Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Penyesuaian Diri Sebelum penulis memaparkan tentang penyesuaian sosial, terlebih dahulu akan disajikan pengertian mengenai penyesuaian diri, sebagai landasan dalam membahas penyesuaian sosial. Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut dengan istilahadjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Lebih jelas Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut: A process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objective world in which the lives. Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan: 1. pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri, 2. obyektivitas diri dan penerimaan diri, 3. pengendalian diri dan perkembangan diri, 4. keutuhan pribadi, 5. tujuan dan arah yang jelas, 6. perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai, 7. rasa humor, 8. rasa tanggung jawab, 9. kematangan respon, 10. perkembangan kebiasaan yang baik, 11. adaptabilitas, 12. bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental), 13. kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain, 14. memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain, 15. kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan 16. orientasi yang menandai terhadap realitas. Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang

berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang. Selain itu, Schneiders (1964: 52) mengemukakan penyesuaian diri bersifat relatif, hal tersebut dikarenakan beberapa hal berikut: Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat berbeda-beda pada masing-masing individu sesuai dengan kepribadian dan tahap perkembangannya. Kualitas penyesuaian diri yang dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi masyarakat dan kebudayaan tempat penyesuaian diri dilakukan. Adanya perbedaan dari masing-masing individu karena pada dasarnya setiap individu memiliki saat-saat yang baik dan buruk dalam melakukan penyesuaian diri, tidak terkecuali bagi individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment) karena terkadang ia pun dapat mengalami situasi yang tidak dapat dihadapi atau diselesaikannya. B. Variasi Penyesuaian Diri Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu: Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment) Penyesuaian sosial (Social Adjustment) Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment) Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment) C. Pengertian Penyesuaian Sosial Remaja sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang baik. Kegagalan remaja dalam menguasai kemampuan sosial akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Schneiders (1964: 460) mendefinisikanpenyesuaian sosial sebagai the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation. Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial,

situasi, dan relasi sosial. Lebih jelasnya, Schneiders (1964: 454-455) menyatakan Social adjustment signifies the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation so that the requirements for social living are fulfilled in acceptable and satisfactory manner. Sedangkan Hurlock (1990) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Jourard (dalam Hurlock, 1990) salah satu indikator penyesuaian sosial yang berhasil adalah kemampuan untuk menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang. Jadi, Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan relasi sosial dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan sesuai ketentuan dalam kehidupan sosial. Selain itu, penyesuaian didefinisikan juga sebagai proses yang mencakup respon mental dan perilaku di dalam mengatasi tuntutan sosial yang membebani dirinya dan dialami dalam relasinya dengan lingkungan sosial (Schneiders, 1964: 455). Selanjutnya, Callhoun dan Accocella (Fauziah: 2004: 30) mendefinisikan bahwa penyesuaian sosial sebagai interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia atau lingkungan sekitar. Sedangkan menurut Mutadin (2002: 3), penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Berdasarkan beberapa definisi penyesusian sosial di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud penyesuaian sosial adalah kemampuan individu dalam mereaksi tuntutan-tuntutan sosial secara tepat dan wajar. Schneiders (1964: 451) membagi penyesuaian sosial menjadi tiga bentuk, diantaranya sebagai berikut: Penyesuaian sosial di lingkungan rumah dan keluarga Penyesuaian sosial di lingkungan sekolah Penyesuaian sosial di lingkungan masyarakat. D. Karakteristik Penyesuaian Sosial yang Sehat Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (good adjusment) ditandai dengan: 1. Pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri dan orang lain, 2. Obyektivitas dan penerimaan sosial, 3. Pengendalian diri dan perkembangan diri, 4. Tujuan dan arah yang jelas, 5. Perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai, 6. Rasa humor 7. Rasa tanggung jawab sosial, 8. Kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain, 9. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain, 10. Perkembangan kebiasaan yang baik, 11. Adaptabilitas, kepuasan dalam bekerja dan bermain, 12. dan orientasi yang menandai terhadap realitas sosial. Syamsu Yusuf (2000: 130) menyatakan penyesuaian yang sehat sebagai berikut: 1. Mampu menilai diri secara realistik, yaitu mampu menilai diri sebgaimana adanya, baik kelebihan maupun kelemahan.

Mampu menilai situasi secara realistik, yaitu mampu menghadapi situasi atau kondisi kehidupan secara realistik dan mampu menerimanya secara wajar. 3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, yaitu beraksi secara rasional. 4. Menerima tanggung jawab, yaitu memiliki keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapi. 5. Kemandirian, yaitu memiliki sikap mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungannya. 6. Dapat mengontrol emosi, yaitu merasa aman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustasi, depresi atau stress secara positif atau konstruktif. 7. Berorientasi tujuan, yaitu mampu merumuskan tujuan berdasarkan pertimbangan secara matang, tidak atas paksaan dari orang lain. 8. Berorientasi keluar, yaitu bersifat respek, empati terhadap orang lain, mempunyai kepedulian terhadap situasi, masalah-masalah lingkungan. 9. Penerimaan sosial, dinilai positif oleh orang lain, berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sifat bersahabat. 10. Memiliki filsafat hidup, yaitu mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama. 11. Berbahagia. Sejalan dengan pendapat Syamsu Yusuf, Schneiders (1964: 51) mengemukakan ciri penyesuaian sosial yang baik sebagai berikut: 1. Memiliki pengendalian diri yang tinggi dalam menghadapi situasi atau persoalan, dengan kata lain tidak menunjukan ketegangan emosi yang berlebihan. 2. Tidak menunjukan mekanisme psikologis yang berlebihan, bertindak wajar dalam memberikan reaksi terhadap masalah dan konflik yang dihadapi. ampu mengolah pikiran dan perasaan dengan baik, sehingga menemukan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya. 3. Memiliki pertimbangan rasional dan pengendalian diri, memiliki kemampuan dasar berfikir serta dapat memberikan pertimbangan terhadap tingkah laku yang diperbuat untuk mengatasi masalah yag dihadapinya. 4. Mampu belajar sehingga dapat mengembangkan kualitas dirinya terutama dalam bersedia belajar dari pengalaman dan memanfaatkan pengelaman tersebut dengan baik. 5. Mempunyai sikap realistik, objektif, dapat menilai situasi, masalah dan kekurangan dirinya secara objektif. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial terlihat dari ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial serta memiliki sikap-sikap yang menolak realitas dan lingkungan sosial. Siswa yang mengalami perasan ini merasa terasing dari lingkungannya, akibatnya ia tidak mengalami kebahagiaan dalam berinteraksi dengan temanteman sebaya atau keluarganya. Ketidakbahagiaan siswa kadang-kadang lebih karena masalah-masalah pribadi daripada masalah-masalah lingkungan, namun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan sosialnya, dalam hal ini penyesuaian sosial. Memiliki perasaan rendah diri, tidak mau menerima kondisi fisik, tidak memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri, maka ini pun dapat mengakibatkan remaja menolak diri, sehingga proses interaksi sosialnya pun akan terhambat. Jika siswa realistis tentang segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki, dan merasa bahagia pada orang-orang yang menerima mereka serta mampu mencurahkan perhatian dan kasih sayang pada orang-orang tersebut, kemungkinan untuk merasa bahagia akan meningkat. Artinya bahwa siswa memiliki penyesuaian sosial yang sehat.

2.

Siswa pada penelitian berada pada rentang usia 15-17 tahun, rentang usia tersebut termasuk pada masa remaja madya. Pada masa ini berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain (Yusuf, 2007: 198). Siswa memahami orang lain di sekitarnya sebagai individu yang unik, baik yang menyangkut fisik, sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pemahaman ini mendorong siswa untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran) (Yusuf, 2007: 198). E. Aspek-Aspek Penyesuaian Sosial Siswa di Lingkungan Sekolah Penyesuaian sosial siswa di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa mereaksi secara tepat realitas sosial, situasi, dan relasi sosial, sehingga mampu berinteraksi secara wajar dan sehat, serta dapat memberikan kepuasan bagi dirinya dan lingkungannya (Schneiders, 1964: 454). Sekolah merupakan miniatur sosial bagi siswa, maka sekolah memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk membentuk suatu lingkungan sosial yang konstruktif dan kondusif bagi siswa, sehingga sekolah mampu mengantisipasi penyimpangan sosial-psikologis siswa. Di sekolah siswa tidak hanya mengalami perkembangan fisik dan intelektualnya saja, tetapi juga membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk bersosialisasi agar mencapai kematangan sosial dalam mempersiapkan dirinya menjadi orang dewasa yang memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang memadai. Yusuf (2007: 95) mengungkapkan bahwa sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial tempat individu berinteraksi, harus mampu menciptakan dan memberikan suasana psikologis yang dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, dalam arti dia memiliki kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat. Tuntutan dan realitas kehidupan sosial di sekolah akan direaksi secara berbeda-beda oleh masing-masing siswa, tergantung kemampuan penyesuaian sosial yang dimilikinya. Schneiders (1964: 454) mengemukakan bahwa penyesuaian sosial yang dituntut dalam kehidupan sekolah, dengan tidak mempertimbangkan kebutuhan akademik, tidak jauh berbeda dengan penyesuaian sosial di lingkungan rumah dan keluarga, walaupun setiap individu akan bereaksi secara berbeda terhadap keduanya. Selain itu, Schneiders (1964: 454) telah menyusun tuntutan lingkungan atau perilaku yang diharapkan dan yang berkaitan dengan realitas, situasi, dan relasi sosial, serta dihadapi oleh siswa di lingkungan sekolah, yang meliputi aspek-aspek dan indikator-indikator berikut: Kemampuan siswa menjalin hubungan persahabatan dengan teman di sekolah. Dalam aspek ini terdapat enam indikator, yaitu: Siswa mampu menerima teman apa adanya Kemampuan siswa mengendalikan emosi. Kemampuan siswa bertanya terlebih dahulu. Kemampuan siswa bersikap realistis. Kemampuan siswa melakukan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Siswa mampu melakukan tindakan yang tepat sesuai norma. Kemampuan siswa mempertahankan hubungan persahabatan. Kemampuan siswa bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya. Dalam aspek ini terdapat empat indikator, yaitu: Siswa berbicara dengan volume suara yang lebih rendah daripada guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lain.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

1.

2. Kemampuan siswa bertutur kata dengan sopan dan santun ketika berkomunikasi dengan guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lain. 3. Kemampuan siswa dalam menjaga sikap ketika bertemu dengan guru, kepala sekolah, dan staf sekolah yang lain. Partisipasi aktif siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah. Dalam aspek ini, terdapat dua indikator, yaitu: 1. Partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. 2. Partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah. Dalam aspek ini terdapat dua indikator, yaitu: 1. Memiliki kesadaran akan pentingnya peraturan di sekolah. 2. Mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku di sekolah. F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri dan Sosial Kemampuan penyesuaian diri dan sosial setiap individu berbeda-beda, adapun yang membedakan hal tersebut dapat dikarenakan faktor-faktor berikut ini (Schneiders, 1964: 122): a. Kondisi Fisik Meliputi faktor keturunan (hereditas), kesehatan fisik, dan sistem fisiologis tubuh. Individu yang berada dalam kondisi yang baik akan lebih mudah melakukan penyesuaian dibandingkan dengan individu yang sedang sakit, mengalami atau memiliki cacat tubuh, kelemahan fisik, dan kekurangan-kekurangan lainnya. Individu yang memiliki kekurangan yang berkaitan dengan fisik dapat mengalami perasaan-perasaan yang tidak adekuat, tertutup (inferiority), atau justru perhatian yang berlebihan terhadap fisiknya. Hal-hal tersebut seringkali menjadi penghambat dalam melakukan penyesuaian diri maupun penyesuaian sosial. b. Perkembangan dan Kematangan Meliputi faktor kematangan intelektual, sosial, moral, dan kematangan emosional. Individu yang lebih matang secara emosional akan lebih mudah melakukan penyesuaian dibandingkan dengan individu yang kurang matang, karena ia mampu mengendalikan diri dan bereaksi lebih tepat dan sesuai situasi yang dihadapi. c. Faktor Psikologis Meliputi pengalaman, proses belajar, pengkondisian, self-determination, frustasi, dan konflik. Selain itu, pengalaman pada individu yang menjadikan proses belajar dapat mempengaruhi penyesuaian individu tersebut. Individu menjadi tahu dan merasakan apa yang telah dialami dan dijadikan pembelajaran agar dapat melakukan penyesuaian diri maupun sosial yang tepat. d. Kondisi Lingkungan Meliputi kondisi rumah, keluarga, dan sekolah. Pengaruh lingkungan rumah dan keluarga sangat penting karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama untuk individu. Posisi dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, peran dalam keluarga, dan relasi dengan anggota keluarga lain akan mempengaruhi kebiasaan, sikap, dan pola perilaku individu. Begitupun halnya dengan sekolah yang juga memberikan pengaruh yang kuat pada kehidupan intelektual, sosial, dan moral individu. e. Faktor Budaya Meliputi juga ada istiadat dan agama yang turut mempengaruhi penyesuaian diri dan sosial seseorang. Karakteristik budaya yang diturunkan kepada individu melalui keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat turut mempengaruhi pola perilaku individu yang bersangkutan.

G. Masalah-Masalah Penyesuaian Sosial Siswa Mappiare (1982: 92-93) mengemukakan hal-hal penting dalam perkembangan pribadi, sosial dan moral remaja yaitu sebagai berikut. Pertama; masa remaja merupakan masa yang kritis bagi pembentukan kepribadiannya. Kritis, disebabkan karena sikap, kebiasaan dan pola perlakuan sedang di mapankan, dan ada atau tidak adanya kemapanan itu menjadi penentu apakah remaja yang bersangkutan dapat menjadi dewasa dalam artian memiliki keutuhan atau tidak. Kedua; penerimaan dan penghargaan secara baik orang-orang sekitar terhadap diri remaja, mendasari adanya pribadi yang sehat, citra diri positif dan adanya rasa percaya diri remaja. Demikian pula, pribadi sehat, citra diri positif dan rasa percaya diri yang mantap bagi remaja menimbulkan pandangan (persepsi) positif terhadap masyarakatnya, sehingga remaja lebih berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Ketiga; kemampuan mengenal diri sendiri disertai dengan adanya usaha memperoleh citra diri yang stabil, mencegah timbulnya tingkah laku yang over kompensasi ataupun proyeksi, sekaligus dapat menanamkan moral positif dalam diri remaja. Siswa harus mampu menyesuaikan diri dengan segala kondisi dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya. Tetapi, tidak semua siswa selalu berhasil dalam proses penyesuaian sosial. Banyak masalah-masalah yang muncul dihadapi siswa seiring dengan proses perkembangannya yang berlangsung sepanjang hayat. Abin Syamsuddin (2000:137) mengemukakan mengenai masalah-masalah yang dihadapi remaja berkaitan dengan segala aspek perkembangannya yaitu sebagai berikut. Munculnya kecanggungan-kecanggungan dalam pergaulan akibat adanya perbedaan dalam perkembangan fisik; munculnya sikap penolakan diri (self rejection) akibat body imagenya tidak sesuai dengan gambaran diri yangsesungguhnya; timbulnya gejala-gejala emosional tertentu seperti perasaan malu karena adanya perubahan suara (laki-laki) dan peristiwa menstruasi (perempuan); munculnya prilaku-prilaku seksual yang menyimpang pada remaja yang tidak terbimbing oleh norma. Munculnya sikap negatif terhadap pelajaran dan guru bahasa asing tertentu pada remaja yang mengalami kesulitan dan kelemahan dalam mempelajari bahasa asing; timbulnya masalah underachiever (remaja yang memiliki prestasi di bawah kapasitasnya) atau inferiority complex (rasa rendah diri) pada remaja yang tidak pernah tuntas. Timbulnya masalah juvenile delinquency ketika keterikatan hidup dalam gang (peers group) tidak terbimbing; tidak senang di rumah bahkan minggat ketika terjadi konflik dengan orang tua. Mudah sekali digerakkan untuk melakukan kegiatan destruktif yang spontan untuk melampiaskan ketegangan emosionalnya; ketidakmampuan menegakkan kata hatinya membawa akibat sukar menemukan identitas pribadinya. Sumber: Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. Fauziah, H. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Penyesuaian Sosial. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z., 1990. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga. http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-penyesuaian-diri-definisi.html Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston. Syamsuddin, A. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.

Sosialisasi adalah salah satu sarana yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Jadi, kepribadian seseorang sangatlah bergantung kepada cara individu bersosialisasi dengan orang lain. Nah, berikut adalah pengertian sosialisasi menurut para ahli sosiologi beserta contohnya. Langsung saja kita simak yang pertama:

1. Soerjono Soekanto
Sosialisasi adalah proses sosial tempat seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku yang sesuai dengan perilaku orang-orang di sekitarnya. Contoh: Bu Tina mengajarkan anaknya mengucapkan kata terima kasih setelah diberi sesuatu oleh orang lain dengan tujuan agar anaknya bisa menghargai orang lain.

2. Broom & Selznic


Sosialisasi adalah proses membangun atau menanamkan nilai-nilai kelompok pada diri seseorang. Contoh: Sekelompok polisi yang memberikan pengarahan tentang keselamatan berkendara.

3. Peter L. Berger
Sosialisasi ialah proses pada seorang anak yang sedang belajar menjadi anggota masyarakat. Adapun yang dipelajarinya ialah peranan pola hidup dalam masyarakat yang sesuai dengan nilai dan norma-norma maupun kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

4. Stewart
Sosialisasi adalah proses memperoleh kepercayaan, sikap, nilai, dan kebiasaan dalam kebudayaannya. Contoh: Nina diajarkan untuk membiasakan dirinya membuang sampah pada tempatnya.

5. Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Contoh: Guru Pembina menjelaskan tata tertib retret pada murid kelas XA agar retret dapat dijalankan dengan tertib.

6. Horton & Hunt


Sosialisasi adalah proses dimana seseorang menginternalisasikan norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga berkembang menjadi satu pribadi yang unik.

Contoh: Willy mematuhi tata tertib di sekolahnya untuk hadir ke sekolah tepat waktu sehingga dia sudah terbiasa menghadiri sesuatu dengan tepat waktu.

7. Koentjaraningrat
Sosialisasi adalah seluruh proses di mana seorang individu sejak masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain yang hidup dalam masyarakat sekitarnya.

8. Karel J.Veeger
Sosialisasi adalah suatu proses belajar mengajar. Contoh: Seorang ibu mengajari anaknya tata cara sopan santun.

9. Irvin L. Child
Sosialisasi adalah segenap proses yang menuntut individu mengembangkan potensi tingkah laku aktualnya yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi kebiasaan serta sesuai dengan standar dari kelompoknya.

10. Robert M.Z. Lawang


Sosialisasi adalah proses mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial. Contoh: Kak Tini sudah berusia 17 tahun dan sudah punya KTP. Sekarang ia mempelajari tata cara ikut berpatisipasi dalam pemilu.

11. Kamus Besar Bahasa Indonesia


Sosialisasi artinya suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat di lingkungannya.

12. Ritcher JR
Sosialisasi adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlakukannya agar dapat berfungsi sebagai orang dewasa dan sekaligus sebagai pemeran aktif dalam suatu kedudukan atau peranan tertentu di masyarakat.

13. Bruce J. Cohen


Sosialisasi adalah proses-proses manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakat untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitasnya agar berfungsi dengan baik sebagai individu maupun sebagai anggota.

14. Giddens

Sosialisasi sebagai sebuah proses yang terjadi ketikaseorang bayi yang lemah berkembang secara aktif melalui tahap demi tahap sampai akhirnya menjadi pribadi yang sadar akan dirinya sendiri pribadi yang berpengetahuan dan terampil akan cara hidupnya dalam kebudayaan tempat ia tinggal.

15. Paul B. Horton


Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.

16. Prof. Dr. Nasution, S.H.


Sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia sosial (sebagai warga masyarakat yang dewasa).

17. WrightWright
Sosialisasi sebagai proses ketika individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan (sampai tingkat tertentu) norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang itu untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain.

18. Sukandar Wiraatmaja


Sosialisasi adalah proses belajar mulai bayi untuk mengenal dan memperoleh sikap, pengertian, gagasan dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.

19. Edward Shils


Sosialisasi adalah proses sosial yang dijalankan seseorang atau sepanjang umur yang perlu dilalui seorang individu untuk menjadi seorang anggota kelompok dan masyarakatnya melalui pembelajaran kebudayaan dari kelompok dan masyarakat itu. Contoh: Pak Hidayat harus mengikuti bimbingan agama Islam sebelum dibaptis menjadi penganut agama Islam.

20. Jack Levin dan James L. Spates


Sosialisasi adalah proses pewarisan dan pelembagaan kebudayaan ke dalam kepribadian individu.

21. Nursal Luth


Sosialisasi adalah suatu proses ketika individu menerima dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. Contoh: Lia baru saja pindah ke Jawa. Jadi, dia harus membiasakan dirinya dengan adat istiadat Jawa di sekitarnya.

22. John C. Macionis


Sosialisasi adalah pengalaman sosial seumur hidup di mana individu dapat mengembangkan potensinya dan mempelajari pola-pola kehidupan. Contoh: Pak Dokter memiliki pengalaman membedah mayat pada waktu ia masih kuliah sehingga beliau bisa mengasah kemampuannya menyembuhkan orang.

23. David Gaslin


Sosialisasi merupakan proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat.

Berdasarkan pengertian sosialisasi yang dikemukakan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Sosialisasi ditempuh seorang individu melalui proses belajar untuk memahami, menghayati, menyesuaikan, dan melaksanakan suatu tindakan sosial yang sesuai dengan pola perilaku masyarakatnya. Sosialisasi ditempuh seorang individu secara bertahap dan berkesinambungan, sejak ia dilahirkan hingga akhir hayatnya. Pada sosialisasi akan menghasilkan perkembangan kepribadian seseorang menjadi satu pribadi yang unik. Di dalam sosialisasi terdapat saling pengaruh antara individu beserta potensi kemanusiaannya dengan masyarakat beserta kebudayaannya. Sosialisasi erat sekali kaitannya dengan enkulturasi atau proses pembudayaan, yaitu suatu proses belajar seorang individu untuk belajar mengenal, menghayati, dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap sistem adat, nilai, sikap, keterampilan-keterampilan, dan norma, serta semua peraturan dan pendirian yang hidup dalam lingkungan kebudayaan masyarakatnya.

Penyesuaian Diri Penyesuaian diri menurut Hamalik (2000: 16) adalah Kemampuan setiap individu untuk menyesuaikan perkembangan dalam dirinya, baik mencakup segi jasmaniah, pengetahuan tentang alam dan ilmu pengetahuan sosial, kebutuhan berkomunikasi melalui bahasa dan matematika, seni dan sastra dan yang lebih penting lagi ialah memahami keseluruhan kehidupan melalui agama dan filsafat sesuai usia dan kemampuannya. Menurut Standler dan young (Hamalik, 2000: 112) bahwa penyesuaian diri dibutuhkan oleh siswa, saat ia memperoleh pengalaman pertama. Sedangkan menurut Enung (2008: 198) penyesuaian diri adalah Merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Penyesuaian diri adalah Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik, idealnya mampu menggunakan mekanisme penyesuaian diri secara luwes, tergantung pada situasinya. (Siswanto, 2007: 35). Menurut Sunarto (2008: 222) penyesuaian diri adalah Proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Kemudian menurut Sobur (2003: 527) penyesuaian diri adalah Kemampuan untuk membuat hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungan. Semua makhluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut adjustment. Adjustment itu sesuatu proses mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan. Manusia dituntut menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri. Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru. Atas uraian ini, Sunarto (2008: 45) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Pengertian dapat dibatasi bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubung an-hubungan menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya. Ahli lain mengemukakan bahwa penyesuaian diri berarti kemampuan untuk mempertahakan eksistensinya, dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan tuntutan sosial (Endra, 2008: 45). Berdasarkan beberapa pendanpat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penyesuaian diri adalah kemampuan setiap individu untuk menyesuaikan perkembangan dalam dirinya untuk memperoleh pengalaman, baik mencakup segi jasmaniah, pengetahuan tentang alam dan ilmu pengetahuan sosial, kebutuhan berkomunikasi melalui bahasa, seni, sastra, agama dan filsafat agar dapat terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan orang lain dan lingkungannya dengan menggunakan mekanisme penyesuaian diri secar luwes, tergantung pada situasinya sehingga terjadi keseimbangan terhadap kebutuhan individu dengan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup.

Sumber : 1. 2. 3. 4. 5. Endra. 2008. Penyesuaian Diri Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Enung F. 2008. Psikologi Perkembangan Peserta didik. CV PUSTAKA SETIA. Bandung. Hamalik. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. CV. ANDI OFFSET. Yogyakarta. Sobur A. 2003. Psikologi Umum. CV. PUSTAKA SETIA. Bandung

Pengertian penyesuaian diri menurut para ahli sebagai berikut : a. Pengertian penyesuaian diri menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori adalah dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment . b. Menurut Schmeider adalah penyesuian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang (adaptation) : 1) Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation) 2) Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity) dan, 3) Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery) Tiga pandangan tersebut sama-sama memaknai penyesuaian diri, akan tetapi sesuai dengan istilah dan konsep masing-masing memiliki pendekatan yang berbeda-beda. c. Pengertian penyesuaian diri menurut Sofyan. S. Willis adalah Kemampuan siswa untuk hidup dan bergaul secara wajar dalam lingkungan sekolah, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya tersebut. d. Menurut Mustofa Fahmi adalah proses dinamika yang bertujuan untuk menggubah kelakuan seseorang agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya. e. Menurut Kartini Kartono adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati prasangka, depresi, kemarahan dan lainlain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis. f. Sedangkan menurut Syamsu Yusuf dan A. Jundika Nurihsan adalah Kegiatan atau tingkah laki individu pada hakekatnya merupakan cara pemenuhan kebutuhan. Banyak cara yang dapat ditempuh individu untuk memnuhi kebutuhanya, baik cara-cara yang wajar maupun cara yang tidak wajar, cara yang disadari maupun tidak disadari. Yang penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini individu harus dapat menyesuaikan antar kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan disebut sebagai proses penyesuaian diri.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan proses kemampuan diri untuk dapat mempertahankan eksistensialnya untuk dapat hidup dengan survive dan memperoleh kesejahteraan jasamani dan rohani juga dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan-tuntutan sosial di lingkungannya.
Diterbitkan di: 17 Maret, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2134814-pengertian-penyesuaian-diri-menurutpara/#ixzz2mwQQrrP0

Anda mungkin juga menyukai