Anda di halaman 1dari 13

Dahlia Qadari

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Prinsip kerja alat pengendali ketinggian atau level yaitu controller, level switch, dan differential switch, pada kondisi automatik, manual dan off

a. CONTROLLER Set point : Automatik Manual Off = 100 mm = 150 mm (bukaan sol 1 = 50%) = 200 mm

Controller
250

200

Level L1 (mm)

150 Automatic 100 Manual On/Off 50

0 0 500 1000 1500 2000 2500

t (detik)

Grafik 1. a. Respon Controller dalam Mode Automatic, Manual dan On/Off Grafik 1. a., terlihat bahwa pada kondisi pengendali sistem automatic, respon yang dihasilkan controller memiliki error yang kecil sehingga pengendalian level sesuai dengan nilai level yang diinginkan. Dalam mode automatic, katup/sol 1, terbuka dan tertutup pada ukuran tertentu secara otomatis sehingga menghasilkan ketinggian level sesuai dengan set point. Jika level pada tangki melebihi setpoint, maka sol 1 akan tertutup sampai batas tertentu hingga tidak ada bukaan katup (0%).

Dahlia Qadari
Hal tersebut mengakibatkan aliran air ke dalam tangki berkurang. Sehingga dengan adanya gangguan dari sol 2, level pada tangki kembali ke setpoint. Begitupun sebaliknya, jika level dalam tangki kurang dari setpoint maka sol 1 akan terbuka beberapa persen bahkan terbuka penuh untuk menambah aliran ke dalam tangki agar level bertambah walaupun ada gangguan dari sol 2. Selain itu, adanya gangguan dari sol 2 menyebabkan batas atas dan batas bawah level tampak lebih jelas Pada mode manual dengan bukaan sol 1 sebesar 50% dengan setpoint 150 mm dan gangguan sol 2, terlihat dari grafik 1. a., bahwa level terus bertambah seiring berjalannya waktu walau telah diberi gangguan yang menyebabkan terjadinya overflow. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pengendalian di sol 1 karena katup telah diatur dengan bukaan sebesar 50%. Sehingga ketika level telah melebihi setpoint, katup sol 1 tetap terbuka 50% dan mengakibatkan laju alir yang masuk lebih besar dari pada laju alir yang keluar. Seperti telah diketahui, letak pengendali pada operasi manual adalah pada operatornya. Jika tidak ada pengubahan bukaan katup, maka tidak terjadi pengendalian. Untuk mode off dengan setpoint 200 mm dari Grafik 1. a., terlihat bahwa terjadi penurunan level yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh sol 1 sebagai pengendali tertutup penuh sehingga tidak ada aliran yang masuk ke dalam tangki. Dengan adanya gangguan di sol 2 menyebabkan level semakin menurun karena tidak adanya tambahan aliran dari sol 1.

Dahlia Qadari
b. LEVEL SWITCH Set point : Automatik Manual Off = 100 = 150 (bukaan sol 1 = 50%) = 200

Level Switch
160 140

Level L1 (mm)

120 100 80 60 40 20 0 0 500 1000 1500 2000 Automatic Manual On/Off

t (detik)

Grafik 1. b. Respon Pengendali Level Switch dalam Mode Automatic, Manual dan On/Off Grafik 1. b, terlihat bahwa pada mode automatic, manual, dan off dengan set point tertentu tidak mempengaruhi respon level yang dihasilkan. Bahkan respon level yang dihasilkan menyimpang jauh dari set point. Hal ini disebabkan karena pengendali level switch dioperasikan di lapangan. Sehingga penentuan set point untuk pengendali level switch berada di lapangan, serta bukaan katup sol 1 bergantung dari setppint yang ditentukan di lapangan. Grafik 1. B., juga memperlihatkan respon memiliki osilasi yang kecil karena batas atas dan batas bawahnya sangat dekat.

Dahlia Qadari

c. DIFFERENTIAL Set point : Automatik Manual Off = 100 mm = 150 mm (bukaan sol 1 = 50%) = 200 mm

Differential
300 250

Level L1 (mm)

200 150 100 50 0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Automatic Manual On/Off

t (detik)

Grafik 1. c. Respon Pengendali Differential Switch dalam Mode Automatic, Manual dan On/Off Seperti halnya dengan pengendali level switch, pengendali differential switch juga tidak mempengaruhi pengendalian dengan berbagai macam mode di ruang control. Hal ini disebabkan oleh pengendali differential switch berada di lapangan, sehingga set point juga ditentukan di lapangan. Katup sol 1 terbuka sesuai dengan perintah dari indicator controller differential switch di lapangan. Pengendali differential seperti yang terlihat pada Grafik 1. c., cenderung berosilasi dan overflow, karena set point di lapangan berada pada level 225 mm.

Dahlia Qadari
2. Perbandingan karateristik PB, PI, dan PID a. PB Set Point Mode = 100 mm = Automatic

Propotional Band
105 100 95

Level L1 (mm)

90 85 80 75 70 65 0 50 100 150 200 250 300 5 2 0.5

t (detik)

Grafik 2. a., Respon P-Controller (SP=100 mm)

Grafik 2. a., menunjukkan bahwa PB 5 memiliki offset yang cukup besar dibandingkan dengan PB 0,5 yang nilai akhir respon mendekati setpoint. Sehingga semakin besar nilai PB yang diberikan maka offset yang dihasilkan juga semakin besar. Offset berarti pengendali mempertahankan nilai variable proses pada suatu harga yang berbeda dengan setpoint. Sehingga pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang dapat menerima offset. Akan tetapi, PB 5 hanya berosilasi satu kali dibandingkan dengan PB 0,5 dan 2. Hal ini menandakan bahwa semakin besar nilai PB maka offset yang terbentuk semakin besar, namun respon yang dihasilkan cenderung stabil.

Dahlia Qadari
b. PI Set Point Mode = 100 mm = Automatic

Integral Time
105 104 103 102 101 100 99 98 97 96 95 0 20 40 60 80 100 120

Level L1 (mm)

5 3 8

t (detik)

Grafik 2. b. Respon PI-Controller

Jika suatu proses tidak menerima adanya offset, maka untuk menghilangkan offset pada pengendali proportional, pengendali ditambahkan dengan aksi integral. Aksi integral berfungsi untuk menghilangkan offset yang terjadi. Pada Grafik 2. b., terlihat bahwa masing masing respon sudah tidak memiliki offset. Selain itu, pada Ti=8 memiliki respon yang lebih stabil karena overshoot dan jumlah osilasinya yang kurang bila dibandingkan dengan respon Ti yang lebih kecil. Sehingga, semakin besar integral time, maka overshoot dan osilasi semakin berkurang yang mengakibatkan respon cukup stabil. Akan tetapi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai setpoint semakin lama.

Dahlia Qadari
c. PID Setpoint Mode = 100 mm = Automatik

Derivatif Time
106 104

Level L1 (mm)

102 100 98 96 94 0 50 100 150 200 5 2 0.5

T (detik)

Grafik 2. c. Respon PID-Controller Dari pengendali-pengendali yang telah disebutkan diatas, diketahui bahwa masing-masing pengendali memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Pada PController, dengan PB yang besar maka dapat dipeeroleh respon yang stabil, akan tetapi menimbulkan offset yang cukup besar. Kekurangan ini ditutupi dengan mengggunakan PI-Controller, integral time digunakan untuk menurunkan bahkan menghilangkan offset. Akan tetapi, dengan integral time yang besar maka respon yang dihasilkan bersosilasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kestabilan sangat lambat. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menggunakan PID Controller, derivative time yang digunakan berfungsi untuk mempercepat respon dan memperkecil overshoot. Akan tetapi, aksi derivative ini sangat peka terhadap noise sehingga terjadi osilasi kecil yang tidak beraturan dalam setaip respon. Grafik 2.c., menunjukkan nilai Td=5 responnya lebih cepat dan overshootnya tidak besar dibandingkan dengan respon Td=2 dan Td=0,5. Hal ini menandakan semakin besar derivative time maka respon akan cenderung lebih stabil dan cepat.

Dahlia Qadari
3. Membandingkan respon pengendali in flown dan out flown serta melakukan optimasi tiap bagian parameter Dalam setiap pengendalian proses, terdapat dua jenis system pengendalian, yaitu system in flow dan system outflow. Perbedaan ini didasarkan pada penempatan variable manipulasinya. a. In Flow Setpoint Mode Variable manipulasi = 75 mm = Automatik = PSV

Optimasi Inflow
90 80 70

Level (mm)

60 50 40 30 20 10 0 0 200 400 600 800 1000 1200 setelah optimasi sebelum optimasi

t (detik)

Grafik 3. A. Optimasi Sistem Inflow

Pada kondisi inflow, variable manipulasinya adalah katup PSV. Katup PSV inilah yang mengatur laju alir yang masuk ke dalam tangki. Jika level di dalam tangki melebihi set point, maka katup PSV akan menutup dengan ukuran tertentu sehingga laju alir yang masuk ke tangki berkurang bahkan tertutup penuh dan tidak ada laju alir yang masuk ke dalam tangki. Sehingga dengan adanya gangguan di sol 2 dan sol 3 mengakibatkan level menurun. Sebaliknya, jika level di dalam tangki kurang dari set point maka katup PSV akan terbuka sehingga laju alir yang masuk ke dalam tangki bertambah dan menaikkan level di dalam tangki.

Dahlia Qadari
Untuk mengetahui nilai P, I dan D maka dilakukan operasi pengendalian secara automatic pada set point 75 mm. Sehingga dalam grafik 3. a., terbentuk respon dengan gelombang amplitude yang teratur. Nilai P, I dan D yang optimal ditentukan dengan pembacaan gelombang yang diambil dari
nilai amplitude yang atas dan bawah dengan perhitungan bukit. Maka dari grafik 3. A., diperoleh : Under Over PB = = 960 detik dan 68 mm = 820 detik dan 82 mm A (82 68) = = 4,67 3 3

TI = t = 960 820 = 140 detik TD = 6 =


t 140 6

= 23,33 detik

Nilai tersebut dimasukkan ke dalam program controller, sehingga diperoleh hasil setelah optimasi dalam grafik 3. a. Grafik setelah optimasi menunjukkan respon yang stabil serta tepat pada set point yang telah ditentukan yang artinya error yang ditimbulkan oleh respon cukup kecil karena hanya terjadi overshoot yang kecil.

Dahlia Qadari
b. Out Flow 1) Optimasi system outflow pada sol 2 Setpoint Mode Variable manipulasi = 75 mm = Automatik = Sol 2

Optimasi Outflow padaSolenoid 2


90 85

Level (mm)

80 75 70 65 60 00:00 Sebelum Optimasi Setelah Optimasi

07:12

14:24

21:36

28:48

36:00

43:12

t (menit)

Grafik 3. b. 1. Optimasi Sistem Outflow dengan Variabel Manipulasi Solenoid 2 Pada kondisi outflow, proses pengendalian ini menggunakan variable manipulasi solenoid 2. Katup sol 2 secara otomatis terbuka dan tertutup tanpa adanya besaran bukaan. Sehingga pengendalian ini juga termasuk pengendalian on/off. Jika level di dalam tangki melebhi setpoint, maka sol 2 akan terbuka sehingga level akan turun. Sebaliknya, jika level di dalam tangki kurang maka sol 2 akan tertutup sehingga tidak ada aliran yang keluar. Sama seperti proses optimasi dengan system inflow, pada system outflow penentuan nilai P, I, dan D juga dilakukan operasi pengendalian secara automatic pada set point 75. Sehingga dalam grafik 3. B. 1., terbentuk respon dengan gelombang amplitude yang teratur. Nilai P, I dan D yang optimal ditentukan dengan
pembacaan gelombang yang diambil dari nilai amplitude yang atas dan bawah dengan perhitungan bukit. Maka dari grafik 3. B. 1. diperoleh :

Dahlia Qadari
Under Over PB = = 68 dan 1410 = 80 dan 861 A (80 68) = =4 3 3

TI = t = 1410 861 = 549 detik TD = 6 =


t 549 6

= 91,5 detik

Nilai PB, Ti dan Td tersebut dimasukkan ke dalam program controller, sehingga diperoleh hasil setelah optimasi dalam grafik 3. b. 1. Grafik setelah optimasi menunjukkan respon yang stabil serta tepat pada set point yang telah ditentukan yang artinya error yang ditimbulkan oleh respon cukup kecil karena hanya terjadi overshoot yang kecil.

Dahlia Qadari
2) Optimasi system Outflow dengan Pompa A Setpoint Mode Variabel manipulasi = 75 mm = Automatik = Pompa A

OPTIMASI OUTFLOW DENGAN POMPA A


110 100

LEVEL (MM)

90 80 70 60 50 0 100 200 300 400 500 600 700 WAKTU (MENIT) Sebelum Optimasi Setelah Optimasi

Grafik 3. B. 2. Optimasi Sistem Outflow dengaan variable manipulasi Pompa A Prinsip kerja system outflow dengan pompa A sebagai variable manipulasinya hampir sama dengan variable manipulasi solenoid 2. Perbedaannya terletak pada saat pengendalian sebuah proses dengan variable manipulasi pompa A, sitem pengendalian tidak berlangsung secara on/off. Akan tetapi, pompa A akan memompa keluar aliran dalam tangki dalam jumlah tertentu pada kecepatan pompa tertentu sesuai dengan kondisi yang terjadi di dalam tangki. Jika level di dalam tangki melebihi setpoint, maka pompa A akan memompa keluar aliran air dalam tangki. Semakin besar level yang melebihi set point maka semakin cepat pompa memompa air keluar dari tangki. Jika level dalam tangki kurang dari setpoint, maka pompa A akan mengurangi kecepatan atau bahakan berhenti memompa air keluar

Dahlia Qadari
Dari grafik 3. B. 2. Bila dibandingkan dengan grafik 3. B. 1 untuk proses sebelum optimasi, grafik 3. B. 2 lebih stabil dan lebih cepat dalam merespon. Sedangkan untuk grafik 3. B. 1., cenderung lambat dalam merespon . Untuk penentuan nilai P, I, dan D sama dengan proses optiamasi lainnya, maka diperoleh P = 4, 67; I = 110; D = 18,33. Nilai tersebut dimasukkan dalam settingan program sehingga menghasilkan suatu pengendalian yang optimal seperti yang ada dalam grafik 3. B. 2.

Anda mungkin juga menyukai