Anda di halaman 1dari 8

EXPLOITASI TRENGGILING DAN KONSERVASI

Pengantar Himpunan Minat Profesi Satwaliar FKH IPB mengadakan rangkaian kegiatan seminar nasional 2013 yang mengusung tema Pangolins; Know Them Well, Treat Them Right. Seminar ini menjadi agenda tahunan Himpro Satwaliar, dimana setiap tahunya mengangkat isu-isu terhangat satwa endemik Indonesia. Rangkaian kegiatan ini terdiri atas seminar nasional (1 juni 2013) yang membahas mengenai ekologi, biologi, perawatan, ilegal treding dan legalitas Undang-undang trenggiling, praktikum anatomi trenggiling (2 juni 2013) dan Kampanye tentang konservasi satwa liar (9 juni 2013). Seminar: Sambutan dan pembukaan Seminar nasional diselenggarakan pada hari sabtu, 1 Juni 2013 bertempat di gedung Auditorium Andi Hakim Nasution IPB Darmaga Bogor. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne IPB secara khidmat dan Secara resmi dibuka oleh drh. Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet (K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Dr. drh. R. P. Agus Lelana, SpMP, M.Si sebagai pembina Himpro Satwaliar dalam sambutanya, menyampaikan tentang konsep One Health terkait dengan penyakit zoonosis yang sebagian besar bersumber dari satwa liar merupakan penyakit yang bersifat emerging dan reemerging disease. Hal ini menjadi perhatian dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah, salah satunya melalui forum ilmiah seperti seminar. Rangkaian acara seminar ini terbagi atas dua sesi. Pada sesi pertama dipandu oleh Dr. Ir. Burhanudin Masyud, MS dan menghadirkan narasumber yang berkompeten dibidang ekologi lingkungan, biologi dan perawatan yaitu: Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS (Guru besar Fakultas Kehutanan IPB), Dr. drh. Chairun Nisa', M.Si, PAVet (Staf Bagian Anatomi FKH IPB, peneliti trenggiling) dan Prof (R). Dr. Gono Semiadi, S.Pt, M.Sc, PhD (LIPI).

Seminar: Ekologi lingkungan Topik pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Pendekatan Ecosophy bagi Penyelamatan Bumi. Prof Alikodra dalam presentasinya memaparkan bahwa bumi Indonesia menghadapi krisis yang mengancam kelangsungan seluruh penghuninya. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkurangnya cadangan SDA, dan hilang/musnahnya sumberdaya hayati baik ekosistem maupun spesies flora dan fauna. Kerusakan habitat ini disebabkan oleh keserakahan manusia, yang mengekplotasi alam dan sumber daya hayati. Ecoshopy merupakan suatu pendekatan yang mengintegrasikan dimensi intelektual, dimensi spiritual, dan dimensi emosional. Dimensi intelektual berarti, umat manusia diminta secara terus menerus mempelajari, meneliti, memahami dan menghargai alam lingkungannya. Dimensi spiritual berarti mempercayai bahwa SDA diciptakan oleh Tuhan YME, perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya karena berfungsi untuk mendukung kehidupan manusia, dan dimensi emosional bermakna dalam membentuk manusia beretika dan bermoral bagi terjaminnya kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Prof Alikodra juga menyampaikan, contoh nyata upaya penyelamatan bumi melalui pendekatan ecoshopy yang sangat sederhana yaitu tanami pekarangan rumah dengan tanaman yang disukai burung. Hal ini telah dilakukan oleh walikota surabaya dalam program penanaman bakau dipesisir pantai timur. Upaya ini telah berhasil dimana burung dan satwa-satwa lainya berdatangan karena disana ada sumber kehidupan

Seminar: Biologi dan keunikan trenggiling Topik kedua disampaikan oleh Dr. drh. Chairun Nisa', M.Si, PAVet, mengenai biologi trenggiling. Trenggiling jawa (Manis javanica) merupakan mamalia yang sangat unik. Secara morfologi satwa ini memiliki kemiripan dengan reptil, yaitu tubuh ditutupi dengan sisik yang merupakan derivat kulit kecuali pada bagian ventral tubuh. Keempat kaki pendek, plantigardi dan memiliki kuku cakar. Berat badan trenggiling asia dapat mencapai 3-10 kg. Daun telinga kurang berkembang (trenggiling asia) dan pada trenggiling afrika tidak mempunyai daun telinga. Trenggiling juga memiliki perilaku yang unik yaitu mencari makan dengan mengadalkan penciuman dan lidah yang dapat menjulur panjang dan ludah yang lengket sehingga dapat menjerat semut dan dapat menggali serta memanjat pohon untuk mencari makan. Mata memiliki membran nictitans yang dapat melindungi kornea mata dari cipratan tanah atau gigitan semut ketika menggali tanah begitu juga dengan lubang hidungnya memiliki semacam membran (katup hidung, masih dalam penelitian) yang dapat berfungsi seperti halnya masker. Dalam keadaan terancam trenggiling dapat menyemprotkan bau dari kelenjar anal dan dapat menggulung tubuhnya seperti bola. Otot kerangka yang tebal dan kompak, banyak jaringan ikat serta kerangka sumbu tubuh yang membentuk interlocking

articulation mendukung trenggiling saat menggulung, bergelantungan anaknya dsb. memanjat, dipohon, menggali, menggendong

Struktur sisik yang tebal dan kuat serta perilaku yang tidak mudah dilepaskan dapat melindungi bagian tubuh ventral yang tidak ditumbuhi sisik dari gigitan satwa pemangsa. Perilaku ini memberi kemudahan dari manusia untuk menangkapnya. Keunikan lain yang dimiliki trenggiling yaitu adanya pyloric teeth, keratin yang tebal dan kelenjar dalam struktur lambung. Sehingga lambung berfungsi sebagai peencernaan mekanis dan enzimatis karena trenggiling tidak memiliki gigi. Seminar: Perawatan dan kesehatan Topik ketiga disampaikan oleh Prof (R). Dr. Gono Semiadi, S.Pt, M.Sc, PhD, mengenai perawatan dan kesehatan trenggiling jawa. Trenggiling jawa (Manis javanica) populasi di alam jumlahnya semakin menurun akibat eksplotasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Penangkaran secara exsitu dilakukan sebagai pertolongan pertama penyelamatan trenggiling hasil sitaan, penelitian dan eksebisi lembaga konservasi. Untuk itu diperlukan informasi biologi dasar perawatan secara exsitu. Informasi biologi tersebut meliputi pakan, habitat, anatomi dan perilaku. Pakan utama trenggiling yaitu kroto (telur dan larva) dari semut rangrang menjadi masalah dalam perawatan rutin. Mengapa? Karena

pertama mahal, kedua fluktuasi saat masuk musim penghujan sangat susah. Sehingga diperlukan improvisasi pemberian pakan. Trenggiling didalam habitat aslinya berada dihutan basah, hutan sekunder, padang rumput terbuka dan dekat dengan sumber air. Oleh karena itu dalam perawatan dipenangkaran ditempatkan pada ruangan yang cukup luas, yang dilengkapi dengan kayu gelondongan, sarang dan dua sumber air yang berbeda.

Kayu gelondongan berfungsi untuk memanjat sedangkan sumber air berfungsi sebagai tempat minum dan buang kotoran. Trenggiling memilki kebiasaan unik yaitu

membuang kotoronnya pada satu tempat yang ada airnya. Mereka akan memilih sendiri tempat mana yang akan dijadikan sebagai wc atau sebagai tempat minum. Trenggiling memiliki adaptasi rasa takut selama 3 hari saat ditempatkan di kandang penangkaran (berdasarkan pengalaman dipenangkaran). Setiap 2 jam badan dispray air secara halus untuk melembabkan tubuh, bila terlihat aktif menjilat tubuhnya mulai diberikan minum. Pakan kroto diberikan menyusul, dengan mulai memperkenalknanya sedikit demi sedikit ditempelkan didekat mulut. Tinggalkan sendiri untuk memberi kesempatan pada trenggiling berdaptaasi. Dan jangan pernah dilakukan penyapihan paksa meski umur mereka terlihat sama. karena trenggiling akan mengalami stress. Seminar : Diskusi Sesi pertama diakhiri dengan diskusi. Antusias peserta sangat tinggi dalam menggali informasi-informasi dari ketiga narasumber. Tetapi karena waktunya terbatas sehingga tidak semua peserta mendapatkan kesempatan untuk bertanya. Setelah istirahat makan siang dan sholat, seminar kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi sesi kedua, yang dipimpin oleh Dr. drh. R. P. Agus Lelana, Sp.Mp, M.Si. Sesi kedua ini mebahas mengenai legalitas trenggiling dan mengenai perburan dan ilegal treding. Seminar: Legalitas perdagangan trenggiling Topik keempat disampaikan oleh Ir. Puja Utama, MSc dari direktorat konservasi keanekaragaman hayati (KKH) kementrian kehutanan RI dengan judul Legalitas perdagangan trenggiling

Ir. Puja menyampaikan peredaran trenggiling (ekspor dan impor) yang bukan berasal dari hasil penangkaran, dan tidak disertai dokumen resmi dianggap sebagai suatu tindakan ilegal yang dapat dikenai sanksi pasal 40 ayat 2 UU No 5 Th 1990 dikenai hukuman pidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100jt rupiah. Nilai ini menjadi sangat tidak berarti bagi oknum-oknum pemburu trenggiling. Landasan hukum peredaran trenggiling diatur dalam: UU No 5/1990, PP No 7/1999, PP No 8/1999, Kepres No 43/1978 tentang CITES, SK Menhut No 447/kpts-II/2003, Permenhut P.19/Menhut-II/2005, Permenhut P.52/Menhut-II/2006 dan Permenhut P.53/Menhut-II/2006. Seminar: Perburuan dan ilegal treding Topik kelima disampaikan oleh Dwi Nugroho Adhiasto dari Wildlife Crime Unit; Wildlife Conservation Society-Indonesia Program dengan judul Modus Perburuan dan Jaringan Peredaran Ilegal Trenggiling Harga daging trenggiling di pasar internasional, bisa mencapai 112-200 US dollar per kg atau sekitar satu juta rupiah. Sementara itu, harga jual di restoran bisa mencapai 210 US dollar, atau sekitar dua juta rupiah per kg. Belum lagi sisiknya yang dihargai per keping sebesar 1 dollar. Pengumpul lokal di Indonesia biasanya mendapat bayaran sampai 250 ribu rupiah untuk setiap kg daging trenggiling.

Harga jual daging trenggiling yang menggiurkan inilah yang membuat banyak orang memburu trenggiling yang hidup di Indonesia (juga di Malaysia dan Thailand) untuk diekspor daging dan kulitnya (sisik) secara ilegal ke para peminat di luar negeri, antara lain ke China, Singapore, Thailand, Vitenam, dan Laos. Menurut berbagai sumber, daging trenggiling tersebut digunakan sebagai bahan kosmetik, obat kuat, dan makanan direstoran. Sementara kulitnya untuk bahan pembuat shabu. Hal ini dibuktikan secara ilmiah oleh peneliti LIPI bahwa sisik trenggiling mengandung tramadol HCl, yang merupakan senyawa yang digunakan sebagai analgesik serta terdapat pada shabushabu. Praktikum: Anatomi trenggiling Pada kegiatan praktikum yang dilaksanakan di Ruang praktikum Moeslihun FKH IPB (minggu, 2 Juni 2013). Dijelasakan secara detail anatomi dari trenggiling mulai dari otot, organ-organ reproduksi, organ pencernaan, organ respirasi, dan sistem rangka guna menambah pengetahuan para peserta.

Penutup Seminar nasional ini dihadiri oleh mahasiswa pemerhati satwa liar dari Universitas Airlangga, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Universitas Brawijya, Universitas Negri Jakarta, FKH IPB, Fakultas Kehutanan IPB, Paramedik Veteriner, Pasca sarjana Biologi, Biofarmaka, Puslitbang, Peneliti, LSM dan masyarakat umum. Rangakain Kegiatan Seminar nasional 2013 yang bertema Pangolins; Know Them Well, Treat Them Righ Himpunan minat profesi satwaliar FKH IPB bekerjasama dengan Kementrian Kehutan RI, Lembaga Ilmu Pengetahua Indonesia (LIPI), Wildlife Conservation Society (WCS), D alton Project, Taman Safari Indonesia, BEM FKH, WCC Veteriner, Centium copy center, Dr.com, Naik gunung.com, dan beberapa media partner yaiitu: Green TV, seputar kampus, koran kampus, radar bogor, wab FKH dan Wab IPB. Diharapkan dengan diadakannya kegitan tersebut para akademisi serta masyarakat umum memiliki kesadaran dan tanggungjawab bersama untuk menjaga dan melestarikan kekayaan satwa Indonesia, khususnya trenggiling yang tentunya diperlukan kerjasama antara elemen yang ada, menuju kedaulatan konservasi. Salam lestari (Iis, Himpro Satli FKH IPB)

Anda mungkin juga menyukai