Anda di halaman 1dari 51

PAPER MIKROEKONOMI

PENGARUH PENGGUNAAN INPUT TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN MESIN TERHADAP PRODUKSI INDUSTRI PENYEMPURNAAN KAIN DI INDONESIA TAHUN 2010

Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester lima mata kuliah Mikroekonomi

Disusun oleh :

HANIF HASANA JAMIL


10.6302 / 3SE3 Dosen : Dr. Budiasih

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul Pengaruh Penggunaan Input Tenaga Kerja, Bahan Baku, dan Mesin terhadap Produksi Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia Tahun 2010 tepat pada waktunya. Paper ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Mikroekonomi. Dalam penelitian ini, kami ingin meneliti faktor-faktor produksi apa sajakah yang mempengaruhi produksi industri penyempurnaan kain di Indonesia tahun 2010. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, antara lain : 1. 2. 3. Dr. Budiasih selaku dosen mata kuliah Mikroekonomi. Kedua orang tua peneliti yang senantiasa mendukung kami dari jauh. Teman-teman mahasiswa STIS kelas 3SE3.

Peneliti menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan semoga paper ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Februari 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................3 1.3. Tujuan ..........................................................................................................3 1.4. Manfaat ........................................................................................................4 BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................5 2.1. Tinjauan Pustaka ..........................................................................................5 2.2. Penelitian Terkait .......................................................................................11 2.3. Kerangka Pikir ............................................................................................13 2.4. Hipotesis Penelitian ....................................................................................13 BAB III METODOLOGI ....................................................................................15 3.1. Sumber Data ...............................................................................................15 3.2. Analisis Deskriptif ......................................................................................15 3.3. Analisis Inferensia ......................................................................................16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Industri Penyempurnaan Kain Indonesia Taun 2012 ...26 4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja .................................................................26 4.1.2. Nilai Penggunaan Bahan Baku .........................................................27 4.1.3. Nilai Penggunaan Mesin ..................................................................28 4.1.4. Nilai Produksi ...................................................................................28 4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Produksi Industri Penyempurnaan Kain Tahun 2012 ...............................................................................................29 4.2.1. Pengujian Asumsi Klasik .................................................................29 4.2.2. Pengujian Statistik ............................................................................34 4.2.3. Kontribusi Variabel Independen ......................................................37

4.2.4. Variabel Dominan ............................................................................38 4.2.5. Skala Usaha (Return to Scale) .........................................................39 4.2.6. Average Product ...............................................................................39 4.2.7. Marginal Product ..............................................................................40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................42

5.1. Kesimpulan .................................................................................................42 5.2. Saran ...........................................................................................................42 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................44 LAMPIRAN ...........................................................................................................45

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Industri tekstil dan produk tekstil atau lebih dikenal dengan industri TPT adalah salah satu industri perintis dan tulang punggung manufaktur Indonesia. Posisi strategis industri ini semakin tampak nyata jika ditinjau dari sisi kontribusinya terhadap perekonomian khususnya dalam bentuk pendapatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Bahkan jika mencermati periode sekitar 20 tahun yang lalu perkembangan kinerja industri tekstil menunjukkan masa keemasannya, dimana pada saat itu industri ini mampu menyumbang lebih dari 35% dari total ekspor manufaktur dan penciptaan lapangan kerja terbesar di sektor manufaktur. Secara bisnis, industri TPT mempunyai keunggulan dibandingkan dengan industri lainnya. Pertama, industri ini memiliki pasar yang stabil karena permintaan akan tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kedua, industri ini mempunyai pasar yang sangat gemuk karena banyaknya penduduk dunia di pasar domestik saja peluangnya mencapai lebih dari 200juta konsumen yang akan membeli produk industri ini. Ketiga, produk industri ini merupakan sebagian dari alat pemenuhan gaya hidup sehingga transaksi untuk produk ini tidak hanya satu atau dua kali dalam satu tahun. Tiga keunggulan inilah yang membuat industri TPT selalu berperan dalam perekonomian nasional. Industri TPT nasional memiliki struktur industri yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir (up stream, mid stream, dan down stream) dan memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu industri dengan industri lainnya. Sektor hulu terdiri dari industri-industri yang menghasilkan serat dan benang. Sektor antara terdiri dari industri-industri yang memproduksi kain. Sedangkan sektor hilir terdiri dari industri yang menghasilkan barang jadi konsumsi masyarakat.

Sektor antara atau industri kain merupakan salah satu sub sektor utama dari industri TPT. Industri kain di Indonesia mulai masuk ke fase ekspor sejak tahun 1983. Berdasarkan nilai ekspor, dalam periode 1980-1993, pertumbuhan rata-rata ekspor tahunan tekstil mencapai 32%. Ekspor industri kain mengalami puncaknya pada tahun 1992. Pada tahun 1993, Indonesia masuk ke 13 besar eksportir tekstil dunia bersamaan dengan Hongkong, Korea Selatan, China Taipei, China, Pakistan dan India. Produksi kain nasional sebagian besar digunakan untuk keperluan industri garmen domestik. Pasokan bahan baku kain sebagian besar masih dipasok dari industri kain domestik, namun peranan kain impor sudah mencapai 39%. Statistik impor mencatat bahwa impor kain dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan paling tinggi. Produksi Kain Nasional Tahun 2010
14%

Konsumsi Kain Nasional Tahun 2010


39% 61%

86%

Konsumsi Domestik

Ekspor

Pasokan Domestik

Impor

Tingginya peranan kain impor tersebut salah satunya disebabkan produksi kain nasional yang cenderung menurun sejak tahun 2002. Pada tahun 2002, produksi kain nasional mencapai 1.275 ton. Akan tetapi, produksi kain nasional menurun menjadi 1.273 ton pada tahun 2003. Angka produksi tersebut terus menurun hingga tahun 2007 yang hanya mencapai 970 ton. Apabila fenomena ini terus berlanjut, maka ketergantungan akan produk kain impor akan semakin meningkat sehingga pasar domestik akan semakin terpuruk.

1.2. Rumusan Masalah Dulunya, industri kain merupakan industri yang berperan penting dalam perekonomian nasional karena ekspornya yang tinggi hingga tahun 1993. Akan tetapi, produksi dari industri ini terlihat menurun sejak tahun 2002 dan berimbas pada sektor hilir dari industri TPT, yaitu industri garmen. Ketergantungan industri garmen terhadap kain impor menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis produksi kain nasional dan melihat sberapa besar pengaruh dari faktor-faktor produksi yang digunakan terhadap produksi kain nasional. Secara khusus, dalam penelitian ini akan menggunakan data Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010 yang diperoleh dari survei Industri Besar dan Sedang yang dilakukan Badan Pusat Statistik. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran umum tentang Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010? 2. Apakah terdapat pengaruh faktor tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin terhadap produksi pada Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010? 3. Seberapa besar pengaruh faktor tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin terhadap produksi pada Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010? 4. Bagaimana nilai elastisitas produksi dan skala usaha Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010? 5. Berapa nilai average product dan marginal product dari setiap faktor produksi pada Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010?

1.3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui gambaran umum tentang Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010.

2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh faktor tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin terhadap produksi pada Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010. 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh faktor tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin terhadap produksi pada Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010. 4. Menganalisis nilai elastisitas produksi dan skala usaha Industri

Penyempurnaan Kain tahun 2010. 5. Menganalisis nilai average product dan marginal product dari setiap faktor produksi pada Industri Penyempurnaan Kain tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada : 1. Perusahaan-perusahaan dalam Industri Penyempurnaan Kain, sebagai pertimbangan dalam penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin sehingga dapat memaksimumkan produksi sehingga diharapkan mempunyai prospek pasar yang lebih baik, baik di dalam maupun luar negeri. 2. Pemerintah, sebagai dasar penentuan kebijakan terutama yang berkaitan dengan produksi kain nasional. 3. Peneliti berikutnya, sebagai referensi tambahan dalam melakukan penelitian tentang Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Industri Definisi industri menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Menurut Badan Pusat Statistik (2009), industri merupakan cabang kegiatan ekonomi, sebuah perusahaan atau badan usaha sejenisnya dimana tempat seseorang bekerja. Kegiatan ini diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Menurut Kamus Ekonomi(1998), industri merupakan usaha produktif, terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu yang menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar.

2.1.2. Penggolongan Industri BPS (Badan Pusat Statistik) menggolongkan usaha industri pengolahan di Indonesia ke dalam empat kategori berdasarkan banyak pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan atau usaha industri pengolahan tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan. Empat kategori tersebut adalah : a. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang. b. Industri kecil, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 5-19 orang. c. Industri sedang, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 20-99 orang.

d. Industri besar, yaitu perusahaan atau usaha industri pengolahan yang


mempunyai pekerja 100 orang atau lebih.

2.1.3. Pengertian Produksi Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input (Tati S. Joesron dan Fathorrozi, 2003:77). Sedangkan menurut Miller dan Meiners (1997), produksi merupakan konsep arus (flow concept), yang dimaksud dengan konsep arus adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkatan-tingkatan output per unit periode atau waktu. Sedangkan outputnya sendiri selalu diasumsikan konstan kualitasnya. Pemakaian sumber daya dalam suatu proses produksi juga diukur sebagai arus . Dalam industri modern, aktivitas produksi bukan sekedar dipandang sebagai aktivitas untuk mentransformasikan input menjadi output, tetapi dipandang sebagai aktivitas penciptaan nilai tambah, dimana setiap aktivitas dalam proses produksi memberikan nilai tambah (value added). Pemahaman terhadap nilai tambah ini penting agar dalam setiap aktivitas produksi selalu menghindari pemborosan penggunaan input. Dengan demikian produksi dapat dikatakan sebagai suatu aktivitas dalam perusahaan industri berupa penciptaan nilai tambah dari input menjadi output secara efektif dan efisien sehingga produk sebagai output dari proses penciptaan nilai tambah itu dapat dijual dengan harga yang kompetitif (Vincent Gasperz, 2005:167).

Secara skematis kegiatan produksi dapat digambarkan seperti berikut ini.

Input (faktor-faktor produksi)

Proses Pengubahan Pengolahan

Output Barang atau Jasa

Gambar 2.1. Kegiatan Produksi Sumber : J. Sudarsono (1992:9)

10

2.1.4. Input / Faktor Produksi Input merupakan kebutuhan bagi produksi suatu komoditi yang meliputi bakat manajerial, semangat kewirausahaan, dan keberanian mengambil resiko, bahan-bahan mentah atau baku, berbagai macam ketrampilan atau tenaga kerja, mesin-mesin, modal, bangunan, pabrik dan peralatan dan sebagainya (Miller dan Meiners, 1997).

1. Tenaga Kerja Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

mendefinisikan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Menurut Payaman Simanjutak (1998), sumber daya manusia atau human resources mengandung dua pengertian. Pertama, mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini sumber daya manusia mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua dari sumber daya manusia menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Kemampuan untuk bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemampuan kerja secara fisik diukur dengan usia kelompok penduduk yang termasuk dalam usia kerja disebut tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (working age population) (Payaman Simanjutak, 1998). Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, tidak saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi kualitas tenaga kerja perlu diperhatikan (Soekartawi, 1994 : 7-8). Kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti 11

mengolah tanah / pengepakan serta pengangkutan, sedangkan tenaga kerja wanita mengerjakan pengemasan / pembungkusan.

2. Bahan Baku Bahan baku bagi industri yang bergerak dalam suatu proses produksi merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi, agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Disamping itu, bahan baku merupakan salah satu komponen terpenting dalam suatu proses produksi, disamping kemampuan tenaga kerja dan mesin yang digunakan. Oleh karena itu, bahan baku dan bahan penolong serta sumber daya yang diperlukan harus cukup tersedia. Persediaan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan sehingga biaya bahan baku menjadi efisien (Suryana, 2006 : 189). Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Kwik Kian Gie (1995:24) yang menyatakan bahwa tidak tersedianya bahan baku bagi industri, akan menyebabkan terhentinya proses produksi dari industri tersebut. Dengan kata lain bahan baku merupakan suatu keharusan dalam setiap proses produksi yang menentukan kelangsungan hidup industri tersebut.

3. Mesin Menurut Sofjan Assauri (2004), mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan atau tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk tertentu. Sedangkan menurut Daryanto (2008), mesin merupakan alat bantu untuk melakukan proses transformasi atau proses pengolahan dari masukan (input) menjadi keluaran (output). Mesin sangat berperan penting daam proses pengolahan, karena tanpa adanya mesin maka proses produksi menjadi tidak efisien dan hasilnya tidak optimal.

2.1.5. Fungsi Produksi Menurut Soekartawi (1994:15), fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dengan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan

12

biasanya berupa input. Sedangkan menurut Ari Sudarman (2004), mendefinisikan fungsi produksi merupakan suatu skedul (atau tabel atau persamaan matematis) yang menggambarkan jumlah output maksimumyang dapat dihasilkan dari suatu faktor produksi tertentu pula, atau singkatnya fungsi produksi adalah katalog dari kemungkinan hasil produksi. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi produksi adalah persamaan yang menghubungkan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan output yang dihasilkan dalam tingkat teknologi tertentu per unit waktu. Secara matematis hubungan antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) dapat dituliskan sebagai berikut.

dimana digunakan.

adalah produksi (output) dan

adalah faktor produksi (input) yang

Sadono Soekirno (1985 : 152) menjelaskan bahwa fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut.

dimana :

jumlah produksi jumlah stok modal tenaga kerja jumlah kekayaan alam = teknologi

2.1.6. Fungsi Cobb Douglas Fungsi produksi Cobb Douglas dikenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P.H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul A Theory of Production (Suhartati dan Fathorozi, 2003). Soekartawi (2002) mendefinisikan fungsi

produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen,

13

yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independent, yang menjelaskan (x). Menurut Walter Nicholson (1995:367) menyatakan bahwa fungsi produksi dimana =1 (elastisitas subtitusi) disebut fungsi Cobb-Douglas yang memiliki bentuk umum cembung yang normal. Secara matematis fungsi produksi CobbDouglas dituliskan dengan persamaan sebagai berikut.

dimana :

= variabel yang dijelaskan (output) = variabel yang menjelaskan = besaran yang akan diduga

Persyaratan dalam menggunakan fungsi Cobb Douglas antara lain (Soekartawi, 2003): a. Tidak ada pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). b. Dalam fungsi produksi, perlu diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan tingkat teknologi pada setiap pengamatan. c. Tiap variabel X dalam pasar persaingan sempurna (perfetc competition). d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, v . Menurut Hadikoesworo (1986) dan Soekartawi (2002) menyatakan bahwa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti karena mempunyai keunggulan yang menjadikannya menarik yaitu: a. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, karena fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear dengan cara melogaritmakan; b. Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas; c. Jumlah besaran elastisitas sekaligus menunjukkan tingkat besaran skala usaha(return of scale)yang berguna untuk mengetahui apakah kegiatan dari

14

suatu usaha tersebut mengikuti kaidah skala usaha menaik, skala usaha tetap ataukah skala usaha yang menurun. d. Koefisien intersep dari fungsi Cobb Douglas merupakan indeks efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang sedang dikaji itu. e. Koefisien-koefisien fungsi Cobb Douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang dipergunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb Douglas itu.

Tetapi fungsi Cobb Douglas juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain : a. Spesifikasi variabel yang keliru, hal ini menyebabkan nilai elastisitas produksi yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil. Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada variabel bebas. b. Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar atau kecil. c. Bias terhadap variabel manajemen. Faktor manajemen merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena berhubungan langsung dengan variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor produksi yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi produksi ke arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input dan kadang sulit diukur dalam pendugaan fungsi cob douglas. d. Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak terlalu tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai.

2.2. Penelitian Terkait Syafitri Ruliana (2008) meneliti dengan judul Faktor Modal dan Tenaga Kerja Terhadap Produksi Ukiran Kayu di Sentra Industri Seni Patung dan Ukir Desa Mulyoharjo Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara. Penelitian ini bertujuan

15

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap produksi ukiran kayu di sentra industri seni patung dan ukit Desa Mulyoharjo, Jepara. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa modal dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi ukiran kayu, tetapi faktor tenaga kerja proporsinya lebih besar tenaga kerja dibandingkan faktor modal. Atin Ariyanti (2007) meneliti dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Industri Tempe di Semarang Timur. Penelitian ini menggunakan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya pemeliharaan peralatan, dan biaya transportasi sebagai variabel independennya, dan hasil produksi pada industri tempe di Semarang Timur sebagai variabel dependennya. Dari hasil penelitian faktor yang dominan memberikan sumbangan terhadap hasil produksi industri tempe di Semarang Timur adalah biaya bahan baku. Oleh karenanya sebaiknya pengrajin tempe meningkatkan input bahan baku guna meningkatkan hasil produksi dengan cara menambah biaya untuk bahan baku. Indah Susantun (2000) Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Pendugaan Efisiensi Ekonomi Relatif. Penelitian pada industri pengolahan tempe di Kabupaten Bantul, hasilnya bahwa input bahan baku mempunyai kontribusi yang besar terhadap keuntungan dan digunakan sebagai alat untuk meningkatkan keuntungan. Amiruddin Syam (2002) meneliti dengan judul Analisis Efisiensi Produksi Komoditas Kapas di Sulawesi Selatan. Usahatani kapas masih memberikan keuntungan bagi petani yang mengusahakan, terobosan teknologi transgenik dan pola kemitraan dengan perusahaan pengelola juga dapat memberikan alternatif cerah ke depan. Adanya kerjasama yang saling menguntungkan dan pada dasarnya dibarengi oleh peningkatan keuntungan yang berkesinambungan. Pada kapas input produksi pupuk, baik itu pupuk Urea, TSP maupun ZA sangat nyata mempengaruhi fungsi produksi. Demikian pula varietas benih yang ditanam. Walaupun usahatani kapas transgenik yang diusahakan petani membutuhkan biaya tambahan yang lebih besar dibanding kapas lokal, tetapi petani masih mendapatkan nilai tambah. Krishna Agung Santosa dan Ahmadi meneliti dengan judul (1996) Faktorfaktor Produksi Susu Peternakan Sapi Perah Rakyat di Daerah Kering.

16

Hasilnya adalah dari sembilan variabel faktor produksi yang diteliti, hanya dua faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi susu yaitu jumlah sapi laktasi dan modal. Meskipun jumlah sapi laktasi berpengaruh, namun elastisitas produksinya di bawah 1, sehingga tidak ekonomis bila jumlah sapi ditingkatkan karena peningkatan ini akan memberikan peningkatan yang menurun.

2.3. Kerangka Pikir Kerangka pemikiran merupakan acuan untuk memfokuskan peneliltian. Kerangka juga merupakan penyederhanaan dan menjadi landasan dalam tujuan penelitian. Adapun kerangka pemikian dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual


Tenaga Kerja Wanita (X1) Tenaga Kerja Laki-laki (X2) Bahan Baku (X3) Mesin (X4) Hasil Produksi Industri Penyempurnaan Kain (Y)

2.4. Hipotesis Penelitian 1. Banyaknya tenaga kerja wanita pada perusahaan yang termasuk dalam industri penyempurnaan kain berpengaruh kuat terhadap produktivitas perusahaan. 2. Banyaknya tenaga kerja laki-laki pada perusahaan yang termasuk dalam industri penyempurnaan kain berpengaruh kuat terhadap produktivitas perusahaan. 3. Banyaknya bahan baku yang digunakan dalam proses produksi pada perusahaan yang termasuk dalam industri penyempurnaan kain berpengaruh kuat terhadap produktivitas perusahaan. 4. Banyaknya mesin yang digunakan dalam proses produksi pada perusahaan yang termasuk dalam industri penyempurnaan kain berpengaruh kuat terhadap produktivitas perusahaan. 17

5. Skala usaha Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia mengalami Decreasing Return to Scale. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sejak tahun 2002 produksi kain nasional cenderung mengalami penurunan. 6. Average product tenaga kerja wanita merupakan yang paling tinggi, karena pada Industri Penyempurnaan Kain lebih membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan ketekunan.

18

BAB III METODOLOGI

3.1. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dari subdirektorat Industri Besar Sedang Badan Pusat Statistik (BPS) yang merupakan hasil survei Industri Besar Sedang (IBS) tahun 2010. Total perusahaan yang bergerak dalam industri penyempurnaan kain adalah sebanyak 95 perusahaan. Data yang digunakan meliputi : 1. Data nilai produksi industri penyempurnaan kain tahun 2010 2. Data jumlah tenaga kerja laki-laki pada industri penyempurnaan kain tahun 2010 3. Data jumlah tenaga kerja wanita pada industri penyempurnaan kain tahun 2010 4. Data nilai bahan baku pada industri penyempurnaan kain tahun 2010 5. Data nilai mesin dalam rupiah pada industri penyempurnaan kain tahun 2010

3.2. Analisis Deskriptif Iqbal Hasan (2004:185) menjelaskan : Analisis deskriptif adalah merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel. Sedangkan Sugiyono memberikan pengertian metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Analisis deskripsi meliputi beberapa hal, yaitu : a. Distribusi Frekuensi b. Pengukuran Tendensi Sentral c. Pengukuran Variabilitas (Wiyono, 11 : 2001) Analisis deskritif dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang industri penyempurnaan kain di Indonesia tahun 2010 dilihat dari penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan baku, nilai mesin dan nilai produksi. 19

3.3. Analisis Inferensia Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0. Dalam Gujarati (2003) analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan atau variabel bebasnya. Model regresi linear berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb Douglas dengan empat variabel, dapat ditulis sebagai berikut :

Fungsi produksi kemudian dijabarkan ke dalam model ekonometrika yang berbentuk persamaan logaritma sebagai berikut :

dimana : = jumlah produksi = input tenaga kerja wanita (orang) = input tenaga kerja laki-laki (orang) = input bahan baku (dalam rupiah) = input mesin (dalam rupiah) = konstanta = elastisitas input tenaga kerja wanita = elastisitas input tenaga kerja laki-laki = elastisitas input bahan baku = elastisitas input mesin = faktor disturbance atau variabel pengganggu

20

Karena terdapat perbedaan dalam satuan dan besaran variabel bebas maka persamaan regresi harus dibuat model logaritma natural. Alasan pemilihan model logaritma natural adalah sebagai berikut (Imam Ghozali, 2005) : a. Menghindari adanya heteroskedastisitas. b. Mengetahui koefisien yang menunjukkan elastisitas. c. Mendekatkan skala data.

3.3.1. Uji Asumsi Klasik Untuk mendapatkan estimator yang tidak bias, linier, dan mempunyai varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimators = BLUE), kita dapat menggunakan metode OLS. Adapun beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan metode OLS adalah sebagai berikut. 1. E(t) = 0, dimana t = 1, 2, , n, artinya rata-rata error term sama dengan nol. 2. cov(t , j) = 0, untuk tiap t j, artinya tidak ada korelasi antara error term dengan yang lainnya atau disebut tidak ada autokorelasi. 3. t ~ N(0, ), artinya untuk setiap error term mengikuti distribusi normal .

dengan rata-rata 0 dan varian

4. Var (t ) =

artinya setiap error term mempunyai varian sama atau

mempunyai penyebaran yang sama (homoskedastis)

3.3.1.1. Uji Normalitas Dalam penggunaan model regresi linear berganda, data harus terdistribusi secara normal. Maksud data terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal (Santosa&Ashari, 2005:231). Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji normalitas bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Analisis Grafik Analisis grafik dilakukan dengan melihat grafik histogram dan Normal Probability Plot. Pada Normal Probability Plot, normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan:

21

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali 2007:110112).

2. Uji Kolmogorov Smirnov Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Kriteria probabilitas dari uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut Ghozali (2007:112): 1. Bila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov bernilai di bawah 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. 2. Bila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov bernilai di atas 0.05 maka data berdistribusi normal.

3.3.1.2. Uji Heterokedastisitas Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah variabel pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Heteroskedastisitas mempunyai suatu keadaan bahwa varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain berbeda. Heterokedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi linear, yaitu bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan atau disebut homokedastisitas (Gujarati dalam Elmasari, 2010:53) Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID dan uji Korelasi Spearman. 1. Plot antara ZPRED dengan SRESID

22

Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut: a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

2. Uji Korelasi Spearman Hipotesis yang digunakan pada uji Korelasi Spearman adalah sebagai berikut. H0 : model yang digunakan mempunyai sifat Homoskedastisitas H1 : model yang digunakan terdapat gejala Heteroskedastisitas Kriteria pengambilan keputusannya yaitu jika nilai koefisien korelasi semua prediktor terhadap residual adalah > 0,05 dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas (Sugiyono, 2009).

3.3.1.3. Uji Multikolinearitas Multikolinieritas merupakan suatu situasi dimana beberapa atau semua variabel bebas berkorelasi kuat. Jika terdapat korelasi yang kuat di antara sesama variabel independen maka konsekuensinya adalah: 1. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir. 2. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Dengan demikian berarti semakin besar korelasi diantara sesama variabel independen, maka tingkat kesalahan dari koefisien regresi semakin besar yang mengakibatkan standar errornya semakin besar pula. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas adalah dengan:menggunakan Variance Inflation Factors (VIF). (Ghozali, 2006: 351).

23

Dimana

adalah koefisien determinasi yang diperoleh dengan meregresikan

salah satu variabel bebas Xi terhadap variabel bebas lainnya. Jika nilai VIF nya kurang dari 10 maka dalam data tidak terdapat Multikolinieritas (Ghozali, 2006: 362).

3.3.1.4. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel sebelumnya atau nilai periode sesudahnya (Santosa&Ashari, 2005:240). Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya (Imam Ghozali, 2005). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pengujian asumsi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji DurbinWatson dan uji Run (Run Test).

1. Uji Durbin-Watson Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel bebas. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dari data residual terlebih dahulu dihitung nilai statistik Durbin-Watson (Ghozali, 2006: 467):

24

Hipotesis yang akan diuji pada Uji Durbin Watson adalah sebagai berikut: H0 : tidak ada autokorelasi H1 : ada auatokorelasi Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan pada tabel beikut. Tabel 1. Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi Hipotesis Nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif/negatif
Sumber: Ghozali (2006: 96)

Keputusan Tolak Tak ada keputusan Tolak Tak ada keputusan Terima

Jika 0 < d < dL dL d dU 4 - dL < d < 4 4 - dU d 4 - dL dU < d < 4 - dU

2. Uji Run (Run Test)

Uji Run (Run Test) ini merupakan bagian dari statistik non-parametric yang dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat nilai Asymp. Sig (2tailed) uji Run Test. Apabila nilai Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi

(Ghozali,2006:103).

3.3.2. Pengujian Statistik 3.3.2.1. Uji Signifikansi Simultan (Overall Test)

Overall Test digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel tidak bebas, dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : (tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas)

25

H1 : (minimal ada satu variabel ke-j yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas)

Statistik Uji :

dimana = jumlah kuadrat regresi = jumlah kuadrat error = rata-rata kuadarat regresi = rata-rata kuadrat error = jumlah parameter = jumlah sampel

Dasar pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut. a. Apabila Fobs >F bebas. b. Apabila Fobs <F bebas.
tabel ( ;k-1,n-k ) tabel ( ;k-1,n-k )

maka H0 ditolak dan artinya secara simultan

variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak

maka H0 ditolak dan artinya secara simultan

variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak

3.3.2.2. Uji Signifikansi Parsial (Partial Test) Partial test digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tidak bebas, dengan hipotesisnya sebagai berikut. H0 : (tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k terhadap variabel tak bebas) H1 : (ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k terhadap variabel tak bebas.) 26

Statistik Uji :

Dasar pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut. a. Apabila |tobs >t bebas. b. Apabila |tobs < ttabel bebas.
( /2,n-k )| tabel ( /2,n-k )|

maka H0 ditolak dan artinya secara simultan

variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak

maka H0 ditolak dan artinya secara simultan

variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak

3.3.3. Koefisien Determinasi dan Koefisien Korelasi Parsial Koefisien determinasi (R) bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh variasi variabel independen dapat menerangkan dengan baik variasi variabel dependen. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodness of fit) dengan

menggunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi (R2) merupakan angka yang memberikan proporsi atau persentase variasi total dalam variabel tak bebas (Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas (X) (Gujarati. 2003). Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut: 0< <1

Apabila nilai R

kecil atau mendekati nol menunjukkan kemampuan

variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variasi tidak bebas sangat terbatas. Nilai R yang mendekati satu menunjukkan kemampuan variabel-variabel bebas menjelaskan hampir semua informasi yang digunakan untuk memprediksi variasi variabel tidak bebas.

27

Dalam membandingkan dua model regresi atau lebih dengan menggunakan R2 harus diperhitungkan banyaknya variabel bebas yang ada dalam model. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan koefisien determinasi ). Koefisien

alternatif yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (

determinasi yang disesuaikan berarti disesuaikan dengan derajat bebasnya. Secara matematis dituliskan sebagai berikut.

3.3.4. Skala Usaha (Return to Scale) Elastisitas produksi dalam fungsi Cobb Douglas ditunjukkan oleh besarnya koefisien pangkat ( ) dan dapat menggambarkan fase kenaikan hasil produksi return to scale dari suatu usaha apakah increasing return to scale, constant return to scale, atau decreasing return to scale. Tiga kemungkinan return to scale dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Decreasing return to scale, bila < 1, pada kondisi ini proporsi

penambahan masukan melebihi proporsi penambahan produksi. 2. Constant return to scale, bila =1, pada kondisi ini penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi. 3. Increasing return to scale, bila > 1, pada kondisi ini proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

3.3.5. Average Product Average Physical Product (APP) adalah hasil rata-rata per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut (Boediono, 1997).

dimana : Average Product Total Output Total Input

28

3.3.6. Marginal Product Marginal Physical Product (MPP) adalah tambahan (kenaikan) dari TPP yaitu TPP atau Y, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan satu unit input variabel (Boediono, 1997).

dimana : Marginal Product Penambahan Output Penambahan Input Elastisitas Input terhadap Produksi Average Product

29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Industri Penyempurnaan Kain Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009, Industri Penyempurnaan Kain merupakan bagian dari Industri Penyelesaian Akhir (Finishing) Tekstil. Kegiatan utama pada Industri Penyempurnaan Kain yaitu pengelantangan, pencelupan dan penyempurnaan lainnya untuk kain. Berikut disajikan secara rinci mengenai penyerapan tenaga kerja, nilai penggunaan bahan baku, nilai penggunaan mesin, dan nilai produksi Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010.

4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja Tabel 4.1. Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia Tahun 2010 No 1. 2. Skala Usaha Industri Sedang Industri Besar Jumlah Jumlah Perusahaan 62 33 95 Jumlah Tenaga Kerja Wanita 1981 9492 11473 Laki-laki 624 5067 5691 Total 2605 14559 17164

Dari tabel 4.1. di atas diketahui bahwa Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010 didominasi oleh industri berskala sedang yaitu sebanyak 62 perusahaan, sedangkan industri berskala besar hanya terdiri dari 33 perusahaan. Akan tetapi, jumlah yang dominan ini tidak membuat jumlah tenaga kerja pada industri berskala sedang lebih besar dari tenaga kerja pada industri berskala besar. Jumlah tenaga kerja pada industri berskala sedang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah tenaga kerja pada industri berskala besar. Jumah tenaga kerja pada industri berskala sedang yaitu 2605 orang, dengan rincian tenaga kerja wanita sebanyak

30

19981 orang dan tenaga kerja laki-laki sebanyak 624 orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja pada industri berskala besar yaitu 14559 orang dengan rincian tenaga kerja wanita sebanyak 9492 orang dan tenaga kerja laki-laki sebanyak 5067 orang. Baik pada industri berskala sedang maupun besar terjadi dominasi tenaga kerja wanita. Persentase tenaga kerja wanita pada industri berskala sedang yaitu 76%, sedangkan persentase tenaga kerja wanita pada industri berskala besar yaitu 65%. Secara keseluruhan, persentase tenaga kerja wanita pada industri penyempurnaan kain adalah sebesar 67%. Dominasi tenaga kerja wanita ini merupakan hal yang wajar karena kegiatan pada industri penyempurnaan kain lebih membutuhkan ketekunan dan keterampilan yang biasanya lebih dikuasai oleh wanita. 4.1.2. Nilai Penggunaan Bahan Baku Tabel 4.2. Nilai Penggunaan Bahan Baku pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia Tahun 2010 No 1. 2. Skala Usaha Industri Sedang Industri Besar Total Penggunaan Bahan Baku (ribuan rupiah) 154329758 2133295599 2287625357

Tabel di atas menyajikan informasi mengenai nilai penggunaan bahan baku pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010 berdasarkan skala usaha industri. Nilai penggunaan bahan baku pada industri sedang yaitu 154,33 milyar rupiah. Nilai penggunaan bahan baku pada industri besar yaitu 2,13 trilyun rupiah. Secara keseluruhan, nilai penggunaan bahan baku pada Industri

Penyempurnaan Kain di Indonesia tahhun 2010 adalah 2,29 trilyun rupiah.

31

4.1.3. Nilai Penggunaan Mesin Tabel 4.3. Nilai Penggunaan Mesin pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia Tahun 2010 No 1. 2. Skala Usaha Industri Sedang Industri Besar Total Jumlah Perusahaan 62 33 95 Nilai Mesin (ribuan rupiah) Total 39736325 707891546 747627871 Rata-rata 640908,4677 21451258,9697 7869767,0632

Tabel di atas menyajikan informasi mengenai nilai penggunaan mesin Industri Penyempurnaan Kain berdasarkan skala usahanya. Secara rata-rata, nilai penggunaan mesin pada industri berskala sedang lebih kecil dibandingkan dengan nilai penggunaan mesin pada industri berskala besar. Nilai penggunaan mesin pada industri sedang yaitu 640,91 juta rupiah. Sedangkan nilai penggunaan mesin pada industri besar yaitu 21,45 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa industri besar memiliki mesin yang lebih banyak dari industri sedang.

4.1.4. Nilai Produksi Tabel 4.4. Nilai Produksi pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia Tahun 2010 No 1. 2. Skala Usaha Industri Sedang Industri Besar Total Jumlah Perusahaan 62 33 95 Nilai Produksi (ribuan rupiah) Total 327810022 3514762004 3842572026 Rata-rata 5287258,42 106507939,5152 40448126,5895

Tabel di atas menajikan informasi mmengenai nilai produksi pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010 berdasarkan skala usahanya. Nilai produksi total pada industri sedang yaitu sebesar 327,81 milyar, sedangkan nilai produksi total pada industri besar yaitu 3,51 trilyun rupiah. Secara keseluruhan,

32

nilai produksi total Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010 adalah sebesar 3,84 trilyun rupiah. Apabila dilihat secara rata-rata, nilai produksi pada industri sedang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai produksi rata-rata pada industri besar. Nilai produksi rata-rata pada industri sedang yaitu 5,29 milyar rupiah. Sedangkan nilai produksi rata-rata pada industri besar yaitu 106,51 milyar rupiah.

4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Produksi 4.2.1. Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian statistik, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik agar diperoleh estimasi yang BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator). Pengujian asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian

ini

meliputi

uji

Normalitas,

Heteroskedastisitas,

Multikolinieritas,

Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas.

4.2.1.1. Uji Normalitas

Gambar 4.1. Histogram Data

33

Gambar 4.2. Normal Probability Plot (NPP)

Dari kedua gambar di atas, terlihat bahwa sebaran data mengikuti sebaran normal. Pada gambar 4.1., histogram yang terbentuk tidak condong ke kiri ataupun ke kanan. Pada gambar 4.2. , data tersebar mengikuti mengikuti garis normal yang ditunjukkan dengan diagonal pada plot. Namun, analisis dengan histogram dan normal probability plot bersifat subjektif karena tidak ada patokan yang jelas untuk menentukan apakah data yang digunakan berdistribusi normal ataupun tidak. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan uji formalitas terhadap kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorv-Smirnov dengan hasil sebagai berikut. Tabel 4.5 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
lnY N a Normal Parameters Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative 95 15.7238 1.80123 .074 .074 -.045 .721 .677 lnX1 95 3.9549 1.29593 .134 .134 -.111 1.308 .065 lnX2 95 2.5827 1.83487 .091 .091 -.080 .883 .417 lnX3 95 14.6485 2.18807 .078 .078 -.050 .762 .606 lnX4 95 13.3514 2.30078 .104 .104 -.055 1.016 .254

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.

34

Tabel di atas merupakan hasil pengujian kenormalan data dengan uji Kolmogorv-Smirnov olahan software SPSS 16.0. Besarnya nilai Asymp. Sig. (2tailed) pada variabel independen maupun dependen lebih dari nilai signifikansi yang ditentukan (0,05). Dapat disimpulkan bahwa logaritma natural dari nilai produksi, tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, nilai penggunaan bahan baku, dan nilai penggunaan mesin pada industri penyempurnaan kain di Indonesia tahun 2010 mengikuti distribusi normal. Dengan demikian asumsi kenormalan terpenuhi.

4.2.1.2. Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.3. Plot antara Nilai Prediksi dengan Residual

Gambar di atas menyajikan plot antara nilai produksi yang diprediksi dengan residual. Terlihat bahwa titik-titik yang ada dalam plot tidak membentuk pola tertentu, akan tetapi terlihat menyebar. Hal ini mengindikasikan bahwa varian dari error bernilai konstan dan tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendukung analisis plot yang dilakukan, maka dalam penelitian ini digunakan uji formalitas Korelasi Spearman yang dapat dilihat pada tabel berikut.

35

Tabel 4.6. Hasil Uji Korelasi Spearman


lnX1 Spearman's rho lnX1 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N lnX2 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N lnX3 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N lnX4 Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Unsta Correlation Coefficient ndardi Sig. (2-tailed) zed Resid N ual **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). .489 1.000 . 95
**

lnX2 .489
**

lnX3 .639
**

lnX4 .666
**

Unstandardized Residual .014 .891 95 -.003 .980 95 -.015 .886 95 .050 .632 95 1.000 . 95

.000 95 1.000 . 95 .645


**

.000 95 .645
**

.000 95 .543
**

.000 95 .639
**

.000 95 1.000 . 95 .666


**

.000 95 .666
**

.000 95 .666
**

.000 95 .543
**

.000 95 1.000 . 95 .050 .632 95

.000 95 .014 .891 95

.000 95 -.003 .980 95

.000 95 -.015 .886 95

Dari tabel di atas, diketahui korelasi antara variabel independen pertama (lnX2) dengan residual sebesar 0,014 dengan signifikansi 0,85. Korelasi antara variabel independen kedua (lnX2) dengan residual sebesar -0,003 dengan signifikansi 0,98. Korelasi antara variabel independen ketiga (lnX3) dengan residual sebesar -0,015 dengan signifikansi 0,886. Sedangkan korelasi antara variabel independen ke empat (lnX4) dengan residual sebesar -0,050 dengan signifikansi 0,632. Karena nilai signifikansi dari semua variabel independen lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% tidak terjadi heteroskedastisitas pada data yang digunakan. Dengan demikian asumsi homoskedastisitas terpenuhi.

36

4.2.1.3. Uji Autokorelasi

Gambar 4.3. Hasil Uji Durbin-Watson

Autokorelasi Positif

Tidak Ada Kesimpulan dL dU

Nonautokorelasi

Tidak Ada Kesimpulan

Autokorelasi Negatif

4-dU 2,2454 DW= 1,785

4-dL 2,4205

1,5795

1,7546

Dari hasil pengolahan SPSS 16.0 diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,785. Sedangkan dari tabel Durbin-Watson dengan n=95 dan =5% diperoleh nilai dU = 1,7546 dan dL = 1,5795. Dari gambar diatas terlihat bahwa nilai DW berada di antara dU dan 4-dU . Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Untuk memperkuat analisis ini, digunakan uji rum (run test) sebagai berikut.

Tabel 4.7. Hasil Uji Run (Run Test)


Unstandardized Residual Test Value Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
a

-.03010 47 48 95 41 -1.546 .122

Sesuai dengan hasil pengujian autokorelasi dengan uji Durbin-Watson, hasil pengujian dengan uji Run (Run test) juga menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada data yang digunakan. Ini terlihat dari nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,122. Asumsi non-autokorelasi terpenuhi saat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05. Karena nilai Asymp. Sig. (0,122) lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Hal ini wajar karena data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data cross-section tahun 2010. Pada umumnya autokorelasi terjadi pada data time-series.

37

4.2.1.4. Uji Mutikolinearitas Tabel 4.8. Hasil Uji Multikolinearitas


Collinearity Statistics Model 1 (Constant) lnX1 lnX2 lnX3 lnX4 .472 .547 .358 .487 2.117 1.827 2.793 2.051 Tolerance VIF

Dari tabel di atas diperoleh nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari variabel tenaga kerja wanita sebesar 2,117. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari variabel tenaga kerja laki-laki sebesar 1,827. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari variabel bahan baku sebesar 2,793. Sedangkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari variabel mesin sebesar 2,051. Karena nilai Variance Inflation Factor (VIF) semua variabel independen lebih dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antar variabel independen. Dengan demikian asumsi non-multikolinearitas terpenuhi

4.2.2. Pengujian Statistik Dari uraian di atas diketahui bahwa asumsi normalitas, homoskedastisitas, non-autokorelasi, dan non-multikolinearitas telah terpenuhi. Oleh karena itu, pengujian statistik dengan regresi linear berganda dapat dilakukan. Hasil pengujian statistik dapat dilihat dari uraian berikut.

4.2.2.1. Uji Signifikansi Simultan (Overall Test) Tabel 4.9. Hasil Uji Signifikansi Simultan
Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares 293.374 11.603 304.977 df 4 90 94 Mean Square 73.344 .129 F 568.892 Sig. .000
a

a. Predictors: (Constant), lnX4, lnX2, lnX1, lnX3 b. Dependent Variable: lnY

38

Uji signifikansi digunakan untuk mengetahui seberapa kuat variabel tenaga kerja wanita (lnX1), tenaga kerja laki-laki (lnX2), bahan baku (lnX3), dan mesin (lnX4) dalam mempengaruhi produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain (lnY). Dari pengolahan dengan SPSS diperoleh nilai signifikansi mendekati 0. Karena nilai signifikansi kurang dari 0, maka H0 ditolak. Dengan demikian, dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel tenaga kerja wanita (lnX1), tenaga kerja laki-laki (lnX2), bahan baku (lnX3), dan mesin (lnX4) memberikan pengaruh signifikan terhadap produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain (lnY).

4.2.2.2. Uji Signifikansi Parsial (Partial Test) Tabel 4.10. Hasil Uji Signifikansi Parsial
Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) lnX1 lnX2 lnX3 lnX4 a. Dependent Variable: lnY B 4.515 .195 .057 .639 .070 Std. Error .326 .042 .027 .028 .023 .140 .058 .776 .089 Standardized Coefficients Beta t 13.858 4.695 2.081 22.593 3.018 Sig. .000 .000 .040 .000 .003

Berdasarkan hasil uji signifikansi parsial dari tabel di atas, maka model regresi linear berganda yang terbentuk adalah sebagai berikut.

dimana : = jumlah produksi = input tenaga kerja wanita (orang) = input tenaga kerja laki-laki (orang) = input bahan baku (dalam rupiah) = input mesin (dalam rupiah)

39

Pengaruh Tenaga Kerja Wanita Dari tabel 4.10. diperoleh nilai thitung variabel tenaga kerja wanita sebesar 4,695 dan nilai signifikansi mendekati 0. Karena nilai signifikansi variabel tenaga kerja wanita kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% jumlah tenaga kerja wanita berpengaruh signifikan terhadap nilai produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Nilai koefisien tenaga kerja wanita sebesar 0,195 menunjukkan

elastisitas jumlah tenaga kerja wanita terhadap produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Artinya, apabila jumlah tenaga kerja wanita bertambah 1% maka nilai produksi perusahaan akan meningkat sebesar 0,195% dengan asumsi bahwa tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin bernilai konstan.

Pengaruh Tenaga Kerja Laki-laki Dari tabel 4.10. diperoleh nilai thitung variabel tenaga kerja laki-laki sebesar 2,081 dan nilai signifikansi 0,040. Karena nilai signifikansi variabel tenaga kerja laki-laki kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% jumlah tenaga kerja laki-laki berpengaruh signifikan terhadap nilai produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Nilai koefisien tenaga kerja laki-laki sebesar 0,057 menunjukkan

elastisitas jumlah tenaga kerja laki-laki terhadap produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Artinya, apabila jumlah tenaga kerja laki-laki bertambah 1% maka nilai produksi perusahaan akan meningkat sebesar 0,057% dengan asumsi bahwa tenaga kerja wanita, bahan baku, dan mesin bernilai konstan.

Pengaruh Penggunaan Bahan Baku Dari tabel 4.10. diperoleh nilai thitung variabel bahan baku sebesar 22,593 dan nilai signifikansi mendekati 0. Karena nilai signifikansi variabel bahan baku kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% penggunaan bahan baku berpengaruh signifikan terhadap nilai produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain.

40

Nilai koefisien bahan baku penggunaan bahan

sebesar 0,639 menunjukkan elastisitas nilai perusahaan pada inddustri

baku terhadap produksi

penyempurnaan kain. Artinya, apabila nilai penggunaan bahan baku bertambah 1% maka nilai produksi perusahaan akan meningkat sebesar 0,639% dengan asumsi bahwa tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, dan mesin bernilai konstan.

Pengaruh Penggunaan Mesin Dari tabel 4.10. diperoleh nilai thitung variabel mesin sebesar 3,018 dan nilai signifikansi 0,003. Karena nilai signifikansi variabel mesin kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% nilai penggunaan mesin berpengaruh signifikan terhadap nilai produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Nilai koefisien mesin sebesar 0,070 menunjukkan elastisitas nilai

penggunaan mesin terhadap produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Artinya, apabila nilai penggunaan mesin bertambah 1% maka nilai produksi perusahaan akan meningkat sebesar 0,0770% dengan asumsi bahwa tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, dan mesin bernilai konstan.

4.2.3. Kontribusi Variabel Independen Tabel 4.12. Koefisien Determinasi


Model 1 R .981
a

R Square .962

Adjusted R Square .960

Std. Error of the Estimate .35906

a. Predictors: (Constant), lnX4, lnX2, lnX1, lnX3 b. Dependent Variable: lnY

Dari tabel di atas diketahui nilai R2 sebesar 0,962. Hal ini menunjukkan kontribusi variabel tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin dalam menjelaskan variabel produksi adalah 96,2%, sedangkan sebesar 3,8% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian. Karena nilai R2 mendekati 1, maka kemampuan variabel independen yang digunakan dapat menjelaskan variabel dependen secara luas.

41

4.2.4. Variabel Dominan Tabel 4.13. Koefisien Korelasi Parsial


Correlations Model 1 (Constant) lnX1 lnX2 lnX3 lnX4 .756 .683 .969 .720 .444 .214 .922 .303 .097 .043 .465 .062 Zero-order Partial Part

Tabel 4.13. menunjukkan besarnya koefisien korelasi parsial masing-masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Koefisien korelasi parsial antara variabel tenaga kerja wanita (lnX1) dengan variabel produksi (lnY) sebesar 0,444. Koefisien korelasi parsial antara variabel tenaga kerja laki-laki (lnX2) dengan variabel produksi (lnY) sebesar 0,214. Koefisien korelasi parsial antara variabel bahan baku (lnX3) dengan variabel produksi (lnY) sebesar 0,922. Sedangkan koefisien korelasi parsial antara variabel mesin (lnX4) dengan variabel produksi (lnY) sebesar 0,303. Berdasarkan besarnya koefisien korelasi parsial setiap variabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bahan baku merupakan variabel dominan pengaruhnya terhadap produksi perusahaan, diikuti oleh tenaga kerja wanita, mesin, dan tenaga kerja laki-laki. Penentuan variabel dominan ini juga dapat dilihat dari besarnya thitung pada hasil uji signifikansi parsial. Variabel independen dengan thitung paling besar merupakan variabel yang dominan pengeruhnya terhadap variabel dependen. Dari tabel 4.10. diketahui bahwa thitung variabel bahan baku merupakan yang paling besar, yaitu 22,593. Kemudian diikuti tenaga kerja wanita, mesin, dan tenaga kerja masing-masing 4,695; 3,018; dan 2,081. Sesuai dengan analisis dengan koefisien korelasi parsial, bahwa variabel bahan baku merupakan variabel dominan pengaruhnya terhadap produksi perusahaan, diikuti oleh tenaga kerja wanita, mesin, dan tenaga kerja laki-laki.

42

4.2.5. Skala Usaha (Return to Scale)

= 0,961

Dari pengujian statistik yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, penggunaan bahan baku, dan penggunaan mesin berpengaruh positif terhadap nilai produksi perusahaan pada industri penyempurnaan kain. Akan tetapi, penggunaan input tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan homogenity degree sebesar 0,961. Dengan demikian produksi pada industri penyempurnaan kain mengalami decreasing return to scale yang menunjukkan bahwa penambahan kuantitas produksi kurang dari penambahan input tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin.

4.2.6. Average Product Tabel 4.14. Nilai Produksi dan Input Produksi yang Digunakan Industri Penyempurnaan Kain Tahun 2010 Jumlah Perusahaan 95 Jumlah Tenaga Kerja Wanita Laki-laki 11473 5691 Nilai Bahan Baku (ribuan rupiah) 2287625357 Nilai Mesin (ribuan rupiah) 747627871 Nilai Produksi (ribuan rupiah) 3842572026

APX1 : Rata-rata produksi setiap tenaga kerja wanita

43

Nilai APX1 sebesar

menunjukkan bahwa setiap tenaga kerja

wanita rata-rata menghasilkan nilai produksi perusaahaan senilai ribu rupiah.

APX2 : Rata-rata produksi setiap tenaga kerja laki-laki Nilai APX2 sebesar laki-laki rata-rata menghasilkan menunjukkan bahwa setiap tenaga kerja nilai produksi perusaahaan senilai

ribu rupiah.

APX3 : Rata-rata produksi setiap bahan baku Nilai APX3 sebesar menunjukkan bahwa setiap input bahan baku rupiah.

rata-rata menghasilkan nilai produksi perusaahaan senilai

APX4 : Rata-rata produksi setiap mesin Nilai APX4 sebesar menunjukkan bahwa setiap input mesin rata-rata rupiah.

menghasilkan nilai produksi perusaahaan senilai

4.2.7. Marginal Product MPX1 : Marginal Produk Tenaga Kerja Wanita

44

Nilai MPX1 sebesar

menunjukkan bahwa penambahan 1

orang tenaga kerja wanita akan meningkatkan nilai produksi perusahaan seniai ribu rupiah

MPX2 : Marginal Produk Tenaga Kerja Laki-laki

Nilai MPX2 sebesar

menunjukkan bahwa penambahan 1 orang

tenaga kerja laki-laki akan meningkatkan nilai produksi perusahaan seniai ribu rupiah.

MPX3 : Marginal Produk Bahan Baku

Nilai MPX3 sebesar

menunjukkan bahwa penambahan 1000 rupiah

nilai penggunaan bahan baku akan meningkatkan nilai produksi perusahaan seniai rupiah.

MPTK : Marginal Produk Mesin

Nilai MPX4 sebesar

menunjukkan bahwa penambahan 1000 rupiah

nilai penggunaan mesin akan meningkatkan nilai produksi perusahaan seniai rupiah.

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Faktor produksi tenaga kerja wanita, tenaga kerja laki-laki, bahan baku, dan mesin memiliki pengaruh positif terhadap produksi perusahaan pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010. 2. Di antara faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini, faktor produksi bahan baku merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi perusahaan pada Industri Penyempurnaan Kain di Indonesia tahun 2010. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas input bahan baku yang paling tinggi. 3. Secara umum hasil produksi perusahaan pada Industri Penyempurnaan kain mengalami decreasing return to scale dengan nilai elastisitas produksi sebesar 0,961. Dengan demikian penambahan faktor produksi dalam

proporsi yang sama sebesar 1% akan menghasilkan penambahan nilai produksi yang lebih kecil, yaitu 0,961%. 4. Marginal product pada faktor produksi tenaga kerja wanita merupakan yang paling tinggi. Dengan demikian, penambahan jumlah tenaga kerja wanita akan menyebabkan pertambahan nilai produksi yang lebih besar.

5.2. Saran 1. Untuk memaksimumkan nilai produksi perusahaan pada Industri

Penyempurnaan Kain, diperlukan penambahan penggunaan faktor produksi, terutama pada penggunaan bahan baku. 2. Penyerapan tenaga kerja wanita harus diprioritaskan dari tenaga kerja laki-laki karena penambahan tenaga kerja wanita akan memberikan tambahan nilai

46

produksi yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan tenaga kerja laki-laki. 3. Pemerintah diharapkan dapat memberikan bantuan untuk mempermudah perolehan bahan baku sehingga perolehan bahan baku untuk produksi dapat terpenuhi dari dalam negeri.

47

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, H. A. dan Jon Kenedi. 2006. Analisis Bisnis Industri Garmen Indonesia dalam Kondisi Krisis Keuangan Global. Jurnal Ilmiah Tambua (2009 : 495500).

Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2011. Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil 2011. Jakarta : Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Irdayini, Lisnawati. 2010. Analisis Faktor Produksi Industri Krupuk Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.

Purnama, Dhanang Dwi. 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Industri Tahu (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Ilmu Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sriyadi, Wasis. 2011. Prediksi Permintaan Energi Sub-Sektor Industri Tekstil,Industri Semen, Industri Baja dan Industri Pulp dan Kertas di Indonesia Menggunakan Permodelan Sistem Dinamik. Tesis S2. Program Studi Teknik Kimia Kekhususan Perlindungan Lingkungan dan

Keselamatan Kerja Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.

Triyanto, Joko. 2006. Analisis Produksi Padi di Jawa Tengah. Tesis S2. Magister Ilmu Ekonomi dan studi Pembangunan Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.

48

LAMPIRAN
Industri Penyempurnaan Kain Indonesia Tahun 2010
Tenaga Kerja Tenaga Kerja Bahan Baku Wanita Laki-laki (ribuan rupiah) 23 25 33 46 8 18 63 5 25 48 22 31 27 24 25 27 40 44 21 84 35 13 30 32 1 43 40 20 39 29 13 26 20 28 16 40 1 4 18 14 43 4 22 17 1 32 32 1 1 2 2 2 1 5 12 6 6 17 3 2 26 2 7 9 12 1 13 2 1 25 4 2 904320 240000 2677000 15402814 3875473 206388 8837660 25979 2641100 9448360 4549717 447082 319695 266350 565182 209520 379700 132000 3513150 2875000 160000 5874348 283675 2277878 182748 217152 2075906 2581501 556695 171334 389222 252930 155001 7368699 248115 207410 Mesin (ribuan rupiah) 200000 360000 275000 1000000 120000 85000 1000000 315964 280000 365946 226000 76750 74000 58000 71300 152800 63000 101589 550000 253506 239400 6000 234000 290000 268000 750000 39500 4433230 454796 240000 80000 300000 243000 360000 234000 350000 Kategori Industri Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Produksi 1332885 1100000 3670000 17032817 5812106 706506 11579310 428719 6395412 10438893 13282778 1253655 1013775 836500 1179135 2281144 1202500 830000 8117253 8124707 1453000 7379321 1440000 8363231 893920 617966 4643115 7133344 2127290 1410000 990000 1091000 1050000 13036801 1368000 1600000

49

No. 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75

Produksi 361000 7871276 20170145 3077812 7625299 1740000 4979478 21400032 1920000 6149434 8831250 1478000 8363231 11068982 17464394 272206 300000 6060000 471125 10400404 219050 17218416 2920230 5401080 9839095 993000 94485903 72071371 12978542 191370397 35657622 10372114 33452923 23934485 45013859 62970208 31389046 231173392 1209739401

Tenaga Kerja Tenaga Kerja Bahan Baku Wanita Laki-laki (ribuan rupiah) 24 18 76 35 18 38 43 45 20 20 50 20 33 41 70 30 16 57 2 38 25 54 55 20 36 33 293 110 124 739 165 50 127 98 145 38 212 296 810 1 14 6 2 13 5 1 42 8 5 9 18 1 4 1 1 4 2 27 47 1 16 19 20 4 1 458 183 13 39 14 111 9 238 38 218 153 127 128 65100 5873576 3079690 333392 3993113 802500 770648 8681891 424043 3439222 4003200 244000 4480212 4133311 6743459 13400 50253 1500000 212765 7932896 96360 4446564 378465 3907449 7896895 308250 36824698 41501101 6651288 111925891 19174199 4043199 8013238 6848550 11458994 35388234 23214226 120451658 933706030

Mesin (ribuan rupiah) 28500 187000 1800000 185000 1000000 60000 500000 2000000 310000 150000 2950000 379200 1400000 4800000 1150000 540000 50000 400000 83400 2626066 14600 4416947 137831 5000 350000 62000 24224700 29969908 1610045 21290062 1800 12000 5000000 658729 4535410 3531710 11256144 9133849 55777277

Kategori Industri Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar

50

No. 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95

Produksi 12379000 13847187 96517568 302339406 160250696 27169223 6069326 300092397 18000000 4824298 2232389 17767684 52134500 8063026 39726350 219411818 2673616 5814155 5389095 165451007

Tenaga Kerja Tenaga Kerja Bahan Baku Wanita Laki-laki (ribuan rupiah) 297 206 337 900 751 181 303 845 189 132 148 153 218 193 163 687 2 41 179 360 36 21 59 413 622 228 454 375 143 21 3 4 60 38 81 205 201 115 194 65 3275000 6051442 74189525 118257127 112716558 13641731 1026808 164401160 2320585 2138210 555699 11237840 23183200 1849555 25820000 95990350 1335557 1291500 1304655 113507791

Mesin (ribuan rupiah) 1750000 12300058 40152340 6523046 34169163 3673012 950049 47291445 5000000 7490311 18663 3020609 4367000 1492263 213600000 27372549 320000 227500 602007 130569897

Kategori Industri Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar Besar

Sumber : Survei IBS 2010, BPS RI

51

Anda mungkin juga menyukai