Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN PERUBAHAN CURAH HUJAN DI JAKARTA DAN SEMARANG Ina Juaeni*, Ivonne M. R.

**, Safwan Hadi**, Armi Susandi** * Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Sekolah Pasca Sarjana ITB ** Institut Teknologi Bandung

EXTENDED ABSTRACT Mengingat iklim di Indonesia sangat kompleks, pembahasan variabilitas dan perubahan curah hujan yang menyangkut seluruh wilayah Indonesia perlu dikaji perdefinisi, misal perwilayah, perjenis lokasi, perjenis permukaan, pertipe curah hujan dan lain sebagainya. Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pembahasan variabilitas dan perubahan curah hujan di Jakarta dan Semarang sebagai kasus wilayah pantai. Untuk mengamati variabilitas dan perubahan curah hujan di dua kota tersebut, digunakan data curah hujan ~ 100 tahun. Curah hujan kemudian dikelompokkan berdasarkan rata-rata 30 tahun. Untuk kajian variabilitas dan perubahan iklim di Jakarta dan Semarang digunakan data curah hujan bulanan (1900-2004) yang diperoleh dari BMG dan curah hujan bulanan global (1900-1990) yang diperoleh dari " A historical monthly preciptation data set for global land areas " dengan resolusi 2,5 x 3,75 derajat yang terekam mulai dari tahun 1900-1990 yang diperoleh dari Climate Research Unit, University of East Anglia , Norwic, UK. Data tersebut dikumpulkan dari 11800 stasiun cuaca di seluruh dunia yang diperoleh dari Global Historical Climatology Network (GHCN) di Arizona State University, USA. Berdasarkan data bulanan (1900 s/d 2004) curah hujan maksimum dicapai pada bulan yang berbeda untuk masing-masing tahun, tetapi secara umum terjadi pada bulan Januari (~350 mm). Sedangkan curah hujan minimum dicapai antara bulan Juli, Agustus atau September (~50 mm) (Gambar 1). Curah hujan tahunan Jakarta mempunyai koefisien variasi rata-rata 0.181293. Koefisien variasi tersebut lebih kecil dibandingkan koefisien variasi bulanan yaitu sebesar 0.572059. Ini menunjukkan bahwa curah hujan Jakarta pada skala waktu tahunan mempunyai variasi yang kecil dibandingkan curah hujan skala bulanan. Curah hujan di Jakarta berkaitan erat dengan fenomena atau unsur atmosfer (sirkulasi massa udara)

yang berosilasi tahunan dan semitahunan serta 3 bulanan. Hal ini ditunjukkan dengan spektra curah hujan observasi.

400 350 Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) 300 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 Bulan ke 7 8 9 10 11 12

Gambar 1. Curah hujan rata-rata bulanan Jakarta (1900-2004)

Berdasarkan data global (1900-1990) yang diperoleh dari CRU, curah hujan Jakarta pada perioda 1900-1930 lebih tinggi sekitar 6.570833 mm/bulan dibanding normal (1961-1990) dan lebih tinggi 0.849444 mm/bulan pada perioda 1931-1960 terhadap normal (1961-1990), diperlihatkan pada Gambar 2 .

Anomali curah hujan

1 901-1930 1 1931-1960

Bulan ke

Gambar 2. Anomali curah hujan Jakarta data global (CRU) berdasarkan perioda standar (1961-1990)

Sementara itu, berdasarkan data lokal (1900-2004) curah hujan Jakarta pada tahun 1900-1930 lebih kecil 8.38059 mm dibanding normal (1961-1990), sedangkan pada perioda 1931-1960 lebih kecil 11.9617 mm/bulan dibanding normal (1961-1990). Pada perioda sekarang (19912004) penurunan curah hujan lebih besar yaitu 16.1311 mm/bulan terhadap normal (1961-1990). Berdasarkan data bulanan (1975 s/d 2004) curah hujan maksimum dicapai pada bulan yang berbeda untuk masing-masing tahun, tetapi secara umum terjadi pada bulan Januari. Sedangkan curah hujan minimum dicapai antara bulan Juni, Juli atau Agustus. Curah hujan tahunan Semarang mempunyai koefisien variasi rata-rata 0.723746. Koefisien variasi tersebut lebih kecil dibandingkan koefisien variasi bulanannya yaitu sebesar 0.874962. Ini menunjukkan bahwa curah hujan Semarang pada skala waktu tahunan mempunyai variasi yang kecil dibandingkan curah hujan skala bulanan. Curah hujan di Semarang juga berkaitan erat dengan fenomena atau unsur atmosfer (sirkulasi massa udara) yang berosilasi tahunan dan 6 bulanan sampai 3 bulanan. Hal ini ditunjukkan dengan spektra curah hujan pada Gambar 3.
a

b.

Gambar 3. Spektrum curah hujan Semarang : a. observasi (1975-2004), b. data CRU

(1900-1990)

Berdasarkan data global (1900-1990) yang diperoleh dari CRU, curah hujan Semarang pada perioda 1900-1930 lebih rendah sekitar 5.82722 mm/bulan dibanding normal dan lebih tinggi 2.230556 mm/bulan pada perioda 1931-1960 terhadap normal (1961-1990), diperlihatkan pada Gambar 4. Berdasarkan data lokal (1900-2004) curah hujan Semarang pada tahun 1900-1930 lebih besar 17.97149 mm dibanding normal (1961-1990), sedangkan pada perioda 1931-1960 bertambah 12.43787 mm/bulan dibanding normal (1961-1990). Pada perioda sekarang (1991-2004) penurunan curah hujan sebesar 1.78396 mm/bulan terhadap normal (19611990).

40

30

Anomali curah hujan

20 ) n a l u b 10 / m m ( n 0 a j u h h a-10 r u c i l a m -20 o n A -30

1901-1930 1931-1960

-40

-50 Bulan ke

Gambar 4. Anomali curah hujan Semarang data global berdasarkan perioda standar (1961-1990)

Data global juga menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan data lokal Data lokal menunjukkan penurunan curah hujan sedangkan data

global menunjukkan peningkatan. Spektrum curah hujan data global juga menunjukkan sedikit perbedaan dengan spektrum curah hujan lokal. Pada spektrum curah hujan global teramati adanya perioda curah hujan di atas 8 tahun meskipun signalnya tidak sekuat seperti di Jakarta, sementara dalam data lokal tidak terdeteksi. Semarang. Seperti telah disebutkan di atas resolusi yang kasar dari data global tidak cukup valid menggambarkan kondisi curah hujan lokal. Hasil yang diperoleh di atas, baik untuk Jakarta maupun Semarang bersesuaian dengan hasil penelitian Hulme and Sheard (1999) bahwa curah hujan total tahunan berkurang sekitar 2 sampai 3 %. Indikasi terjadinya perubahan curah hujan juga disampaikan oleh United States EPA (Environment Protection Agency, 2006) , Australian Bureau of Meteorology (2006), serta Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 2001). Curah hujan Jakarta dan Semarang sangat bervariasi terhadap waktu. Pada skala tahunan variasi lebih kecil dibanding variasi pada skala bulanan. Data global/CRU menunjukkan anomali curah hujan yang sangat berbeda dibandingkan data lokal. Hal ini disebabkan data global merupakan data hasil perata-rataan, interpolasi atau ekstrapolasi untuk suatu wilayah yang luasnya lebih besar dari Jakarta/Semarang. Dengan demikian data CRU kurang baik digunakan dalam analisis perubahan iklim/curah hujan lokal. Data lokal curah hujan Jakarta menunjukkan bahwa curah hujan sekarang ( 1990 2004) berkurang sebesar yaitu 16.1311 mm/bulan terhadap rata-rata perioda 30 tahun terakhir (19611990). Sedangkan curah hujan Semarang berkurang sebesar 1.78396 mm/bulan. Dengan demikian ada kecenderungan terjadi perubahan iklim di Jakarta dan Semarang berdasarkan analisis data curah hujan. Catatan : Makalah tersebut di atas telah diterbitkan dalam Seminar Pithagi, Nopember, 2006.

Anda mungkin juga menyukai