak semua tekanan yang ada dirumah. 1.2 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana dampak kejiwaan anak-anak? b. Apa yang menyebabkan terjadinya broken home? c. Bagaimana cara menangani situasi seperti itu?

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dampak Broken Home terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak Dampak pada anak-anak pada masa ketidak harmonisan, tetapi belum sampai bercerai namun sudah mulai tidak harmonis: a. Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan. b. Anak merasa jerjepit di tengah-tengah, karena harus memilih antara ibu atau ayah. c. Anak sering kali mempunyai rasa bersalah. d. Kalau kedua orangtuanya sedang bertengkar, itu memungkinkan anak bisa membenci salah satu orang tuanya. Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul beberapa kategori anak: a. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah diluar. Anak yang jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali. b. Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua bertengkar. Namun kemarahan juga bisa muncul karena: 1) Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan. 2) Dia harus kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka. 3) Waktu orang tua bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang terhilang dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah. 4) Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa kehilangan identitas sosialnya. Sedangkan dari segi kejiwaan (psikologis), seorang yang mengalami broken home akan berakibat seperti: 1. Broken Heart Si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain.

2. Broken Relation Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung semau gue. 3. Broken Values Si pemuda kehilangan nilai kehidupan yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan. Penyebab terjadinya broken home 2.2 Adapun faktor-faktor yang menyebabkan broken home adalah : a. Terjadinya perceraian Faktor yang menjadi penyebab perceraian adalah pertama adanya disorientasi tujuan suami istri dalam membangun mahligai rumah tangga; kedua, faktor kedewasaan yang mencakup intelektualitas, emosionalitas, dan kemampuan mengelola dan mengatasi berbagai masalah keluarga; ketiga, pengaruh perubahan dan norma yang berkembang di masyarakat. b. Ketidakdewasaan sikap orang tua Ketidakdewasaan sikap orang tua salah satunya dilihat dari sikap egoisme dan egosentrime. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan egosentrisme adalah sikap yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini orang lain tidaklah penting. Dia mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya. Akibatnya orang lain sering tersinggung dan tidak mau mengikutinya. Misalnya ayah dan ibu bertengkar karena ayah tidak mau membantu mengurus anaknya yang kecil yang sedang menangis alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal ibu sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah dan ayah pun membalas kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan anak-anaknya, suatu contoh yang buruk yang diberikan oleh keduanya. Egoisme orang tua akan berdampak kepada anaknya, yaitu timbulnya sifat membandel, sulit disuruh dan suka bertengkar dengan saudaranya. Adapun sikap membandel adalah aplikasi dari rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang tua memberi contoh yang baik seperti suka bekerja sama, saling membantu, bersahabat dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari egoisme atau egosentrisme.
5

c. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang. Mengapa demikian ? Karena filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang. Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi. Kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi ini sering membuat mereka melupakan tanggungjawabnya sebagai orang tua. Dalam masalah ini, anak-anaklah yang mendapat dampak negatifnya. Yaitu anak-anak sering tidak diperhatikan baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. Contohnya anak menjadi pemakai narkoba, kemudian akhirnya ditangkap polisi dan orang tua baru sadar bahwa melepas tanggung jawab terhadap anak adalah sangat berbahaya. d. Jauh dari Tuhan Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam keluarga itu akan terjadi. Karena dari keluarga tersebut akan lahir anak-anak yang tidak taat kepada Tuhan dan kedua orang tuanya. Mereka bisa menjadi orang yang berbuat buruk, yang dapat melawan orang tua bahkan pernah terjadi seorang anak yang sudah dewasa membunuh ayahnya karena ayahnya tidak mau menyerahkan surat-surat rumah dan sawah. Tujuannya agar dia dapat menguasai harta tersebut. Apalagi dia seorang penjudi dan pemabuk. Inilah hasil pendidikan yang hanya mengutamakan dunia, makan dan minum saja, pendidikan umum saja, hasilnya sangat mengecewakan orang tua, akhirnya tega membunuh ayahnya sendiri. e. Adanya masalah ekonomi Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering bernafsu ingin memiliki televisi, radio dan sebagainya sebagaimana layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan isteri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang sering menjurus ke arah perceraian.

Berbeda dengan keluarga miskin maka keluarga kaya mengembangkan gaya hidup internasional yang serba mewah. Mobil, rumah mewah, serta segala macam barang yang baru mengikuti model dunia. Namun tidak semua suami suka hidup sangat glamour atau sebaliknya. Di sinilah awal pertentangan suami istri yaitu soal gaya hidup. Jika istri yang mengikuti gaya hidup dunia sedangkan suami ingin biasa saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur. Hal ini jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga kaya ini dan dapat berujung pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-anak mereka. f. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangnya kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak. Faktor kesibukan biasanya sering dianggap penyebab utama dari kurangnya komunikasi. Dimana ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, mereka tidak punya waktu untuk makan siang bersama, sholat berjamaah di rumah dimana ayah menjadi imam, sedang anggota keluarga menjadi jamaah. Di meja makan dan di tempat sholat berjamaah banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu kepada anak-anaknya seperti pelajaran sekolah, teman di sekolah, kesedihan dan kesenangan yang dialami anak. Dan anak-anak akan mengungkapkan pengalaman perasaan dan pemikiran-pemikiran tentang kebaikan keluarga termasuk kritik terhadap orang tua mereka. Yang sering terjadi adalah kedua orang tua pulang hampir malam karena jalanan macet, badan capek, sampai di rumah mata sudah mengantuk dan tertidur. Tentu orang tidak mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dengan anak-anaknya. Akibatnya anak-anak menjadi remaja yang tidak terurus secara psikologis, mereka mengambil keputusan-keputusan tertentu yang membahayakan dirinya seperti berteman dengan anak-anak nakal, merokok, meneguk alkohol, main kebut-kebutan di jalanan sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahaya jika anak terlibat menjadi pemakai narkoba. g. Adanya masalah pendidikan Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya broken home. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibidang pendidikan akan di atasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari
7

2.3 Adapun cara agar hal tersebut tidak terjadi dan berdampak buruk pada keluarga Hadapi semuanya dengan sikap positif. Tidaklah semua yang terjadi itu merupakan hal buruk meskipun itu sesuatu yang berdampak negatif kekita. Kita harus mencoba menerima keadaan dan berusaha tegar. Hal ini akan membantu kita mengatasi masalah tersebut. a. Berpikir positif Peristiwa yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya. Karena di balik semua masalah pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan itu semua sebagai proses pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap kedewasaan. Jauhkan segala pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang kehancuran, seperti memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba untuk bunuh diri. b. Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi Yang jelas, kita enggak boleh terjebak dengan situasi dan menghakimi orangtua atau diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan keadaan ini. Alangkah baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu semua dan mencoba menjadi lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar. Sebaiknya sih kita bisa tegar dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini. Tetap berusaha itu kuncinya. c. Mencoba hal-hal baru Tidak ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal bersifat positif dan dapat membentuk karakter positif di dalam diri kita. Contohnya, mencoba hobi baru, seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting, skating atau olahraga alam) yang dapat membuat kita bisa lebih fresh (segar) dan melupakan hal-hal yang buruk. d. Cari tempat untuk berbagi Kita enggak sendirian lho, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat untuk berbagi adalah solusi yang cukup baik buat kita, contohnya teman, sahabat, pacar, atau mungkin juga saudara. Ya usahakan tempat kita berbagi itu adalah orang yang dapat dipercaya dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan dia. Beberapa hal di atas dapat dijadikan acuan buat kita karena sebenarnya semua permasalahan itu ada solusinya. a. Tidak perlu panik Kita tidak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga kita walaupun kita tidak menginginkannya. Tidak perlu panik ataupun sampai depresi menghadapinya. Walaupun

berat, kita juga musti bisa menerimanya dengan bijak. Karena siapa sih yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home? Pasti semua anak enggak akan mau mengalaminya. Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.

BAB III METODE

Menggunakan metode wawancara. Metode wawancara adalah salah satu metode pengumpulan data umum yang digunakan untuk mendapatkan hasil lisan dari seorang narasumber atau responden untuk mengecek ulang pembuktian terhadap informasi yang telah diterima sebelumnya dengan cara tanya jawab dengan bertatapan muka secara langsung. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin yang memuat permasalahan pokok dalam penelitian. Menurut Sutrisni Hadi (1994: 70) pedoman wawancara yang bebas terpimpin telah dipersiapkan sebelumnya tetapi tidak mengikat jalannya wawancara.

10

BAB IV SIMPULAN

Broken home adalah kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental anak menjadi mengalami gangguan mental. Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier yang pada akhirnya tidak ada waktu untuk berbagi kasih sayang dengan anak-anaknya. Jadi jangan biarkan masalah ini terjadi, apabila masalah sepele masih bisa diselesaikan selesaikanlah masalah tersebut dalam keadaan tenang dan berbagi waktu dengan anak untuk merasakan kasih sayang dari orang tuanya tidak memikirkan pekerjaannya selalu tetapi betapa berharganya kasih sayang anak dari ibunya. Karena dampak terbesar masalah ini akan tertuju kepada anak, anak itu yang akan mengalami semua dampak akibat masalah kedua orangtuanya. Maka dari itu anak akan terganggu pada waktu masa perkembangannya.

11

DAFTAR PUSTAKA Aswendo. 2012. Latar Belakang dalam http://aswendo2dwitantyanov.wordpress.com/2012/ 05/14/penelitian-kualitatif-pemaknaan-cinta-orangtua-pada-remaja-dalam-keluarga broken-home/ Putriayu. 2013. Latar Belakang dalam http://putriayumawarni.blogspot.com/2013/03/ makalah-dampak-broken-home-bagi.html sobatbaru. 2008. Pengertian Broken Homedalam http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/ pengertian-broken-home.html unawati. 2011. Cara Menangani Broken Home dalam http://unawatiputri.blogspot.com/ 2011/05/pengertian-broken-home.html

12

LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai