Anda di halaman 1dari 8

B. Proses Keperawatan 1. Pengkajian a.

Bio Data Penyakit Tuberkulosa dapat menyerang dari mulai anak sampai dengan dewasa dengan komposisi antara laki-laki dan perempuan yang hampir sama menderita. Biasanya timbul pada lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah. TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1.1, TB luar paru-paru dan TB yang berat terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru). b. Riwayat Kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain : 1) Demam : subfebris, febris (40-41 C) hilang timbul. 2) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronchus, batuk ini terjadi untuk membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum). 3) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. 4) Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. 5) Malaise : ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam. 6) Pada atelektasis terdapat gejala berupa : cyanosis, sesak nafas, kolaps. Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas. 7) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular. c. Pemeriksaan Fisik Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara

umforik. Pada keadaan lanjut Atropi dan retraksi interkostal dan fibrosis Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura (perkusi memberikan suara pekak) d. Pemeriksaan Tambahan 1) Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif. 2) Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA 3) Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif. 4) Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Gambar 15 : Foto Rontgen Klien Tuberkulosa Paru 5) Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untuk mycobacterium tuberkulosa. 6) Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. 7) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut. 8) ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. 9) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. 10) Darah : lekositosis, LED meningkat. 11) Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura 2. Diagnosis Keperawatan a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat. 3. Intervensi Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah. Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif. Kriteria hasil : 1. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara. 2. Mendemontrasikan batuk efektif. 3. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. Rencana Tindakan : 1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. Rationale : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. Rationale : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. 3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. Rationale : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. 4. Lakukan pernapasan diafragma. Rationale : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. 5. Tahan napas selama 3 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. Rationale : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. 6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. Rationale : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. 7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

Rationale : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. 8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. Rationale : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. 9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Konsul photo toraks. Rationale : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. Diagnosis : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolarkapiler. Tujuan : Pertukaran gas efektif. Kriteria hasil : 1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif. 2. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. 3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. Rencana tindakan : 1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. Rationale : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. 2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tandatanda vital. Rationale : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. 3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. Rationale : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. Rationale : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. Rationale : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian antibiotika. Pemeriksaan sputum dan kultur sputum. Konsul photo toraks.

Rationale : Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. Diagnosis : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria hasil : 1. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori 2. Menu makanan yang disajikan habis 3. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema Rencana tindakan 1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual. Rationale : Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik. 2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan. Rationale : Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan. 3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan). Rationale : Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas. 4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan. Rationale : cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan. 5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya. Rationale : Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat. 6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut : a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang). b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging). c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges). d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar). Rationale : Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan

penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar. 7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup. Rationale : Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan personde. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman. Rencana tindakan 1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi. Rationale : Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi 2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Rationale : Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi. 3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. Rationale : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. 4. Gunakan masker setiap melakukan tindakan. Rationale : Mengurangi risilio penyebaran infeksi. 5. Monitor temperatur. Rationale : Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. 6. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. Rationale : Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk. 7. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Rationale : Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. 8. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin. Rationale : INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-

obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama. 9. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. Rationale : Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. 10. Monitor sputum BTA Rationale : Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi. Diagnosi : Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat. Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat. Rencana tindakan 1. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya. Rationale : Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. 2. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo Rationale : Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya. 3. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat. Rationale : Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak. 4. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. Rationale : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien. 5. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain. Rationale : Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat. 6. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah Rationale : Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi. 7. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. Rationale : Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis 8. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. Rationale : Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.

9. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal. Rationale : Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping. 10. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan. Rationale : Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus. 11. Anjurkan untuk berhenti merokok. Rationale : Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis. l2. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi. Rationale : Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman. 4. Evaluasi a. Keefektifan bersihan jalan napas. b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu. c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi. d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi. e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan

Anda mungkin juga menyukai