Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS PERUBAHAN IKLIM DAN REKAYASA LINGKUNGAN

AGNES FERINNA 0906551451

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DEPOK NOVEMBER 2013

1. TPA sebagai Pemicu Perubahan Iklim Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang masif serta urbanisasi, kuantitas pembuangan limbah padat perkotaan (municipal solid waste) telah menjadi tantangan lingkungan utama yang mempengaruhi masyarakat seluruh dunia (Bogner et al., 2007; UNEP, 2009). Tempat Pembuangan Akhir merupakan kompartemen yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan akhir limbah padat untuk nantinya diolah ataupun tidak diolah kembali. Sebagai kompartemen yang menimbun limbah padat dengan beban yang sangat tinggi maka produksi gas TPA (landfill gas) juga akan semakin aktif. Pembentukan gas TPA ini diakibatkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan sampah organik pada timbunan limbah padat tersebut. Gas TPA (landfill gas) terdiri dari 45 55 % gas metana dan sisanya cenderung merupakan gas karbon dioksida. Gas TPA tersebut juga mengandung berbagai jenis kontaminan beracun yang lebih dikenal dengan istilah Non-Methane Organic Compounds (NMOCs) serta kontaminan inorganik seperti merkuri. NMOCs pada umumnya meliputi benzena, toluena, cloroform, vinil klorida dan karbon tetraklorida dimana walaupun keberadaannya hanya dengan prosentase kadar 1 % pada emisi gas TPA namun dampaknya tetap sangat berbahaya. Di alam, metana diproduksi oleh ala dalam proses yang disebut metanogenesis. Proses yang memiliki beberapa tahap ini digunakan oleh beberapa jenis mikroorganisme sebagai sumber energi. Reaksi bersih dari proses metanogenesis ini adalah sebagai berikut; CO2 + 8 H+ + 8 e- CH4 + 2H2O Tahapan akhir dari proses ini dikatalis oleh enzim metil-koenzim M reduktase. Metanogenesis merupakan salah satu bentuk respirasi anaerob yang digunakan oleh organisme yang menempati Tempat Pembuangan Akhir. Gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang memiliki potensi 20 kali lebih tinggi dalam memerangkap panas dalam atmosfer bumi dibanding dengan karbom dioksida (UK Environmental Agency, 2013). Dalam survey yang dilakukan di Inggris diketahui bahwa beban emisi gas metana yang dihasilkan pada area TPA menempati posisi kedua setelah tambang batu bara (UK Environmental Agency, 2013).

Gambar 1. Emisi Gas Metana dari berbagai Sumber


Sumber: UK Environmental Agency, 2013

Universitas Indonesia

Sedangkan untuk gas karbon dioksida yang juga tergolong dalam kelompok gas rumah kaca tidak memiliki dampak pemanasan suhu udara setinggi gas metana. Namun, jumlah emisi yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibanding gas metana dimana menurut IPCC Radiative Forcing Report (1996) karbon dioksida merupakan gas yang menempati posisi utama yang memberi kontribusi dalam fenomena pemanasan global. Kedua jenis gas ini merupakan kelompok gas rumah kaca yang berpotensi dalam menyebabkan perubahan iklim. Gas metana dan karbon dioksida memiliki kemampuan memerangkap radiasi sinar inframerah di udara dimana proses ini memang dibutuhkan oleh kehidupan manusia untuk tetap berlangsung. Proses ini bermanfaat untuk menaikkan suhu bumi dari -18C menjadi 15C sehingga kehidupan manusia dapat berlangsung dengan baik. Namun, seiring dengan banyaknya emisi kedua gas tersebut ke atmosfer maka kemampuan memerangkap radiasi inframerah di atmosfer semakin terakumulasi yang pada akhirnya mengakibatkan kenaikan suhu udara drastis dan perubahan iklim dalam skala global.

Gambar 2. Gas Rumah Kaca dan Potensi Pemanasannya


Sumber: IPCC Radiative Forcing Report, 1996

Gambar 3. Efek Rumah Kaca


Sumber: http://www.co2crc.com.au/images/imagelibrary/gen_diag/greenhouseeffect_media.jpg

Universitas Indonesia

2. Upaya Pencegahan dan Reduksi Dampak TPA terhadap Perubahan Iklim Untuk dapat mencegah dan mengurangi dampak perubahan iklim yang dipicu oleh emisi gas metana dan karbon dioksida pada lahan TPA maka sebenarnya ada dua jenis tindakan yang dapat dilakukan. Tindakan yang pertama adalah termasuk upaya ekstrim untuk mengurangi beban limbah padat yang dihasilkan oleh masyarakat sehingga laju penumpukan sampah pada TPA dapat terkontrol dan terkelola dengan baik sehingga manajemen dekomposisi limbah dalam TPA dapat dimonitor juga dengan baik. Ketika manajemen penanganan limbah dalam TPA dapat dikelola dengan baik maka aktivitas skala mikroorganisme juga dapat diperhatikan sehingga produksi gas TPA pun tercatat dan terpantau. Usaha yang dapat dilakukan adalah untuk mendaur ulang dan implementasi konsep reduce, reuse dan recycle pada limbah padat serta melakukan proses pengomposan sampah organik sehingga beban limbah padat yang masuk dapat berkurang. Upaya lainnya adalah dengan mengaplikasikan berbagai teknologi untuk menangkap gas TPA tersebut terutama gas metana untuk nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas alam. Metana adalah salah satu bahan bakar yang penting dalam pembangkitan listrik dengan membakarnya dalam gas turbin atau pemanas uap. Jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, pembakaran metana menghasilkan gas karbon dioksida lebih sedikit untuk setiap satuan panas yang dihasilkan. Panas pembakaran yang dihasilkan oleh gas metana adalah 891 kJ/mol. Jumlah panas ini lebih sedikit dibandingkan dengan hidrokarbon lainnya, tapi jika dilihat rasio antara panas yang dihasilkan dengan massa molekul metana (16 gram/mol), maka metana akan menghasilkan panas per satuan massa (55,7 kJ/mol) yang lebih besar daripada jenis hidrokarbon lainnya. Metana pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku pemanas rumah dan dalam kebutuhan memasak melalui aliran dalam pipa yang lebih dikenal dengan sebutan pipa gas alam. Oleh karena itu untuk memanfaatkan sampah menjadi energi alternatif diperlukan suatu alat untuk menangkap gas metana yang terkandung dalam sampah untuk dijadikan bio-gas seperti salah satu rangkaian alat yang dirancang oleh Murjito (2010) untuk menangkap gas metana di TPA Supit Urang, Kota Malang.

Gambar 4. Komponen-Komponen Penangkap Gas Metana pada Sampah untuk Bio-Gas


Sumber: Murjito, 2010

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai