Anda di halaman 1dari 15

BAB I

1. Pendahuluan

Pura Pemaksan Sweta berdirisekitar abad ke-17 , pura ini bertempat di Jalan Selaparang dan jalan Kapisaraba no.1 Sweta Selatan , Kelurahan Mayura , Kecamatan Cakranegara , Kota Mataram .Pura pemaksan sebagai bentuk dari pengamalan idiologi Hindu yaitu Desa Kala Patra. Dimana setiap adanya desa-desa yang mayoritas beragama Hindu secara otomatis mendirikan sebuah pura untuk banjarnya atau anggota mayarakatnya. Pura pemaksan didirikan untuk melakukan kegiatan persembahyangan bagi masyarakat disekitarnya di pura tersebut terdapat berbagai macam pelinggihan guna menyungsung bhatara dan bhatari yang ada di pura-pura besar dan ada juga pelinggihan yang khusus menyungsung orang-orang terdahulu yang telah melakukan sesuatu hal besar dengan tingkat kerohanian tinggi. Pelinggihan yang di sungsung di setiap pura pemaksan di suatu tempat akan berbeda-beda tergantung anggota banjar pendiri pura tersebut. 2. Tujuan Untuk mengetahui fungsi dan tujuan pelinggih-pelinggih yang berada dipura pemaksan sweta.

3. Rumusan Masalah 1. Apa fungsi dari pelinggihan yang dibuat diPura Pemaksan Sweta?

Denah Pura

Keterangan : A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N. O. P. Q. R. S. T. Pesimpangan puseh Pesimpangan Sanggar Agung Pesimpangan Meru Pesimpangan Pasamuan Pesimpangan Muter Pesimpangan Batu Denden Pesimpangan Lingsar Pesimpangan Ngelurah Tempat Banten Tempat Banten Tempat Banten Pesimpangan Sakenan Tempat Banten Pesimpangan Taksu BalePeyogaan Bale Peyogaan Bale Pererenan Bale Gong Bale Pertemuan Bale Kulkul

Pelinggih yang terdapat di Pura Pemaksan Sweta antara lain : 1.Pesimpangan Sakenan: melingga Ida Bhatara ring Sakenan Bali

Melingga Ida Bhatara ring Sakenan Bali. Di pesimpangan sakenan ini memakai lamak putih dan berada di utara menghadap selatan.Pusat di denpasar Bali, tempat sekemuni Rsi Agastya yang menyebarkan ajaran Siwa Budha. Paham ini berkembang pada zaman Majapahit .Sakenan itu sebagai tempat pemujaan Ida Hyang Dewa Biswarna atau Baruna. Beliau benar-benar sebagai penjaga Segara Pakretih (ketenangan lautan/samudera) untuk keselamatan dunia, menghilangkan segala jenis rintangan di dunia, dan segala jenis penyakit dan menyucikan segala jenis kala, bhuta dan manusia, dan berbagai jenis penyakit. Demikianlah yang disebutkan di dalam sastra. Oleh karena itu, bagi umat Hindu janganlah melanggarnya. Sejarah Pura Sakenan juga tak bisa lepas dari perjalanan orang-orang suci seperti Danghyang Nirarta, Empu Kuturan, dll. Dulu, pada saat pembangunan Candi Sekar Kancing Gelung, orang-orang yang ada di Serangan dan di sekitarnya dengan semangat untuk ngaturang ayah. Mereka bersatu dan semuanya memohon kesejahteraan hidup. Adapun orang yang ada di sekitar Serangan saat itu antara lain berasal dari Intaran, Suwung, Kepaon, Pemogan, Kelan, Jimbaran, Panjer, Dukuh Siran dan banyak lagi.

2.Pesimpangan Puseh : melingga dewa Brahma/ simbol ikatan keluarga pengempon

Melingga Dewa Brahma atau simbol ikatan keluarga pengempon. Di pesimpangan ini memakai lamak putih dan berada di sebelah timur paling utara menghadap barat. Pesimpangan pura puseh simbol ikatan keluarga pengempon yang berarti penjaga atau pemelihara atau keluarga yang bertanggung jawab terhadap suatu pura.

3.Pesimpangan Sanggar Agung : melingga Ida Bhatara ring Gunung Agung

Di pesimpangan sanggar agung ini memakai lamak berwarna putih dan berada di sebelah timur menghadap ke barat. Bangunan suci ini pada bagian puncaknya terbuka yang berfungsi sebagai tempat memuja Hyang Raditya/ Hyang Widi Wasa. Pada bagian puncaknya dibuat terbuka karena Hyang Widi tidak terbatas, memenuhi alam semesta

4.Pesimpangan Meru : Stana Dewa Brahma, Wisnu, Siwa

Stana Dewa Brahma,Wisnu,siwa. Di pesimpangan meru ini memakai lamak putih dan berada ditimur meghadap ke barat. 1. Meru sebagai perlambang atau perwujudan dari Gunung Mahameru -- gunung adalah perlambang alam semesta sebagai stana para Dewata, Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) atau Papulaning Sarwa Dewata. Meru mempunyai makna simbolis dari gunung juga diuraikan dalam Lontar Tantu Pagelaran, Kekawin Dharma Sunia dan Usana Bali. Dalam hal ini, meru sebagai Dewa Pratista -- berfungsi sebagai tempat pemujaan atau pelinggih para Dewa. Meru sebagai Dewa Pratista terdapat dalam kompleks pura seperti Kahyangan Jagat dan Kahyangan Tiga. Meru sebagai perlambang atau simbolis alam semesta, tingkatan atapnya merupakan simbolis tingkatan lapisan alam yaitu bhuana agung (alam besar atau makrokosmos) dan bhuana alit (alam kecil atau mikrokosmos) dari bawah ke atas sebanyak sebelas tingkatan. Tingkatan tersebut yaitu 1 = Sekala, 2 = Niskala, 3 = Cunya, 4 = Taya, 5 = Nirbana, 6 = Moksa, 7 = Suksmataya, 8 = Turnyanta, 9 = Ghoryanta, 10 = Acintyataya, dan 11 = Cayen. Ada juga meru beratap 21, namun biasanya ini dapat dilihat pada wadah atau bade pada saat Pura Sad Kahyangan,

ada upacara ngaben di Bali. Meru "khusus" ini memiliki pengertian Dasa Dewata sebagai dasar pokok, kemudian ditambah 11 tangga atma sebagai kelanjutannya. * Meru beratap 11 adalah lambang dari 11 huruf suci -- 10 huruf suci + huruf suci Omkara sebagai lambang Eka Dasa Dewata. * Meru beratap 9 adalah lambang 8 huruf di seluruh penjuru (sa, ba, ta, a, na, ma, si, wa) + satu huruf Omkara di tengah, 9 huruf itu lambang Dewata Nawa Sanga. * Meru beratap 7 adalah lambang 4 huruf (sa, ba, ta, a) + 3 huruf di tengah (i, Omkara, ya). Ini lambang Sapta Dewata/Rsi. * Meru beratap 5 adalah simbolis dari 5 huruf (sa, ba, ta, a) + satu huruf Omkara di tengah. Ini lambang Panca Dewata. * Meru beratap 3 adalah simbolis dari 3 huruf di tengah (i, Omkara, ya), merupakan lambang Tri Purusa yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa. * Meru beratap 2 adalah simbolis dari dua huruf di tengah (i, ya) adalah lambang dari Purusa dan Pradhana (Ibu-Bapak). * Meru beratap satu adalah simbolis dari penunggalan ke-10 huruf suci itu yaitu "Om" atau Omkara sebagai perlambang Sang Hyang Tunggal (Sanghyang Widi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa).

5.Pesimpangan Pesamuan : Pengayatan untuk semua Ida Bhatara- Bhatari

Pesamuan terdapat Pelinggih Sang Hyang Ider Bhuwana. Dua pelinggih ini memiliki hubungan yang sangat erat dalam menggambarkan keberadaan kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa di alam semesta ini. Di Balai Pesamuan itu sebagai tempat upacara yang melukiskan berkumpul dan bersatunya semua dewa manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang dipuja di kompleks Pura Besakih, baik yang ada di Pelinggih Soring Ambal-Ambal maupun di Pelinggih Luhuring Ambal-Ambal. Upacara yang melukiskan semua Dewa manifestasi Pesamuan Agung, ialah sebuah balai panjang dimana terdapat iwa Lingga dan tempat stana arca arca prelingga. Di tempat ini Ida Bhatara berstana bersama dalam interaksi dengan umat. Di sebelah kiri Balai Tuhan berkumpul di Balai Pesamuan itu umumnya dilakukan saat ada upacara Batara Turun Kabeh.Kata Batara Turun Kabeh artinya semua Dewa manifestasi Tuhan yang disebut Batara itu turun dan bersatu untuk memberikan anugerah kepada umatnya yang berbakti kepada Tuhan. Upacara Batara Turun Kabeh ini dilakukan setiap tahun pada Sasih Kedasa.Saat dilangsungkan upacara Batara Turun Kabeh itu simbol-simbol sakral yang utama yang ada di semua kompleks Pura Besakih itu diusung secara ritual dan distanakan di Balai Pesamuan. Hal ini menggambarkan bahwa para Dewa bersatu untuk memberikan karunia pada umat sesuai dengan kadar karma dan baktinya. Hal ini sesungguhnya sangat menarik untuk dipahami secara teologi Hindu.

6.Pesimpangan Muter : melingga Ida Bhatara Gde Muter yang berpusat di Pura Muter desa Medain

Melingga Ida Bhatara Gde Muter yang berpusat di Pura Muter desa Medain. Di pesimpangan ini memakai lamak hitam dan berada di timur dan menghadap barat.

7.Pesimpangan Batu Denden : Lingga Ida Bhatara Bagus Batu Denden

Di pesimpangan Batu Denden memakai lamak putih dan berada ditimur menghadap ke barat.

8. Pesimpangan Lingsar : melingga Ida Bhatara Gde Lingsar yang berpusat di Pura Lingsar Desa Lingsar

Di pesimpangan lingsar ini memakai lamak kuning dan berada di timur dan menghadap barat. sejarah singkat pura lingsar secara umum yaitu ,dimana pura lingsar terdapat dua golongan masyarakat seperti islam waktu telu dan umat hindhu yang ada dilombok , dengan adanya mata air yang muncul dipure itu maka dibuatlah tempat suci tersebut karena mata air itu di anggap suci dan memiliki nilai magis oleh masyarakat disana.

9 . Pesimpangan Ngerurah : Stana Ida Bhatara Ngerurah/ Anglurah

Di pesimpangan Ngerurah ini memakai lamak poleng dan berada di timur paling selatan menghadap ke barat . Pelinggih Ngerurah ini bisa di katakan sebagai pos penjaga wilayah pura atau pemaksan dimana disana tempat pelancah pengiring Ida Bhatara di tempatkan

10. Pesimpangan Taksu

suatu ciri bahwa penganut ajararan Budha, sedang Kemulan penganut ajaran Siwa- Budha. Taksu adalah pelinggih yang menjiwai Brahman karena taksu menghadap ke timur dan tetap menghormati pelinggih yang lebih luhur di sebelah timur sehingga tidak membelakangi .

Narasumber 1.Made jaya 2.Gede Terang

2.Gede Terang

Penutup
Pura-pura pada umumnya memiliki pelinggihan yang memiliki sejarah dan tujuan yang berbeda-beda namun ada pada umumnya memiliki pelinggihan yang sama pula. Seperti Pura Pemaksan Sweta , pura ini adalah turunan dari ilmu desa kala patra . Semoga makalah ini bia bermanfaat buat kita semua yang membaca makalah ini. Untuk kekurangannya mohon di maafkan. Trimakasih.

Anda mungkin juga menyukai