Kosongnya Kampus Kita

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 1

-.

Kosongnya Kampus Kita


Oleh AGUS SUWIGNYO
ampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia belakangan ini kosong karena eksodus dosen'dosen dalam tiga gelombang.
Pertam4 dosen-dosen itu bereksodus dari profesi kedosenan. Banyak dosen berpindah menjadi pengurus partai politik atau pejabat pada birokrasi pemerintah. Meskipun ada banyak dosen cum politisi-birokrat itu akhirnya berIabuh di penjara karena korupsi, hasrat untul< hijrah ke pusar:ul
kekuasaan terus meluas. Seorang

guruan tinggi serta guru besar, sedang diadili dengan dugaan tin-

dak pidana korupsi


25 / 9/ 2Ol3).

didik Indonesia bukan melulu mangat saling menguasai. Prindampak negeri-negeri tetangga sip-prinsip kolegialitas dalam kemerekrut dosen-dosen terbaik hidupan kampus telah lenyap. kita melainkan juga menguatnya syahwat akan kekuasaan para Asketisme akademisi yang kehilangan jati Kampus kosong adalah fenodiri intelektualnyamena pergeseran "nilai asketisDelegitimasi pendidikan tinggi juga berarti bahwa kampus-kam-

(Kompas

Meskipun demikian,

posisi struktural seperti dekan


dan rektor tetap diperebutkan.

Ketig4 eksodus dosen dari profil dan watak kecendekiawanan. Mereka umumnya semakin tidak menunjukkan gereget kerja
akademik yang menginspirasi. Sebagian menjalani profesi kedosenan sebagai business as usual dengan menjadikan tuntutan ad-

pus kita kosong dari nilai-nilai dan standar moral untuk rujukan. Gambaran tentang universitas sebagai sumber terang kebajikan telah tertutupi aneka kasus etika dan pidana yang justru mengPkuhkan pendidikan tinggi sebagai salah satu sumber imoralitas masyarakat Apalag, sejumlah mantan dosen cum narapidana korupsi dengan mudah kembali mengajar di

ministratif karier (kepangkatan,


sertifikasi, lembar kinerja) sebagai acuan produktivitas tertinggi dan satu-satunya.

me intelektual", yaitu etos kerja akademik yang menuntut ketekunan dan kesetiaan dalam pencarian kebenaran ilmiah. Menjadi asketis secara intelektual berarti menapaki alam pikir sunyi, jauh dari gegap gempita apresiasi publik dan kekuasaan politik
Pergeseran nilai-nilai asketis

rekan dosen yang baru menjadi do}<tor bercerita, ia ingin menjadi

Profil kecendekiawanan tereduksi menjadi sebatas terpe-

ditandai migrasi akademisi {ari elite fungsional menjadi elite politik Nilai-nilai asketisme bergeser malinanya karena tekanan

politisi lewat Pemilu 2014.


Kedua, elaodus dosen dari niat dan orientasi kehidupan intelektual. Sebagian dosen yang

nuhinya tuntutan administrasi


karier, yang memang berdampak pada penghasilan dosen. Dalam konteks ini, lenyapnya watak kecendekiawanan sebagrillpla 1"cermin dalam pelanggaran etika akademib misalrya plagiarisme, adalah akiba! bukan sebab, dari merosotnya mutu profesionalitas dosen sebagai akademisi.

ekosistem sosial. Nilai-nilai as-

tetap di kampus umumnya tak lagi berniat menjadi intelektual,


tetapi pejabat struktural kampus. Orientasinya bukan lagi karya penelitia4 publikasi ilmiah, dan pelayanan bermutu kepada mahasisw4 melainkan posisi mana-

kampw sebagai "orang hebat di bidangnya". Atau, dosen yang dipecat karenakasus plagiarisme di suatu pergu-ruan tinggi dengan mudah diterima di perguruan
tinggi lain.
Tak perlu heranjika suatu saat

ketis suatu generasi, meskipun dapat dibanilingkan, tidak dapat

'

diukur dengan tolok nilai serupa


karena setiap zaman punya standar dan moralitasnya sendiri. Dengan pemahaman tersebut, fenomena kampus kosong sebe-

nanti kampus-kampus di Indonesia akan berisi pengajar berprofil "istimewa": mantan narapidana plagiaris, politisi kampus,
dan mantan pemangku kuasa ne-

rurnrya bukan persoalan individual dosen. Ia persoalan kolektif

jerid. Hal itu tergambarkan dalam


pertanyaan, "Setelah lulus S-3 jadi apa?' Seolah-olah seorang doktor harus menduduki posisi

Delegitimasi
Gelombang elaodus dosen
menegaskan bahwa pendidikan tinggi kita sedang menghadapi

problem delegitimasi parah. Di


tengah lemahnya legasi intelektual (Kompas,I9/9/2OI3) dan lenyapnya ruh perguruan tinggi (Kompas, I7/9/2Or3), indikasi praktik korupsi oleh insan-insan akademisi menunjuJ<kan bahwa institusi publik manapun rentan oleh praktik-praktik penyalahgunruur wewenang dan anggaran.

geri yang merujuk Sul<ardi Rinakit (I(ompas 8flO/2Dr3), "pintar tetapi tidak terpelaja/'.
Kasus-kasus hukum pada sejuntlah pejabat struktural kampus tampaknya belum mengubah

struktural di kampus. Kehausan


akan kekuasaan terpancar sama
gamblangnya pada kelompok dosen yang hralih profesi menjadi politisi partai atau pejabat pe-

\
i

merintah. Seperti koleganya yang telah hijrah ke pemerintahan, saat ini satu demi satu akademisi cum politisi kampus, yalori rektor dan mantan rektor atau pejabat per-

cara pandang sivitas akademika tentang karalcter kehidupan dan kepemimpinan kampus yang se-

dan sistemih yang bersumber pada ketidalaesuaian perubahan cepat pranata sosial (misal menyangkut transparansi pengelolaan perguruan tinggi), dengan perubahan karalcter kolektif manusia yang lambat. Untuk menghentikan fenomena kosongnya kampuq perlu upaya sistemis melalui kebijakan huIu hilir yang integral dan bersifat ngemong. bukan sekadar menghakimi. AGUS SUWIGNYO
Pedagog Cum Sejarautan Pendidikan Fakultas Ilmu

harusnya Semangat melayani dalam kesetaraan dan subsidiaritas (prrmus inter pares) yang
menjadi ciri keutamaan pendidikan universiter digeser oleh se-

Selain itu, jelaslah bahwa penyebab brain4rain tenaga ter-

Budaya UGM

Anda mungkin juga menyukai