Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI Fraktur dental atau patah gigi adalah hilangnya atau lepasnya fragmen dari suatu gigi utuh

yang biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan. ETIOLOGI Penyebab umum fraktur dental adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menyebabkan disrupsi atau kerusakan enamel, dentin, atau keduanya. faktor predisposisi fraktur dental antara lain postnormal occlusion, overjet yang melebihi 4 mm, bibir atas yang pendek, bibir yang inkompeten, dan pernapasan melalui mulut (Peng, 2007). Literatur lain menyebutkan bahwa umur, aktivitas olahraga, riwayat medis, dan anatomi gigi juga merupakan fraktur predisposisi. Fraktur dental jarang ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun. Apabila ada, dapat disebabkan oleh kekerasan terhadap anak. Pada usia 1-3 tahun ketika anak belajar berjalan dan berlari insidennya meningkat yang diakibatkan oleh aktivitas yang tinggi dan kurangnya koordinasi anggota tubuh menyebabkan anak sering jatuh. Pada anak usia sekolah, taman bermain dan cidera akibat bersepeda merupakan penyebab tersering. Selama masa remaja, cidera olahraga merupakan kasus yang umum. Pada usia dewasa, cidera olahraga, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan industri dan pertanian, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan penyebab potensial (Schwartz, 1999).Olahraga yang melibatkan kontak fisik merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti sepakbola dan bola basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda juga dapat menyebabkan fraktur dental (Schwartz, 1999). Frekuensi fraktur dental yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan retardasi mental dan serebral palsi. Penyalahgunaan obat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur dental (Schwartz, 1999). Gigi insisivus maksiler yang menonjol keluar atau ketidakmampuan menutup gigi pada keadaan istirahat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur (Schwartz, 1999). Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi atau berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula, dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat pula menyebabkan fraktur. Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja, pecahnya prosesus, sampai lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan lagi. Trauma langsung kebanyakan mengenai gigi anterior, dan karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis retakannya menyebar ke belakang dan biasanya horizontal atau oblique. Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan oklusal, sehingga frakturnya pada umumnya vertikal. Pukulan terhadap gigi anterior apabila dibiarkan maka tubulus dentinnya akan terpapar pada flora normal mulut sehingga dapat menimbulkan infeksi dan inflamasi pulpa sehingga perlu dirawat. Di pihak lain, gigi posterior yang fraktur karena tekanan oklusal yang besar biasanya karena mempunyai tumpatan yang luas. Pada gigi semacam ini, hanya sedikit tubulus dentin yang terbuka yang langsung berhubungan dengan pulpa karena telah terjadinya reaksi terhadap karies dan prosedur penambalannya berupa kalsifikasi tubulus dan penempatan dentin reaksioner di rongga pulpa. Dengan demikian jaringan pulpanya jarang sekali ikut terkena.

Fraktur biasanya terjadi pada gigi permanen, sedangkan gigi susu biasanya hanya mengalami perubahan letak. Morbiditas yang berhubungan dengan fraktur dental bisa seperti gagalnya pergantian gigi, perubahan warna gigi, abses, hilangnya ruang pada arkus dental, ankylosis, lepasnya gigi secara abnormal, dan resorpsi akar merupakan keadaan yang signifikan. Trauma dental sering berhubungan dengan laserasi intraoral. Ketika ada gigi yang pecah atau hilang dan pada saat yang bersamaan terdapat laserasi intraoral, maka harus diperhatikan bahwa bagian gigi yang hilang dapat tertanam di dalam robekan luka tersebut (Roberts, 2003; Peng, 2007). ASPEK KLINIS Fraktur Ellis kelas I Fraktur yang tergolong Ellis kelas I hanya melibatkan lapisan enamel gigi. Pada inspeksi tampak sebagai kepingan kecil dengan tepi yang tidak beraturan (kasar). Keluhan yang biasanya muncul adalah rasa tidak nyaman akibat tepi fraktur yang kasar tersebut. Pasien pada umumnya tidak mengeluhkan sensitivitas terhadap temperatur atau udara. Fraktur ini pada umumnya tidak menyebabkan gangguan terhadap rongga pulpa. 1.Klas I : Tidak ada fraktur atau fraktur mengenai email dengan atau tanpa memakai perubahab tempat, menunjukkan luka kecil chipping dengan kasar. 2.Klas II : Fraktur mengenai dentin dan belum mengenai pulpa dengan atau tanpa memakai perubahan tempat. pasien mungkin mengeluh rasa sakit untuk menyentuh dan kepekaan terhadap udara. Sebuah paparan kuning pucat proses dentinal, yang berkomunikasi langsung dengan pulp, dapat terjadi. Pasien lebih muda dari 12 tahun memiliki gigi belum menghasilkan dentin apalagi mencakup ruang antara pulp dan email. Kesempatan infeksi dan kerusakan pada pulp di kelompok usia ini jauh lebih besar karena ukuran pulp lebih besar dan lebih pendek jarak dentin infeksi harus melintasi. 3.Klas III : Fraktur mahkota dengan pulpa terbuka dengan atau tanpa perubahan tempat. ; pasien mengeluh sakit dengan manipulasi, udara, dan suhu. tanda merah muda atau kemerahan di sekitar dentin sekitarnya atau darah di tengah-tengah gigi dari pulp terkena mungkin hadir. 4.Klas IV : Gigi mengalami trauma sehingga gigi menjadi non vital dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota 5.Klas V : Hilangnya gigi sebagai akibat trauma 6.Klas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota 7.Klas VII : Perpindahan gigi atau tanpa fraktur mahkota atau akar gigi 8.Klas VIII : Fraktur mahkota sampai akar 9.Klas IX : Fraktur pada gigi desidui Klasifikasi menurut Ellis dan Davey. Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu : Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.

Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan. Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen. 873.60: Fraktur email.Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email. 873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa. Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka. 873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka. 873.63: Fraktur akar. Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal. 873.64: Fraktur mahkota-akar. Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa. 873.66: Luksasi. Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi. 873.67: Intrusi atau ekstrusi. 873.68: Avulsi. Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya. 873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa. 1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal. 2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja. 3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. 4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa. II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar. 1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture(N 502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N 502.54)). 2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan lapisan email. 3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket. 4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi. 5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi. III. Kerusakan pada jaringan periodontal. 1. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi. 2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. 3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang. 4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal. 5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket. IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut 1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel. 2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa. 3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet. Klasifikasi menurut Andreasen. Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:1 a)Fraktur Spontan Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan.Pada hal ini elemenelemen enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah. b)Fraktur Traumatik Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: Fraktur Mahkota Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian enamel hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2. Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi: a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa. b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan.

c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini. Fraktur Akar Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mnegetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur. a. Fraktur Mahkota Akar Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika digunakan untuk menggigit. b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah. Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran klinis, seperti: Perubahan warna enamel menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan. Perubahan warna enamel yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan. Dilaserasi mahkota. Malformasi gigi. Dilaserasi akar. Gangguan pada erupsi.

Anda mungkin juga menyukai