Anda di halaman 1dari 5

Sejarah dan Perkembangan Style Arsitektur di Jepang

Perkembangan sejarah arsitektur Jepang secara singkat diperkirakan


dimulai sejak awal periode Yomon (ca. 8000~300 BC.). Kemudian
dilanjutkan dengan beberapa periode, yaitu Yayoi (ca. 300 BC. ~ AD.
300) dan periode berikutnya adalah periode Tomb atau Kofun (ca.
300~552). Perjalanan dari periode-periode tersebut memberikan
banyak peninggalan tradisi berbudaya dalam bangunan tempat tingal,
temuan dari hasil rekonstruksi arsitektur dan arkeologi yang masih
mempunyai bentuk keasliannya, yang sampai saat ini masih dapat
dilacak keberadaannya. Arsitektur dari bangunan tempat tinggal
tersebut memberi corak tradisi perkembangan awal peradaban Jepang
dalam membentuk lingkungan permukiman tradisionalnya. Tradisi dan
budaya ini berkembang menjadi dasar pijakan awal perkembangn
arsitektur dan kepercayaan asli bangsa Jepang. Hasil rekonstruksi di
atas menunjukkan bahwa budaya asli mereka dalam berhuni cukup
tinggi dengan struktur konstruksi bangunannya maupun pola
permukimannya yang sangat dinamis.

Setelah ketiga periode di atas berjalan, muncul satu kepercayaan asli


bangsa Jepang yang berkembang pada waktu itu, yaitu Shinto (the
Way of God). Mereka menyebutnya Tuhan mereka sebagai kami,
karena itu kata kami dapat diartikan pula sebagai dewa atau Tuhan.
Shinto merupakan satu kepercayaan asli (primitif) dengan sifat
universal. Bentuk bangunan kuilnya merupakan ciri khas dari
arsitektur tradisional Jepang (native architecture). Struktur dan
konstruksi bangunannya masih asli dan sangat sederhana, tanpa
adanya detail dan ornament serta warna. Bentuk bdan tampilan
angunannya mempunyai karakter jerinih, tanpa adanya polesan
apapun. Keasliannya memberikan cermin akan kesederhanaan
karakter dan budaya yang melekat pada tradisi waktu itu, yang
akhirnya dibawa ke dalam era modern sekarang ini. Dari bentuk
bangunannya, belum nampak adanya pengaruh dari arsitektur
manapun dalam hal ini Budisme. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada
masa tersebut agama/kepercayaan dan arsitektur yang berkembang
pada waktu itu belum terpengaruh dari manapun. Karena pada periode
tersebut agama Buda dan segela bentuk budayanya belum masuk dan
menyebar ke Jepang, baik yang melalui Korea maupun Cina.

Pada tahun 552 AD., Budisme masuk ke Jepang melalui Korea (melalui
kerajaan Paekche). Pada waktu itu Budisme berkembang sangat pesat
terutama di Kota Nara, dan perkembangan tersebut meliputi agama
(dengan munculnya enam aliran di dalam agama Buda), kebudayaan,
arsitektur, seni, dan sebagainya. Pola dan bentuk bangunan kuil-
kuilnya pengaruh dari arsitektur dan budaya Cina sangat kuat sekali,
baik dari struktur bangunannya maupun bentuk tampilannya.
Perkembangan Budisme diawali sejak periode Asuka (552~645) dan
dilanjutkan pada periode Nara (646~793). Dari perjalanan kedua
periode tersebut, arsitektur kuil berkembang pesat, dan style yang
muncul pada waktu itu, adalah wayou (native style = Japanese style
architecture). Merupakan style dengan keaslian bentuk dan
tampilannya mencirikan awal dari berkembangnya arsitektur Budhis di
Jepang. Dengan berbagai macam aliran dalam Budisme yang
berkembang di Kota Nara, berkembang pula berbagai macam
bangunan kuil mulai pagoda sampai pada permukimannya. Dengan
bentuk dan detail-detail arsitekturnya menjadikan awal dari
perkembangan arsitektur bangunan kuil-kuil di Jepang.

Pada periode Heian (794~1185), ada dua sekte besar yang banyak
berperan di dalam pengembangannya. Kedua sekte tersebut adalah,
sekte Shingon dan sekte Tendai. Kedua sekte ini mengembangkan
ajaran tentang esoterik Budisme (dari aliran Mahayana) dengan
mandalanya (kosmik diagram). Untuk sekte Shingon mempunyai
kompleks kegiatan yang berpusat di atas gunung Koya di propinsi
Wakayama. Sedangkan sekte Tendai berpusat di atas gunung Hie yang
terletak di perbatasan antara propinsi Kyota dan Shiga. Pada periode
ini perkembangan dari style untuk kuil-kuil Buda, masih bertahan
dengan wayou (Japanese style). Bangunan-bangunan kuil dengan pola
perletakan kompleks kuilnya menjadi ciri khas pada periode tersebut.
Demikian juga dengan lukisan-lukisan dengan konsep mandalanya
berkembang dengan pesat, dan menjadi ciri dari periode tersebut.

Pada periode Kamakura (1186~1333), muncul beberapa sekte baru


dalam agama Buda, di antaranya adalah Zen Budisme yang
berkembang pesat di Jepang. Waktu itu perkembangannya melalui dua
sekte besar, yaitu sekte Rinzai dan sekte Soutou. Kedua sekte ini
dibawa oleh biksu-biksu dari Jepang yang belajar ke Cina. Membawa
filosofi baru dalam Budisme yang akhirnya berkembang keseluruh
bagian dari kehidupan masyarakat Jepang, terutama dalam bidang
seni dan budaya. Periode ini campur tangan dari pemerintah militer
mempunyai peran besar, terutama dalam perkembangan dari sekte
Rinzai. Dapat dikatakan, bahwa kedua sekte yang mereka bawa dari
Cina dapat masuk ke dalam kehidupan masyarakat, termasuk
arsitektur Zen yang terlihat pada bangunan kuil maupun huniannya.
Selain sekte yang berkembang melalui Zen Budisme, ada, beberapa
sekte lain dari agama Buda yang juga berkembang, di antaranya sekte
Judou, sekte Joudou-shin dan sekte Nichiren. Meskipun demikian,
pada awalnya Japanese style (wayou) masih bertahan, namun dalam
proses perjalanannya style baru yang masuk dibawa dari Cina Zen
style (zenshuyou) atau juga disebut karayou (Chinese style),
mengalami perkembangan pesat. Style ini berkembang terutama pada
bangunan-bangunan kuil, pola lay out bangunan ataupun detail-detail
arsitektur menjadikan ciri khas bangunan Zen Budisme di Jepang. Di
samping style-style tersebut, ada beberapa kuil yang di dalam
perkembangannya menggunakan atau mengadopsi lebih dari dari satu
macam style, yang diwujudkan ke dalam sebuah bangunan. Di
antaranya, adalah penggabungan dari beberapa macam style, yaitu
“wayou”+”zenshuyou/karayou”+“daibutsuyou”. Penggabungan dari
berbagai macam style ini juga dinamakan setchuyou (mix style/hybrid
style). Sebenarnya, pada periode Kamakura ini, style yang
berkembang hanya ada dua, yaitu zenshuyou dan daibutsuyou (great
Buddha style)/tenjikuyou (Hindu style). Sedangkan untuk daibutsuyou
muncul pertama kali saat Chogen melakukan restorasi bangunan
Nandaimon, yaitu pintu gerbang, yang terdapat di bagian selatan dari
kuil Toudai-ji di Kota Nara.

Dalam Zen Budisme, perkembangan pesat terjadi pada sekte Rinzai,


terutama di Kota Kamakura dan Kyoto. Di kedua kota tersebut,
terdapat ranking dari lima kuil besar (gozan), sistem tersebut diadopsi
dari sistem yang terdapat di Cina. Kuil-kuil besar yang terdapat di
kedua kota tersebut mendapat dukungan dari pemerintah militer yang
berkuasa pada waktu itu. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah
militer antara lain meliputi ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
Sedangkan sekte Rinzai lebih banyak berkembang di pusat-pusat Kota,
dibandingkan dengan sekte Soutou karena mendapat dukungan dari
pemerintah militer. Sebaliknya, untuk sekte Soutou lebih banyak
berkembang di daerah pedesaan dan pegunungan yang jauh dari
pusat kota. Pada tahun 1630, ada sekte baru, yaitu sekte Obaku yang
merupakan bagian dari Zen Budisme masuk ke Jepang dibawa oleh
seorang bhiksu dari Cina. Dalam perjalanan sejarah berikutnya, di
Kota Kyoto berkembang pula dua kuil besar dari sekte Rinzai, yaitu
Myoushin-ji dan Daitoku-ji. Kedua kuil ini tidak mendapat dukungan
dari pemerintah militer yang berkuasa waktu itu. Karena keduanya
tidak masuk ke dalam ranking lima kuil besar (gozan), dan dalam
perkembangannya kedua kuil tersebut hingga saat ini masih bertahan.

Pada periode Muromachi (1134~1573), style dari zenshuyou maupun


karayou masih berkembang dengan pesatnya. Terutama pada art of
garden (seni penataan taman) dengan bentuk penataan mempunyai
ciri khas dari filosofi Zen. Seni taman ini banyak terlihat pada vihara-
vihara sekte Rinzai, yang terdapat di dalam kompleks kuil-kuil besar
Zen yang berada di Kota Kyoto. Perkembangan lain yang terjadi,
adalah residential architecture (rumah tinggal), terlihat pada
bangunan-bangunan kuil, vila, dan rumah para samurai dengan
sentuhan detail-detail arsitektur yang khas dari Zen Budisme.

Berikutnya pada periode Momoyama (1574~1614), ada tiga shogun


besar yang mempersatukan Jepang di antaranya adalah Oda
Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieasu. Style yang
berkembang pada periode ini masih bertahan pada
zenshuyou/karayou, sedangkan pada bagian lain adalah Zen painting
(seni lukis) nampak berkembang sangat pesat. Pada bagian lain dari
periode ini yang juga berkembang pesat adalah bangunan castle,
perkembangannya hampir terdapat di seluruh Kota yang ada di
Jepang. Sebagian dari bangunan castle tersebut sampai saat ini masih
bertahan dan dilestarikan sebagai cagar budaya. Ada beberapa
bangunan yang sudah mengalami perubahan baik dengan cara
restorasi maupun rekonstruksi, dan bahkan menggunakan teknologi
modern, karena dengan kondisi bangunan yang ada sekarang sudah
tidak mungkin lagi untuk dipertahankan sesuai dengan struktur dan
konstruksi aslinya.

Pada periode Edo (1574~1868), adalah merupakan penerusan dan


Perkembangan dari periode sebelumnya (Momoyama). Dalam periode
ini terlihat adanya penekanan pada detail-detail bangunan, warna, dan
ukiran baik untuk kuil maupun hunian rumah tinggal. Machiya (rumah
di perkotaan) berkembang pesat hampir di semua kota, menjadi awal
peradaban hunian kota yang sebagian besar masih bertahan sampai
saat ini di Jepang. Akhir periode ini menjadi awal dari pelestarian
cagar budaya bagi bangunan-bangunan yang di bangun periode
sebelum sampai akhir periode Edo.

Periode berikutnya, adalah restorasi Meiji (1687~1911) dan periode


Taisho (1912~1926), pengaruh dari western style (arsitektur barat) di
antaranya renaissance, gothic dan romanesque masuk ke Jepang.
Style-style tersebut banyak dikembangkan untuk bangunan-bangunan
universitas, museum, peribadatan, dan kantor. Pengaruh dari style-
style peninggalan periode Meiji dan Taisho sampai saat ini masih dapat
dilihat di Kota-Kota besar di Jepang sebagai warisan budaya masa lalu.
Dipertahankan sebagai bagian dari bangunan cagar budaya mereka.
Bahkan para arsitek Jepang yang menghasilkan karyanya pada waktu
itu hampir kesemuanya menggunakan style-style tersebut sebagai
bagain dari desain bangunannya.

Babak baru dari dunia arsitektur berkembang dengan pesat hampir


keseluruh daratan Jepang, terutama di Kota-Kota besar. Pada periode
Showa (1927~1988) banyak arsitek Jepang yang belajar ke Amerika
dan Eropa memberikan pengaruh besar terhadap Perkembangan
arsitektur di Jepang. Seperti Maekawa Kunihiro yang disebut sebagai
bapak arsitektur modern Jepang yang belajar ke Prancis di bawah
arsitek Le Corbusier. Pengaruh besar dari hasil belajarnya di Prancis
memberikan suasana baru di Jepang dalam desain bangunannya.
Kemudian arsitek lain seperti, Kenzo Tange juga banyak memberikan
ungkapan-ungkapan baru di dalam rancangannya. Sangat berbeda
dengan native arsitektur yang tmbuh dan berkembang di Jepang
sendiri. Dilanjutkan dengan periode Heisei (1989~sekarang) di mana
post-modern mulai berkembang di Jepang (sebenarnya post-modern di
Jepang berkembang awal tahun 1980-an) dan hal ini muncul akibat
dari bubble economic. Perkembangan desain dari arsitektur post-
modern memberikan perubahan dalam perjalanan arsitektur Jepang
dalam memberikan segala macam bentuk-bentuk arsitekturnya.
Dengan sedemikian rupa penjelajahannya memberikan ungkapan yang
sukar untuk diduga ke mana arh ide dan gagasannya. Bermunculan
bagai cendawan di musim hujan bersanding secara kontradiktif dengan
ketradisionalan yang mereka punyai. Style-style telah mengabaikan
tradisi, budaya, bentuk, bahan dan ungkapannya. Menjadi tempat
berlombanya para arsitek Jepang dalam menemukan ide-de dan
gagasan baru dalam berkreasi untuk menciptakan bentuk-bentuk
barunya. Ini menjadi ciri khas berakhirnya arsitektur post-modern di
Jepang.

Anda mungkin juga menyukai