Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pengenalan Crimes Againts humanity ( Kejahatan terhadap

Kemanusiaan), pertama kali mulai dikenal dan telah menjadi hukum internasional positif yakni, setelah terjadi Perang Dunia II, sebagaimana ditegaskan dalam Article 6 Charter of The International Military Trybunal Mahkamah Militer Internasional atau yang juga dikenal dengan London Agreement, August 8, 1945. Pasal 6 tersebut tidak mendefinisikan tentang kejahatan terhadap kemanusiaan, melainkan hanya menjabarkan kejahatan-kejahatan apa saja yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 1 Dalam pergaulan masyarakat internasional, khususnya masyarakat bangsabangsa atau negara-negara, seperti trauma terhadap akibat-akibat mengerikan dari Perang Dunia II, sehingga hal-hal yang yang

merupakan

penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan kemanusiaan mendapat prioritas dalam pengaturannya pada dalam internasional. Dalam waktu yang tidak begitu lama telah dihasilkan antara lain, Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia, 10 Desember 1948, konvensi Genocide pada tahun 1949, dan setahun kemudian dihasilkan konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1953 dikawasan Eropa Barat, lahirlah European Convention on Human Rights and fundamental Freedoms (konvensi

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity), http://www.sekitarkita.

com.

Universitas Sumatera Utara

Eropa tentang Hak-Hak Asasi dan Kebebasan Fundamental Manusia). Demikian pula dikawasan Amerika dan Afrika juga lahir konvensi-konvensi regional tentang hak-hak asasi manusia. Pada tahun 1966, Majelis Umum PBB berhasil menyepakati dua instrumen Hak-Hak Asasi Manusia, yakni, Covenant on Civil and Political Rights dan Covenant on Economic and Cultural Rights.

Selanjutnya, berbagai instrumen Hak-Hak Asasi Manusia baik dalam ruang lingkup global dan regional, maupun yang bersifat sektoral serta spesifik, mulai bermunculan. 2 Demikian pula kejahatan-kejahatan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik yang terjadinya berhubungan dengan peperangan, maupun kejahatankejahatan yang terjadi dalam keadaan normal (bukan keadaan perang), baik yang bersifat nasional atau domestik maupun internasional atau transnasional, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga semakin banyak bermuncullan. Semua ini dengan akibat-akibat yang tidak berbeda dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh Perang Dunia II, yakni tersentuhnya nilai-nilai kemanusiaan universal yang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah negara, perbedaan ras, warna kulit, suku, etnis, agama, dan kepercayaan. Sebagai konsekuensinya, muncullah usaha-usaha untuk menginternasionalisasikan

kejahatan-kejahatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal ini dan mengaturnya dalam bentuk instrumen-instrumen hukum internasional, seperti perjanjian-perjanjian atau konvesi-konvensi internasional.
2

Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi,Yrama Widya,2004,hal

23.

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat nasional maupun internasional, mulai mengenal nama-nama kejahatan yang relatif yang agak baru, seperti kejahatan terrorisme, kejahatan penerbangan, kejahatan terhadap orang-orang yang memiliki hak-hak istimewa dan kekebelan diplomatik atau orang-orang yang mendapat perlindungan perlindungan secara internasional, kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia, kejahatan menurut hukum internasional, dan lain sebagainya, disamping kejahatan sejenis yang sudah lebih dahulu dikenal seperti kejahatan perang, kejahatan genocide, kejahatan pembajakan dilaut dan kejahatan narkotika. Sedangkan istilah kejahatan terhadap kemanusiaan (Crimes Againtst Humanity), setelah diterapkan dalam proses peradilan para penjahat perang oleh Mahkamah Militer Internasional di Nurenberg 1946 dan Tokyo1948, selanjutnya berkembang dalam wacana akademik dalam bentuk karya-karya ilmiah para ahli hukum internasional. Namun dengan berjalannya waktu, istilah Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts Humanity) ini,mulai memudar untuk beberapa lama dari wacana publik. Pasal 5 Statuta Mahkamah Pidana Internasional (Traktat Roma,1998) menegaskan empat jenis kejahatan yang menjadi yurisdiksi dari Mahkamah, yakni kejahatan perang (war crimes), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes againts humanity), kejahatan agresi (crimes agression) dan kejahatan genocide (crimes of genocide). Sedangkan yang termasuk dalam ruang lingkup kejahatan terhadap kemanusiaan adalah seperti yang tertuang dalam Pasal 7 dalam Statuta Roma 1998.

Universitas Sumatera Utara

Jadi mengenai ruang lingkup dari kejahatan terhadap kemanusiaan sudah mengalami perluasan jika dibandingkan dengan ruang lingkupnya pada awal mula kemunculannya, yakni sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 Statuta Mahkamah Militer Internasional (perjannjian London,1945). Perluasan ini disebabkan karena perkembangan dari berbagai bentuk dan jenis kejahatan-kejahatan itu sendiri. Tentu saja secara hipotesis dapat dikemukakan, bahwa pada masa-masa yang akan datang dengan semakin bertambah atau berkembangnya bentuk dan jenis-jenis kejahatan maka ruang lingkup kejahatan terhadap kemanusiaan juga semakin bertambah luas. Jadi, untuk sementara waktu dapat dikatakan, bahwa apa yang dinamakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes againts humanity) ini hanyalah merupakan himpunan atau kumpulan dari beberapa kejahatan yang dapat saling berkaitan satu sama lainnya, yang dipandang bertentangan dengan nilainilai kemanusiaan secara universal.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis ingin lebih mengetahui tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi Atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts Humanity). Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Penerapan Yurisdiksi Universal? 2. Bagaimana Pelaksanaan Ekstradisi atas Pelaku Kejahatan pada umumnya? 3. Bagaimana Penerapan Yurisdiksi Universal atas Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) melalui Mekanisme Ekstradisi?

Universitas Sumatera Utara

4. Bagaimana Proses Peradilan atas Pelaku Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) oleh Badan Peradilan Internasional

Berdasarkan Yurisdiksi Universal?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui bagaimana Penerapan Yurisdiksi Universal atas kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity). b. Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Ekstradisi atas Pelaku Kejahatan pada umumnya. c. Untuk mengetahui bagaimana Yuisdiksi Universal atas Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) melalui Mekanisme Ekstradisi. d. Untuk mengetahui Bagaimana Proses Peradilan atas Pelaku Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) oleh Badan Peradilan Internasional Berdasarkan Yurisdiksi Universal. 2. Manfaat Penulisan Disamping itu tentunya diharapkan dengan adanya pembahasan ini, maka penulis berharap dapat memberikan masukan dan manfaat untuk: a. Manfaat Teoritis 1) Memberikan masukan sekaligus pengetahuan kepada kita tentang hal-hal yang berhubungan Penerapan Yurisdiksi Universal

Universitas Sumatera Utara

Mekanisme Ekstradisi dan bagaimana eksistensinya atas Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity). 2) Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan dimana dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan analisa-analisa yang brsifat objektif. b. Manfaat Praktis Yaitu memberikan masukan sekligus pengetahuan kepada para pihak dalam kaitannya dengan perkembangan politik dunia mengenai Penerapan Yurisdiksi Universal melalui Mekanisme Ekstradisi pada saat ini khususnya dalam kaitannya dengan Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity).

D. Keaslian Penulisan Pembahasan ini dengan judul: Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi Atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity), adalah judul yang sebenarnya tidak asing lagi ditelinga kita, karena sebelumnya telah banyak dibahas diberbagai media, namun dalam pembahasan skripsi ini penulis khusus membahas mengenai masalah Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity), khususnya mengenai bagaimana sebenarnya Penerapan Yurisdiksi Universal melalui Mekanisme Ekstradisi dan apa sebenarnya Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity).

Universitas Sumatera Utara

Judul ini adalah murni hasil pemikiran dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Ekstradisi Ekstradisi berasal dari kata latin axtradere (extradition = Inggris) yang berarti ex adalah keluar, sedangkan tradere berarti memberikan yang maksudnya ialah menyerahkan. Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta. 3 Menurut I Wayan Parthiana, SH, Ekstradisi adalah Penyerahan yang dilakukan secara formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang diadakan sebelumnya atau berdasarkan prinsip timbal balik, atas seseorang yang tertuduh (terdakwa) atau atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatan yang dilakukannya (terhukum, terpidana) oleh negara tempatnya melarikan diri atau berada atau bersembunyi kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut, dengan tujuan untuk mengadili atau melaksanakan hukumannya. 4

www.interpol.go.id/interpol/files/EKSTRADISI_f541e0.doc I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal 16.
4

Universitas Sumatera Utara

M. Budiarto 5, mengatakan bahwa secara umum ekstradisi dapat diartikan suatu proses penyerahan tersangkan atau terpidana karena telah melakukan suatu kejahatan yang dilakukan secara formal oleh suatu negara kepada negara lain yang berwenang memeriksa dan mengadili pelaku kejahatan tersebut. Sedangkan sarjana-sarjana asing yang memberikan definisi ialah: a. L. Oppenheim menyatakan: Extradition is the delivery of an accused or confited individual to the state on whose teritory he is alleged to have committed, or to have been convicted of a crime by the state on whose territory the alleged criminal happens for the time to be. 6 b. J. G. Starke memberikan pengertian sebagai berikut: The term extradition denotes the process where by under treaty or upon a basis of reciprocity one state surrenders to another state at its request a person accused or convicted of a criminal offence comitted againts the law of the requesting state competent to try alleged offender. 7 Pada umumnya, ekstradisi adalah merupakan sebagai tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun pada saat ini ekstradisi dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang penjahat yang

M. Budiarto, Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Azasi Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hal.13. 6 L. Oppenheim, International Law A Treaties, 8 th edition, 1960, vol. On-Peace, Hal. 696 7 J. G. Starke, An intoduction to International Law, (butterwordhs, London, 7 Edition), hal.343.

Universitas Sumatera Utara

melarikan diri ke luar negeri dapat dilaksanakan. Secara umum permintaan ekstradisi didasarkan pada perundang-undangan nasional, perjanjian ekstradisi, perluasan konvensi dan tata krama internasional. Tetapi bila terjadi permintaan ekstradisi diluar aturan-aturan tersebut, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar hubungan baik antara suatu negara dengan negara lain, baik untuk kepentingan timbal balik maupun sepihak. Praktek ekstradisi yang didasarkan tata cara tersebut disebut Handing Over atau Disguished Extradition (ekstradisi terselubung). Handing Over atau Disguished Extradition diartikan sebagai penyerahan pelaku kejahatan dengan cara terselubung atau dengan kata lain penyerahan pelaku kejahatan yang tidak sepenuhnya sesuai dengan proses dan prosedur ekstradisi sebagaimana ditentukan penagaturannya. 8 2. Pengertian Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts Humanity) Istilah Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) pertama kali digunakan dalam piagam Nuremberg. Piagam ini merupakan multilateral antara Amerika Serikat dan sekutunya setelah Perang Dunia II. Amerika Serikat dan sekutunya menilai para pelaku (NAZI) dianggap bertanggung jawab terhadap Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts Humanity) pada masa tersebut.9 Adapun definisi Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts Humanity) menurut Statuta Mahkamah Internasional pada Pasal 7 Statuta Roma adalah : salah satu dari perbuatan berikut apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk
8 9

www.interpol.go.id/interpol/files/EKSTRADISI_f541e0.doc,op.cit. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity), http://www.organisasi.

com.

Universitas Sumatera Utara

sipil, lebih lagi kejahatan yang dilakukan dalam kejahatan yang dikualifikasi sebagai Crimes Againts humanity, antara lain; a) murder (pembunuhan), b) exterminatio (pembasmian/pemusnahan), c) enslavement (perbudakan), d) deportation or forcible transfer of population (pengusiran atau pemindahan secara paksa atas penduduk), e) penahanan atau penghukuman yang berupa pengurangan kebebasan yang merupakan pelanggaran atas kaidah hukum yang fundamental (detention or deprivation of liberty in violation of fundamental legal norms), f) torture (penyiksaan), g) rape or other sexual abuse or enforced prostitution (pemerkosaan atau penyalahgunaan seksual lainnya atau pemaksaan untuk melakukan prostitusi), h) penyiksaan/penganiayaan yang dilakukan terhadap kelompok manusia berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya atau agama, gender, atau alasan-alasan lain yang serupa (persecution againts any identifiable group or collectivity on political, racial, national, ethnic, cultural or relegious or gender or other similar grounds), i) enforced disapearance of persons (penghilangan secara paksa atas seseorang individu), j) tindakan-tindakan lainnya yang tidak manusiawai atau tidak

berperikemanusiaan atau tindakan-tindakan yang memiliki ciri-ciri yang

Universitas Sumatera Utara

serupa yang mengakibatkan penderitaan yang berat atau kerusakan yang serius terhadap badan, mental atau kesehatan fisik (other inhumane acts ofa similar character causing great sufering or serious injury to body or mental or physical health).10 Pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan bisa jadi aparat/ instansi negara, atau pelaku non negara. 11 Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) adalah satu dari empat kejahatan-kejahatan internasional

(international crimes), disamping The Crime of Genocide, War Crimes dan The Crime of Aggression. International Crimes sendiri didefinisikan sebagai kejahatan-kejahatan yang karena tingkat kekejamannya, tidak satupun pelakunya boleh menikmati imunitas dari jabatannya, dan tidak ada yurisdiksi dari satu negara tempat kejahatan itu terjadi digunakan untuk mencegah proses peradilan oleh masyarakat internasional terhadapnya. Dengan kata lain, internasional crimes ini menganut asas universal yurisdiction. 12

F. Metode Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini dengan cara Library Reseach (penelitian kepustakaan) sebagai bahan utama yaitu melakukan penelitian dari berbagai sumber berita seperti surat kabar, internet dan sebagainya yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini.

10 11

Statuta Roma 1998, pasal 7 Ibid 12 Ibid

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, maka penulis akan membuat sistematikan secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama dengan yang lainnya. Sistematika atau gambaran isi tersebut dibagi dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub bab. Adapun gambaran isi atau sistematika tersebut adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pembukaan yang berisikan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan yang terakhir adalah gambaran isi yang merupakan Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEKANISME EKSTRADISI Pada bab ini akan diuraikan mengenai Pengertian dan Sejarah Ekstradisi, Ruang Lingkup Ekstradisi, Prosedur Dalam Pelaksanaan Ekstradisi, Azas-azas Yang Terdapat Dalam Eksradisi. BAB III BEBERAPA BENTUK MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY) Pada bab ini akan dibahas mengenai Pengertian Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity), Jenis-jenis dan Prinsip-prinsip Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity), Kejahatan

Universitas Sumatera Utara

Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) dalam Statuta Roma 1999, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) dalam Piagam Perserikatan Banga-Bangsa, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) dalam Konvensi Den Haag 1907 dan Konvensi Jenewa 1949. BAB IV PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY) Pada bab ini akan dibahas mengenai Penerapan Yurisdiksi Universal, Ekstradisi Atas Pelaku Kejahatan Pada Umumnya, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) dan Penerapan Yurisdiksi Universal Melalui Mekanisme Ekstradisi, Proses Peradilan Atas Pelaku Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Againts humanity) Oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) Berdasarkan Yurisdiksi Universal.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai