Anda di halaman 1dari 16

PENEGAKAN HAM DALAM TRANSISI DEMOKRASI INDONESIA

Oleh kelompok 1 :
Suriyadi Andi wahyudi Nur anca Yunitari mu tika p #uliana ari$in 040290057 04029 04029 0402900!" 04029

Makassar 2010 KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah. Sholawat dan salam kepada Rasulullah. Berkat limpahan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Dewasa ini bangsa kita di era transisi demokrasi (reformasi paling tidak paradigma politik hukum negara terutama dalam proses penegakan !A" telah mengalami perkembangan yang #ukup signifikan dengan kaitannya dengan pembaharuan hukum. $ika sebelum era reformasi% pembaharuan hukum diartikan sebagai usaha sistematik untuk menggantikan (merubah berbagai produk hukum kolonial dengan produk hukum nasional% maka sekarang% selain upaya tersebut juga telah dilakukan pula upaya-upaya sistematik dengan melakukan demokratisasi sistem hukum. Dalam "akalah ini membahas tentang pengakan hak asasi manusia (!A" di era transisi Demokrasi indonesia. Semoga makalah ini Dapat menjadi Reperensi dalam pembelajaran semua kalangan tentang manfaat air. &entu makalah ini masih jauh dari sempurna% jadi kami mohon masukannya dari dosen pembimbing. "akassar% '( No)ember '(*(

Penyusun

DAFTAR ISI

+ata ,engantar.......................................................................................* Daftar isi.................................................................................................' ,-N-.A+AN !A" ( hak asasi manusia DA/A" &RANS0S0 D-"1+RAS0 0ND1N-S0A ,-NDA!2/2AN..................................................................................3 Sisi-sisi ,roblematik hukum undang-undang !A" di indonesia..........4 Defisiensi Demokrasi.............................................................................*( ,enutup...................................................................................................*' Daftar ,ustaka.........................................................................................*3

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM TRANSISI DEMOKRASI INDONESIA


Oleh : Dr. Agussalim Andi Gadjong, SH., MH

PENDAHULUAN Dewasa ini bangsa kita di era transisi demokrasi (reformasi paling tidak paradigma politik hukum negara terutama dalam proses penegakan !A" telah mengalami perkembangan yang #ukup signifikan dengan kaitannya dengan pembaharuan hukum. $ika sebelum era reformasi% pembaharuan hukum diartikan sebagai usaha sistematik untuk menggantikan (merubah berbagai produk hukum kolonial dengan produk hukum nasional% maka sekarang% selain upaya tersebut juga telah dilakukan pula upaya-upaya sistematik dengan melakukan demokratisasi sistem hukum. Demokratisasi sistem hukum ini berupa langkah-langkah mendasar dalam sistem ketatanegaraan kita antara lain5 amandemen konstitusi (22D *678 % mengatur sistem politik% men#iptakan good governance% melakukan promosi dan perlindungan !A"% meningkatkan partisipasi masyarakat dan sebagainya. Dalam konteks nasional (0ndonesia yang menjadi peroblema teoretis dalam transisi demokrasi 0ndonesia adalah apresiasi kita terhadap kemungkinan penerapan teori !A" uni)ersal dan teori !A" partikularistik (relati)isme apalagi ketika dikaitkan dengan proses penegakan !A". "enurut Satya Arinant ('((356* dalam perspektif umum menurut teori uni)ersal bahwa !A" dapat diperlakukan se#ara uni)ersal kepada setiap orang tanpa memandang lokasi geografisnya sementara kalangan relatifisme budaya berpendapat tidak ada suatu !A" yang bersifat uni)ersal dan teori hukum alam mengabaikan dasar masyarakat dari identitas indi)idu sebagai manusia% karena seorang manusia selalu menjadi produk dari beberapa lingkungan sosial budaya. ,emberlakuan kedua teori !A" tersebut tanpaknya masing-masing mengalami kendala. +arena realitasnya negara-negara dengan latar belakang yang berbeda-beda memiliki pandangan yang berbeda pula dalam penegakan !A"nya. "enurut R! "a E# H $ar" (2000%&) pada dasawarsa *66(-an ada lima tantangan teoretis terhadap prinsip (teori !A" uni)ersal yaitu * kapitalisme radikal9 ' tradisionalisme9 3 konser)atisme reaksioner9 7 kolekti)isme kiri9 8 status radi#alism. +apitalisme radikal itu menolak prinsip hak ekonomi karena tidak rele)an dan idealistis. !anya hak sipil dan politik yang dianggap sebagai !A" sejati. Sementara kaum tradisionalisme berpandangan bahwa masyarakat tradisional harus diperbolehkan melanggar !A" manakala hak itu bertentangan dengan aturan-aturan tradisional tentang perilaku sosial yang tertata. +aum konser)atisme reaksioner menganggap bahwa indi)idualisme yang berlebihan berlawanan dengan tatanan sosial meskipun mereka setuju dengan kaum minimalis sosial bahwa keamanan ekonomi adalah masalah perjuangan pribadi bukan hak asasi manusia yang harus dilindungi oleh negara. 2ntuk kaum kolekti)isme kiri% !A" yang paling penting adalah penentuan diri sendiri dan pembebasan dari kontrol negaranegara barat serta perusahaan-perusahaan multinasional. Bagi mereka konsepsi !A" ideal adalah suatu bentuk imperialisme budaya. &antangan kaum ini adalah menemukan jalan ke pembahasan mutakhir tentang hak rakyat atau hak kelompok yang dipertentangkan dengan hak indi)idu. Sedangkan kaum status radicalism berpendapat bahwa dalam praktek%

kelompok-kelompok manusia tertentu diingkari hak asasinya se#ara menyeluruh karena identitas atau status sosialnya. &antangan tersebut semakin kuat pada saat negara (terutama negara yang sedang berkembang memahami bahwa pelaksanaan !A" dalam pembagunan itu bersifat relatif dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan kultural antarbangsa. ,erbedaan kultur ini bisa terjadi karena adanya keragaman pengalaman historis% budaya politik% persoalan etnikagama-ras% struktur kelas% tingkat kemajuan ekonomi% ideologi dan lain-lain. Namun uni)ersalisme !A" tetap mendapat respon dari negara-negara maju karena menurut S' tt Da(i"s n (1))*%+,) argumen paling kuat untuk mendukung diperlakukannya beberapa hak sebagai hak asasi terletak pada fakta bahwa dalam 0::,R dan +on)ensi !A" Regional -ropa% Amerika dan Afrika% hak-hak tertentu digambarkan sebagai hak yang tidak boleh dilanggar dalam artian hak-hak ini tidak boleh dikurangi sekalipun pada masa perang atau darurat di negaranya. !ak-hak yang masuk dalam daftar ini adalah hak untuk hidup% kebebasan dari tindakan penyiksaan% dari perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat% kebebasan dari perbudakan atau perhambaan% kebebasan berpikir% berhati nurani dan beragama. Berlakunya teori uni)ersalisme ini sesungguhnya banyak mempengaruhi konsep !A" yang dipahami para ahli% seperti yang telah dikemukakan oleh -ar ." - G /." (1))&%211) bahwa !A" didasarkan pada sifat kemanusiaan dan bahwa karakteristik fundamental manusia adalah perilaku yang bebas dan indi)idualitas yang sosial. Dalam konteks ini nampak jika :arold lebih berorientasi mengembangkan konsep kebebasan positif yang sama sebagai nilai dasar yang darinya pembahasan yang memadai tentang !A" dapat diturunkan. Berdasarkan kenyataan itu menarik di#ermati pandangan E01 Sa02/.. ! Fata! (2000%)+) bahwa sikap yang paling arif yang dapat kita ambil dalam perdebatan teori !A" uni)ersal dengan relatifisme kultural adalah dengan tetap memperhatikan rumusan !A" yang dianut se#ara internasional% mengakomodasi opini masyarakat internasional% menyadari se#ara lapang dan terbuka segenap kekurangan-kekurangan kita dalam menegakakkan !A" di tengah pembangunan% berupaya memperbaikinya sebagai perwujudan komitmen negara terhadap desakan obyektif masyarakat domestik% sambil tetap menjaga integritas dan kehormatan bangsa dalam menghadapi potensi kejahatan internasional yang mengan#am yurisdiksi domestik kita. 0mplementasi teori !A" itu di 0ndonesia dapat dilihat dari beberapa produk hukum yang dihasilkan dalam era transisi demokrasi seperti yang dikemukakan M !3 Ma!2/" MD (1))4%)) bahwa politik hukum nasional tidak hanya dilihat dari perspektif formal yang memandang kebijaksanaan hukum dari rumusan-rumusan resmi sebagai produk saja% melainkan dapat dari latar belakang dan proses keluarnya rumusan-rumusan resmi tersebut antara lain 5 13 Hasi. A5an"050n UUD 1)*+# pada ,asal '4 huruf a sampai dengan huruf j. Sesungguhnya sebelum momentum amandemen 22D 78 itu% apresiasi bangsa 0ndonesia tentang !A" telah dimulai oleh para the founding fathers ketika proses penyusunan 22D. ,ada saat itu terjadi perdebatan tentang perlu tidaknya dimasukkan pasal-pasal !A" dalam konstitusi. Soekarno dan !atta sebagai tokoh sentral bangsa

pada saat itu berbeda pendapat. Soekarno se#ara implisit menolak paham indi)idualisme dan menerima paham kekeluargaan% sementara !atta meskipun juga menolak indi)idualisme tetapi menyarankan dimasukkan pasal-pasal !A" dalam konstitusi untuk menghindari tindakan represif penguasa. Dan hasilnya hanya beberapa pasal saja yang disetujui yang kemudian pasal-pasal dalam 22D *678. Dalam kaitan itu% menarik di#ermati pernyataan M !3 Ma!2/" MD (1)))%*4) yang menganggap bahwa formulasi atau politik hukum yang digariskan oleh 22D *678 tentang !A" #enderung partikularistik dan membuka peluang bagi terjadinya dominasi (dan reduksi oleh negara dalam pelaksanaannya dapat dipahami dari sejarah rumusan 22D *678 oleh pendiri negara. Bahkan lebih jauh "oh. "ahfud "D mengemukakan bahwa pewadahan konstitusi 0ndonesia 22D *678% ternyata pelanggaran !A" itu dilakukan melalui politik hukum yang digariskan oleh 22D *678 tentang !A" yang merupakan hasil kompromi antara yang menerima dan yang menolak masuknya konsepsi !A". !al ini berakibat pada terbukanya peluang berbagai masalah !A" dengan undang-undang (22 % terutama yang berkaitan dengan ,asal '4 22D *678 (Sebelum diamandemen . +arena dalam kenyataannya pemerintah justru membuat 22 yang berisi pembenaran bagi pemerintah untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran atas !A" itu sendiri% seperti 22 yang berkaitan dengan pers% keormasan% kepartaian% pemilu dan lembaga perwakilan. ,emerintah selalu beralasan bahwa semua 22 itu telah dibuat se#ara benar dan konstitusional sebab pembuatannya didasarkan pada atribusi kewenangan yang diberikan oleh 22D *678. Dan dari sudut formalitas prosedural yang juga ditentukan oleh konstitusi pembuatan berbagai 22 itu sah% tetapi esensinya yang ternyata bertentangan dengan ajaran konstitusionalisme. Namun sejak Sidang &ahunan ",R (;-*4 Agustus '((( penghormatan dan perlindungan !A" dalam 22D *678 semakin jelas ketika amandemen kedua 22D *678 menetapkan bab khusus tentang !A" dalam ,asal '4 yaitu ,asal '4A sampai ,asal '4$. ,enambahan sejumlah pasal (*( pasal dalam 22D *678 merupakan langkah maju dalam perlindungan !A" baik dari segi kuantitas (jumlah pasal yang mengatur !A" maupun dari segi kualitas materi !A"% karena hampir seluruh substansi !A" dalam segala dimensi di atur dalam amandemen ini. 23 TAP MPR N 5 r 67II Ta!/n 1))4 t0ntan8 HAM. /ahirnya &ap ",R ini didasari oleh realitas bahwa negara 0ndonesia merupakan bagian masyarakat dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi 2ni)ersal !ak Asasi "anusia ,erserikatan Bangsa-Bangsa serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai !A". <ormulasi politik hukum !A" dalam &A, ",R ini dapat dilihat dalam ,asal ' yang berbunyi ="enugaskan kepada ,residen-R0 dan D,R-R0 untuk meratifikasi berbagai instrumen ,erserikatan Bangsa-Bangsa tentang !A"% sepanjang tidak bertentangan dengan ,an#asila dan 22D *678>. &3 UU N 5 r &) Ta!/n 1))) t0ntan8 Hak Asasi Man/sia. ,ada prinsipnya lahirnya 22 ini merupakan respon terhadap &A, ",R N1.?@00 tahun *664. Selain itu% dengan 22 ini jelas sekali komitmen negara dalam menghormati dan menjunjung tinggi !A".

Dalam 22 ini juga terdapat pengakuan negara atas keberadaan hukum adat (,asal A . ,ada sisi ini sesungguhnya kelihatan substansi politik hukum pemerintah dalam mengawal penegakan !A" seperti yang dinyatakan dalam ,enjelasan 2mum bahwa =B materi undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan ,an#asila dan 22D *678>. *3 UU N 5 r 2, Ta!/n 2000 t0ntan8 P0n8a"i.an HAM3 Se#ara hukum% 22 ini lahir berdasarkan ketentuan ,asal *(7 ayat (* 22 Nomor 36 tahun *666 yang menyatakan bahwa yang berhak mengadili pelanggaran !A" yang berat sesuai dengan ketentuan tersebut adalah ,engadilan !A". Selain itu lahirnya 22 ini sebagai jawaban atas desakan dan keraguan dunia internasional dalam proses penegakan !A" di 0ndonesia pas#a jajak pendapat &imor-&imur% yang oleh masyarakat internasional dianggap telah terjadi pelanggaran !A" berat. &erlepas dari moti)asi lahirnya 22 ini% negara kita telah menunjukkan politik hukumnya untuk menghormati dan menjunjung tinggi !A". +3 Rati2ikasi k n(0nsi int0rnasi na. t0ntan8 HAM3 Ratifikasi ini menunjukkan bahwa bangsa 0ndonesia sebagai bagian masyarakat internasional memberi perhatian pada upaya penegakan !A". Ratifikasi itu antara lain 5 * Convention against Torture and Other Cruek, Inhuman or Degrading or Punisment % melalui 22 Nomor 8 &ahun *664 ' International on the Eleimenation of All From of Racial Discrimination, melalui 22 Nomor '6 tahun *6669 3 International Convention Against Apartheid in port dengan +eppres Nomor 74 &ahun *663C9 7 Convention on the Rights of the Child dengan +eppres Nomor 3A &ahun *66(9 8 Convention !o"#$ on Freedom of Association and Protection of The Rights to Organi%e,melalui +eppres Nomor 43 tahun *664.&' I(O Convention !o")*+ on the A,olition of Forced (a,our, melalui 22 Nomor *6 &ahun *666.; I(O Convention !o"))) on Discrimination in Respect of Emplo-ment and Occuption, melalui 22 Nomor '* &ahun *666. 4 I(O Convention !o").# on /inimum Age of Admission to Emplo-ment, melalui 22 Nomor '( &ahun *666. ,3 K011r0s N 5 r 12) Ta!/n 1))4 t0ntan8 R0n'ana Aksi Nasi na. HAM3 Salah satu formulasi politik hukum !A" pemerintah terlihat dari substansi RAN-!A" ini adalah maksud dan tujuannya yaitu untuk memberikan jaminan bagi peningkatan% pemajuan dan perlindungan !A" di 0ndonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat istiadat% budaya dan agama bangsa 0ndonesia. ,elaksanaan RAN !A" ini selama lima tahun dari *664-'((3. ,ada tataran lain% lahirnya 22 Nomor 'A tahun '((( tentang ,engadilan !A" merupakan langkah yang sangat maju bagi proses penegakan !A" dalam transisi demokrasi di 0ndonesia. /ahirnya 22 ini juga berarti kasus-kasus pelanggaran !A" masa lalu dapat diadili di ,engadilan !A" (,asal 73 meskipun 22 ini hanya mengatur pelanggaran !A" berat yaitu +ejahatan .enosida dan +ejahatan +emanusiaan. 2ntuk mengadili kasus-kasus pelanggaran !A" berat di 0ndonesia dengan payung hukum hukum 22 ini tentu saja tidak mudah. "enurut E""y D9/na0"i K (200&%)1) setidaknya ada tujuh permasalahan yang dihadapi ,engadilan !A" yaitu 5 * &idak lengkapnya peraturan perundang-undangan mengenai ,engadilan !A" di 0ndonesia.

' 3 7 8 A ;

+urang terjaminnya saksi dalam penyampaian kesaksian di persidangan% terlebih dengan belum terlaksananya tata #ara persidangan yang tertutup dalam hal-hal khusus. ,embatasan waktu penahanan dan penyelesaian perkara di ,engadilan !A"% padahal yang diperiksa adalah kejahatan yang termasuk kategori kejahatan internasional yang serius yang memerlukan waktu pemeriksaan yang relatif lama. &idak meratanya pemahaman !A" !akim dan pejabat lainnya. Sulitnya memanggil terdakwa dan saksi-saksi yang berada di luar negeri +urang terjaminnya ketertiban dan keamanan dalam melaksanakan persidanganpersidangan Belum lengkapnya sarana penunjang pengadilan

Sementara menurut R 5.i At5asas5ita (2001%1&)) mewujudkan suatu pengadilan !A" tidaklah semudah menuliskannya atau mengu#apkannya karena lima hal yaitu5 pertama% masalah pelanggaran !A" merupakan peristiwa baru bagi bangsa 0ndonesia9 kedua% suatu pelanggaran !A" tidak identik dengan kejahatan biasa9 ketiga% lembaga yang sudah ada belum terbiasa menangani pelanggaran !A" dan yurisprudensi hukum internasional dalam kasus pelanggaran !A" belum banyak dari "ahkamah Ad !o#% keempat% larangan pemakaian penafsiran analogi dalam sistem hukum pidana% kelima% tuntutan masyarakat internasional melalui ,BB agar serius menangani kasus pelanggaran !A" Alasan ini ada benarnya% karena sampai saat ini hanya ada beberapa kasus yang se#ara limitatif diperintahkan diajukan ke ,engadilan diantaranya melalui +eppres Nomor 6A &ahun '((* yaitu kasus pelanggaran yang terjadi di &imor-&imur dalam wilayah /iDui#a% Dili dan Soae pada bulan April *666 dan September *666 dan yang terjadi di &anjung ,riok pada bulan September *647. ,adahal dari hasil penelitian Ek Pas0ty (200&%1:0) dalam kurun waktu dua dasawarsa begitu banyak pelanggaran !A" yang terjadi seperti peristiwa ,enembakan "isterius (,etrus dengan korban sipil tewas *(.(((% peristiwa &anjung ,riok dengan korban 8( tewas% *A hilang% A3 luka-luka% peristiwa Nipah Sampang "adura dengan korban tewas 7 orang% peristiwa pen#ulikan akti)is *' orang dinyatakan hilang dan lain-lain. Bahkan menurut Lan"ry Hary S/;iant (2000%1*,) bahwa ada ribuan kasus pelanggaran !A" yang terjadi selama kurun waktu *6A(-an sampai tahun *66(-an. +asuskasus itu terangkum dalam tiga tema utama% yaitu pertama% tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara% kedua% bentuk pelanggaran !A" yang terjadi sebagai ekses kolusi antara aparat pemerintah dengan kalangan bisnis pada umumnya menimpa sektor pertambangan% kehuatanan dan industri% penggusuran tanah se#ara paksa dan ketiga% pelanggaran !A" yang dilakukan oleh indi)idu atau kelompok massa terhadap indi)idu dan kelompok massa lainnya dalam bentuk kerusuhan dan konflik horiEontal. Sementara menurut As$a; Ma!asin (1))0%10&) setidaknya terdapat tiga bentuk umum praktek pelanggaran !A" yang dapat dapat kita temui% yaitu pertama% masih #ukup populernya praktek represi politik oleh aparat negara% sekalipun intensitasnya belakangan ini mengalami ke#enderungan menyurut9 kedua% praktek pembatasan partisipasi politik,

ketiga% praktek eksploitasi ekonomi beserta implikasi sosialnya baik yang dilakukan se#ara terorganisir maupun yang tidak terorganisir. Dengan demikian penegakan !A" masih dalam tahapan proses konseptual karena implementasinya masih jauh dari harapan. Dilihat dalam penyelesaian pelanggaran !A" di &imor-&imur% masih menyimpan pertanyaan seputar daftar tersangka dan )onis hakim ,engadilan !A" Ad !o# yang #enderung lebih banyak menghukum sipil daripada militer. Namun yang pasti bahwa banyak yang berharap bahwa pengadilan pertama kasus-kasus pelangaran !A" berat ini mejadi tonggak sejarah penegakan !A" di 0ndonesia. Dalam hubungan ini As5ara Na;a;an dalam </"airi (200&%1&2) mengemukakan bahwa inilah kesempatan paling baik bagi kita untuk memikirkan kembali gerak demokrasi bangsa ini. &ransisi menuju demokrasi seharusnya berarti transisi menuju perdamaian dan penghormatan atas esensi kemanusiaan. ,ada tataran lain% proses penyelesaian kasus-kasus !A" di 0ndonesia dalam transisi demokrasi mensyaratkan adanya konsolidasi demokrasi% yaitu pertama% adanya masyarakat sipil yang otonom dan diberikan jaminan-jaminan hukum untuk berorganisasi dan menyatakan pendapat. +edua% adanya masyarakat politik dimana tokoh-tokohnya diberi kesempatan terbuka untuk bersaing se#ara sehat guna menjalankan kontrol atas kekuasaan. +etiga% dianutnya ideologi supremasi hukum. Dalam konteks ini akan sangat terkait dengan kemampuan negara dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran !A" masa lalu yang memang menjadi tanggung jawab negara. +eempat% adanya sebuah birokrasi yang mendukung dan melayani masyarakat sipil dalam menjalankan tugas pemerintahan. &untutan dari berbagai kelompok korban kepada ,olri dan +ejaksaan juga merupakan tuntutan terhadap birokrasi. +elima% ter#iptanya sebuah masyarakat ekonomi yang menjadi perantara antara negara dan masyarakat untuk menjalankan perekonomian. Dengan kelima parameter itu% menurut Tan/r0"9 dalam Satya Arinant (200&%&:&) di 0ndonesia dapat dikatakan masih jauh dari harapan. 0deologi negara hukum yang seharusnya dipegang dan dijadikan a#uan justru menjadi tameng untuk mempertahankan kekuasaan. &eknis-teknis hukum justru dijadikan dalih untuk menghambat penyelesaian kasus-kasus pelanggaran !A" berat seperti terlihat dari bagaimana +ejaksaan Agung menggunakan masalah teknis hukum untuk menghambat proses penyelidikan kasus Semanggi 0 dan 00 yang telah dilakukan oleh +omnas !A". +ejaksaan Agung sebagai sebuah birokrasi aparat penegak hukum seharusnya mendukung kerja-kerja masyarakat sipil% seperti +,, !A" &risaksti dan Semanggi. Berdasarkan berbagai hal tersebut% maka upaya pen#arian politik hukum nasional dalam era reformasi yang diharapkan menjadi era transisi demokrasi 0ndonesia masih harus berjalan panjang. SISI=SISI PRO<LEMATIK HUKUM UNDANG=UNDANG HAM DI INDONESIA +elahiran 2ndang-2ndang Nomor 36 tahun *666 tentang !ak Asasi "anusia pada masa reformasi merupakan komitmen dan politik hukum pemerintah dalam proses penegakan !A" di 0ndonesia% namun keberadaan undang-undang ini sebagai payung

hukum penegakan !A" di 0ndonesia ternyata masih menyisakan sisi-sisi problematik hukum terutama dari sudut substansi% antara lain 5 13 Pasa. 1 UU N 5 r &) Ta!/n 1))) % tentang pengertian ,elanggaran !A" dinyatakan bahwa5 setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau tidak disengaja atau kelalaian yang se#ara melawan hukum mengurangi% menghalangi% membatasi dan atau men#abut hak asasi manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini% dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. ,engertian pelanggaran !A" dalam pasal ini #akupannya terlalu luas dan #enderung melebar% sehingga dalam proses hukum di lapangan akan mengalami kesulitan% apalagi tidak disertai dengan penjelasan yang #ukup. Biasanya pasal yang memiliki #akupan luas harus disertai dengan penjelasan% sehingga interpretasi hukumnya tidak jamak. 23 Pasa. :& UU N 5 r &) Ta!/n 1))) . ,asal ini merupakan eksepsi pembatasan hak yang diatur dalam 22 ini. Dalam penjelasannya% dinyatakan bahwa =kepentingan bangsa> adalah untuk keutuhan bangsa dan bukan merupakan kepentingan penguasa. ,ersoalannya% fakta yuridisnya sulit membedakan antara kepentingan penguasa dengan keutuhan bangsa. +asus terhadap tindakan represif aparat di A#eh dan Ambon yang melakukan pembunuhan dan penganiayaan terhadap warga sipil merupakan #ontoh ekstrim yang sulit untuk menempatkan antara =kepentingan penguasa> dan =keutuhan bangsa>. &3 S/;stansi UU ini 5050r./kan sinkr nisasi ! ris nta. "0n8an ;0;0ra1a /n"an8= /n"an8 yan8 .ain# a8ar kan"/n8an 1asa.=1asa.nya ti"ak sa.in8 ;0r;0nt/ran3 Dalam undang-undang ini setidaknya ada '8 pasal yang proses penegakannya harus sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Dalam posisi seperti ini% maka lahir pertanyaan yaitu apakah undang-undang ini telah melewati proses =uji sinkronisasi> terutama sinkronisasi horisontal dengan undang-undang yang lain% karena banyak pasal yang mewajibkan hal itu *3 <0r;a8ai 1r ;.05atik !/k/5 yan8 "a1at 5/n'/. "ari k0;0ra"aan K 5nas HAM yan8 "iat/r "a.a5 Pasa. :+ sa51ai "0n8an Pasa. )) % antara lain5 pertama, proses rekruitmen anggota +omnas !A" oleh D,R sebagai lembaga politik dapat menimbulkan bias politik% karena anggota legislatif yang merupakan anggota partai politik dipastikan memiliki =kepentingan> dalam memilih anggota +omnas !A". Dengan kondisi seperti ini% =tawar menawar politik> sulit dihindari. 0edua, dalam hal jumlah anggota +omnas !A" relatif terlalu banyak (38 orang bahkan merupakan satu-satunya lembaga !A" yang punya anggota paling banyak di dunia. Di negara seperti 0ndia% jumlah anggotanya sebanyak A (enam orang saja% di ,hilipina sebayak 8 (lima orang. $umlah anggota sebanyak itu akan mempersulit +omnas !A" dalam mengambil sikap politiknya apalagi untuk menyamakan persepsi dan )isi tentang !A". 0etiga% setting kewenangan dan tugas +omnas !A" di negara kita lebih banyak berfungsi pada persoalan lapangan% sehingga praktis persoalan pada le)el kebijakan sama sekali tidak tersentuh. 0eempat% persoalan independensi anggota +omnas !A"

terkait dengan mekanisme pemilihan melalui pintu legislatif (D,R dan diresmikan oleh -ksekutif (,residen . Dalam posisi seperti ini% banyak kalangan yang pesimis terhadap sifat independensi anggota +omnas !A"% jika sebuah kasus pelanggaran !A" yang ditangani bersinggungan langsung dengan kepentingan penguasa. +3 Da.a5 UU ini s0ti"aknya t0r"a1at +: 1asa. yait/ Pasa. ) !in88a Pasa. ,, yan8 505/at ;0r;a8ai 90nis HAM yan8 $a9i; "i! r5ati "an "i.in"/n8i .0! 1050rinta!. "enurut ketentuan ,asal * bahwa pelanggaran !A" adalah setiap perbuatan yang melawan hukum dengan mengurangi% menghalangi% membatasi% men#abut hak asasi manusia yang diatur dalam 22 ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar% maka termasuk kategori sebagai pelanggaran !A"% tetapi menurut ketentuan 22 Nomor 'A &ahun '((( dalam ,asal ; dan ,asal 4 dinyatakan bahwa ,engadilan !A" hanya mengadili pelanggaran !A" berat saja% sementara pelanggaran !A" yang lain diserahkan kepada peradilan umum. $ika kita melihat rumusan pasal di atas% maka nampak bahwa dari sisi ini sesungguhnya kelihatan inkonsistensi negara kita dalam mengapresiasi materi yang terdapat dalam undang-undang !A" yang ada. "estinya kewenangan ,engadilan !A" di perluas sesuai dengan tuntutan materi 22 !A" itu sendiri. DEFISIENSI DEMOKRASI ,ada akhir makalah ini diungkap mengenai defisiensi demokrasi sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan transisi demokrasi 0ndonesia. $ika R ;0rt A3 Da!. (2001%,&) mengajukan satu pertanyaan untuk melihat urgensi demokrasi =mengapa mesti demokrasiFC karena menurutnya demokrasi akan menghasilkan akibat-akibat yang diinginkan% yaitu9 * menghindari tirani% ' menjamin !A"% 3 kebebasan umum% 7 menentukan nasib sendiri% 8 otonomi moral% A perkembangan manusia% ; menjaga kepentingan pribadi% 4 persamaan politik% 6 men#ari perdamaian% *( mendatangkan kemakmuran. Namun Sa5/0. P3 H/ntin8t n (2000%+) mengemukakan bahwa sebenarnya terdapat satu kritik tajam terhadap demokrasi yaitu sifat defisiensin-a" Dengan sifat tersebut demokrasi tidak selalu merupakan pilihan terbaik karena ia dapat menimbulkan inefisiensi dan ketidakpastian. +arena defisiensi demokrasi se#ara umum memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat mengembalikan kekuasaan ke arah otoritarian baru. Rakyat di daerah-daerah% setelah melihat realitas yang #enderung negatif se#ara samar-samar akan kembali menengok masa lalu dimana penguasa menyediakan kebutuhan dasar dan membuat segala sesuatu bekerja. Bahkan pernah populer akronim =SARS> (Sindrom Amat Rindu Soeharto Apakah hal ini salahF. A.2an A.2ian (2001%141) mengemukakan bahwa defisiensi demokrasi adalah konsukuensi dari pilihan memilih sistem demokrasi dan merupakan sebuah kewajaran semata-mata% asalkan tidak terlampau ekstrim sehingga dapat melumpuhkan sendi-sendi demokrasi itu sendiri. Sisi lain dari probabilitas mun#ulnya defisiensi demokrasi terutama di negara yang mengalami transisi demokrasi seperti 0ndonesia adalah demokrasi itu membutuhkan social and political cost yang relatif besar. +arena diyakini bahwa apabila proses demokrasi salah

langkah maka potensi ekonomi akan tersedot yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas justru sebaliknya dipakai untuk membiayai proses politik. "ahalnya sebuah proses demokrasi sebenarnya tidak bisa diukur hanya dari segi ekonomi saja% karena kerap sekali korban nyawa tertelan sebagai akibat eskalasi konflik horisontal #enderung meluas. -ra demokrasi pada satu sisi memang menghadirkan banyak manfaat seperti penyelesaian kasus-kasus pelanggaran !A"% pers yang bebas dan independen% militer dalam kendali sipil% pilihan politik (partai yang beragama% namun di sisi lain jika salah langkah akibatnya akan memun#ulkan potensi konflik horisontal se#ara terbuka. Di negara kita biaya non material begitu besar dan memprihatinkan baik sebagai korban rutinitas politik maupun kasus-kasus politik yang lebih kompleks seperti di A#eh% ,apua% Ambon% ,oso dan sebagainya. Di 0ndonesia% di era transisi politik ini% defisiensi demokrasi mulai kelihatan menggejala. +alangan yang bersikap apriori terhadap demokrasi pun bisa makin bertambah panjang% jika demokrasi tidak segera menghasilkan hal-hal yang konkrit. 1rang kerap merindukan masa lampau yang =aman% tertib% terkendali>% sekalipun menyisakan #atatan pelanggaran !A" dan penumpukan kroni kekuasaan yang memprihatinkan. Gang penting ekonomi nasional membaik% problem ekonomi masyarakat dapat teratasi dengan baik. Bagi kalangan pro demokrasi% sikap fatalis akibat defisiensi demokrasi sesungguhnya tidak perlu dikaitkan dengan keinginan untuk kembali ke tatanan dan budaya lama. "emang Eaman demokrasi memberikan ruang bagi publik untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Namun di sisi lain% justru musuh demokrasi mendapatkan kesempatan yang sama. ,ada Eaman ini pula sesungguhnya terdapat peluang yang sama bagi =kekuatan baik> dan =kekuatan tidak baik> untuk berlomba dalam mengejar kekuasaan. ,roses politik sendiri sudah dapat dipastikan akan mengalami fase konflik politik% yang dalam negara transisi demokrasi juga merupakan hal yang lumrah. Sebab tanpa ada konflik politik% dinamika politik yang terjadi menjadi hambar dan kaku. Bahkan tanpa konflik politik% perjalanan menuju demokrasi yang sesungguhnya akan diwarnai oleh hilangnya kreatifitas dan ino)asi dari pelbagai kalangan. Dan sesungguhnya memang tak mungkin sebuah dinamika politik% se-statis apapun tidak menyisakan konflik atau %ero conflict" Dengan demikian% defisiensi demokrasi adalah konsukuensi logis dari transisi demokrasi. 1ngkos sosial politik yang dikeluarkan akan menghasilkan sesuatu yang amat bermakna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara% sehingga defisiensi demokrasi mestinya tidak lagi signifikan dengan muara kembali ke tatanan budaya lama. Gang dibutuhkan sekarang justru mun#ulnya sema#am kesadaran kolektif dan kesabaran re)olusioner untuk meretas jalan menunju kondisi yang lebih baik

PENUTUP

'

3 7

+onsep !A" dan Demokrasi di 0ndonesia masih dilematis antara menerapkan konsep uni)ersalisme dan relatifisme kultural (partikularistik . Namun seiring dengan ke#enderungan global% bangsa 0ndonesia tampaknya mengikuti arus uni)ersalisme dengan tidak mengorbankan identitas nasional. !al ini terefleksi dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang dihasilkan antara lain 22 Nomor 36 &ahun *666 tentang !A" dan 22 Nomor 'A &ahun '((( tentang ,engadilan !A". ,olitik hukum !A" dalam transisi demokrasi 0ndonesia nampak pada beberapa hal yaitu (a melengkapi berbagai peraturan yang berkaitan dengan perlindungan dan penegakan !A" dengan jalan membentuk peraturan dasar dan peraturan perundangundangan yang substansinya mengenai perlindungan dan penegakan !A"9 (b "embentuk ,engadilan !A" dan +omisi +ebenaran dan Rekonsiliasi untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran !A" berat yang terjadi di 0ndonesia. Dalam rangka transisi demokrasi di 0ndonesia perlu terus didorong upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran !A" berat masa lalu sebagai manifestasi politik hukum !A". 2ntuk mendorong penyelesaian kasus-kasus pelanggaran !A" berat masa lalu perlu se#epatnya D,R-R0 mengesahkan R22 tentang +omisi +ebenaran dan Rekonsiliasi serta pemerintah segera meratifikasi 1International Covenant on Economic, ocial and Cultural Rights and Optional Protocol to International Covenant on Economic, ocial and Cultural Rights2 dan 1International Covenant on Civil and Political Rights and Optional Protocol to International Covenant on Civil, and Political Rights2

DAFTAR PUSTAKA A3 </k/# >/rna. Afan .affar% '(((% Politik Indonesia:Transisi Menuju Demokrasi% ,ustaka ,elajar% Gogyakarta. Ahmad Haini Abar% *66(% Be era!a As!ek Pem angunan Orde Baru% Ramadhani% Solo. A.S. &ambunan% '(('% Politik Hukum Berdasarkan ""D #$%&3 ,uporis ,ublisher% $akarta. Aswab "ahasin% *66(. Hak Asasi Manusia% ,risma . $akarta :arold : .ould% *663% Demokrasi Ditinjau kem ali% ,& &iara Ia#ana% Gogyakarta. -ddy Djunaedi +% '((3% dari Pengadilan Militer Internasional 'urem erg ke Pengadilan Hak Asasi Manusia, ,& &ata Nusa% $akarta. -ep Saefulloh <atah% '(((% Penghianatan Demokrasi Ala Orde Baru. Rosdakarya% Bandung. -ko ,rasetyo% '((3% Menegakkan (eadilan dan (emanusiaan# 0nsist%Gogyakarta. <rans "agnis Suseno% *668. Men)ari Sosok Demokrasi, Se uah Telaah *iloso+is% $akarta% .ramedia ,ustama 2tama. +oentjoro ,oerbopranoto% *6;8% Sistem Pemerintahan Demokrasi, ,&. -res#o Bandung$akarta. /andry ! Subianto% '(((% Pers!ekti+ HAM dalam Di!lomasi ,I% $urnal Analisis No.7 ". Alfan Alfian% '(('% Mahaln-a Harga Demokrasi# 0nstrans% $akarta "ansoer <akih% A.". 0ndriarto% -ko ,rasetyo% '((3% Menegakkan (eadilan dan (emanusiaan% 0nsist ,ress% Gogyakarta. "iriam Budiardjo% *644% Hak Asasi Manusia dalam Dimensi Glo al# $urnal 0lmu ,olitik.$akarta. "oh. "ahfud% *66A% Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia % .ama "edia% Gogyakarta.

JJJJJ% *664% Politik Hukum di Indonesia% ,ustaka /,3-S 0ndonesia% $akarta. JJJJJ% *666% Hukum dan Pilar.Pilar Demokrasi% .ama "edia% Gogyakarta "ohtar "asCoed% *664% 'egara, (a!ital dan Demokrasi# ,ustaka ,elajar% Gogyakarta. "uh. Budairi% '((3% HAM /ersus (a!italisme# 0nsist ,ress% Gogyakarta. "uladi% '(('% Demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan ,e+ormasi Hukum di Indonesia % &he !abibie :entre% $akarta. ,eter R Baehr% *666% Human ,ights "ni/ersalit- in Pra)ti)e% "a#millan ,ress /&D% /ondon. Rhoda -. !oward% '(((% HAM Penjelajahan Dalih ,elati+isme Buda-a, ,ustaka 2tama .rafiti% $akarta. Riswanda 0mawan% '(((% Mem ongkar Mitos Mas-arakat Madani# ,ustaka ,elajar% Gogyakarta. Robert A Dahl% *668% Dilema Demokrasi Pluralis : Antara Otonomi dan (ontrol # Rajawali ,ers% $akarta. JJJJJ% '((*% Perihal Demokrasi, Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi Se)ara Singkat% Gayasan 1bor 0ndonesia% $akarta. Romli Atmasasmita% '((*% ,e+ormasi Hukum, HAM dan Penegakan Hukum, "andar "aju% Bandung Samuel ,. !untington% '((*. Gelom ang Demokratisasi (etiga% .rafiti% $akarta. JJJJJJ% '(((% Mere+ormasi Hu ungan Si!il.Militer% Radjawali ,ress% $akarta. Satya Arinanto% '((3% Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia% ,usat Studi !ukum &ata Negara% <akultas !ukum 2ni)ersitas 0ndonesia% $akarta. S#ott Da)idson% *667% Hak Asasi Manusia% ,ustaka 2tama .rafiti% $akarta. Soewoto "ulyosudarmo% '((7% Pem aharuan (etatanegaraan Melalui (onstitusi% Asosiasi ,engajar !&N dan !AN $awa &imur dan 0n&rans% "alang. Syahda .uruh% '(((% Menim ang Otonomi /s *ederal : Mengem angkan 0a)ana *ederalisme dan Otonomi 1uas Menuju Mas-arakat Madani Indonesia # Remaja Rosdakarya% Bandung. <3 P0rat/ran P0r/n"an8=/n"an8an "ajelis ,ermusyawaratan Rakyat Republik 0ndonesia (",R-R0 % *666% K0t0ta1an= K0t0ta1an Ma90.is P0r5/sya$aratan Rakyat R01/;.ik In" n0sia Ta!/n 1)))# Sekretariat $enderal ",R-R0% $akarta. "ajelis ,ermusyawaratan Rakyat Republik 0ndonesia (",R-R0 % *664% K0t0ta1an= K0t0ta1an Ma90.is P0r5/sya$aratan Rakyat R01/;.ik In" n0sia Ta!/n 1))4# Sekretariat $enderal ",R-R0% $akarta. ?????# 2000# Un"an8=Un"an8 Dasar N08ara R01/;.ik In" n0sia Ta!/n 1)*+# Sekretariat $enderal ",R-R0% $akarta. Republik 0ndonesia# Un"an8=Un"an8 t0ntan8 Hak Asasi Man/sia. 22 Nomor 36 &ahun *666% /N Nomor *A8 &ahun *666% &/N Nomor 344A. ?????# Un"an8=Un"an8 t0ntan8 P0n8a"i.an Hak Asasi Man/sia3 22 Nomor 'A &ahun '(((% /N Nomor '(4 &ahun '(((% &/N Nomor 7('A.

JJJJJ% K01/t/san Pr0si"0n t0ntan8 R0n'ana Aksi Nasi na. Hak Asasi Man/sia . +eppres Nomor *'6 &ahun *664.

Anda mungkin juga menyukai