Anda di halaman 1dari 14

Tugas Kelompok

ISU PWK DAN STUDI KASUS


Reklamasi PAntai Kelompok 1:
Virda Evi Yanti Deril Choirunnisah Pratiwi Ramli Rexy Belladonna Tandi Edmund Teofano Vania Aprilia Lolo Aldiyansah Zab (D521 10 004) (D521 10 101) (D521 10 106) (D521 10 256) (D521 10 258) (D521 10 260) (D521 10 265)

Program Studi Pengembangan Wilayah Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNIVERSITAS HASANUDDIN 2013

REKLAMASI PANTAI A. Definisi Reklamasi Pantai Reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Reklamasi dilaksanakan mengikuti prosedur sejak tahap perencanaan (pra), pelaksanaan dan pembangunan (proses) serta pemanfaatannya (pasca) baik di atas dan atau di bawah lahan hasil reklamasi. Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata. Reklamasi pantai merupakan subsistem dari sistem pantai (Suharso 1996). Perubahan pantai dan dampak akibat adanya reklamasi tidak hanya bersifat lokal, tetapi meluas. Reklamasi memiliki dampak positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir dan laut. Dampak ini pun mempunyai sifat jangka pendek dan jangka panjang yang dipengaruhi oleh kondisi ekosistem dan masyarakat disekitar. Cara pelaksanaan reklamasi sangat tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005) dibedakan atas 4 sistem, yaitu : a) Sistem Timbunan, yaitu reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level). b) Sistem Polder, yakni reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi dengan memompa air yang berada didalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi. c) Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan, yakni reklamasi ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar. d) Sistem Drainase, yaitu reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumberdaya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU 27, 2007). Hal ini umumnya terjadi karena semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, sehingga perlu dicari solusinya.

B. Konsep Reklamasi Kegiatan reklamasi pantai dan laut dengan melakukan penimbunan pada wilayah pantai dan laut merupakan hal yang baru dikenal di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang melakukan reklamasi pantai, dalam waktu dua puluh tahunan belakangan ini. Secara harfiah, reklamasi (Ingg.: reclamation) adalah the procces of reclaiming something from loss or from a less useful condition.( proses memperoleh kembali sesuatu dari kehilangan atau dari suatu keadaan yang kurang bermanfaat. Dalam teori perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota besar dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat pesat, tetapi mengalami kendala keterbatasan lahan. Kondisi ini tidak lagi memungkinkan untuk melakukan pemekaran ke daratan, sehingga diperlukan daratan baru. Alternatif lainnya berbentuk pemekaran vertikal dengan membangun gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun. Tujuan dilakukannya reklamasi pantai Tujuan reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata. Reklamasi khususnya reklamasi pantai masih diperlukan selama dilakukan dengan kajian yang komprehensif. Simulasi prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat dilakukan dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini dapat diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya. Reklamasi ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah (bukan pesanan) terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang

diakibatkannya. Dengan kerja sama yang sinergis antara Pemerintah dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat maka keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan.

C. Implikasi dan Dampak (Impact) Reklamasi Pantai Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu negara/kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dll.

Dampak positif kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah. Praktek ini memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai, menciptakan alternatif kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, Selain itu juga dapat menjadi semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan. Namun perlu diingat pula, reklamasi adalah campur tangan manusia terhadap alam dan semua kegiatan ini juga membawa dampak buruk. Sementara, dampak negatif dari reklamasi pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti perubahan hidro-oseanografi, erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rejin air tanah, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan, dampak biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria dan penurunan keaneka ragaman hayati. Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat. Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau rob. Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat diwilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak, nelayan dan buruh, sehingga adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka. Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti memberikan kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. Untuk reklamasi biasanya memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak dapat diperoleh dari sekitar pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan jasa angkutan. Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas, penurunan kualitas udara, debu, bising yang akan mengganggu kesehatan masyarakat.

Kerugian kegiatan Reklamasi lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang didapat. Perlu diingat bahwa reklamasi merupakan bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis. Perubahan ini akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai. Hal tersebut berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan lingkungan di daerah lain (seperti pengeprasan bukit atau pengeprasan pulau untuk material timbunan). Untuk mereduksi dampak semacam itu, diperlukan kajian mendalam terhadap proyek reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung dengan upaya teknologi. Kajian cermat dan komprehensif diharapkan menghasilkan area reklamasi dengan dampak yang seminimal mungkin terhadap lingkungan di sekitarnya. Sementara itu karena laha reklamasi berada di daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahan hidrodinamika saat pra, dalam masa pelaksanaan proyek dan pasca reklamasi serta sistem drainasenya juga harus diperhitungkan. Karena perubahan hidrodinamika dan buruknya sistem drainase ini yang biasanya berdampak negatif langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Selain itu, kegiatan reklamasi juga mengakibatkan perubahan sosial ekonomi seperti, kesulitan akses publik menuju pantai dan hilangnya mata pencaharian nelayan. Sehingga untuk meminimalkan dampak fisik, ekologis, sosial ekonomi dan budaya negatif serta mengoptimalkan dampak positif, maka kegiatan rekalamasi harus dilakukan secara hati-hati dan berdasar pada pedoman yang ada dengan melibatkan stakeholder. Pada prinsipnya, reklamasi harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu

memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan orientasi pada jangka panjang. Agar dapat meminimalisir dampak buruk tersebut, diperlukan kajian mendalam terhadap proyek reklamasi dengan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung teknologi. Kajian yang cermat dan komprehensif tentu bisa menghasilkan area reklamasi yang aman dan melestarikan lingkungan. Sementara itu, karena lahan reklamasi berada di daerah perairan, maka prediksi dan simulasi perubahanhidrodinamika saat pra, dalam masa pelaksanaan proyek dan pasca reklamasi serta sistem drainasenya juga harus

diperhitungkan. Perubahan unsur ini biasanya berdampak negatif secara langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber material reklamasi/urugan. Pemilihan material urugan akan mempengaruhi keputusan lokasi sumber material dan sistem transportasi yang dibutuhkan untuk membawa material ke lokasi reklamasi. Sumber urugan pada umumnya dipilih dengan melakukan pemapasan bukit atau pemapasan pulau

tak berpenghuni. Hal ini tentunya akan mengganggu lingkungan di sekitar tempat galian (quarry). Cara lain yang relatif lebih aman dapat dilakukan dengan cara mengambil material dengan melakukan pengerukan (dredging) dasar laut di tengah laut dalam. Pilihlah kawasan laut dalam yang memiliki material dasar yang memenuhi syarat gradasi dan kekuatan bahan sesuai dengan yang diperlukan oleh kawasan reklamasi. Di satu sisi reklamasi mempunyai dampak positif sebagai daerah pemekaran kawasan dari lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi lain jika tidak diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Di sinilah diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen stakeholders.

D. Kebijakan Yang Mengatur Tentang Reklamasi Pengertiannya secara ilmiahnya,reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha

memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawarawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.40/Prt/M/2007 Dalam pasal pertama Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini menjelaskan tentang definisi dari reklamasi pantai. a. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi engan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. b. Kawasan Reklamasi Pantai diartikan sebagai kawasan hasil perluasan daerah pesisir melalui rekayasa teknis pengembangan kawasan baru. Dalam pasal Kedua Peraturan Menteri Pekerjaan Umum ini menjelaskan tentang bagaiman acuan dari reklamasi bagi pemerintah daerah. a. Pengaturan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam perencanaan tata ruang pada kawasan yang sudah dilakukan reklamasi. b. Pengaturan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai bertujuan untuk mewujudkan rencana tata ruang di kawasan reklamasi pantai agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai Ruang lingkup

Pedoman ini mencakup ketentuan umum dan ketentuan teknis perencanaan tata uang kawasan reklamasi pantai. Ketentuan umum meliputi persyaratan; tipologi; aspek sosial, budaya dan ekonomi kawasan; aspek pergerakan, aksesibilitas, dan transportasi; serta aspek kemudahan publik dan ruang publik. Ketentuan teknis meliputi struktur ruang kawasan, pola ruang kawasan, pengelolaan lingkungan, prasarana dan sarana, fasilitas umum dan sosial, serta kriteria struktur ruang, pola ruang, dan amplop ruang. Pedoman ini diperuntukkan bagi perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai di perkotaan, khususnya kawasan yang sudah direklamasi. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam perencanaan tata ruang pada kawasan yang sudah dilakukan reklamasi. Tujuannya adalah untuk mewujudkan rencana tata ruang di kawasan reklamasi pantai agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Persyaratan Perencanaan Kawasan Reklamasi Pantai Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut: a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan; b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan kebutuhan yang ada; c) Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa; d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain Terhadap kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan di atas, terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif berikut: a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai; b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi; c) Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);

d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional. Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktu ruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon. Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah ruang terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar udara, dan kawasan campuran.

E. Perbandingan Konsep Reklamasi Pantai Luar Negri dan Dalam Negri (Studi Kasus: Surabaya dan Singapura) Reklamasi Makassar Saat ini reklamasi di wilayah pesisir Kota Makassar sepanjang 33 kilometer (km) akhirnya dihentikan setelah mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Penghentian reklamasi tersebut disepakati dalam pertemuan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota dan Provinsi Sulsel, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Kota dan Provinsi Sulsel yang difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH). Pemberhentian reklamasi itu karena hasil kesapakatan berbagai stakeholder pada rapat di Grand Clarion Hotel pada tanggal 4 maret. Pemerintah akan mengadakan moratorium, evaluasi, dan sejauh mana proses dan prosedur yang dilakukan di sana sudah sesuai aturan dan perundang-undangan atau belum. Karena kawasan pantai Makassar ini memang sangat luas dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Reklamasi sebagai sebuah tuntutan pembangunan bukan sesuatu yang dilarang dan haram. Tetapi, reklamasi itu harus dilakukan secara hati-hati. Untuk itu, banyak regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah mengingat banyaknya aspek yang mesti dilihat. Seperti aspek tata ruang, teknis, ekonomi dan sosial budaya (Ekososbud), serta lingkungan. Sehingga semua aspek harus diperhatikan secara komprehensif dalam pelaksanaannya. Yang terpenting dari segi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), jika sesuai dengan regulasi maka boleh dilaksanakan. Jika lokasi tersebut memang diperuntukkan sebagai kawasan reklamasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada, baik kota maupun provinsi Pemerintah tidak akan memproses pembahasan dokumen lingkungan Amdal, jika tidak masuk dalam RTRW dan jika RTRW Kota Makassar belum selesai, maka yang

berlaku adalah RTRW yang lama. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah Kawasan CoI, yang telah disepakati oleh Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar yang amdalnya

telah keluar kelayakan lingkungannya dan hal ini tidak menjadi masalah, yang menjadi permasalahan saat ini adalah reklamasi diluar CoI, sepanjang pantai. Meski demikian, penimbunan di sekitar Tanjung Bunga justru berlanjut, tepatnya di belakang Trans Studio Makassar. Pantauan Cakrawala kemarin, beberapa alat berat masih beroperasi dan sejumlah truk sedang mengangkut timbungan ke wilayah itu. Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Sulsel, Agus Arifin Numang menuturkan, reklamasi memiliki aturan. Apalagi ada Peraturan Presiden (Perpres) yang baru, terkait reklamasi. Secara terpisah, anggota DPRD DPRD Makassar, Haris Yasin Limpo, dalam kapasitasnya sebagai pengontrol kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar

memberikan rekomendasi ke pihak kepolisian agar menelusuri semua alas hak aktifitas reklamasi laut di pesisir Pantai Tanjung Bunga dan Losari saat ini. Haris yang juga anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Makassar di ruang kerjanya mengatakan polisi

jangan berhenti dan harus lebih kritis untuk melacak semua alas hak semua aktifitas penimbunan laut yang marak terjadi saat ini. Alas hak yang dipergunakan dalam menimbun laut sebelah utara dan dan selatan Trans Studio serta kawasan eks tambak warga yang kini ditimbun oleh pihak PT Catur untuk dijadikan hotel, hal itu kata Haris tidak dibenarkan dalam regulasi undang-undang. Pihak Kepolisian harus lebih intens lagi mengusut semua alas hak aktifitas penimbunan laut di kawasan Tanjung Bunga, karena sangat jelas penimbunan laut itu melanggar UU. Laut kan milik negara, berarti jika ada orang yang menimbunnya, maka tentu itu sudah masuk ranah pidana. Menurut dia, alas hak yang menjadi dasar oleh sejumlah oknum maupun investor untuk melakukan reklamasi menurutnya bersifat illegal. Sebab dalam aturan yang berlaku, laut boleh ditimbun dengan cacatan ada izin resmi dari empat peraturan menteri. Masingmasing, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Perikanan, Menteri Pariwisata, dan Menteri Perhubungan. Selain itu harus ada persetujuan dari DPRD tentang apa tujuan dan peruntukan laut tersebut ditimbun. Legislator Golkar Makassar ini mengaku izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin Amdal tidak boleh dikeluarkan melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum laut tersebut menjadi daratan. Atas dasar itu sehingga Haris menyebut penimbunan laut itu ilegal. Sementara itu, anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPRD Makassar Stefanus Swardi Hiong, mengatakan, bahwa sesuai dengan UUD Konvensioanal perlindungan laut dan UUD 1945 pasal 33 yang menyatakan bumi dan air serta seluruh isi kekayaannnya dikuasai oleh negara, dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuak kesejahteraan rakyat. Maka aktifitas laut itu memang harus ditelusuri lebih lanjut, karena tidak jelas peruntukannya untuk siapa? Saya kira itu hanya kepentingan segelintir orang saja, tidak peruntukan untuk kesejahteraan rakyat. Reklamasi Singapura

Reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil di wilayah Singapura telah menyebabkan perluasan wilayah Singapura dalam tingkat yang signifikan, sehingga berpotensi bergesernya batas teritorial negara tetangganya, termasuk Indonesia. Proyek perluasan wilayah darat yang dilakukan negara kecil ini dalam kurun waktu panjang dapat diartikan sebagai upaya aneksasi (penggabungan) terselubung terhadap wilayah teritorial dan kedaulatan Republik Indonesia. Hal ini seharusnya ditanggapi oleh pemerintah secara serius dan harus segera diagendakan dalam perbincangan antar negara di kawasan ASEAN, karena hal itu menyangkut prinsip-prinsip hubungan bertetangga. Dengan adanya proyek reklamasi kawasan pantainya, saat ini Singapura mengalami penambahan seluas 100 kilometer persegi. Hingga tahun 2010 diperkirakan wilayah teritorial Singapura akan bertambah 160 Km persegi. Akibat perluasan wilayah itu, wilayah perairan internasional termasuk lebar jalur pelayaran antara Singapura dan Batam akan tergeser.Perubahan itu otomatis juga akan menggeser masuk wilayah perairan Indonesia, karena lebar jalur pelayaran akan dihitung dari titik terluar garis pantai. Hal itu sebagai upaya merugikan dan aneksasi terselubung. Reklamasi Singapura dengan mengimpor pasir dari Riau dalam kurun waktu 24 tahun (1978-2002 telah menimbulkan banyak kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga ekonomi, perdagangan dan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu itu kerugian yang dialami Indonesia telah mencapai 42,38 milyar dollar Singapura atau Rp. 237,328 trilyun. Kerugian ini akibat selisih antara yang tercatat di Singapura dan tercatat di Indonesia. Selain itu ekspor pasir laut pada saat ini sudah memasuki kawasan Malaysia dengan kerugian sebesar 3,09 milyar dollar Singapura. Para analis pecinta lingkungan Batam mencatat pula paling tidak ada 29 kali kapal hilir mudik pembawa ribuan meter kubik pasir laut dari Riau setiap harinya menuju Singapura, di mana kapasitas muat kapal berkisar antara 1.000-4.000 meter kubik sekali angkut. Sama Aset BUMN Kebutuhan Singapura untuk pengadaan pasir laut dari Indonesia 1,8 milyar meter kubik, masih akan berlangsung sampai tahun 2010. Apabila pengelolaan ekspor pasir laut masih seperti pola lama, maka ekspor pasir laut pada masa 10 tahun yang akan datang dari Indonesia, dapat diperkirakan sebesar 167 juta meter kubik, atau senilai 13,68 milyar dollar Singapura atau 76,608 trilyun. Jumlah ini kalau dibandingkan sama dengan penjualan aset aset seluruh BUMN selama 12 tahun. Untuk mengatasi kenyataan tersebut, pemerintah telah berusaha menyusun suatu regulasi dalam suatu Peraturan Pemerintah (PP). Namun PP tersebut masih membuka peluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh adanya rumusan yang masih memberikan kelonggaran pada para kuasa penambangan, yang telah

mempunyai izin untuk tetap melanjutkan penambangan di daerah konservasi, sampai masa berlakunya izin penambangan berakhir. Jadi saat ini perlu segera disusun Undang-undang Ekploitasi dan Ekspor Pasir yang secara khusus mengatur masalah pengelolaan dan ekspor pasir laut dan di darat. Undangundang ini diharapkan bisa mempermudah pengawasan dalam tata niaga pasir dan memberikan perlindungan lingkungan serta teritorial. Hal ini jauh lebih efektif dan transparan dibandingkan eksploitasi dan ekspor pasir yang hanya dilindungi oleh Peraturan Pemerintah, mengingat terjadinya banyak intervensi di dalam penyusunan PP tersebut. Diduga hal itu pula sebabnya mengapa PP belum juga disahkan oleh pemerintah. Pemerintah Malaysia bahkan telah melarang pengusahanya untuk tidak mengekspor pasir laut ke Singapura karena ia sadar dengan pengerukan pasir laut akan merusak lingkungan. Tapi tidak demikian bagi Indonesia, diberhentikannya ekspor pasir oleh Malaysia membuat pengusaha Indonesia senang karena tidak ada lagi pesaing di bisnis ekspor pasir laut. Padahal lingkungan hidup untuk kepentingan anak cucu kita yang dipertaruhkan. F. Reklamasi Surabaya Menurut Rencana Panjang Jangka Menengah (RPJM) 2011-2015 mengenai program pengelolaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Surabaya, ujung utara akan diubah menjadi Waterfront City (suarasurabaya.net). Implementasi dari rencana tersebut adalah rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak ke sebelah kiri Terminal Petikemas Surabaya atau ke arah Teluk Lamong (lihat gambar 1).Rencana pengembangan pelabuhan tersebut juga untuk mengantisipasi terjadinya overload di Pelabuhan Tanjung

Perak. Lamong Bay Port akan dibangun dengan menggunakan konsep pelabuhan modern yang mengacu pada pelabuhan-pelabuhan modern Jepang. Selain sebagai

pelabuhan,Lamong Bay akan dikembangkan sebagai kawasan pergudangan, industri, dan pariwisata (lihat gambar 2).

Gambar 1. Lokasi Perencanaan Teluk Lamong (Lamong Bay) dalam Peta Surabaya (Sumber: www.google.map.com)

Gambar 2. Perencanaan Teluk Lamong (Lamong Bay Port) (Sumber: http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=18274465) Rencana pembangunan Lamong Bay akan mereklamasi pantai di Teluk Lamong seluas 400 ha (Bapeprov Jatim, 2010). Sedangkan banyak yang berpendapat bahwa upaya reklamasi pantai akan menimbulkan degradasi lingkungan di kawasan pesisir sekitarnya. Hal itu juga dikhwatirkan oleh organisasi lingkungan yang menganggap bahwa upaya pembangunan Lamong Bay melalui upaya reklamasi akan menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir, diantaranya hutan bakau (Bapeprov Jatim, 2010). Kerusakaan hutan bakau sebagai penyeimbang dan penyangga ekosistem pesisir dan laut dikhawatirkan akan mengancam sumber kehidupan ribuan nelayan dan petani tambak di Gresik dan Surabaya. Fakta menunjukkan daerah Gresik dan Surabaya yang terletak di sekitar Teluk Lamong, selama musim hujan selalu mengalami kebanjiran akibat meluapnya Kali Lamong. Pada tahun 2009, luapan Kali Lamong membanjiri empat kecamatan di Gresik, yaitu Kecamatan Benjeng, Cerme, Menganti dan Kedamean yang berada di sepanjang Kali Lamong. Sementara di Surabaya Barat, air merambah ratusan hektar tambak di Tambakdono Pakal, Kecamatan Benowo. Tercatat sedikitnya 700 rumah dan 1.225 hektar tambak siap panen rusak serta 500 keluarga mengungsi. Kerugian petani tambak diperkirakan Rp 12 miliar (Bapeprov Jatim, 2010). Pembangunan Lamong Bay melalui reklamasi pantai untuk membuat pulau buatan sebagai kawasan pelabuhan, industri, komersil dan pariwisata. Pembangunan Lamong Bay melalui upaya reklamasi secara tidak langsung akan berdampak positf dan negative. Dampak positif dari pembangunan tersebut adalah pertumbuhan ekonomi wilayah di sekitarnya dan secara tidak langsung mendukung upaya pembangunan Surabaya Waterfront City. Namun, keuntungan tersebut tidaklah sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Pengalaman reklamasi pantai pembangunan Pantura Jakarta seharusnya dijadikan sebagai pengalaman dalam pembangunan reklamasi pantai Teluk Lamong. Seperti yang diketahui, reklamasi pantai Pantura Jakarta banyak membawa dampak negative terhadap lingkungan. Dampak dari reklamasi pantai Pantura Jakarta adalah kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati di Suaka Margasa Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek itu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies

bakau di Muara Angke, punahnya ribuan spesies ikan, kerang, kepiting, burung dan berbagai keanekaragaman hayati lainnya karena Muara Angke merupakan satu-satunya kawasan hutan bakau yang tersisa di kota tersebut, mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan Jakarta Utara. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air seluas 10.000 ha, secara sosial rencana reklamasi pantai Jakarta tersebut dipastikan juga menyebabkan 125.000 nelayan tergusur dari sumbersumber kehidupannya, dan sebagainya (http://beritahabitat.net). Oleh karena itu, pembangunan Lamong Bay melalui upaya reklamasi pantai diperlukan kajian mendalam dan melibatkan banyak pihak dan interdisiplin ilmu serta didukung dengan upaya teknologi. Kajian cermat dan komprehensif tentu bisa menghasilkan area reklamasi yang aman dan dinamis terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Namun, yang terpenting Pembangunan Lamong Bay haruslah berpedoman terhadap upaya pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.

G. Reklamasi Pantai Dalam Draft RTRW Kota Makassar Reklamasi pantai terjadi pada pembangunan beberapa kawasan dengan fungsi sebagai kawasan pelabuhan terpadu serta kawasan bisnis dan pariwisata. Lokasi pengembangan kawasan tersebut berada pada kawasan pesisir Kota Makassar yakni Pantai Losari, Tanjung Bunga dan Barombong. Dalam pengembangannya, kawasan tersebut memerlukan penambahan daratan, oleh karena itu dilakukan reklamasi untuk menambah lusa wilayah daratan pada kawasan tersebut. Berikut merupakan pengembangan kawasan yang diatur dalam draft RTRW Kota Makassar yang memungkinkan terjadinya reklamasi dalam pengembangannya: 1. Pelabuhan Soekarno Hatta Pengembangan pelabuhan sebagai penunjang kegiatan perekonomian Kota Makasar. Dalam pengembangannya akan dilakukan reklamasi untuk memperluas wilayah daratan. Oleh karena itu, Perlu dicari cara untuk mengatasi dampak yang muncul dari proses reklamasi yang akan dilakukan pelabuhan dalam menambah daratannya, mengatur dan mengendalikan ruang baru wilayah pelabuhan dengan eksisting ruang sekitarnya, hingga bagaimana mengatur dan merencanakan mitigasi pantai Makassar yang bisa membantu pelabuhan mengatasi proses sedimentasi yang dibuang dari muara sungai Jeneberang. 2. Kota Baru Tanjung Bunga (Kawasan Bisnis dan Pariwisata) Keberadaan Kota Baru Tanjung Bunga belum diatur sepenuhnya secara integrative dan koordinatif dengan pertumbuhandan perkembangan lingkungan sekitarnya pada RTRW 2001. Kota Baru Tanjung Bunga secara substansial ikut member bentuk dan

pengaruh yang signifikan terhadap rencana tata runag, khususnya dalam proses mitigasi pantai dan penataan lingkungan pesisir Makassar.

3. Revitalisasi Pantai Losari Revitalisasi Pantai Losari dilakukan untuk mengatasi persoalan bahaya pencemaran limgkungan, bahaya kemacetan lalu lintas hingga kepada bahaya perubahan morfologi pantai yang tidak terkendali. Kegiatan revitalisasi Pantai Losari

sendiri menjadi salah satu bagian penting dari kegiatan pembangunan kota yang dalam Tata Ruang Makassar perlu diserasikan dengan pertumbuhan dan perkembangan ruang sekitarnya. Tidak hanya penampakan fisik ruang kota yang ikut berubah secara signifikan, tetapi juga ekses dari perubahan itu sendiri yang perlu diatur dan ditatat lebih baik sehingga sinkronisasi pembangunan dapat terus berjalan.

H. Prinsip Perencanaan Reklamasi Pantai Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut: a) Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi daratan. b) Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan kebutuhan yang ada; c) Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa. d) Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain.

Anda mungkin juga menyukai