Anda di halaman 1dari 40

Sebentar lagi musim/bulan haji akan tiba.

Hal itulah yang menjadikan dewan redaksi majalah Tauhidullah memutuskan untuk kembali mengulas seluk beluk haji, umrah, qurban/udh-hiyyah dan lainnya yang terkait. Pembaca tentu masih ingat bukan dengan sajian kami edisi kemarin. Hayooo, sudah baca apa belum? Edisi kali ini, redaksi menguak hikmah di balik amalanamalan haji. Pembaca akan terkesima melihat ternyata amalan-amalan haji sangat inspiratif bagi perbaikan akhlaq, aqidah, ibadah dan muamalah. Redaksi memohon maaf atas keterlambatan edisi kemarin. Bukannya kami beralibi, namun penyebab keterlambatan tersebut adalah pada percetakan. Setiap edisi, redaksi selalu berusaha untuk menyajikan kajian Islam yang ringan namun berbobot dengan tampilan majalah yang enak dan sejuk. Pembaca yang budiman, masih ingat poligami? Aha, jangan apatis dulu kalau dengar kata poligami. Artikel terakhir edisi kali ini menyibak poligami dari sudut pandang yang unik. Bahwa, kita boleh tidak suka dengan poligami. Benarkah? Temukan jawabannya! Pembaca yang dermawan, jangan lupa untuk meningkatkan nilai donasi Anda bagi kelestarian agama Islam. Insya Allah sekecil apapun donasi Anda, kami siap mendistribusikannya kepada saudara-saudara kita sesama muslim yang berhak mendapatkannya. Sebentar lagi jumlah donatur kami akan mencapai angka 200 orang, insya Allah.

AKHLAQ

AKHLAQ

AKHLAQ

AKHLAQ

AKHLAQ

AKHLAQ

AQIDAH

AQIDAH

ADAB

Oleh Abu Zurah Ath-Thaybi

ADAB

ADAB

ADAB

FIQIH

QURBANKAN

QURBANMU
OLEH BRILLY EL-RASHEED

Sebuah ayat yang menjadi pertanda disyari'atkannya ibadah qurban adalah firman Allah Ta'ala, Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr). (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr). Tafsiran ini diriwayatkan dari 'Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu 'Abbas, juga menjadi pendapat 'Atho', Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.[Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 6/195, Mawqi' At Tafaasir]

Penyembelihan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan al udhh i y a h , s e s u a i d e n g a n w a k tu pelaksanaan ibadah tersebut.[Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 2/366, Maktabah At Taufiqiyyah, cetakan tahun 2003] Sehingga makna al udh-hiyyah menurut istilah syar'i adalah hewan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta'ala, dilaksanakan pada hari an nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat tertentu. [Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1525, Multaqo Ahlul

FIQIH
Hadits] Dengan demikian maka yang tidak termasuk dalam al udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqorrub pada Allah seperti untuk dimakan tanpa niat shadaqah pada hari raya 'Idul Adha atau hari tasyriq, untuk dijual dalam rangka mendapatkan keuntungan. Begitu pula yang tidak termasuk al udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih di luar hari tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang tidak termasuk al udh-hiyyah adalah hewan untuk aqiqah dan al hadyu yang disembelih di Mekkah. Masing-masing bergantung niatnya, pembaca pasti masih sangat ingat bukan dengan hadits innamal a'maalu bin niyyati. Permasalahan ini salah satu terapannya. [Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1525, Multaqo Ahlul Hadits] Sedikit melenceng pembaca, penulis jadi teringat sebuah kesimpulan faedah. Di Indonesia, hewan yang disembelih pada hari raya 'Idul Adha ataupun tasyriq itu disebut hewan qurban dan kegiatannya disebut berqurban atau kadang disebut berkorban. Mau bagaimana lagi masyarakat sudah terbiasa menyebutnya seperti itu. Memang sebaiknya kita berupaya untuk mempopulerkan istilah udhhiyyah untuk menggantikan istilah qurban/korban. Kejadiannya sama seperti ketika pada saat Rasulullah masih hidup, orang-orang biasa menyebut shalat 'Isya sebagai shalat 'Atamah karena pada waktu itu orang-orang sedang sibuk memeras susu unta atau sapi atau kambing. Rasulullah menganjurkan untuk menggunakan istilah shalat 'Isya, jangan lagi menyebutnya shalat 'Atamah. APA HIKMAHNYA? Pertama: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan. Kedua: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim khlilullah (kekasih Allah)'alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail 'alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha). Ketiga: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma'il 'alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma'il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh

25

FIQIH
dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.[Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1528] daging unta dan darahnya itu sekalikali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (QS. Al Hajj: 37)

Keempat: ibadah qurban lebih baik WAJIB ATAUKAH SUNNAH? daripada bershadaqah dengan uang Menyembelih qurban adalah yang semisal dengan hewan qurban. s e s uatu yang disyari'atkan [Shahih Fiqih Sunnah, 2/379] berdasarkan Al Qur'an, As Sunnah dan Ijma' (konsensus kaum muslimin). B U K A N D A G I N G N YA , TA P I Namun apakah menyembelih tersebut wajib ataukah sunnah? Di sini para TAQWANYA ulama memiliki beda pendapat. Sebagaimana contohnya adalah surah Al-Kautsar ayat kedua, bahwa ibadah qurban adalah amalan yang sangat agung dan mulia yang sering digandengkan Allah Ta'ala dengan i b a d a h s h a l a t . A l l a h Ta ' a l a berfirman, Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. (QS. Al An'am: 162). Di antara tafsiran an nusuk adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu 'Abbas, Sa'id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah. Az Zajaj mengatakan bahwa bahwa makna an nusuk adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah 'azza wa jalla, namun umumnya d i g u n a k a n u n t u k sembelihan.[Zaadul Masiir, 2/446] Allah Ta'ala berfirman, Daging[Pendapat pertama] Diwajibkan bagi orang yang mampu Yang berpendapat seperti ini adalah Abu Yusuf dalam salah satu pendapatnya, Rabi'ah, Al Laits bin Sa'ad, Al Awza'i, Ats Tsauri, dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya. Di antara dalil mereka adalah firman Allah Ta'ala, Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an nahr). (QS. Al Kautsar: 2). Ayat ini menggunakan kata perintah dan asal perintah adalah wajib. Jika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diwajibkan hal ini, maka begitu pula dengan umatnya. N a b i s e n d i r i t e l a h bersabda,Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia

FIQIH
mendekati tempat shalat kukunya. [HR. Muslim no. 1977, dari Ummu kami. (HR. Ibnu Majah no. Salamah] 3123) Yang dimaksud di sini adalah dilarang Dan masih ada beberapa memotong rambut dan kuku shohibul qurban dalil lainnya. Simak Mawsu'ah Al itu sendiri. Hadits ini mengatakan, dan Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, salah seorang dari kalian ingin, hal ini 2/1529. dikaitkan dengan kemauan. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, maka cukuplah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam [ P e n d a p a t k e d u a ] mengatakan, maka hendaklah ia tidak Sunnah/Tathawwu' dan Tidak memotong sedikitpun dari rambut dan Wajib kukunya, tanpa disertai adanya kemauan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih qurban adalah sunnah mu'akkad. Pendapat ini dianut oleh ulama Syafi'iyyah, ulama Hambali, pendapat yang paling kuat dari Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Abu Yusuf (murid Abu Hanifah). Pendapat ini juga adalah pendapat Abu Bakr, 'Umar bin Khottob, Bilal, Abu Mas'ud Al Badriy, Suwaid bin Ghafalah, Sa'id bin Al Musayyab, 'Atho', 'Alqomah, Al Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir. Di antara dalil mayoritas ulama adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan

FIQIH
Begitu pula alasan tidak wajibnya karena Abu Bakar dan 'Umar tidak menyembelih selama setahun atau dua tahun karena khawatir jika dianggap wajib [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro]. Mereka melakukan semacam ini karena mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri tidak mewajibkannya. Ditambah lagi tidak ada satu pun sahabat yang menyelisihi pendapat mereka. [Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1529] Dari dua pendapat di atas, kami lebih cenderung pada pendapat kedua (pendapat mayoritas ulama) yang menyatakan menyembelih qurban sunnah dan tidak wajib. Di antara alasannya adalah karena pendapat ini didukung oleh perbuatan Abu Bakr dan Umar yang pernah tidak berqurban. Seandainya tidak ada dalil dari hadits Nabi yang menguatkan salah satu pendapat di atas, maka cukup perbuatan mereka berdua sebagai hujjah yang kuat bahwa qurban tidaklah wajib namun sunnah (dianjurkan). Jika kalian mengikuti Abu Bakr dan Umar, pasti kalian akan mendapatkan petunjuk. [HR. Muslim no. 681] Syarat Diwajibkan Disunnahkannya Qurban atau berqurban karena qurban adalah bentuk qurbah (pendekatan diri pada Allah). Sedangkan orang kafir bukanlah ahlul qurbah. (2) Orang yang bermukim. Musafir tidaklah wajib untuk berqurban. Ini bagi yang menyatakan bahwa berqurban itu wajib. Namun bagi yang tidak mengatakan wajib, maka tidak berlaku syarat ini. Karena kalau dinyatakan wajib, maka itu jadi beban. Jika dikatakan sunnah, tidaklah demikian. (3) Kaya (berkecukupan). Ulama Syafi'iyah menyatakan bahwa qurban itu disunnahkan bagi yang mampu, yaitu yang memiliki harta untuk berqurban, lebih dari kebutuhannya di hari Idul Adha, malamnya dan selama tiga hari tasyriq juga malam-malamnya. (4) Te l a h b a l i g h ( d e w a s a ) d a n berakal.[Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 5/79-80]
Demikian syarat diwajibkan atau disunnahkannya berqurban. Jika kita memiliki kelebihan harta dan sedang mukim, hendaklah kita berqurban karena qurban adalah sebaik-baik qurbah (pendekatan diri pada Allah) dan moga harta kita pun semakin berkah. Setelah ini, maka JANGAN sampai ada yang menuduh Islam sebagai copypaste dari agama-agama Jahiliyah atau agama oplosan yang sudah tidak murni lagi garagara Islam mensyariatkan ibadah qurban, atau bahkan menuduh Islam tidak berperkehewanan karena menyembelih hewan secara tidak berhati nurani.

(1) Muslim. Orang kafir tidak diwajibkan atau disunnahkan untuk

FIQIH
Dan setelah ini juga, JANGAN sampai gara-gara ada kebolehan untuk tidak berqurban kalau tidak mampu kemudian membuat kita tidak bersemangat serta tidak berusaha keras bagaimana caranya bisa punya uang untuk beli kambing, sapi atau unta yang nantinya bisa dijadikan hewan qurban. Janganlah kita bermalas-malasan dan berputus asa. Tanamkan semangat yang membara, optimislah bahwa Allah pasti akan mengaruniakan kepada kita kemampuan dan harta sehingga bisa berqurban, yang penting kita usaha terus untuk cari uang dan berdoa dengan sungguh-sungguh. Renungkan, apa yang tidak mungkin kalau Allah sudah berkehendak menjadikan kita bisa berqurban walaupun kita sama sekali tidak menyangka bisa berqurban pada waktunya padahal malam hari raya 'Idul Adha kita tidak punya uang apalagi hewan qurban. [Selesai]

ADAB

ADAB

ADAB

ADAB

ADAB

Anda mungkin juga menyukai