Anda di halaman 1dari 19

DEFINISI DELIK KESUSILAAN Delik atau tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman

pidana. Atau dapat juga diartikan sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana. Menurut kamus hukum kesusilaan diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan percakapan bahwa sesuatu apapun yang berpautan dengan norma- norma kesopanan yang harus/dilindungi oleh hukum demi terwujudnya tata tertib dan tata susila dalam kehidupan bermasyarakat. Delik kesusilaan adalah delik yang berhubungan dengan (masalah) kesusilaan. MACAM DELIK KESUSILAAN 1. Perkosaan adalah tindak kekerasan atau kejahatan seksual yang berupa hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi: (1) tidak atas kehendak dan persetujuan perempuan, (2) dengan persetujuan perempuan namun di bawah ancaman, (3) dengan persetujuan perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP (pasal 285) disebutkan perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki) di luar pernikahan. Apabila ada perempuan yang mengalami

tindak kekerasan seksual namun tidak memenuhi isi pasal 285 KUHP tetap bisa melaporkannya dan menuntut si pelaku Beberapa definisi perkosaan lainnya, adalah sebagai berikut: ...an individual who forces another person to submit to or commit a sexual act against that persons will though intimidation, threat, or physical force and without persons consent (Groth dalam Fausiah, 2002) ...hubungan seksual yang

dilakukan tanpa kehenak bersama, dipaksakan oleh satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat berada di bawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak berdaya, berada di bawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain sehingga tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya (Poerwandari dalam Luhulima, 2000).

Perkosaan Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan disini adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP). Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan Tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP adalah: Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkosaan berasal dari kata perkosa yang berarti paksa, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, menggagahi, melanggar (menyerang, dsb) dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memperkosa; melanggar dengan kekerasan. Berdasarkan uraian tersebut, maka pengertian perkosaan adalah: 1) Suatu hubungan kelamin yang dilarang dengan seseorang wanita tanpa persetujuannya. 2) Persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kemauan/ kehendak wanita yang bersangkutan. 3) Perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan istrinya atau tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lannya. Ditinjau dari motif pelaku dalam melakukan perbuatan perkosaan dapat dibagi atas: a. SadisticRape Perkosaan sadistis, artinya pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.

b. AngerRape Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas yang menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan rasa geram dan marah yang tertahan. Tubuh korban disini seakan- akan merupakan obyek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frustasi-frustasi, kelemahan, kesulitan dan kekecewaan hidupnya. c. Domination Rape Yaitu suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual. d. SeductiveRape Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh persenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tidak mempunyai perasaan bersalah yang menyangkut seks. e. VictimPrecipitatedRape Yaitu perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya. f. Exploitation Rape Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi perempuan yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya istri yang diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan atau mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib. Rumusan pada Pasal 285 KUHP menyebutkan bahwa Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya dua belas tahun. Mencermati dari Pasal 285 KUHP diatas, diketahui bahwa perkosaan (pemerkosaan) memiliki unsur memaksa dan dengan kekerasan. Tindak pidana pada Pasal 285 KUHP ini mirip dengan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 289 KUHP yang dirumuskan sebagai: Dengan kekerasan atau ancaman

kekerasaan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Perbuatan yang dipaksakan dalam pasal 289 itu merupakan perbuatan cabul yang mengandung pengertian umum, yang meliputi juga perbuatan bersetubuh dari Pasal 285 sebagai pengertian khusus. Kedua tindak pidana tersebut mempunyai beberapa perbedaan pengertian, yaitu : 1) Perkosaan untuk bersetubuh yang diatur dalam Pasal 285 KUHP hanya dapat dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita, sedangkan perkosaan untuk cabul pada Pasal 289 KUHP juga dapat dilakukan oleh seorang wanita terhadap seorang pria. 2) Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan di luar perka winan, sehingga seorang suami boleh saja memperkosa istrinya untuk bersetubuh, sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan di dalam perkawinan, sehingga tidak boleh seorang suami memaksa istrinya untuk cabul, atau seorang isteri memaksa suaminya untuk cabul (M. Sudradjat Bassar, 1986: 166). Delik ini adalah delik sengaja yang tersirat pada cara melakukan perbuatan tersebut, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Tindakan yang dilarang dalam pasal ini adalah dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan ia di luar perkawinan Pasal 285 KUHP mengatur mengenai Tindak Pidana Perkosaan secara umum. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perkosaan menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia (KUHP) adalah perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan isterinya untuk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata-kata memaksa dan dengan kekerasan dan ancaman kekerasan di sini sudah menunjukkan betapa mengerikannya perkosaan tersebut. Pemaksaan hubungan kelamin pada wanita yang bukan isterinya untuk bersetubuh dan tidak dikehendakinya akan

menyebabkan kasakitan hebat pada wanita itu

Perzinahan Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah satu diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan. KEJAHATAN TERHADAP KESUSILAAN Pasal 284 (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; 2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. (2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. (3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. (5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Pasal 285

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 286 Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 287 (1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Pasal 288 (1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seormig wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus didugunya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 289 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 292 Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang

diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 293 (1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun Pasal 294 (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah

pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

Perbuatan cabul
Amerika mendefinisikan pencabulan adalah kontak atau interaksi antara anak dan orang dewasa dimana anak tersebut dipergunakan untuk stimulasi seksual oleh pelaku atau orang lain yang berada dalam posisi memiliki kekuatan atau kendali atas korban. Termasuk kontak fisik yang tidak pantas, membuat anak melihat tindakan seksual atau pornografi, menggunakan seorang anak untuk membuat pornografi atau memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada anak. Sedangkan Belanda memberikan pengertian yang lebih umum untuk pencabulan, yaitu persetubuhan diluar perkawinan yang dilarang yang diancam pidana. Bila mengambil definisi dari buku Kejahatan Seks dan Aspek Medikolegal Gangguan Psikoseksual, maka definisi pencabulan adalah semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan kesusilaan. R. Soesilo menjelaskan perbuatan cabul di dalam KUHP yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan ) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin

Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP). Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP) . Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun. Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya (pasal 294 KUHP). Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 295 KUHP). Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman hukumannya satu tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-

KUHP Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 289-296. Pasal 289 KUHP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 290 KUHP Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun: Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain

Pasal 291 KUHP Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 292 KUHP Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan ornag lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 293 KUHP Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyelahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaaan, atau dengan menyesatkan sengaja

menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.

Pasal 294 KUHP Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak daibawah pengawasannya yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan ornag yang penjagaanya dipercayakan atau diserahkan kepadanya: Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial yan melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Pasal 295 KUHP Diancam: Dengan penjara paling lama 5 tahun, barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak tirinya, anak angkatnya atau anak yang dibwah pengawasannya yang belum cukup umur atau oleh orang yang belum cukup umur pemeliharaannya, pendidikan atau penjaaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain. Dengan pidana penjara paling lama em[at tahun, barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 diatas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain.

Jika yang bersalah, melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.

Pasal 296 KUHP Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, atau denda palig banyak seribu rupiah.

UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pada UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada pasal 82 dan 88. Pasal 82 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60 juta rupiah.

Pasal 88 Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipindana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.

UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada UU anti KDRT, tidak ditemukan pasal khusus mengenai pencabulan, namun pasal 46 dan 47 dapat dipakai, namun dalam hal ini bila telah terjadi adanya kekerasan seksual dalam rumah tangga. Pasal 46 Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada pasal 8 huruf a (pemaksaan hubungan seksual dengan diri sendiri) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta.

Pasal 47 Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b (dengan orang lain dengan tujuan komersil atau tujuan lain) dipidana dengan pidana penjara 4-15 tahun atau denda paling sedikit Rp 12 juta atau denda paling banyak Rp 300 juta.

PEMERIKSAAN KORBAN
Jika korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban untuk melapor ke polisi. Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan visum et repertumnya. Sebagai dokter klinis, pemeriksa bertugas menegakkan diagnosis dan melakukan pengobatan. Adanya kemungkinan terjadinya kehamilan atau penyakit akibat hubungan seksual (PHS) harus diantisipasi dan dicegah dengan pemberian obat-obatan. Pengobatan terhadap luka dan keracunan harus dilakukan seperti biasanya. Pengobatan secara psikiatris untuk penanggulangan trauma pasca perkosaan juga sangat diperlukan untuk mengurangi penderitaan korban. Sebagai dokter forensik pemeriksa bertugas mengumpulkan berbagai. bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik seperti yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum. Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan, tanda persetubuhan, penentuan usia korban dan pelacakan benda bukti yang berasal dari pelaku. Pencarian benda-benda bukti yang berasal dari pelaku pada tubuh atau pakaian korban dan tempat kejadian perkara merupakan hal penting yang paling sering dilupakan oleh dokter. Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi-informasi sebagai berikut :

Umur korban
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu menentukan jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah hukuman yang dapat dijatuhkan. Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya, apalagi jika dikuatkan oleh bukti diri (KTP,SIM dsb) , maka umur dapat langsung disimpulkan dari hal tersebut.

Akan tetapi jika korban tak mengetahui umurnya secara pasti maka perlu diperiksa erupsi gigi molar II dan molar III. Gigi molar II mengalami erupsi pada usia kurang lebih 12 tahun, sedang gigi molar III pada usia 17 sampai 21 tahun. Untuk wanita yang telah tumbuh molar II nya, perlu dilakukan foto ronsen gigi. Jika setengah sampai seluruh mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi (terbentuk) , tapi akarnya belum maka usianya kurang dari 15 tahun. Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena usia menarch saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda dari itu.

Tanda kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang menunjukkan adanya unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir, jejas cekik pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, luka lecet pada pergelangan tangan akibat pencekalan dsb. Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada persetubuhan yang "biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara atau sekitar kemaluan, cakaran pada punggung (yang sering -terjadi saat orgasme) dsb. Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan kekerasan yang dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus dinyatakan secara jelas dalam kesimpulan visum et repertum untuk menghindari kesalahan interpretasi oleh aparat penegak hukum. Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan sebagai perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat. Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum digunakan untuk membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena tindakan membuat orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga sebagai kekerasan. Obatobatan yang perlu diperiksa adalah obat penenang, alkohol, obat tidur, obat perangsang (termasuk ecstasy) dsb.

Tanda persetubuhan
Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan tanda ejakulasi. Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil atau belum pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat menyebabkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5

sampai 7, luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka lecet oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan nulipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi. Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan, meskipun adanya ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan komponen cairan mani. Untuk uji penyaring cairan mani dilakukan pemeriksaan fosfatase asam. Jika uji ini negatif, kemungkinan adanya ejakulasi dapat disingkirkan. Sebaliknya jika uji ini positif, maka perlu dilakukan uji pemastian ada tidak sel sperma dan cairan mani. Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang menunjukkan adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil dengan cara digunting, karena umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar vagina. Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan preparat tipis yang diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree. Jika yang akan diperiksa sampel berupa bercak peda pakaian dapat dilakukan pemeriksaan Baechi, dimana adanya sperma akan tampak berupa sel sperma yang terjebak diantara serat pakaian. Sel sperma positip merupakan tanda pasti adanya ejakulasi. Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel sperma telah hancur bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih memiliki topi (akrosom). Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen sekret kelenjar kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji Florence), cholin (dengan uji Berberio) dan zink (dengan uji PAN) . Suatu temuan berupa sel sperma negatif tapi komponen cairan mani positip menunjukkan kemungkinan ejakulasi oleh pria yang tak memiliki sel sperma (azoospermi) atau telah menjalani sterilisasi atau vasektomi.

Dampak perkosaan
Dampak perkosaan berupa terjadinya gangguan jiwa, kehamilan atau timbulnya penyakit kelamin harus dapat dideteksi secara dini. Khusus untuk dua hal terakhir, pencegahan dengan memberikan pil kontrasepsi serta antibiotic lebih bijaksana dilakukan ketimbang menunggu sampai komplikasi tersebut muncul.

Pelaku perkosaan
Aspek pelaku perkosaan merupakan merupakan aspek yang paling sering dilupakan oleh dokter. Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah terbukti adanya kemungkinan perkosaan. amatlah sulit menuduh seseorang sebagai pelaku pemerkosaan. Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan pemeriksaan kutikula rambut dan pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari sampel yang positip sperma/maninya.

PEMERIKSAAN DNA DALAM BIDANG KEDOKTERAN FORENSIK


Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya. Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang berbaris membentuk susunan yang mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket. Uniknya ternyata pita-pita DNA ini bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain. Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban yang ternyata identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi donor sperma tadi. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah kalau pelakunya ternyata adalah saudara kembar identik dari si tersangka, karena keduanya memiliki pita DNA yang sama persis. Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus saja (single locus probe) . Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul hanya 2 buah saja. Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku lebih dari satu. Sebagai contoh, jika pita DNA pada bahan usapan vagina ada 6 buah, maka sedikitnya ada (6 : 2) yaitu 3 orang pelaku. Untuk mempertinggi derajat keakuratan pemeriksaan ini, umumnya dilakukan pemeriksaan beberapa lokus sekaligus. Adanya pita yang sama dengan tersangka menunjukkan bahwa tersangka itu adalah pelakunya, sedang pita yang tidak sama menyingkirkan tersangka sebagai pelaku. Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode Polymerase Chain Reaction atau PCR) oleh kelompok Cetus, membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini

waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode sekuensing.

Proses identifikasi DNA dalam pembuktian perkara. Setelah mengetahui sekilas tentang DNA, selanjutnya adalah bagaimana DNA itu dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses pembuktian suatu perkara. Hal yang sangat penting dalam pemecahan kasus dengan barang bukti DNA adalah penanganan barang bukti DNA secara tepat. Maksudnya ialah mengidentifikasi, mengoleksi, menyimpan agar tidak terkontaminasi sehingga dapat dihindari tercampurnya DNA tersangka dengan DNA lain. Untuk menghindari kontaminasi barang bukti yang mengandung DNA, National Institute of Justice punya beberapa prinsip kehati-hatian yang harus dilakukan oleh para petugasnya.23 Di antaranya, memakai sarung tangan, memakai peralatan yang berlainan setiap menangani setiap barang bukti yang berbeda, hindari berbicara, bersin, batuk di dekat barang bukti, hindari menyentuh wajah, hidung, mulut saat mengambil sample barang bukti, jaga barang bukti agar tidak lembap. Ilmuwan forensik dapat menggunakan DNA yang terletak dalam sperma, bercak darah, kulit, ludah atau rambut yang tersisa di tempat kejadian untuk mengidentifikasi kemungkinan tersangka, sebuah proses yang disebut fingerprinting genetika atau pemrofilan DNA.24 Jika jaringan atau air mani cukup tersedia, maka laboratorium forensik dapat menentukan jenis darah atau jenis jaringan dengan menggunakan anti bodi untuk menguji permukaan sel yang spesifik. Akan tetapi, pengujian seperti ini 25 memerlukan jaringan yang agak segar dalam jumlah yang relatif banyak. Langkah pertama untuk mengidentifikasi DNA adalah dengan cara mengisolasi DNA, dimana dalam tahapan ini adalah bertujuan untuk menemukan struktur dan tipe DNA-nya untuk kemudian dicocokan dengan DNA yang terdapat pada terdakwa yang dianggap sebagai pelaku. Dalam identifikasi DNA juga dikenal dengan metode DNA profiling atau Fingerprinting.26 Metode ini dinamakan dengan fingerprinting dikarenakan sebelum ditemukan teknologi DNA, yang dipergunakan sebagai alat identifikasi adalah fingerprint atau sidik jari dari seseorang. Setelah ditemukannya teknologi DNA, maka pengembangan yang dilakukan serta akurasi dari hasil yang didapatkan setara dengan akurasi yang ada pada identifikasi dengan sidik jari. Apabila sample DNA yang ditemukan di TKP hanya sedikit, maka dapat diatasi dengan teknik penggandaan DNA atau DNA Amplification.27 Dalam teknik penggandaan ini ada dua cara yaitu: pertama dengan cara penggandaaan DNA menjadi banyak hingga berjumlah puluhan bahkan sampai ratusan. Sedangkan yang kedua, DNA suatu gen dapat digandakan tak terbatas jumlahnya dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi rantai polymerase. PCR disebut juga "mesin fotokopi" DNA karena reaksi rantai ini akan menggandakan DNA.28 Dengan demikian, penyelidik memiliki DNA yang cukup jumlahnya untuk dibandingkan dalam suatu tes. Alasannya

karena sedikit sample sehingga DNA yang diisolasi akan sulit dianalisa pada southern blot. Karena itulah dilakukan amplifikasi sampai didapat jumlah sample yang cukup banyak untuk dianalisa. Dalam keilmuan forensik, teknik penggandaan yang dilakukan adalah teknik PCR secara murni. Teknik PCR yang dilakukan oleh pihak laboratorium forensik atau untuk kepentingan peradilan, tidak dapat disamakan dengan istilah DNA recombinant yang juga merupakan bentuk lain dari penggandaan dan rekombinasi DNA. Teknik PCR yang dilakukan adalah dengan memperbanyak sample yang ditemukan dilapangan untuk kemudian diteliti dan diperbanya tanpa merubah struktur yang ada pada sample itu dan sample itu tetap murni berasal dari temuan dilapangan. Pada dasarnya, semua bentuk isolasi DNA dilakukan dengan cara yang sama yaitu setelah dilakukannya isolasi dan kemudian ditemukan DNA-nya. Setelah tahapan ini, DNA yang ditemukan masih belum dapat dijadikan sebagai suatu bentuk keterangan dikarenakan belum diketahui tipe dari DNA itu. Proses selanjutnya adalah bagaimana untuk mengetahui tipe DNA tersebut. Langkah selanjutnya adalah dengan cara memasukan sample DNA yang telah didapati dari hasil isolasi tersebut kedalam marker atau sebentuk wadah yang kemudian diletakkan alat yang bernama elektroforesis29 yang memiliki dua bentuk seperti tissue atau dalam bentuk gel. Dari identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan elektroforesis inilah akan diketahui tipe DNA tersebut. Seperti yang telah digambarkan diatas, saat sampel DNA dimasukan kedalam marker atau elektroforesis tersebut, misalkan pada masing-masing marker itu diurutkan dalam kelipatan 5 dan berhenti pada angka 60. setelah sampel DNA dimasukan, kemudian yang muncul adalah pada angka 35 dan 20, (seperti yang terlihat pada gambar 1.3 di atas) maka sampel yang dimasukan itu adalah DNA dengan profile atau tipe 35:20. 29 Elektroforesis adalah bergeraknya partikel pada zat yang bermuatan pada suatu media, ketika kepada alat itu mengalir arus listrik. Pergerakan partikel itu sebanding dengan besar molekulnya, yang ringan bergerak terlebih dahulu yang terletak pada media paling atas. Ada dua media yang dipakai dalam elektroforesis yaitu paper elektrophoresis atau media kerta serta agarose gel electrophoresis. Lihat juga Wildan Yatim, Kamus Biologi, hlm. 339. Selain menggunakan PCR dalam melakukan amplifikasi DNA, ada metode lain yang dianggap ampuh dalam melakukan analisa yaitu dengan menggunakan analisis RFLP dengan Southern Blooting. Cara ini digunakan untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan sedikit sampel dalam bentuk darah atau jaringan.30 Dengan menggunakan metode ini, probe radio aktif menandai pita elektroforesis yang mengandung penanda RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) tertentu. Ahli forensik hanya menguji beberapa bagian DNA saja, akan tetapi dengan jumlah sedikit itu rangkaian ini dapat memberikan sidik jari DNA.31 Prosedur dasar yang dipakai dalam analisa RFLP adalah memotong DNA menjadi fragment atau bagian kecil yang mengandung area VNTR (Variable Number Tandem

Repeat), memilih DNA berdasar ukuran terakhir membandingkan bagian DNA dengan berbagai macam sampel. Metode yang juga pernah digunakan oleh Alec Jeffreys dari Leicester University, orang pertama yang mengemukakan teknik DNA Profiling atau Fingerprinting,32 adalah dengan menggunakan enzim Restriction Endonuclease. Metode yang dilakukan oleh Jeffreys adalah dengan memasukan sampel yang telah ada kedalam tempat yang telah ditentukan dan kemudian dipecah dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Setelah itu bagian-bagian yang dipecah tersebut dipisahkan meggunakan elektroforesis. Setelah itu, untuk proses akhirnya, hasil pemisahan tersebut diberi label seperti bar code pada barang- barang di supermarket.33 Permasalahan akan muncul apabila dalam suatu tindak kejahatan dilakukan oleh orang yang kembar identik. Dalam hal ini DNA dari kedua orang ini adalah sama. Hal ini disebabkan bahwa kromosom sel manusia itu terdiri dari 23 pasang atau 46 buah. Yang mana 23 berasal dari sel telur (ibu) dan 23 berasal dari sperma (ayah). Dalam proses kembar identik, pembagian ini bisa terjadi sama. Apabila terjadi kasus denga pelaku adalah salah satu dari kembar identik, maka hasil tes DNA yang dilakukan tidak dapat langsung dijadikan sebagai barang bukti dikarenakan perlu penelusuran lebih lanjut. Boleh jadi penelusuran dilakukan dengan bantuan BIN atau Badan Intelijen Nasional. Dari beberapa cara yang dikemukakan diatas, pada dasarnya hanya berbeda dalam metode akan tetapi hasil yang didapatkan adalah tetap untuk dapat mengidentifikasi DNA dan memetakan atau menemukan profile DNA atau tipe dari DNA tersebut yang kemudian dibuat DNA fingerprint-nya untuk selanjutnya dapat diajukan sebagai alat bukti. Hasil DNA fingerprint inilah yang diajukan oleh penyidik sebagai alat bukti untuk kemudian diajukan dihadapan sidang pengadilan. Bentuk seperti yang dibuat oleh Jeffreys yang menandainya dengan membuat seperti bar code pada kemasan makanan berguna juga untuk data arsip yang berguna apabila seseorang yang sebelumnya telah diidentifikasi tipe DNA- nya dan suatu saat dia berbuat tindak kejahatan lagi yang salah satu alat buktinya berupa jaringan tubuh, maka pihak penyidik akan langsung dapat mengetahuinya.34

Anda mungkin juga menyukai