Anda di halaman 1dari 18

Pendahuluan

Perbedaan gender merupakan sebuah masalah yang telah cukup lama berkembang di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengandung paham patriarkhi.1 Mengenai perbedaan status dan kedudukan berdasarkan gender berawal dari dua teori besar yaitu teori nature dan nurture yang menjelaskan bagaimana terbentuknya kodrat laki-laki perempuan dalam masyarakat. Dalam pandangan teori nature dikemukakan bahwa adanya perbedaan laki-laki dan perempuan secara kodrati disebabkan karena faktor genetis biologis. Adapun teori nurture beranggapan bahwa terjadinya perbedaan laki-laki dan perempuan disebabkan oleh konstruksi sosial budaya.2 Melihat fenomena ini lahirlah sekelompok orang yang menamakan diri kelompok feminis. Mereka berjuang untuk memperoleh hak yang sama seperti yang dimiliki oleh laki-laki. Hak untuk berkarir, menjadi pemimpin, dan lain-lain. a. Pengertian dan sejarah feminisme Secara etimologis kata feminisme berasal dari bahasa latin, yaitu femina yang dalam bahasa inggris diterjemahkan menjadi feminine artinya memiliki sifat-sifat sebagai perempuan. Kemudian kata itu ditambah isme menjadi feminisme, yang berarti hal ihwal tentang perempuan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), feminism di artikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Dalam perkembangan selanjutnya, kata tersebut digunakan untuk menunjukan suatu teori kesetaraan jenis kelamin (sexual equality). Secara historis istilah itu muncul pertama kali pada tahun 1895, sejak itu pula feminisme dikenal secara luas. Dalam pengertian yang lebih luas, feminisme sekurang-kurangnya mencakup tiga pengertian pokok. Pertama, feminisme merupakan pengalaman hidup, sebab ia tidak terlepas dari sejarah munculnya, yaitu dari masyarakat patriarkhi. Dari sejarah hidup inilah kemudian lahirlah kaum perempuan yang mempunyai kesadaran feminis. Kedua, feminisme sebagai alat perjuangan politik bagi kebebasan manusia. Berangkat dari kesadaran feminisme inilah, perempuan ingin melepaskan diri dari penindasan dan ketidakadilan yang selama ini dialaminya.

Patriarkhi atau patriarkhat berarti sistem pengelompokkan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan bapak, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 837) 2 http://wawan-adam.blogspot.com/2009/08/tes.html , Diakses 04/08/2013 13:36 wib

Perjuangannya itu diletakkan dalam bentuk persamaan hukum (legal status) hak memilih dan kesetaraan dengan laki-laki. Gerakan tersebut kemudian disebut dengan liberation movement, yakni suatu gerakan pembebasan yang intinya menuntut persamaan dalam struktur sosial politik. Ketiga, feminisme sebagai aktivitas intelektual. Artinya gerakan yang memberikan pemahaman tentang kehidupan sosial, di mana perempuan itu tinggal, kekuatan yang dapat dilaksanakan untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan nasib perempuan dan untuk mengetahui apa yang harus diperjuangkan, bagaimana mendefinisikan bentuk-bentuk penindasan atas perempuan dan lain sebagainya. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung dari pada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan. Oleh karena itulah, kedudukan perempuan tidaklah sama dengan laki-laki di hadapan hukum. Pada 1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda. Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, "Perempuan sebagai Subyek" ( The Subjection of Women) pada tahun (1869). Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme Gelombang Pertama. Pada awalnya gerakan ditujukan untuk mengakhiri masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik khususnya - terutama dalam masyarakat yang bersifat patriarki. Dalam masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris, kaum laki-laki cenderung ditempatkan di depan, di luar rumah, sementara kaum perempuan di dalam rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang merambah ke Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.

Adanya fundamentalisme di lingkungan agama Kristen terjadi praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang hal ini ditilik dari banyaknya gereja menolak adanya pendeta perempuan, dan beberapa jabatan "tua" hanya dapat dijabat oleh pria. Pergerakan di Eropa untuk "menaikkan derajat kaum perempuan" disusul oleh Amerika Serikat saat terjadi revolusi sosial dan politik. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul "Mempertahankan Hak-hak Wanita" (Vindication of the Right of Woman) yang berisi prinsip-prinsip feminisme dasar yang digunakan dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hakhak kaum prempuan mulai diperhatikan dengan adanya perbaikan dalam jam kerja dan gaji perempuan , diberi kesempatan ikut dalam pendidikan, serta hak pilih. Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai keterikatan (perempuan) universal (universal sisterhood). Pada tahun 1960 munculnya negara-negara baru, menjadi awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut ranah politik kenegaraan dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara parlemen. Gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang Yahudi kelahiran Aljazair yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin.Banyak feminis-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada perempuanperempuan dunia ketiga seperti Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk

pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis. Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikanperbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal" dengan membentuk Womens Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Womens Lib". Womens Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan". Gema pembebasan kaum perempuan ini kemudian mendapat sambutan di manamana di seluruh dunia. Pada 1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan gender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia. Ketidak adilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alas an gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Adapun sifat dan bentukbentuk diskriminasi gender adalah sebagai berikut: Diskriminasi gender dapat bersifat 1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan langsung, baik disebabkan perilaku atau sikap, norma atau nilai, maupun aturan yang berlaku

2. Tidak langsung, seperti peraturan sama, tapi pelaksanaanya menguntungkan jenis kelamin tertentu. 3. Sistemik, yaitu ketidakaadilan yang berakar dalam sejarah, norma atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan. Bentuk-bentuk diskiminai gender adalah sebagai berikut 1. Marginalisasi (peminggiran). Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya, banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh Negara yang bersumber keyakinan, tradisi atau kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi). 2. Subordinasi yaitu anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki. 3. Stereotip yaitu pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut malam adlah seorang pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya. 4. Violence (kekerasan), yaitu serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotif yang dijelaskan sebelumnya. Perkosaan, pelecehan seksual atau perempokan contoh kekerasan paling banyak dialami perempuan. 5. Beban kerja berlebihan, yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Misalnya, seseorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang perempuan juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab perempuan. 3

b. Teori-teori feminisme Feminisme liberal Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa
3

http://situs.kesrepro.info/gendervaw/referensi.htm diakses pada hari selasa, 26 November 2013

kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia demikian menurut mereka punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki. Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat maskulin, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada didalam negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai kesetaraan setidaknya memiliki pengaruhnya tersendi ri terhadap perkembangan pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara.4Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki. Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria. Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender.
4

Fakih Maonsoer, 2002. Runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi. Hlm. 155

Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar perempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal. Feminisme radikal Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal". Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan di kotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan baru yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalanpersoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Feminisme Marxis Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi 7

yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus. Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.5 Feminisme sosialis Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender. Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitali sme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuagan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan. Feminisme postkolonial Dasar pandangan ini berakar dari penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan
5

Fakih Maonsoer, 2002. Runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi. Hlm. 158

prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami penindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. c. Pengertian dan sejarah Teologi Feminis Istilah Feminisme berasal dari kata Latin : Femina yang artinya wanita. Gerakan feminisme bermaksud mengkritik struktur patriarki yang berada dalam masyarakat dan berusaha untuk mengadakan suatu struktur masyarakat yang lebih adil. Dalam patriarki (pater : bapak, arkhe : asal mula yang menentukan) laki-laki berkuasa atas semua anggota masyarakat yang lain dan mempertahankan kuasa itu sebagai milik yang sah. Dalam masyarakat semacam ini, pandangan androsentris (andros : laki-laki, sentris : berhubung dengan inti ) menentukan budaya, yakni segala peristiwa dilihat dari sudut laki-laki.6 Menurut istilahnya, teologi feminisme didefinisikan secara beragam oleh tokoh-tokoh yang menggelutinya sehingga sangat sulit untuk menemukan definisi yang akurat terhadap gerakan ini.Hal ini ditegaskan oleh Marcia Bunge yang menyatakan bahawa ada perbedaan suara antara feminis yang satu dengan yang lain,7 yang terlihat melalui karya tulis mereka, baik bukubuku maupun artikel-artikel yang belakangan ini semakin marak. Dengan bervariasinya tokoh, tulisan serta pandangan mereka maka sulitlah untuk menentukan nuansa definisi feminisme yang jelas, karena tidak ada kanon tradisi feminis yang normatif ataupun rumusan kredo yang jelas.8 Namun, perbedaan antara tersebut bukan berarti tidak titik temu diantaranya. Secara umum, teologi feminsme memberikan penekanan pada beberapa hal yang menjadi isu terkemuka didalamnya, yaitu isu tentang usaha kaum feminis untuk mencari solusi terhadap paham tradisional yang patriarkhi demi tercapainya keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan antara laki-laki dan perempuan.9 Kenyataan akan sedikitnya ruang gerak perempuan dalam ranah publik jika dibandingkan dengan laki-laki, memunculkan pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi dalam Islam? apakah
Marie C.B. Frommel, Hati Allah bagaikan hati seorang ibu, hlm 9 Marcia Bunge, Feminism in Different Voices: Resources for the Church, Word & World Theology for Christian Ministry, (Fall,1988), 321 8 Pamela Dickey Young, Feminist Theology/Christian Theology: In Search of Method (Minneapolis: Fortress,1990), hal, 7 9 Ibid.10
7 6

Islam yang diwahyukan kepada Muhammad Saw. mengajarkan dikriminasi? apakah Islam tidak memiliki konsep tentang keadilan? dan beberapa pertanyaan lain. Pertanyaan -pertanyaan tersebut merupakan alasan yang seringkali dimunculkan dalam kalangan feminisme Islam. Secara historis, diskriminasi terhadap perempuan muncul sebagai akibat adanya doktrin ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan yang telah membudaya dalam sejarah kehidupan umat manusia. Adanya anggapan-anggapan bahwa perempuan tidak cocok memegang kekuasaan karena perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan seperti laki-laki, laki-laki harus memiliki dan mendominasi perempuan, menjadi pemimpinnya dan menentukan masa depannya, aktifitas perempuan hanya terbatas di dapur, kasur dan sumur saja karena dianggap tidak mampu mengambil keputusan di luar wilayah kekuasaannya merupakan perfoma penundukan perempuan di bawah struktur kekuasaan laki-laki.10 Pada akhir abad 20, sekitar tahun 1960an, teologi Feminis mulai bertumbuh dan berakar dari North American Black Theology dan Latin American Liberation Theology. Ada kesamaan antara Teologi Feminis dan Latin American Liberation Theology, menurut Stanley J. Grenz kesamaan di antara kedua teologi ini adalah pada tema utamanya yaitu penindasan. Latin American Liberation Theology dimulai dengan berlandaskan pada suatu pengalaman penindasan yang sangat mendalam sehingga 'penindasan' ini menuntut mereka untuk mendapatkan pembebasan, sedang dalam gerakan Teologi Feminis landasan mereka adalah situasi penganiayaan dan penindasan terhadap kaum wanita di mana penindasan menjadi dasar arah teologi mereka. Mereka ingin dibebaskan dari penganiayaan dan penindasan (oleh kaum lakilaki) yang sudah terjadi selama ratusan tahun lalu.11 Pengalaman penderitaan wanita Amerika Latin dan Amerika Utara mendorong kaum Feminis untuk mencari sebab kesalahan ini dan meminta keadilan dalam hidup mereka. Gerakan Feminisme lahir dari sebuah ide yang diantaranya berupaya melakukan pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas nama gender, pencarian akar ketertindasan perempuan, sampai upaya penciptaan pembebasan perempuan secara sejati. Feminisme adalah basis teori dari gerakan pembebasan perempuan.

10

Muhammad Inam Esha, Teologi Islam: Isu-Isu Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hal.

48-49 Sandra M. Schneiders, "Does the Bible Has a Post Modern Message?", dalam Post Modern Theology: Christian Faith in a Pluralist World, Frederic B. Burnham ed., (San Fransisco: Harper and Row, 1989) Hal. 65.
11

10

Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriachal sifatnya. Dalam bidangbidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropah dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke seluruh dunia. Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan penindasan terhadap kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-praktek dan kotbah-kotbah yang menunjang situasi demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat pun hanya dapat dijabat oleh pria. Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan sebagai mahluk yang harus tunduk kepada suami dalam Efesus 5:22 dengan menafsirkannya secara harfiah dan tekstual seakan-akan mempertebal perendahan terhadap kaum perempuan itu. Efesus 5:22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan. Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk ";menaikkan derajat kaum perempuan" tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of Woman yang isinya dapat dikata meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-40 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum lakilaki. Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era reformasi dengan terbitnya buku "The Feminine Mystique"; yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian 11

merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempuntyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang. Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, soalnya sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok feminisme radikal dengan membentuk Womens Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan Womens Lib. Womens Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya Miss America Pegeant di Atlantic City yang mereka anggap sebagai pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan. Gema pembebasan kaum perempuan ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia. d. Pengaruh Terhadap Kehidupan Perempuan Peran Wanita dalam Keluarga Peran dan pekerjaan wanita di dalam masyarakat tidak dapat terlepas dari kodratnya sebagai manusia yang berjenis kelamin khusus, yaitu jenis kelamin yang memungkinkan bahkan mengharuskan ia terikat kuat pada fungsi sosial tertentu yaitu fungsi reproduksi. Fungsi ini memerlukan waktu yang lama, mulai saat ovulasi dan pembuahan sampai anak itu dapat dilepas dari menyusuinya. Fungsi pria dalam hal reproduksi adalah sangat terbatas, ia hanya mendeposito benih untuk membuahi sel telur dan proses ini tidak memakan waktu lama. Karena perbedaan fungsi dalam hal reproduksi ini, maka terjadi perbedaan juga dalam pembagian pekerjaan di bidang sosial ekonomi. Terjadi spesialisasi dan pembagian kerja dalam masyarakat yang relatif ketat antara pria dan wanita, yaitu bahwa fungsi reproduksi yang sangat menyita waktu itu diserahkan sepenuhnya kepada wanita dan menjadi kewajibannya. Fungsi lain yang non reproduksi seperti mencari nafkah, menjaga keamanan, menjadi kewajiban pria.

12

Pembagian fungsi ini telah berlangsung sejak adanya manusia di dunia, selama kehidupan pra industrial. Wanita untuk pekerjaan domestik dan pria untuk pekerjaan publik. Dikotomi domestik-publik kemudian mulai kabur sejak manusia memasuki era industrialisasi. Dengan perubahan peran wanita, maka timbulah masalah baru yang berhubungan dengan perubahan nilai-nilai. Setelah keluarga inti timbulah emansipasi wanita. Semula sebagai usaha kaum wanita untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan dunia yang berubah, akhirnya emansipasi menjadi ideologi, yaitu untuk membebaskan diri dari apa yang dianggap exploitasi kaum pria terhadap wanita dalam bidang ekonomi, sex, dan budaya. Seiring dengan emansipasi dalam perkembangan pekerjaan dan karir wanita, dapat dilihat bahwa tingkat kesuburan menurun dengan akibat bahwa pekerjaan domestik berkurang. Dengan demikian, wanita dapat lebih banyak peluang lagi untuk terjun dalam bidang publik menjadi wanita bekerja maupun wanita karir. Wanita karier Wanita karir adalah wanita yang bekerja dengan tanggung jawab yang besar dan biasanya dalam kedudukan yang memungkinkan kenaikan ke jenjang pangkat atau jabatan yang lebih tinggi serta bekerja juga di luar jam-jam kerja biasa (Maramis, 1993). Wanita yang bekerja sebagai buruh pabrik, pelayan toko, sekretaris, dan yang melakukan pekerjaan ketrampilan tangan yang lain bukanlah wanita karir. Tanggung jawabnya tidak besar dan kenaikan jenjang kedudukan sangat terbatas. Semua wanita ini adalah wanita bekerja (working woman), tetapi hanya sebagian adalah wanita karir. Namun apapun pekerjaan wanita itu, bila ia sudah menikah , bila ia bekerja bukan semata-mata untuk mengurus rumah tangga, maka akan ada dampak terhadap keluarganya, positif atau negatif, tergantung dari banyak hal. Di masa lampau, wanita terikat dengan nilai-nilai tradisional yang mengakar di masyarakat. Jika ada wanita berkarir untuk mengembangkan keahliannya di luar rumah, mereka dianggap telah melanggar tradisi sehingga dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan lingkungannya. Mereka kurang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri di tengahtengah masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman, kaum wanita dewasa ini cenderung berperan ganda, karena mereka telah mendapat kesempatan yang luas untuk mengembangkan diri. Profesi 13

sebagai ibu rumah tangga sudah bukan lagi satu-satunya pilihan yang harus diambil oleh seorang wanita. Sudah tidak zamannya lagi jika seorang wanita hanya berkutat dengan urusan dapur, anak, suami, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Sudah menjadi hal yang biasa jika seorang wanita memiliki karir yang cemerlang. Bagi wanita yang belum menikah, pergeseran paradigma ini mungkin tidak begitu memberikan pengaruh. Sebaliknya, pergeseran paradigma ini jelas akan mempengaruhi wanita yang sudah berumah tangga. Dalam kesehariannya, ia dituntut untuk menjalankan peran sebagai seorang istri, ibu, dan sekaligus wanita karir. Dengan demikian, seorang wanita dituntut untuk bisa menjalankan semua peran dan tanggung jawabnya dengan baik. Apakah mungkin seorang wanita berkarir sekaligus menjadi istri dan ibu rumah tangga yang baik ? Memang terdapat banyak hambatan, tetapi kiranya jalan keluar selalu ada, tergantung pada wanita itu sendiri. Masalah-masalah Wanita Karir Diantara begitu banyak pengaruh dan masalah yang mungkin timbul bagi wanita bekerja ataupun wanita karir, dua hal yang sangat kuat pengaruhnya adalah yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri dan yang berhubungan dengan keluarga. a. Pekerjaan Terdapat lebih banyak pria daripada wanita yang lebih kuat berorientasi pada prestasi, promosi jabatan, dan kenaikan gaji. Sebaliknya lebih banyak wanita dari pada pria yang lebih kuat berorientasi pada keluarga serta teman-teman, dan mendahulukan relasi sosial dari pada tanggung jawab peekrjaan (Tavris, 1977). Tetapi ternyata bahwa bila wanita kedudukannya tinggi dalam pekerjaan tidaklah berbeda dengan pria dalam hal ambisi untuk prestasi dan promosi. Sering diperlukan lebih banyak pekerja dan khusus karyawan wanita, tetapi biasanya mereka hanya menggantikan karyawan pria yang mendapatkan kesempatan untuk lebih maju. Sering juga wanita adalah yang paling akhir diterima dan paling pertama diberhentikan. Tidak jarang wanita diberi jenis pekerjaan yang membosankan sehingga ia kelihatan lebih berorientasi pada bicara dari pada kerja. Pekerjaan mempengaruhi manusia lebih banyak daripada manusia mempengaruhi pekerjaan. Harga diri ditingkatkan oleh pekerjaan yang kompleks. Secara rata-rata wanita kurang kesempatan naik pangkat dibandingkan pria karena ditempatkan pada pekerjaan yang kurang kompleks. 14

Masalah lain bagi wanita karir adalah bahwa masih banyak orang, baik pria maupun wanita, yang tidak begitu senang bekerja di bawah seorang bos wanita. Padahal gaya kepemimpinan kurang tergantung pada jenis kelamin atau sifat kepribadian, tetapi lebih banyak ditentukan oleh kekuasaan dan wewenang yang nyata. b. Keluarga Makin banyak wanita yang melakukan pekerjaan publik, tetapi hanya sedikit pria yang membantu pekerjaan domestik, karena pekerjaan domestik dianggap tidak jantan dan merupakan kewajiban wanita. Perkawinan mempunyai efek negatif paling banyak adalah pada wanita yang hanya mempunyai satu cita-cita identitas saja yaitu untuk menjadi istri dan ibu. Bila hal ini tidak tercapai atau bila perkawinanya tidak memuaskan, maka ia akan sangat kecewa dan menderita seakan-akan hidup ini tidak berguna lagi. Masalah lain dalam keluarga adalah siapa yang berkuasa atau mengambil keputusan terakhir ? Rupanya siapa yang memasukkan uang paling banyak, dialah yang paling menentukan. Tetapi yang paling tidak terlibat dalam perkawinan, diapun dapat lebih berkuasa karena setiap waktu ia dapat mengancam untuk meningggalkan pasangannya.Ternyata lebih banyak wanita yang merasa kurang dicintai suami mereka daripada suami yang kurang dicintai istri mereka. Konflik antara perkawinan dan pekerjaan lebih besar pada wanita daripada pria. Wanita karir harus dapat menampung tuntutan pekerjaan ke dalam kebutuhan keluarganya. Wanita karir mempunyai dua jenis pekerjaan, publik dan domestik, suami bekerja hanya mempunyai satu pekerjaan. Dampak Buruk Feminisme Bekerjanya seorang istri di luar rumah menimbulkan efek buruk bagi stabilitas keharmonisan keluarga. Baik antara dirinya dengan suami maupun antara dirinya dengan anakanak. Meskipun dengan bekerjanya seorang istri membuat beban suami menjadi lebih ringan, namun di sisi lain justru akan membuat suami kehilangan harga dirinya dan karena itu keharmonisan pun menjadi memudar. Dalam hal ini, agaknya betul apa yang disampaikan Muhammad bin Luthfi al-Shobbag, bahwasanya hubungan suami-istri bukanlah didasarkan atas materi saja.12

Muhammad bin Luthfi al-Shobbag, dkk., Pesan untuk Muslimah. Cet. VII. Penerjemah Muhammad Sofwan Jauhari (Jakarta: Gema Insani Press, 1416 H/1996 M), h. 37.

12

15

Dengan bekerjanya seorang wanita, perhatiannya kepada anak-anaknya pun akan berkurang. Apabila hal itu terjadi, anak-anak akan merasa bahwa diri mereka tidak lebih penting dari pekerjaan ibunya dan kerenanya ia pun melakukan sejumlah kenakalanyang bagi merekasebenarnya hanya bertujuan untuk memancing perhatian dan kasih sayang ibunya. Apabila sang ibu tetap tak peduli dan mau memerhatikan anaknya secara lebihdalam arti tetap dengan kesibukan kerjamaka sang anak akan frustasi dan kenakalan yang dilakukan sang anak akan diupayakan terjadi sesering mungkin.13 Psikolog terkenal John Bowlby, meyakini bahwa ikatan antara ibu dan anak yang tidak memberikan rasa aman, tidak adanya cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan anak, atau kehilangan salah satu orangtua di masa kanak-kanak, akan menciptakan set kognitif yang negatif.14 Kondisi kognitif yang seperti ini ketika bertemu dengan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan kehilangan (kasih sayang, teman, guru, dsb), maka kehilangan tersebut akan menjadi pemicu yang dengan segera menimbulkan depresi.15 Bila sudah begini, maka waspadalah, karena pengalaman membuktikan seringkali remaja yang mengalami depresi akan mencoba bunuh diri.16 D. Tokoh-Tokoh Teologi Feminisme RA. Kartini Judul bukunya "Door Duisternis tot Licht" - "Habis Gelap Terbitlah Terang", itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. Mary Daly Mary Daly adalah seorang penganut Katolik Roma. Bukunya, the Church and Second Sex merupakan sumbangan awal yang penting bagi teologi feminisme. Ia kemudian keluar dari

Arthur T. Jersild, dosen Columbia University menulis, Perbuatan nakal yang dilakukan berkali -kali merupakan perilaku agresif yang bersumber dari rasa frustasi ( Delinquent acts frequently are aggressive acts springing from frustation). Lihat, Arthur T. Jersild, The Psychology of Adolescence, 2nd ed. Cet. V (New York: The MacMillan Company, 1965), h. 315. 14 John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja. Penerjemah Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 529. 15 Ibid, h. 530. 16 Ibid, h. 532.

13

16

iman Kristen. Ia skeptis terhadap mereka yang berpendapat bahwa Alkitab dapat dibebaskan dari tradisi patriarkhal. Rosemary Radford Ruether Salah satu tulisannya yang terkenal adalah Pembebasan Kristologi dari Patriarkhat. Dalam tulisan atersebut, ia mempertahankan bahwa pelayanan Yesus adalah mewartakan kabar baik kepada orang-orang yang direndahkan, termasuk perempuan. Akibatnya, ia sangat setuju dengan praktek selibat. Elizabeth Schussler Fiorenza Judul bukunya In Memoriam of Her yang menggemakan Markus 14:9 merupakan karya yang berpengaruh. Ia menekankan perlunya melihat peranan yang dimainkan para perempuan pada awal sejarah Kristen, suatu peranan yang penting yang sering diabaikan oleh penafsir Alkitabiah laki-laki. Ini merupakan proses penemuan kembali bahwa Injil Kristen tidak dapat diwartakan jika murid-murid perempuan dan apa yang telah mereka lakukan tidak dikenang.17

17

Tony Lane, Runtut Pijar, hlm 251

17

Daftar Pustaka
Frommel, Marie C.B., Hati Allah bagaikan hati seorang ibu Bunge, Marcia Bunge, Feminism in Different Voices: Resources for the Church, Word & World Theology for Christian Ministry, (Fall,1988) Young, Pamela Dickey Young, Feminist Theology/Christian Theology: In Search of Method(Minneapolis: Fortress,1990), Esha, Muhammad Inam Esha, Teologi Islam: Isu-Isu Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2008) Schneiders, Sandra M."Does the Bible Has a Post Modern Message?", dalam Post Modern Theology:
Christian Faith in a Pluralist World, Frederic B. Burnham ed., (San Fransisco: Harper and Row, 1989)

Al-Shobbag, Muhammad bin Luthfi, dkk., Pesan untuk Muslimah. Cet. VII. Penerjemah Muhammad Sofwan Jauhari (Jakarta: Gema Insani Press, 1416 H/1996 M), Jersild, Arthur T., dosen Columbia University menulis, Perbuatan nakal yang dilakukan berkali-kali merupakan perilaku agresif yang bersumber dari rasa frustasi (Delinquent acts frequently are aggressive acts springing from frustation). Lihat, Arthur T. Jersild, The Psychology of Adolescence, 2nd ed. Cet. V (New York: The MacMillan Company, 1965)

Santrock, John W., Adolescence: Perkembangan Remaja. Penerjemah Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih (Jakarta: Erlangga, 2003).

18

Anda mungkin juga menyukai