Anda di halaman 1dari 3

Membentuk Jati Diri Koperasi Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan aspirasi ekonomi, sosial, budaya secara bersama melalui perusahaan yang mereka miliki dan dikendalikan bersama secara demokratis (menurut ICA). Sedangkan pengertian koperasi menurut UU No 25 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sejak dasawarsa 60-an, paradigma yang hidup dalam koperasi selalu menempatkan koperasi sebagai alat pemerintah. Di bawah paradigma itu, pemerintah selalu memainkan peran yang dominan, dan koperasi dijadikan objek pembinaan, hampir semua kelengkapan koperasi yang meliputi aspek usaha, keanggotaan, kepengurusan, syarat pendirian, permodalan dan pemupukan modal, pengawasan dan mekanisme lainnya disesuaikan dengan kriteria alat yang dapat dikendalikan secara penuh oleh pemerintah. Sebagai alat pemerintah kelembagaan koperasi menjadi kaku. Kepada koperasi ditanamkan doktrin bahwa mekanisme pasar adalah alatnya kapitalisme, musuh ideologi koperasi. Dan, sejak itu koperasi dikembangkan melalui penugasan usaha yang dikendalikan dan diproteksi secara penuh oleh pemerintah. Perkembangan koperasi saat ini, apabila dilihat dari aspek usaha, permodalan, administrasi, manajemen dan tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan dua pelaku ekonomi lainnya (BUMN/BMUD, swasta). Hal ini didasarkan pada sebuah kenyataan bahwa mayoritas koperasi saat ini baru merupakan organisasi atau kumpulan dari orang-orang yang masih terlalu kuat menyandarkan keberadaannya terhadap dukungan program pemerintah dan pihak ketiga. Jadi, baru sebagian kecil koperasi yang berjalan sesuai kaidahkaidah perkoperasian yang berlaku. Di samping itu, dari sisi penge-lolaan pun masih banyak koperasi yang belum mampu menunjukkan nilai-nilai profesional sehingga berdampak pada kekurangmampuan untuk bersaing dengan pelaku-pelaku usaha nonkoperasi yang memiliki daya kreatif dan inovatif tinggi. Sebagian koperasi saat ini, jati diri koperasi yang seharusnya dijadikan landasan dalam menjalankan aktivitas koperasi ternyata banyak ditinggalkan. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang

merupakan aturan dasar belum sepenuhnya dijadikan rujukan. Anggota kurang berperan sebagai subjek/pelaklu utama dalam berbagai aktivitasnya. Semua permasalahan tersebut akhirnya banyak melahirkan koperasi yang besar, tetapi tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kesejahteraan para anggotanya yang merupakan tujuan utama dibentuknya koperasi. Pada akhirnya, anggota koperasi banyak yang bersifat apatis dan tidak lagi memiliki loyalitas terhadap koperasinya. Dari beberapa faktor yang menjadi kendala/hambatan terhadap tumbuh kembangnya koperasi seperti dipaparkan di atas, sudah seharusnya kita semua melakukan upaya pembenahan. Upaya ini mutlak harus menjadi garapan semua pihak, sehingga pada akhirnya koperasi betul-betul merupakan lembaga usaha yang tangguh dan mandiri dengan memiliki nilainilai manajemen yang andal serta memiliki daya saing yang kuat. Langkah awal yang harus kita lakukan dalam upaya mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi koperasi, adalah melalui suatu jawaban dari pertanyaan berikut, sejauh mana koperasi Indonesia melaksanakan/menjalankan jati dirinya? Kenapa pertanyaan tersebut muncul? Hal itu dikarenakan bahwa jati diri koperasi merupakan identitas yang melekat dalam tubuh organisasi koperasi yang bukan saja untuk sekadar dipahami. Lebih jauh dari itu, koperasi harus mampu menjalankan/melaksanakan jati dirinya dalam kehidupan nyata perkoperasian. Sebelum melakukan kajian terhadap faktor penyebab yang lainnya, koperasi harus dikembalikan terlebih dahulu pada jati diri sesungguhnya. Pertanyaan berikutnya adalah: Dampak dan manfaat apa yang akan dirasakan oleh gerakan koperasi apabila koperasi tersebut telah mengamalkan jati diri koperasi? Untuk mampu menjawab pertanyaan tersebut, kita harus mengetahui dulu tentang jati diri koperasi itu sendiri. Ada dua hal penting dalam membangun jati diri koperasi yang melekat di dalam tubuh organisasi koperasi yang senantiasa harus menjadi acuan bagi setiap gerakan koperasi dalam melakukan aktivitas kehidupan organisasinya, yaitu: 1. Nilai-nilai, koperasi didirikan, dimodali dan dikelola oleh para anggotanya. Maka berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa koperasi memiliki nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, persamaan keadilan dan kesetiakawanan. 2. Prinsip-prinsip, prinsip koperasi merupakan garis penuntun yang harus digunakan oleh koperasi sebagai perwujudan dari pelaksanaan nilai-nilai koperasi dalam kehidupan nyata gerakan koperasi sehari-hari. Koperasi Indonesia seperti dimuat dalam UU No 25 Tahun 1992 memiliki 5 prinsip koperasi dan dua prinsip pengembangan. Ketujuh prinsip ini

merupakan ciri khusus yang membedakan kehidupan koperasi dengan badan usaha nonkoperasi. Pertama, keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka. Kedua, pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis yang diputuskan dalam rapat anggota. Ketiga, pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Keempat, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. Modal pada koperasi pada dasarnya digunakan untuk kemanfaatan anggota, dan bukan semata-mata untuk mencari keuntungan dalam bentuk materi semata. Kelima, kemandirian. Keenam, pendidikan perkoperasian. Ketujuh, kerja sama antarkoperasi. Harus diakui, koperasi sekarang sedang dilanda gejala pengendalian usaha. Lingkup usaha koperasi cenderung menyusut hampir menyamai usaha mikro atau paling besar usaha menengah. Paradigma menjadikan koperasi semata-mata alat kepentingan, dan menempatkan sebagai objek pembinaan, dengan memaksimalkan pendekatan instruktif searah (topdown) perlu diubah sesuai dengan jati diri koperasi. Dengan menempatkan koperasi sebagai mitra dalam pembangunan dan menciptakan pendekatan konsultatif yang berorientasi pada pencapaian sasaran kualitatif kuantitatif. (*) [ Red/Redaksi_ILS ]

http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=1752

Anda mungkin juga menyukai