Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I PENDAHULUAN

Makanan merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan mahluk hidup, terkhusus bagi manusia. Salah satu kebutuhan manusia yang sangat diperlukan dalam tubuh adalah protein, dimana sumber akan protein terbagi menjadi protein nabati dan hewani. Salah satu sumber protein nabati yang banyak terdapat di masyarakat adalah kedelai. (Irianto, Djoko Pekik. 2007) Kedelai (Glycine max (L) Merr) atau yang lebih familiar dikenal dengan kacang kedelai, merupakan sumber protein nabati yang effisien dan jika ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein yang cukup terjangkau sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kacang kedelai. Kacang kedelai dikenal sebagai makanan terbaik kadar proteinnya, dapat mencapai 35% dari beratnya. Ditambah lagi kandungan asam amino penting yang terdapat dalam kacang kedelai yaitu isoleucine, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, threonin, triptophane dan valin yang rata-rata tinggi, kecuali methionine dan phenylalanine. Serta kacang kedelai mengandung kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B.
Hasil penelitian diberbagai bidang kesehatan telah membuktikan bahwa konsumsi produk-produk kedelai berperan penting dalam

menurunkan resiko terkena berbagai penyakit degeneratif. Ternyata, hal tersebut salah satunya disebabkan adanya zat isoflavon dalam kedelai.

Seiring dengan perkembangan zaman berbagai macam olahan pangan dengan berbahan dasar kacang kedelai telah banyak ditemukan di masyarakat. Hasil olahan kacang kedelai terbagi menjadi 2 kelompok, yakni yang diragikan dan tak diragikan. Salah satu hasil olahan kacang kedelai adalah tempe. Tempe merupakan makanan umum di Indonesia yang terbuat dari kacang kedelai. Dari berbagai keuntungan yang didapat dari kacang kedelai sebagai salah satu sumber vitamin B1 sehingga mendasari penulis ingin mengetahui ada tidaknya vitamin B1 dan seberapa besar kadar vitamin B1 ketika mengalami perebusan pada kacang kedelai. Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lama perebusan berpengaruh terhadap kadar Tiamin (vitamin B1) pada kacang kedelai. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kacang kedelai (Glycine max (L) Merr) yang mengalami perebusan dapat mempengaruhi kadar vitamin B1. Adapun tujuannya adalah untuk menentukan kadar Tiamin (vitamin B1) pada kacang kedelai (Glycine max (L) Merr) serta untuk mengetahui pengaruh waktu perebusan terhadap kadar Tiamin (vitamin B1) pada kacang kedelai (Glycine max (L) Merr).

Adapun menfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang kandungan gizi dari kacang kedelai (Glycine max (L) Merr) dan sebagai sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Umum Kedelai 1. Klasifikasi Tumbuhan : Kerajaan Divisio Kelas Ordo Family Spesies 2. Nama Daerah Kedelai dikenal dengan berbagai nama : sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedelai (Madura), kacang ramang, kacang bulu, kacang gambol, retak mejong (Lampung), kaceng bulu dan kacang jepun (Sunda), lebui bawak, lawui (Bima), sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (Aceh), kadale : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Fabales : Glycine : Glycine max (L.) Merr. (Adisarwanto, T.2005)

(Makassar) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai, (Adisarwanto, T.2005).

3. Morfologi Kacang Kedelai a. Perakaran Tanaman kedelai mempunyai akar tunggal yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsure hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsure hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekiter 15 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3). b. Batang Kedelai berbatang dengan tinggi 30 100 cm. Batang dapat membentuk 3 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi

terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki cirri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hamper sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki cirri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya. c. Daun Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuknya daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. d. Bunga Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami sangat kecil. Bunga terletak

pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi

penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. e. Buah Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman. f. Biji Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak di antara keeping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan berkas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih (Anonim, 2012). g. Kandungan Gizi Kedelai Tabel 1. Kandungan kedelai (Winarsi, 2008) Komponen Air Protein Lemak (gram/100 g) 7,5 34,9 18,1

Hidrat Arang Kalsium Fosfor Besi Kalori Vitamin A Vitamin B1 Vitamin E

34,8 227 mg 585 mg 8 mg 331 kal 110 SI 1,07 mg 17,8 mg

h. Manfaat Kedelai Protein yang terkandung dalam kedelai kaya akan asam amino arginin dan glisin. Kedua asam amino ini merupakan komponen penyusun hormon insulin dan glukogen yang disekresi oleh kelenjar pankreas dalam tubuh kita dengan itu jaringan tubuh akan makin meningkat. Dengan

meningkatnya kadar hormon insulin ini, kadar glukosa darah akan berkurang karena sebagian akan diubah menjadi energi. Inilah yang pada akhirnya akan membuat gejala diabetes dapat tertekan. Selain sebagai penekan diabetes kedelai juga dapat mengatasi hipertensi karena didalam susu kedelai terdapat suatu zat bernama isoflavon yang mampu mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit diantaranya adalah hipertensi dan diabetes. Selain untuk mencegah dan mengobati

hipertensi dan diabetes kedelai juga untuk melancarkan metabolisme, melancarkan pencernaan, merupakan nutrisi pelengkap, meningkatkan sistem imunitas, memperkuat struktur matrixs tulang, mencegah obesitas, mencegah penyakit ginjal, mengurangi gejala jantung koroner, mengurangi gejala stroke, mengurangi gejala rematik dan asam urat, mengurangi gejala maag. Hal itu dapat terjadi karena kandungan isoflavon dalam kedelai. B. Uraian Umum Vitamin B1

Gambar 1. Struktur Thiamin HCl Berat molekul Rumus kimia Pemerian : 337,27 : C12H17ClN4OS. HCl : Hablur atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah. Jika bentuk anhidrat terpapar diudara dengan cepat menyerap air lebih kurang 4%. Melebur pada suhu lebih kurang 248 disertai peruraian

10

Kelarutan

: Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam eter dan dalam benzene.

(Anonim, 1995). 1. Sejarah Penemuan vitamin B1(Sunita Almatsier, 2003) Pada abad ke-19 ditemukan penyakit beri-beri secara edemis di Jepang, Cina, dan Asia Tenggara. Takaki (1906) menunjukkan bahwa prnyakit ini pada pelaut Jepang dapat dikurangi dengan menggantikan sebagian nasi putih yang telah dimakan, dengan roti yang telah terbuat dari gandum. Eykman (1897) di Batavia/Jakarta Indonesia mengamati bahwa ayam yang makan sisa-sisa nasi putih dari penjara mengalami kelemahan berat. Funk (1911) berhasil mengisolasi faktor antiberi-beri dari dedek beras dan memakannya vitamin. Jansen dan donat (1926) di laboratorium Eykman berhasil mengisolasi bentuk kristal Tiamin dan melakukan uji coba pada burung-burung. Struktur kimia dan sintesis tiamin untuk pertama kali berhasil dilakukan oleh Williams dan Cline pada tahun 1936 . 2. Sifat Fisika dan Kimia Vitamin B1 Vitamin B1 telah diisolir dalam bentuk murni sebagai tiamin hidrokhlorid. Zat tersebut mengkristal sebagai lempeng-lempeng putih monoklinik dalam tanda yang menyerupai roset. Tiamin mempunyai bau dan rasa khusus. Terurai pada 248oC. Sangat

11

larut dalam air, agak larut dalam gliserol, propilen glikol dan 95% etanol. Tidak larut dalam lemak atau larutan-larutan lemak. Pada suhu biasa, tiamin hidrokhlorid mengambil air dan membentuk suatu hidrat. Oleh karena itu zat yang murni harus disimpan dan tertutup rapat, sebab jika tidak zat tersebut akan bertambah berat. Bila thiamin hidrokhlorid diperlukan untuk larutan setandar, zat tersebut perlu dikeringkan. Tiamin stabil pada 100oC selama 24 jam. Dapat disterilkan pada 120oC dalam larutan encer kecuali jika pH di atas 5,5, kemudian zat tersebut rusak cepat sekali. Analisis analitik untuk thiamin dilakukan dengan cara oksidasi menjadi thiokhrom yang memperlihatkan fluorensi biru khas dalam cahaya ultraviolet. Satu Satuan Internasional aktivitas vitamin B1 seharga dengan lebih kurang 3 ug Kristal thiamin hidrokhlorid (satu gram thiamin hidrokhlorid = 333.000 Satuan Internasional). Di Amerika Serikat kebutuhan vitamin B1 dan vitamin B lainnya dinyatakan dalam milligram bahan murni per kilogram ransum. Turunan hidroklorid jika ditambah NaOH dapat terjadi degradasi menjadi tiokrom dan bias ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri. Tiamin atau vitamin B1 merupakan kompleks molekul

organik yang mengandung satu inti tiazol dan pirimidin. Tiamin ditemukan terutama dalam biji-bijian dan dedaknya serta sejumlah kecil dalam daging dan kacang-kacangan. Sayuran hijau, ikan, buah-buahan dan susu juga mengandung tiamin dalam jumlah

12

yang bermanfaat. Beras putih, gula, alkohol, lemak, dan pangan yang sudah diolah adalah sumber-sumber tiamin yang miskin (Hakim Nasution dan Darwin, 1991). Fungsi dan pengaruh tiamin adalah sebagai koenzim untuk beberapa reaksi inti sampai metabolisme antara dalam semua sel. Usus halus mengabsorbsi tiamin melalui 2 mekanisme, pada konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah. Bentuk koenzim tiamin berfungsi sebagai aldehida transferase (Linder. 2007). Defisiensi tiamin yang berat menyebabkan penyakit beri-beri yang ditandai oleh neuropati permukaan/ periferi, terutama dalam beberapa anggota tubuh yang paling banyak digunakan, diikuti oleh perasaan gatal, kaku, empuk dan kelemahan (Linder. 2007). Kecukupan gizi yang dianjurkan sekarang ini untuk tiamin adalah 0,5 mg per 1000 kkal per hari (Hakim Nasution dan Darwin, 1991). Karena tiamin penting untuk metabolisme energi, terutama karbohidrat, maka kebutuhan akan tiamin umumnya sebanding dengan asupan kalori. Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal, sedangkan AKG di Indonesia ialah 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi, 1,0 mg/hari untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil (Tanu, ian. 1999).

13

C. Uraian Tentang Spektrofotometri Ultaviolet dan Visibel (Mulja, 1990; Underwood, 1986 dan Blaschke, 1988) 1. Definisi Spektrofotometri Sebuah spektrofotometri adalah suatu instrumen untuk mengatur absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Daerah pengukuran spektrofotometri UV adalah pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektrofotometri UV disebut juga spektrum elektronik karena terjadi hasil interaksi radiasi UV terhadap mengalami mengabsorpsi molekul transisi radiasi yang mengakibatkan Semua UV molekul molekul tampak tersebut dapat karena

elektronik. dalam

daerah

mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat electron itu terikat dalam molekul. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat, dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk

eksistensinya. Apabila cahaya dilewatkan pada suatu media yang homogen adalah monokromator dengan intensitas cahaya yang datang (Io), maka sebagian dari cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi diteruskan (It). Keadaan tersebut dapat ditulis.

14

Lo = Ia + Ir + It Hukum lembert Beer menggambarkan hubungan antara jumlah cahaya yang diteruskan dari suatu larutan dengan konsentrasi suatu konstituen yang menyerap cahaya tersebut, yaitu : Log(Io/It) = A = a.b.c Dimana : Io = Intensitas cahaya yang masuk It = Intensitas cahaya yang keluar A = Serapan a = Absorsivitas b = Panjang medium absorpsi c. Kosentrasi zat terlarut Hukum Bougner Beer menyatakan bahwa intensitas cahaya monokromatikis yang diteruskan akan menurun secara ekspononsial apabila konsentrasi senyawa yang mengabsorpsi naik secara aritmatika. Baik spektrofotometer berkas tunggal maupun berkas rangkap, dan intrumen yang beroprasi dalam berbagai daerah spectrum, semuanya mempunyai komponen-komponen penting ini, meskipun rinciannya sangat berlainan dalam beberapa hal.

15

a. Sumber radiasi Sumber energi radiasi yang dipakai pada

spektrofotometri adalah deuterium, lampu tungsten, serta lampu merkuri. Lampu deuterium dapat dipakai pada daerah

gelombnag 180 370 nm (daerah ultraviolet dekat), karena pada rentang panjang gelombang tersebut. Lampu deuterium memberikan gambaran energi radiasi yang lurus sedangkan panjang gelombang 486 651,1 nm memberikan dua garis spectrum yang dapat dipakai untuk mengecek kecepatan panjang gelombang pada spektrofotometer. Umur lampu deuterium 500 jam pemakaian. Lampu tungstein merupakan campuran dari filament tungstein dan gas iodine (halogen), oleh sebab itu disebut lampu Tungstein-Iodin. Lampu ini dipakai pada daerah pengukuran sinar tampak dengan rentang panjang gelombang 390 900 nm, karena pada daerah ini lampu tungstein-iodin 1000 jam pemakaian. b. Monokromator Merupakan alat untuk mengisolasi suatu berkas radiasi yang menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran sampel. Alat ini juga berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis.

16

Monokromator pada spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan : 1. Celah masuk berperan penting dalam terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi panjang gelombang. 2. Filter berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih. 3. Prisma berfungsi untuk mendispersikan supaya radiasi

elektromagnetik

sebesar

mungkin

didapatkan

resolusi yang lebih baik dari radiasi polikromatis. 4. Kisi, fungsinya sama seperti prisma, namun karena bentuk kisi adalah konkaf, maka dapat memberikan resolusi radiasi yang lebih baik. 5. Celah keluar, tempat keluarnya sinar monokromatik yang selanjutnya akan diteruskan menuju sampel. c. Sampel kompartemen/kuvet Kuvet atau sel adalah wadah untuk menaruh sampel yang dianalisa. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam yaitu kuvet permanen terbuat dari bahan gelas atau leburan silika dan kuvet disposable untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari Teflon atau plastik.

17

Ditinjau dari bahan yang dipakai membuat kuvet ada dua macam yaitu kuvet dari leburan silika (kursa) dan kuvet dari gelas. Kuvet dari leburan silika dapat dipakai untuk analisis kuantitatif pada daerah pengukuran 580 1100 nm, karena bahan dari gelas mengabsorpsi radiasi UV. Pada prinsipnya spektrofotometer selalu ditempatkan diruangan yang bersih dan terhindar dari radiasi sinar matahari secara langsung. d. Detektor Merupakan bagian yang mengubah daya radiasi menjadi isyarat listrik. Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometri yang penting. Oleh sebab itu kualitas detektor akan menentukan kualitas dari spektrofotometri. Fungsi detektor ini adalah mengubah signal elektronik. Beberapa pustaka memberikan persyaratan tentang kualitas dan fungsi detektor didalam

spektrofotometri antara lain : 1. Detektor harus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima, tetapi harus memberikan Noise yang sangat minimum. 2. Detektor harus mempunyai kemampuan untuk memberikan respon terhadap radiasi pada daerah panjang gelombang yang lebar (UV-Vis). 3. Detektor harus memberikan respon terhadap radiasi dalam waktu yang bersamaan.

18

4. Detektor harus memberikan jaminan terhadap respon kuantitatif dan signal radiasi yang diterima. 5. Signal elektronik yang ditransfer oleh detektor harus dapat diaplikasikan oleh penguat (amplifer) ke recorder. e. Penguat dan pembaca Merupakan rangkaian yang membuat isyarat yang cocok untuk diamati dan sistem pembacaan yang menunjukkan besarnya isyarat listrik. Amplifier merupakan suatu tahanan beban besar yang dihubungkan dengan detektor secara seri. Arus bolak balik yang dihasilkan detektor akan diperkuat oleh amplifier dengan tahanan pemasukan yang tinggi, dimana voltase pada tahanan beban yang digunakan untuk mengendalikan suatu rangkaian yang menarik tenaganya dari suatu sumber bebas dan mempunyai tenaga cukup besar untuk menjalankan peralatan pembacaan sehingga akan diperoleh hasil yang dapat terbaca pada alat pembaca (Gandjar, I.G, 2009). Spektrofotometer dibedakan menjadi : 1. System optic radiasi berkas tunggal, keuntungannya adalah lebih cepat dan teliti. 2. System optic radiasi berkas ganda, keuntungannya adalah pengukuran yang dilakukan tidak akan terpengaruh penurunan intensitas radiasi dari sumber radiasi semula. UV-Vis berdasarkan system optic

19

3. System optic radiasi berkas terpisah, perinsipnya sama dengan optic berkas tunggal hannya saja peralatan optiknya lebih rumit. 2. Tahapan Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak (Visibel) a. Pemilihan Pelarut Pelarut yang digunakan pada spektrofotometer

Ultraviolet dan Tampak (Visibel) harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengabsorbsi radiasi pada panjang gelombang pengukuran sampel. Oleh sebab itu, pelarut harus memenuhi persyaratan : 1. Tidak mengandung system terkonjugasi pada setruktur molekulnya atau tidak berwarna. 2. Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang diukur. 3. Harus mempunyai kemurnian yang tinggi. (Riyadi, 2009) b. Pemilihan Panjang Gelombang Pengukuran absorbsi pada analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri baik zat tunggal maupun zat campur pada prinsipnya harus dilakukan pada panjang gelombang maksimum ( maks). Alasan dilakukan pengukuran absorpsi pada panjang gelombang maksimum adalah : 1. Perubahan absorpsi untuk satiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum,

20

sehingga

pada

panjang

gelombang

maksimal

akan

diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. 2. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva serapannya adalah datar, sehingga hukum Lambert Beer akan dipenuhi dengan baik. 3. Panjang gelombang dapat dicari dengan membuat kurva serapan dengan berbagai panjang gelombang pada sistem koordinat Cartesian pada konsentrasi yang tetap. Panjang gelombang masimum adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimal. 3. Penetapan Kadar dengan Spektrofotometri Cara menetapkan kadar zat tunggal dengan metode spektrofotometri : a. Membandingkan serapan atau transmisi zat yang dianalisis dengan zat murni. Dalam hal ini dilakukan pengukuran serapan zat (Ax) dan serapan zat standar (As), pada panjang gelombang yang sama yaitu maks, sehingga kadar zat X sebagai :

b. Dengan membuat kurva baku dibuat pada system koordinat cartesien dimana sebagai absis adalah konsentrasi zat standar,

21

dan sebagai ordinat adalah serapannya. Pengamatan serapan dilakukan pada maks. c. Dengan memakai system ekstingsi spesifik (
1cm).

Cara ini

sebagai salah satu usaha analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri yang dalam hal ini tidak mempunyai zat standar. Dengan jalan membandigkan (
1cm)

dari zat

yang tertera dalam pustaka, maka kadar tersebuat akan cepat diketahui.

22

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasi laboratorium dengan cara penelitian kadar Tiamin (vitamin B1) pada kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) yang direbus dangan Metode Spektrofotometri Ultra Violet dan Visibel. B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dimulai bulan November 2012 C. Sampel Penelitian Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) yang telah mengalami pemanasaan pada beberapa interval waktu yakni 0 menit (sebelum perebusan) 15 menit, 30 menit dan 45 menit. D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat-alat yang digunakan a. Batang Pengaduk b. Bejana c. Gelas beaker

22

23

d. Pipet Tetes dan Pipet Volumetri e. Tabung reaksi f. Penangas air g. Mortir h. Corong Pisah i. j. Erlenmeyer Labu Ukur 50 mL, 100 mL

k. Neraca Analitik l. Seperangkat alat Spektrofotometri Ultraviolet dan Visibel

2. Bahan-bahan yang digunakan a. Aquades b. C4H9OH c. HCl 0,1 N d. Kedelai (Glycine max (L.) Merr) e. Kertas Saring f. KCl 25% g. K4Fe(CN)6 1% h. NaOH 15% i. Tiamin Hidroklorida Standar

E. Metode Analisis 1. Pengambilan sampel Sampel kedelai (Glycine max (L.) Merr) diambil di pasar tradisional di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

24

2. Pengolahan Sampel Dipilih Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Yang berkualitas baik lalu masukkan dalam Bejana, kemudian rebus Kedelai (Glycine max (L.) Merr) dengan air selama interval waktu 0 menit (sebelum perebusan) 15 menit, 30 menit dan 45 menit pada suhu 100C. Ambil kedelai (Glycine max (L.) Merr) sebelum perebusan, perebusan selama 15 menit, 30 menit dan 45 menit, masingmasing sebanyak 10 g dan dihaluskan dengan lumpang kemudian dituangkan dalam beaker gelas dan ditambah 25 mL larutan HCl 0,1 N. Larutan diaduk hingga homogen kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100C di atas Hot plate sambil diaduk. Setelah dingin, larutan disaring dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda batas kemudian disaring dengan kertas saring dan dengan tahap ini didapatkan filtrat sample. 3. Penyiapan Larutan Pereaksi a. Pembuatan larutan HCl 0,1 N sebanyak 100 ml. Diukur sebanyak 1,18 ml HCl 36,5% masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda.

25

b. Pembuatan larutan NaOH 15% Sebanyak 100 ml. Ditimbang NaOH sebanyak 15 gram masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest , kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda. c. Kalium Ferisianida 1% Sebanyak 100 ml. Ditimbang Kalium Ferisianida sebanyak 1 gram masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda. d. Kalium Klorida 25% Sebanyak 100 ml. Ditimbang Kalium Klorida sebanyak 25 gram masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda. e. Kalium Iodida 1N sebanyak 100 ml. Ditimbang Kalium Iodida sebanyak 1,66 gram masukkan kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda. 4. Pembuatan Larutan Contoh Masing-masing Filtrat Sampel dimasukkan ke dalam corong pisah ditambahkan dengan 3,0 mL larutan natrium hidroksida 15% dan 1 tetes larutan kalium ferisianida 1% kemudian dikocok kuat. Setelah itu didiamkan dan ditambahkan 20,0 mL larutan n-butanol digoyang perlahan-lahan, lalu didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah yang berupa larutan air dipisahkan,

26

sehingga yang tertinggal hanya lapisan butanolnya ditampung dalam wadah, selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UVVis pada panjang gelombang maksimum (Sudarmadji, 1997) 5. Analisis Tiamin Hidroklorida a. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif merupakan uji pendahuluan yang akan memberikan petunjuk untuk memastikan ada tidaknya tiamin hidroklorida pada kacang kedelai yang belum mengalami perebusan. Uji kualitatif ini dilakukan dengan 2 (dua) kali pengujian dengan menggunakan uji A dan B. Filtrat sample sebanyak 2 mL dimasukkan pada masingmasing tabung

reaksi, yang kemudian diperlakukan sebagai berikut : Uji A: Ditambahkan 2 tetes larutan kalium ferisianida

(K3Fe(CN)6) 1 % dan 1 mL NaOH 15 %. Apabila terbentuk fluoresensi warna biru maka larutan sampel mengandung vitamin B1. Uji B: Ditambahkan 1 mL larutan kalium iodida 1 N. Bila terbentuk endapan orange maka sampel mengandung vitamin B1.

27

b. Analisis Kuantitatif Secara Spektrofotometri UV-Vis 1. Pembuatan Larutan Baku Ditimbang dengan seksama 100 mg tiamin hidroklorida kemudian dilarutkan dengan larutan asam klorida 0,1 N hingga 100 mL (1000 bpj) dikocok hingga homogen. Dari larutan ini dipipet 10 ml lalu dicukupkan volumenya hingga 100 ml dalam labu ukur, sehingga diperoleh larutan baku (100 bpj). Dari larutan ini dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml kemudian dicukupkan volumenya dalam labu ukur 100 ml hingga tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi larutan baku 1 bpj, 2 bpj, 3 bpj, 4 bpj, dan 5 bpj. Selanjutnya masing-masing larutan setandar tersebut diambil 10 ml dan dilakukan pemisahan tiamin hidroklorida seperti prosedur pemisahan tiamin hidroklorida pada sampel. Diukur 5 ml masing-masing konsentrasi dimasukkan kedalam corong pisah, kemudian ditambahkan 3 ml natrium hidroklorida 15 % lalu dikocok dan didiamkan. Larutkan ditambahkan 15 ml nButanol. Lapisan n-Butanol yang dihasilkan kemudian

dimasukkan dalam labu ukur 25 ml. 2. Penentuan panjang gelombang maksimum ( maks ) Penentuan panjang gelombang maksimum ( maks ) diperoleh dengan mengukur absorbansi larutan standar tiamin hidroklorida pada panjang gelombang () 200-400 nm

28

(Nasoetion, 1991). Dari pengukuran larutan standar tersebut diperoleh panjang gelombang maksimum. 3. Pembuatan Kurva Baku Larutan baku dengan kosentrasi 1 bpj, 2 bpj, 3 bpj, 4 bpj, dan 5 bpj diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. 4. Pengukuran Kadar Tiamin (B1) dengan sampel dengan Spektrofotometer UV-Vis Dipipet masing-masing 5 ml larutan sampel, lalu diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis

kemudian dicatat hasil serapannya F. Analisis Data Dari hasil pengukuran serapan larutan baku dengan panjang gelombang tetentu, dibuat grafik antara serapan dan konsentrasi asetosal, dimana nilai-nilai serapan pada sumbu Y dan konsentrasi pada sumbu X. Kemudian ditarik garis diantara titik untuk memperoleh persamaan garis lurus :
Y = a + bX Dimana : a = Konstanta b = Slope/kemiringan

29

Nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

a=

b=

Dari persamaan regresi linear selanjutnya dihitung konsentrasi contoh dengan cara hasil-hasil serapan diplotkan terhadap persamaan regresi. Untuk menentukan pengaruh lama waktu perebusan terhadap kadar vitamin B1, maka dilakukan uji statistik menggunakan ANAVA.

30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 2. Hasil analisis kualitatif vitamin B1 pada kedelai (Glycine max (L.) Merr). Hasil Pengamatan No Pereaksi A B C D Pustaka Ket

(P1)

Warna Biru

Warna Biru

Warna Biru

Warna Biru

Warna Biru

(+)

(P2)

Endapan Endapan Endapan Endapan Endapan Orange Orange Orange Orange Orange

(+)

Keterangan : Pereaksi (P1) Pereaksi (P2) A B C D = K3Fe (CN)6 1% + NaOH 15% = Kalium Iodida = Sampel tanpa perebusan = Perebusan 15 menit = Perebusan 30 menit = Perebusan 45 menit

30

31

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Vitamin B1 Kacang Kedelai pada Panjang Gelombang 328,73 nm. Lama Perebusan (menit) 0 (tanpa perebusan) Berat sampel (gram) 10,025 10,025 10,025 10,042 15 10,042 10.042 10,123 30 10,123 10,123 10,039 45 10,039 10,039 Kadar vit.B1 (mg/100g) 0,9030 0,8995 0,9030 0,8025 0,8061 0,8025 0,6033 0,6068 0,6033 0,3927 0,3927 0,3927 0,3927 56,45 0,6045 32,97 0,8037 10,88 0,9018 0 Kadar rata-rata (mg/100g) % penurunan kadar

Serapan

0,243 0,242 0.243 0,215 0,216 0,215 0,160 0,161 0,160 0,099 0,099 0.099

32

B. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin B1, serta menentukan pengaruh waktu perebusan terhadap kadar vitamin B1 dalam kacang kedelai yang diperkecambahkan menggunakan limbah air kelapa. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah kacang kedelai. Pada penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 200-400 nm, didapatkan bahwa panjang gelombang maksimum pengukuran ini adalah 328,73 nm. Hasil analisis kadar vitamin B1 pada sampel dengan tanpa perebusan replikasi 1 pada serapan 0,243 diperoleh 0,9030 mg/100g, replikasi 2 pada serapan 0,242 diperoleh 0,8995 mg/100g, serta replikasi 3 pada serapan 0,243 diperoleh 0,9030 mg/100g, dan kadar rata-rata vitamin B1 dalam sampel tanpa perebusan adalah 0,9018 mg/100g . Untuk sampel dengan perebusan 15 menit replikasi 1 pada serapan 0,215 diperoleh 0,8025 mg/100g, replikasi 2 pada serapan 0,216 diperoleh 0,8061 mg/100g, serta replikasi 3 pada serapan 0,215 diperoleh 0,8025 mg/100g sehingga diperoleh kadar rata-rata vitamin B1 dalam sampel perlakuan 15 menit sebesar 0,8037 mg/100g . Untuk sampel dengan perebusan 30 menit replikasi 1 pada serapan 0,160 diperoleh 0,6033 mg/100g, replikasi 2 pada serapan 0,161 diperoleh 0,6068 mg/100g, serta replikasi 3 pada serapan 0,160 diperoleh 0,6033 mg/100g sehingga diperoleh kadar rata-rata vitamin B1 dalam sampel perlakuan 30 menit sebesar 0,6045 mg/100g . Pada sampel dengan perebusan 45 menit

33

replikasi 1 pada serapan 0,099 diperoleh 0,3927 mg/100g , replikasi 2 pada serapan 0,099 diperoleh 0,3927 mg/100g, serta replikasi 3 pada serapan 0,099 diperoleh 0,3927 mg/100g sehingga diperoleh kadar ratarata vitamin B1 dalam sampel perlakuan 45 menit sebesar 0,3927 mg/100g . Persen (%) penurunan kadar vitamin B1 pada kelompok perlakuan terhadap kelompok sampel tanpa perebusan yaitu perlakuan 15 menit senilai 10,88%, perlakuan 30 menit senilai 32,97%, dan 45 menit senilai 56,45%. Penurunan kadar tiamin hidroklorida diduga karena pengaruh perebusan yang lama menyebabkan terbukanya pori-pori dari kacang kedelai, sehingga vitamin yang terdapat dalam kacang kedelai khususnya vitamin B1 terpisah dari kacang kedelai pada saat proses perebusan. Hasil uji statistic menggunakan ANAVA menunjukkan bahwa dari seluruh kelompok kadar yang diperoleh nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima pada taraf =0,05 dan 0,01 sehingga hasil pengujiannya bersifat signifikan atau berbeda nyata antara tiap perlakuan yang berarti lama waktu perebusan berpengaruh terhadap kadar vitamin B1 dalam kacang kedelai yang mengalami perebusan.

34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan : 1. Kadar rata-rata vitamin B1 pada kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) tanpa perebusan 0,9018 mg/100g, perebusan 15 menit diperoleh 0,8037 mg/100g, perebusan 30 menit diperoleh 0,6045 mg/100g dan perebusan 45 diperoleh 0,3927 mg/100g. 2. Lama waktu perebusan dari kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) dapat mempengaruhi kadar dari vitamin B1.

B. Saran Disarankan bagi para peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang kandungan serta pengaruh lain dari kandungan nutrisi dengan sampel kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) untuk membantu masyarakat dalam pemanfaatan nutrisi pada pengolahan kacang kedelai.

34

35

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto,T.2005. Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya Anonim, 2009. Hipertensi dan Diabetes Dapat Diatasi Dengan Kacang diakses 25 September 2012 Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan : RI Deman J.M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Kosasih Padmawinata, Bandung ITB Harry, Auterhoff dan Karl, Arthur Kovar. 1987. Terjemahan Sugiarso C. Identifikasi Obat. Terbitan ke-4. Bandung: ITB. Irianto, D.P., 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta. ANDI Karyadi D dan Nasution A.H. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir Vitamin. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Laksmiwati, Mayun. 1994. Penentuan Kadar Tiamin Hidroklorida Pada Beberapa Jenis Beras. Skripsi (tidak diterbitkan). Denpasar: FMIPA UNUD. Linder, Maria C. 2007. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UIP: Jakarta. Mulya, M. 1990. Analisis Instrumen. Airlangga University Press, Surabaya. Prasetyo, Bambang., 2008. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta. Raja Grafindo Tanu, ian. 1999. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia : Jakarta. Winarsi, H.,2008. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Nilai Gizi Pangan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Wikipedia Indonesia. 2011. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang kedelai) diakses tanggal 28 Oktober 2012

35

36

Kedelai (Glycine max (L) Merril)

Direbus selama Kedelai tanpa perebusan 15 menit 30 menit 45 menit

Timbang 10 gr gerus + HCl 0,1 N 50 Panaskan 30 menit 100 C

Disaring Ampas Fitrat


Corpis +NaOH 15% +K3Fe(CN)6 1% + n-Butanol

Analisis Kualitatif Reaksi Warna

Analisis Kuantitatif Secara Spektrofotrometri UV-Vis

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Hasil

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar I. Skema Kerja Pengaruh Lama Perebusan Kedelai Terhadap Kadar Vitamin B1 Secara Spektrofotometri UV-Vis

37

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Serapan Larutan Baku vitamin B1 secara Spektrofotometri Visibel pada Panjang Gelombang 328,73 nm NO 1 2 3 4 5 Konsentrasi (bpj) 1 2 3 4 5 Adsorban 0,135 0,257 0,412 0,565 0,685

38

Lampiran 2. Hasil perhitungan persamaan regresi linear vitamin B1 dengan metode spektrofotometri-visibel pada panjang gelombang 328,73 nm X Y Xy X2 Y2

1 2 3 4 5 x = 15

0,135 0,256 0,412 0,565 0,685 y = 2,053

0,135 0,512 1,236 2,260 3,425 xy = 7,568

1 4 9 16 25 x2 =55

0,0182 0,0655 0,1697 0,3192 0,4692 y2 =1,0418

Persamaan garis regresi : y = a + bx Dimana : y = serapan x = konsentrasi (bpj) a = intersep b = slope / kemiringan n = jumlah data Berdasarkan rumus
y b( x ) n

a=

39

b=

n( xy) ( x)( y) n( x 2 ) ( x ) 2

5(7,568 ) (15 )( 2,053 ) 5(55 ) (15 ) 2


37,84 30,795 275 225 7,045 50

= 0,1409

a=

y b( x )
n
2,053 (0,1409)(15) 5 2,053 2,1135 5

= -0,0121 Sehinggah persamaan garis regresinya adalah : Y = a + bx y = -0,0121 + 0,1409x

40

Lampiran 3. Contoh hasil perhitungan kadar vitamin B1 pada kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) Sampel Kode contoh Serapan Volume sampel Berat sampel : kacang kedelai : Sampel A : 0,243 : 50 ml : 10,025

Dari perhitungan diperoleh persamaan regresi linear untuk vitamin B1 sebagai berikut : y = a +bx = -0,0121 + 0,1409x
0,243 (0,0121 ) 0,1409

Sehinggah (x) =

= 1,8105g / ml Kadar vitamin B1 dalam 100 g sampel (control) :

1,8105

K=

50ml ml 100g 10,025g

= 902,992 g/100g = 0,9030 mg/100g

41

Lampiran 4. Perhitungan persen pengurangan kadar dalam kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr)

Rumus =

15 menit

(0,9018 ) (0,8037 ) 100 % 0,9018

= 10,88 %

30 menit

(0,9018 ) (0,6045 ) 100 % 0,9018

= 32,97 %

45 menit

(0,9018 ) (0,3927 ) 100 % 0,9018

= 56,45 %

42

56,45

% Penurunan Kadar

32,97

10.88

Tanpa Perebusan Perebusan Perebusan 15 menit Perebusan 30 menit 45 menit

Lama Perebusan Kedelai

Gambar 3. Kurva persen (%) penurunan kadar vitamin B1 kacang kedelai yang direbus pada beberapa lama waktu perebusa

43

Lampiran 5. Perhitungan Statistik Data Kadar Vitamin B1 Pada Kacang Kedelai Waktu Perebusan Replikasi tanpa perebusan 1 2 3 0,9030 0,8995 0,9030 2,7055 15 menit 0,8025 0,8061 0,8025 2,4111 30 menit 0,6033 0,6068 0,6033 1,8134 45 menit 0,3927 0,3927 0,3927 1,1781 2,7015 2,7051 2,7015 8,1081 Total

0,9018

0,8037

0,6045

0,3927

1. Perhitungan a. Perhitungan derajat bebas (db) db total = total banyaknya pengamatan 1 = (3 x 4) 1 = 11 db perlakuan = banyaknya perlakuan 1 =41=3 db galat = db total db perlakuan = 11 3 = 8

44

b. Perhitungan jumlah kuadrat (jk) 1. (Total)2 = (Y)2ij = (0,9030)2 + (0,8025)2+ + (0,6033)2+ (0,3927)2 = 5,9365

(Total)2

2. Rata-rata

=
Total Banyaknya Pengamatan (8,1081)2

= =

4.3 65,74128561 12

= 5,4784

(Total Perlakuan)2

3. Perlakuan

=
Banyaknya Replikasi

Rata-rata

(2,7055) + (2,4111) + (1,8134) + (1,1781)

=
3

5,4784

17,80947263

=
3

5,4784

= 5,936490877 5,4784 = 0,4577

45

4. Galat

= Total - (Total rata-rata) - Perlakuan = 5,9365 - 5,4784 - 0,4577 = 0,0004

c. Perhitungan jumlah kuadrat total (JKT)


Jumlah Kuadrat Perlakuan

1. JKT Perlakuan =
db Perlakuan 0,4577

= 0,1526

Jumlah Kuadrat Galat

2. JKT Galat

=
db Galat

0,0004 8

= 0,00005 d. Perhitungannilai Distribusi F (Fh)


JKT Perlakuan

1. Fhitung

=
JKT Galat 0,1526

0,00005

= 3052

46

Tabel 3. Analisis Varian kadar vitamin B1 pada kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr).

Sumber Variasi Rata-rata Perlakuan Kekeliruan

Db 1 3 8

JK 5,4784404675 0,4577301566666 0,0004

JKT

Fh

Ft 0,05 4,07 0,01 7,01

0,1526 3052* 0,00005

Jumlah 12 5,93651585 Keterangan : * = Signifikan = berbeda nyata Hasil analisis varians (ANAVA) adalah H0 ditolak pada taraf =0,05 dan 0,01 sehingga hasil pengujiannya bersifat signifikan atau berbeda nyata antara tiap perlakuan yang berarti waktu perebusan sangat berpengaruh terhadap kadar vitamin B1 dalam kacang kedelai yang mengalami perebusan.

47

Gambar 4. Spektrofotometri UV-VIS

48

Gambar 5. Sampel Kedelai

49

Gambar 6. Sampel mengalami perebusan

50

Gambar 7. Setelah sampel mengalami peroses perebusan.

51

Gambar 8. Sampel telah mengalami penyaringan

52

Gambar 9. Larutan baku vitamin B1 1000 bpj dan 100 bpj

53

Gambar 10. Larutan Baku dengan kosentrasi 1 bpj, 2 bpj, 3 bpj, 4 bpj, 5 bpj.

54

Gambar 11. Tahap Pemisahan Sampel

Anda mungkin juga menyukai