Anda di halaman 1dari 10

Selasa, 08 Februari 2011 artikel uas MEKANISME KERJA ANTI INFLAMASI / ANTI RADANG Anti Inflamasi Pengertian Anti

inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan PAF.Obat-obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas-dua golongan, yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS) dan anti inflamasi steroid (AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk mengobati juga memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas kronis bagi tubuh (Katzung, 1992). Anti Inflamasi Non Steroid Obat anti-inflamasi non streoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi.9 OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradanganperadangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit nonrematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea. OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu : golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid), golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan oksametasin), golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac), golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat), golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon), golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam), golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib), golongan sulfonanilida (nimesulide), serta golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3). Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi: AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) a)

b) c) d)

AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.

Anti Inflamasi Steroid Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Karena Obat-obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin juga tidak akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi golongan ini tidak boleh digunakan seenaknya. Karena efek sampingnya besar. Bisa menyebabkan moon face, hipertensi, osteoporosis dll. Senyawa teroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan penyakitpenyakit inflasi. Contoh antara lain adalah deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati, 2006). Aldosteron adalah hormon steroid dari golonganmineralkortikoid yang disekresi dari bagian terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap tubulus distal dan collecting ductsdari ginjal sehingga terjadi peningkatan penyerapan kembalipartikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat yang bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintetis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan komformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintetis protein spesifik. Induksi sintetis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid (Darmansjah, 2005). Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi : o Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang termasuk golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison, kortikosteron, fludrokortison o Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 36 jam, yaitu metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon. o Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah parametason, betametason dan deksametason. Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Non Steroid

Golongan salisilat dan salisilamid asetosal (aspirin) Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika nonsteroid, non-narkotik (Reynolds, 1982). Kerja utama asam asetilsaIisilat dan kebanyakan obat antiradang nonsteroid lainnya sebagai penghambat enzim siklooksigenase(enzim yang membuat prostaglandin yang menyebabkan peradangan dan rasa sakit dan demam) yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa endoperoksida siklik. Kedua senyawa ini merupakan pra zat semua senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis rostaglandin akan terhenti. Prostaglandin: adalah sekelompok zat yang menyerupai hormon diproduksi dalam berbagai jaringan tubuh sebagai berasal dari asam amino, dan memainkan peran mediator untuk sejumlah besar fungsi fisiologis. Metil salisilat Metil salisilat bekerja sebagai anti iritan lokal dan mampu berpenetrasi sehingga menghasilkan efek analgesik. Dan berfungsi sebagai penghantar hormon. Golongan Profen/Asam 2-Arilpropionat Ibuprofen Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim siklo-oksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu. Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik. Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin) dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung. Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan dengan protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1 2 jam setelah pemberian. Adanya makanan akan memperlambat absorbsi, tetapi tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi. Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8 2 jam. Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan metabolit inaktif, sempurna dalam 24 jam.Indikasi Terapi simptomatik rematoid artritis dan osteoartritis, mengurangi rasa nyeri setelah operasi pada gigi dan dismenore Naproxen Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon dengan menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh.

Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Steroid Kortikosteroid kerja sedang Metilprednisolon Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang sangat kuat, di samping sebagai antirematik. Tidak menimbulkan efek retensi natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik. Adrenokortikoid: Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit). Efek Glukokortikoid:

Anti-inflamasi (steroidal) Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi. Immunosupresan Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin. Prednison Prednisone adalah hormon kortikosteroid (glukokortikoid). Ini mengurangi respon sistem kekebalan Anda terhadap berbagai penyakit untuk mengurangi gejala seperti pembengkakan dan reaksi alergi tipe. Hal ini digunakan untuk mengobati kondisi seperti radang sendi, gangguan darah, masalah pernapasan, kanker tertentu, masalah mata, penyakit sistem kekebalan tubuh, dan penyakit kulit. Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan

perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif. Kortikosteroid kerja lama Deksametason Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang sangat kuat, di samping sebagai antirematik. Tidak menimbulkan efek retensi natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik. Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula tinggi dan menekan respon imun. Betametason Betametason adalah glukokortikoid sintetik yang mempunyai efek sebagai antiinflamasi dan imunosupresan. Karena efek retensi natriumnya (sifat mineralokortikosteroid) sangat sedikit, maka bila digunakan untuk pengobatan insufisiensi adrenokortikal, betametason harus dikombinasikan dengan suatu mineralokortikoid. Efek antiinflamasi terjadi karena betametason menstabilkan leukosit lisosomal, mencegah pelepasan hidrolase perusak asam dari leukosit, menghambat akumulasi makrofag pada daerah radang, mengurangi daya pelekatan leukosit pada kapiler endotelium, mengurangi permeabilitas dinding kapiler dan terjadinya edema, melawan aktivitas histamin dan pelepasan kinin dari substrat, mengurangi proliferasi fibroblast, mengendapkan kolagen dan mekanisme lainnya. Durasi aktivitas antiinflamasi sejalan dengan durasi penekanan HPA (HipotalamikPituitari-Adrenal) aksis. Obat dapat mengurangi aktivitas dan volume limfatik, menghasilkan limpositopenia, menurunkan konsentrasi imunologi reaktivitas jaringan interaksi antigen-antibodi sehingga menekan respon imun. Betametason juga menstimulasi sel-sel eritroid dari sumsum tulang; memperpanjang masa hidup eritrosit dan platelet darah; menghasilkan neutrofilia dan eosinopenia; meningkatkan katabolisme protein, glukoneogenesis dan penyebaran kembali lemak dari perifer ke daerah pusat tubuh. Juga mengurangi absorbsi intestinal dan menambah ekskresi kalsium melalui ginjal. Deksklorfeniramin maleat adalah antihistamin derivat propilamin. Deksklorfeniramin menghambat aksi farmakologis histamin secara kompetitif (antagonis histamin reseptor H1). Kesimpulan Obat anti inflamasi non steroid lebih banyak digunanan karena lebih aman dan mempunyai efek yg lebih kecil dari pada obat anti inflamasi steroid. Natrium Diklofenak Gel (Farmakologi)

Filed under: Farmasi Leave a comment April 18, 2011 BAB II. URAIAN DAN ANALISIS FARMAKOLOGI II. I. Nama Obat dan Sinonim

Natrium diklofenak mempunyai sinonim diclofenacum natricum, diclofenak sodium, diklofenaakkinatrium. (Clarke, hal.905; Martindale, hal.35,38) Nama kimia natrium diklofenak adalah Natrium[o-(2,6-dikloroanilino)fenil]asetat. (Suplemen I FI IV, hal.1405) Secara farmakologi termasuk golongan: NSAIA (Nonsteroidal Anti-Inflamatory Agent) yang juga termasuk golongan analgesik dan antipiretik. (AHFS 2010, hal.2081 dan 3588). Secara kimia termasuk golongan turunan asam fenil asetat. (AHFS 2010, hal.3588)

II.2. Bentuk Senyawa Aktif Bentuk senyawa aktif yang akan digunakan dalam sediaan gel natrium diklofenak adalah bentuk garamnya. II.3. Mekanisme Kerja Obat Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Diklofenak mempunyai kemampuan melawan COX-2 lebih baik dibandingkan dengan indometasin, naproxen, atau beberapa NSAIA lainnya. Sebagai tambahan, diklofenak terlihat/dapat mereduksi konsentrasi intraselular dari AA bebas dalam leukosit, yang kemungkinan dengan merubah pelepasan atau pengambilannya. (GG Ed.11, hal 698) Mekanisme kerja farmakologi secara pasti belum jelas, namun banyak aksi/aktivitas pada dasarnya adalah menginhibisi sintesis prostaglandin. Diklofenak menginhibisi sintesis prostaglandin di dalam jaringan tubuh dengan menginhibisi siklooksigenase; sedikitnya 2 isoenzim, siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (juga tertuju ke sebagai prostaglandin G/H sintase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]), telah diidentifikasikan dengan mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari prostaglandin di dalam jalur asam arakidonat. Walaupun mekanisme pastinya belum jelas, NSAIA berfungsi sebagai antiinflamasi, analgesik dan antipiretik yang pada dasarnya menginhibisi isoenzim COX-2; menginhibisi COX-1 kemungkinan terhadap obat yang tidak dihendaki (drugs unwanted) pada mukosa GI dan agregasi platelet. (AHFS 2010,hal.2086). II.4. Nasib Obat dalam Tubuh 1. Absorpsi Diklofenak pemberian topikal terabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik, tetapi konsentrasi plasmanya sangat rendah jika dibandingkan dengan pemberian oral. Pemberian 4 g Natrium diklofenak secara topikal (gel 1%) 4x sehari pada satu lutut, konsentrasi mean peak plasma sebanyak 15 ng/ml terjadi setelah 14 jam. Pada pemberian gel

ke kedua lutut dan kedua tangan 4x sehari (48 g gel sehari), konsentrasi mean peak plasma sebanyak 53,8 ng/ml terjadi setelah 10 jam. Pemaparan sistemik 16 g atau 48 g sehari adalah sebanyak 6 atau 20% jika dibandingkan dengan administrasi oral dosis 50 mg 3x sehari. Penggunaan heat patch selama 15 menit sebelum pemakaian gel tidak berpengaruh terhadap absorpsi sistemik. 2. Distribusi (AHFS 2010, hal.2087) Untuk sediaan topikal, seperti gel, diklofenak tidak mengalami distribusi. Sediaan oral, diklofenak terdistribusi ke cairan sinovial. Mencapai puncak 60-70% yang terdapat pada plasma. Namun, konsentrasi diklofenak dan metabolitnya pada cairan sinovial melebihi konsentrasi dalam plasma setelah 3-6 jam. Diklofenak terikat secara kuat dan reversibel pada protein plasma, terutama albumin.Pada konsentrasi plasma 0,15-105 mcg/ml, diklofenak terikat 99-99,8% pada albumin. Diklofenak pemberian topikal tidak mengalami distribusi. 3. Metabolisme (AHFS 2010, hal.2087; GG Ed.11, hal.698) Metabolisme diklofenak secara jelas belum diketahui, namun dimetabolisme secara cepat di hati. Diklofenak mengalami hidroksilasi, diikuti konjugasi dengan asam glukoronat, amida taurin, asam sulfat dan ligan biogenik lain. Konjugasi dari unchanged drug juga terjadi. Hidroksilasi dari cincin aromatik diklorofenil menghasilkan 4-hidroksidiklofenak dan 3hidroksidiklofenak. Konjugasi dengan asam glukoronat dan taurin biasanya terjadi pada gugus karboksil dari cincin fenil asetat dan konjugasi dengan asam sulfat terjadi pada gugus 4 hidroksil dari cincin aromatik diklorofenil. 3 dan/atau 4-hidroksi diklofenak dapat melalui 4-0. Metilasi membentuk 3-hidroksi-4-metoksi diklofenak. Diklofenak pemberian topikal tidak mengalami metabolisme. 4. Eliminasi (AHFS 2010, hal.2087 dan GG Ed.11, hal.698) Diklofenak dieksresikan melalui urin dan feses dengan jumlah minimal yang dieksresikan dalam bentuk tidak berubah (unchanged). Eksresi melalui feses melalui eliminasi biliari. Konjugat dari diklofenak yang tidak berubah dieksresikan melalui empedu (bile), sementara metabolit terhidroksilasi dieksresi melalui urin.

II. 5. Indikasi dan Dasar Pemilihan (AHFS 2010, hal.2081) Natrium diklofenak dalam bentuk gel diindikasikan untuk: a. Rheumatoid arthritis dan osteoarthritis akut dan kronis b. Ankylosing spondylitis

Sodium diklofenak gel 1% digunakan secara topikal untuk osteoarthritis dan nyeri tulang sendi. Gel digunakan pada tulang sendi untuk terapi topikal (contoh: tangan dan kaki). Gel tidak dievaluasi untuk digunakan pada sendi pada punggung (tulang belakang), panggul atau bahu. Berdasarkan data indikasi tersebut di atas, sediaan gel natrium diklofenak yang akan dibuat diindikasikan untuk osteoarthritis berupa nyeri sendi pada tangan dan kaki. Pemilihan indikasi tersebut didasarkan pada kesesuaian pada pustaka (AHFS 2010, hal.2081, IONI hal 705 dan USPDI 2007, hal.391).

II.6. Kontraindikasi dan Alasannya (AHFS 2010, hal. 2085) Penggunaan Na-diklofenak dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap diklofenak. Diklofenak juga dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami serangan asma, urtikaria, atau reaksi sensitivitas lain yang disebabkan oleh asam asetilsalisilat atau NSAIA lain, karena terdapat potensial terjadi sensitivitas silang antara NSAIA dan asam asetil salisilat yang dapat menyebabkan reaksi anafilaktik parah.

II.7 Dosis dan Perhitungan Dewasa


Nyeri sendi bagian bawah (lutut, pergelangan kaki, kaki) karena osteoarthritis = 4 g gel 4x sehari. Nyeri sendi bagian atas (siku, pergelangan tangan, tangan) karena osteoartritis = 2 g gel 4x sehari.

Anak-anak

Tidak dianjurkan untuk anak-anak.

Total pemakaian ke semua sendi tidak boleh melebihi 32 g gel, dengan tidak lebih dari 16 g gel sehari untuk 1 daerah sendi bagian bawah dan tidak lebih dari 8 g gel pada 2 daerah sendi bagian atas. (AHFS 2010, hal.2082) Untuk memenuhi indikasi di atas dengan kekuatan sediaan 1 % Na-diklofenak maka diputuskan untuk dibuat sediaan gel Na-diklofenak dengan bobot 20 g (mengandung 200 mg Na-diklofenak dalam 20 g). II.8 Cara Pakai (AHFS 2010, hal. 2082) Gel 1% Sejumlah cukup gel, sesuai dengan luas area yang sakit, dioleskan pada sendi yang sakit. Diberikan pijatan secara perlahan untuk memastikan pemakaian gel merata pada seluruh sendi yang sakit. Daerah yang baru dioleskan sediaan didiamkan selama 10 menit sebelum

ditutupi dengan pakaian dan 60 menit sebelum mandi. Tangan harus segera dicuci setelah dioleskan gel Na-diklofenak, kecuali bila tangan tersebut adalah daerah yang diobati. II. 9 Efek Samping (AHFS 2010, hal.2084) Efek samping yang paling sering terjadi pada pemakaian gel Na-diklofenak adalah dermatitis pada daerah yang diolesi obat. Selain itu, terjadi juga pruritus, eritema, kekeringan atau iritasi. II. 10 Toksisitas (AHFS 2010, hal. 2086) Dosis letal akut pada manusia tidak diketahui. II.11 Interaksi dengan Obat lain dan Akibat Interaksinya

Hingga kini tidak ditemukan data interaksi pemakaian topikal Na-diklofenak. (Stockley, hal. 97) Gel diklofenak dapat berinteraksi dengan NSAIA rute oral. (AHFS 2010, hal.3589)

II.12. Penggunaan Pada Kondisi Khusus

Kehamilan: hindari penggunaan pada trimester ke-3 karena kemungkinan penutupan ductus arteriosus prematur, hindari penggunaan pada kehamilan akhir karena kemungkinan dapat menunda persalinan. Menyusui: hentikan menyusui untuk pemakaian obat karena potensial risiko pada bayi. Anak-Anak: efikasi dan keamanan belum terjamin pada pasien anak. Geriatri: pada individu 65 tahun/lebih, tidak terdapat perbedaan keamanan dan efikasi dibandingkan dengan pasien dewasa, tetapi peningkatan sensitivitas tetap diperhitungkan.

II. 13. Peringatan (AHFS 2010, hal. 3589) Hindari kontak dengan mata, luka terbuka, lesi terinfeksi atau dermatitis eksfoliatif. II. 14. Cara Penyimpanan (AHFS 2010, hal. 2088) Gel Na-diklofenak harus disimpan pada suhu 25C (25 derajat celcius), tetapi bisa dipaparkan pada rentang temperatur, mulai dari 0C. Gel diklofenak tidak membeku. II. 15. Bentuk Sediaan yang Beredar di Pasaran Gel Na-diklofenak 1% Voltaren (Novartis) dan Valtogel (Nufarindo) Asam Mefenamat

Nama dagang : Alpain, Bonapons, Mefantan, Opistan, Ponstan, Dolfenal, Dolodon, Ponalar, Pehastan, dsb. Sediaan : Tablet, kapsul, kaplet, sirup, suspensi Kelompok obat : Antireumatik (analgesik anti-inflamasi non steroid). Mekanisme kerja : Menghambat kerja enzim siklo-oksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Indikasi : Analgesik-antipiretik, demam reumatik akut, artritis reumatoid, dismenorea. Kontraindikasi : Ulkus peptikum, penyakit gagal hati dan ginjal serta wanita hamil. Efek samping Iritasi lambung, dispepsia, reaksi alergi Interaksi obat : Memperpanjang waktu protrombin bila diberikan bersama antikoagulan. Dosis : Dewasa : 3x250-500 mg/hari sumber : Peresepan Obat EGC, hal 17-18

Anda mungkin juga menyukai