Anda di halaman 1dari 25

Tutorial Klinik

PENYALAHGUNAAN NAPZA

Oleh: Rizkia Mulyasari Cristian Rizky Pirade Dewi Ayu Puspitasari Rina Zubaidah

Pembimbing: dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ. M.Kes

Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa/Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSKD ATMA HUSADA MAHAKAM Samarinda 2013

I.

RIWAYAT PSIKIATRI A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Suku Alamat : Tn. E : 32 tahun : Laki-laki : Islam : Belum menikah : SMA (tidak tamat) : PNS : Bugis : Jalan KH.Ahmad Dahlan no 49 Kota Bontang

Pasien datang ke IGD bersama istri di RSKD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 8 Februari 2013. B. Identitas Keluarga Nama Jenis Kelamin Usia Status dengan pasien Alamat C. Keluhan Utama Pasien mengamuk di dalam rumah. D. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengamuk pada saat subuh, awalnya pasien mengatakan sakit kepala dan tidak bisa tidur kepada istrinya, kemudian istri pasien menyuruh pasien untuk meminum obat risperidone namun pasien menolak dan marah-marah kepada istrinya. Pasien mengatakan tidak akan mau meminum obat itu lagi karena obat tersebut menyebabkan ketergantungan. Sejak satu minggu terakhir, pasien tidak meminum lagi obat risperidone, tingkah laku pasien kemudian berubah dua hari setelahnya, pasien sering keluar malam dan pulang dini hari. Ketika ditanya istri, pasien menjawab dirinya sedang ada masalah di kantor sehingga perlu untuk bertemu dengan teman-teman akrabnya. Pada hari berikutnya, pasien pamit : Ny.D : Perempuan : 30 tahun : Istri : Jalan KH.Ahmad Dahlan no 49 Kota Bontang

berangkat kerja seperti biasanya dengan menggunakan seped motor, namun pasien tidak pulang selama tiga hari, Istri pasien kebingungan mencari pasien dan meminta bantuan keluarga. Akhirnya, pasien ditemukan sedang beristirahat di rumah seorang temannya. Ketika akan pulang, pasien mengatakan dirinya sudah menjual motor dan cincin pernikahan untuk membeli sabu-sabu dan melunasi utang. Sesampai dirumah, pasien dan istri bertengkar,pasien sempat memukul istri dan ibunya, setelah itu istri pasien tidur bersama anak perempuannya di ruang terpisah. Pasien tidak bisa tidur sampai subuh,kemudian pasien membangunkan istrinya dan marah-marah. Pasien mengatakan bahwa semua orang saat ini menganggap pasien gila dan pasien harus dijauhi oleh mereka semua. Oleh istrinya, pasien akhirnya mau dibujuk untuk pergi berobat ke RSKD Atma E. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat mengkonsumsi pil LL dan ekstasi pada tahun 2004 dan berhenti selama tiga tahun. Pasien memiliki riwayat mengkonsumsi LL,sabu-sabu,ekstasi sejak tahun 2007 Pasien pernah mengalami kecelakaan motor dan kepalanya terbentur tahun 2010 Pasien tidak memiliki riwayat overdosis obat sebelumnya Pasien tidak memiliki riwayat sakaw Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 14 tahun Pasien memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol sejak remaja namun sudah berhenti sejak tahun 2010 F. Riwayat Medis dan Psikiatri yang lain 1. Gangguan Mental dan Emosi Pasien memiliki gangguan mental sebelumnya. Pasien sempat dirawat sebanyak dua kali di RSKD Atma pada tahun 2008 dan tahun 2009 dengan diagnose Skizofrenia. Pasien memiliki emosi yang agak labil dan cenderung cepat tersulut emosi jika memiliki masalah dengan orang lain. 2. Gangguan Psikosomatik Pasien tidak memiliki gangguan psikosomatik sebelumnya. 3. Kondisi Medis Pasien tidak pernah menderita kejang sewaktu bayi maupun anak-anak. Tidak ada riwayat penyakit malaria sebelumnya. Pada tahun 2010 pasien mengalami kecelakaan motor dan menurut pengakuannya pasien mengalami patah tulang

pada bagian lengan kiri bawah. Saat itu, helm terlepas dan pasien sempat membentur aspal, namun pasien tidak mengalami gangguan seperti sakit kepala, pusing, penurunan penglihatan, muntah tanpa disertai mual pada saat dan sesudah kecelakaan tersebut. 4. Gangguan Neurologi Pasien tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan gangguan saraf sebelumnya. Tidak ada riwayat sakit kepala berulang. G. Riwayat Keluarga 1. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa. Tidak ada keluarga yang menggunakan NAPZA seperti pasien. Kakak tiri pasien mengalami gangguan jiwa sejak remaja dan dirawat di RS Jiwa Menur Surabaya hingga saat ini. Sepupu sekali dari pihak ibu juga mengalami gangguan jiwa dan berobat jalan di Jawa. 2. Pasien umur kurang dari 10 tahun Pasien usia kurang dari 10 tahun mengalami tumbuh kembang yang normal. 3. Pasien umur sekarang Pasien umur sekarang memiliki pekerjaan tetap sebagai PNS di Dinas tata ruang kota Bontang 4. Genogram

Keterangan: : Keluarga Laki-laki : Keluarga Perempuan : Pasien : tinggal satu rumah

H. Riwayat Pribadi 1. Masa anak-anak awal (0-3 tahun) a. Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran Ibu pasien mengandung pasien pada usia 25 tahun dan direncanakan. Kehamilan berlangsung selama 36 minggu dan melahirkan secara spontan di bidan. Pasien lahir secara normal tanpa penyulit dengan berat badan lahir 3,0 Kg. b. Kebiasaan makan dan minum Pasien memiliki kebiasaan makan makanan yang berlemak (seperti gorengan) dan jarang mengkonsumsi sayuran. Pasien lebih senang makan di luar rumah daripada di rumah. Pasien gemar mengkonsumsi kopi. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan. c. Perkembangan awal Pasien tidak mengalami masalah tumbuh kembang sebelumnya. Pasien dapat berbicara pada usia 10 bulan dan sudah dapat berjalan pada usia 1 tahun 2 bulan. d. Toilet training Pasien telah dapat menggunakan toilet sendiri sejak usia 6 tahun. e. Gejala-gejala dari masalah perilaku Pasien tidak memiliki masalah perilaku pada masa anak-anak. Pasien mampu mengikuti pendidikan seperti teman seusianya. f. Kepribadian dan tempramen sebagai anak Pasien tidak memiliki kepribadian yang buruk sebelunya. Pasien merupakan anak yang penurut dan agak pendiam. g. Mimpi-mimpi awal dan fantasi Pada saat masih anak-anak pasien memiliki cita-cita sebagai tentara. 2. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun) Masa kanak-kanak pasien dihabiskan di kota Bontang bersama kedua orangtuanya. Tidak ada masalah perilaku maupun kepribadian sebelumnya. 3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja) a. Hubungan dengan teman sebaya

Pasien adalah pribadi yang mudah bergaul dengan teman sebayanya. Pasien sering aktif dalam kegiatan kesenian. Pasien mengikuti kegiatan musik dan tari pada saat SMP. b. Riwayat sekolah Pasien menjalani sekolah SMP sampai SMA di kota Bontang. Pasien mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya dengan baik. Pasien memiliki nilai yang rata-rata baik meskipun tidak pernah mendapat juara di kelasnya. Pada saat SMA kelas dua pasien sering membolos sekolah dan lebih tertarik mengikuti kegiatan band bersama teman-temannnya, akibatnya pasien tidak naik kelas dan memutuskan berhenti bersekolah dan bermain band. Perkembangan kognitif dan motorik Pasien tidak memiliki masalah dalam perkembangan kognitif dan motorik. Pasien dalam mengikuti pelajaran di sekolahnya seperti teman seusianya. Pasien juga memiliki aktivitas yang cukup padat di sekolahnya dan memiliki pergaulan yang cukup luas dengan banyak teman. c. Masalah-masalah fisik dan emosi remaja yang utama Pasien tidak memiliki masalah fisik. Pasien mulai diperkenalkan dengan rokok oleh teman-teman sekolahnya sejak usia 14 tahun. Pasien juga terkadang mengkonsumsi alkohol dari usia 17 tahun jika berkumpul dengan teman-temannya. Pasien terkadang mudah emosi dan melawan

orangtuannya. Pada saat SMA pasien merasa bahwa dirinyalah yang paling disayangi oleh orang tuanya dibandingkan saudari-saudari lainnya. Pasien sering meminta uang dan dituruti oleh kedua orang tuanya. Hal ini membuat pasien menjadi sering pergi dari rumah dan tinggal di rumah temannya. d. Riwayat psikoseksual Pasien tidak memiliki gejala psikis sebelumnya. Pasien pertama kali berpacaran sejak usia 15 tahun dan telah berpacaran lebih dari sepuluh kali dengan wanita berbeda. e. Latar belakang agama Pasien beragama islam. Pasien diajarkan masalah agama oleh kedua orangtuanya sejak masa anak-anak. 7 tahun terakhir pasien sudah jarang beribadah. 4. Masa dewasa

a. Riwayat pekerjaan Setelah berhenti bersekolah, pasien memutuskan bekerja sebagai buruh pelabuhan selama 1 tahun, di tahun berikutnya pasien menjadi buruh bangunan, kemudian berpindah pekerjaan sebagai cleaning service di tahun 2003. Pasien bertemu dengan calon istrinya di tahun yang sama, tahun 2004 pasien diterima sebagai tenaga honor di kantor dinas tata ruang kota Bontang, tahun 2010 pasien diangkat sebagai PNS dan bekerja di bidang administrasi Dinas tata ruang Kota Bontang. b. Aktivitas sosial Pasien senang berkumpul-kumpul dengan teman pegawainya hingga larut malam. Kadangkala pasien bermain bulutangkis bersama temannya setelah pulang kerja. c. Seksualitas dewasa Pasien pernah berpacaran lebih dari sepuluh kali. Pasien mengenal hubungan seksual sejak menikah pada tahun 2006. d. Riwayat militer Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer sebelumnya. Pasien tidak pernah dipenjara maupun terjerat kasus hukum sebelumnya. e. Sistem penghargaan/nilai Pasien Pernah mendapatkan juara 1 dalam bidang tarian berkelompok piala Walikota Bontang tahun 2006. Prestasi pasien dalam pekerjaan juga tidak terlalu baik karena pasien kadangkala membolos.

II. STATUS MENTAL A. Penampilan 1. Identitas pribadi : rapi dan agak gelisah. 2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : perilaku normal, psikomotor masih dalam batas normal. 3. Gambaran umum : rapi, perawatan diri baik. B. Bicara : pasien mampu berbicara secara jelas dan tepat. C. Mood dan afek 1. Mood (subjektif) : mood baik, emosi stabil, pasien kooperatif 2. Afek (objektif) : afek sesuai D. Pikiran dan persepsi

1. Bentuk pikiran a. b. c. Produktifitas : cepat Kelancaran berpikir/ide : lancar Gangguan bahasa : tidak ditemukan

2. Isi pikiran : koheren 3. Gangguan berpikir a. Waham : tidak ditemukan b. Flight of ideas : tidak ditemukan 4. Gangguan persepsi a. Halusinasi : tidak ditemukan halusinasi auditorik maupun visual b. Depersonalisasi dan derealisasi : pasien mampu mengenali orang di sekitarnya dan benda-benda di sekitarnya. 5. Mimpi dan fantasi : tidak ditemukan 6. Sensori a. Kesadaran : komposmentis b. Orientasi : 1. Waktu : pasien dapat mengenali waktu 2. Orang : pasien dapat mengenali orang di sekitarnya 3. Tempat : pasien dapat menyebutkan tempat dia berada sekarang c. Konsentrasi dan berhitung : pasien kurang mampu berkonsentrasi dengan baik karena rasa lemas dan pusingnya. Pasien masih mampu berhitung. d. Ingatan : 1. Masa dahulu : pasien masih ingat kejadian masa lalu 2. Masa kini : pasien mengetahui proses yang terjadi saat ini 3. Segera : pasien tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian e. Pengetahuan : pengetahuan pasien cukup baik f. Kemampuan berpikir abstrak : pasien mampu berpikir secara abstrak g. Tilikan diri : tidak ditemukan kelainan h. Penilaian : 1. Penampilan seseorang : baik 2. Penampilan terhadap test : baik

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu Keadaan gizi Kulit kiri Kepala Mata Hidung Telinga

: Baik : 120/80 mmHg : 84 kali/menit : 20 kali/menit : 36,5oC : baik : kelembaban cukup, jaringan sikatriks di lengan kiri, tangan

: bentuk dan ukuran normal : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : simetris, deviasi septum (-) : letak simetris, bentuk normal, pengeluaran (-)

Mulut & tenggorokan : Massa (-), tanda radang (-) Leher Thoraks Paru : simetris, struma (-) : : simetris, gerakan seirama gerakan nafas,fremitus suara simetris, suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-), Jantung Abdomen : batas jantung normal, suara jantung S1S2 tunggal regular. : bentuk agak cembung, massa (-), organomegali (-), nyeri tekan (-), bising usus (+) normal Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

B. Pemeriksaan Neurologis Kesadaran Kaku kuduk Refleks fisiologis Refleks patologis : komposmentis, E4V5M6 :: (+) normal :-

C. Wawancara diagnostik psikiatrik tambahan : D. Wawancara dengan anggota keluarga, teman, tetangga, dan pekerja social Wawancara dilakukan dengan istri, istri mengatakan suaminya seperti ini akibat pengaruh dari faktor lingkungan terutama teman-teman pasien. Pasien sering mendapatkan pinjaman uang untuk membeli sabu, kadang pasien mendapatkan sabu secara gratis dari temannya. Pada saat uang bulanan habis, pasien seringkali meminta uang kepada ibunya dan ibu pasien selalu memberikan uang. Pasien tidak memiliki hubungan sama sekali dengan mertua, hal ini dikarenakan mereka menikah tanpa

diketahui oleh ayah dan ibu istrinya. Istri pasien sebelumnya pernah menikah, namun tidak beberapa lama kemudian bercerai tanpa diketahui oleh orangtua istri. Dari pernikahan sebelumnya, tidak memiliki anak. Hubungan istri dan mantan suami saat ini terjalin baik. Mantan suami sudah menikah dan memiliki seorang anak. E. Pemeriksaan psikologi, neurologi, dan laboratorium (sebagai penunjang) Pemeriksaan Laboratorium : GDS 210 mg/dl. Cr 0,7. Ur 28. SGOT 40, SGPT 62. Hasil test urine menunjukkan pasien positif zat benzodiazepine (+), Amfetamin (+), Methampetamine (+).

IV. RINGKASAN PENEMUAN A. Pemeriksaan fisik dalam batas normal B. Pemeriksaan psikis Roman muka Kontak/rapport Orientasi Perhatian Persepsi Ingatan Intelegensia Pikiran Penilaian Wawasan penyakit Emosi Kematangan jiwa : agak gelisah : visual (+), verbal (+) : tempat (+), orang (+), waktu (+) : normal : halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), ilusi (-) : baik : cukup : cepat, koheren, waham (-) : baik : cukup : stabil : baik

Tingkah laku/bicara : normal V. DIAGNOSIS Aksis I : F 19. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya Aksis II : tidak ada diagnosis

Aksis III : tidak ada diagnosis Aksis IV : masalah berkaitan dengan lingkungan sosial Aksis V : GAF scale 80-71

VI. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam: dubia ad malam

VII. FORMULASI PSIKODINAMIK Seorang pria, usia 32 tahun, beragama Islam, status menikah, bekerja sebagai PNS, saat ini tinggal di Bontang. Datang bersama dengan keluarga ke Poli RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda pada hari Jumat, 8 Februari 2012 pukul 11.55 WITA, dengan: Dari anamnesis tidak didapatkan gejala-gejala putus zat seperti kecemasan, gemetar, mood dismorfik, letargi, fatigue, mimpi yang menakutkan disertai rebound tidur REM, nyeri kepala, keringat dingin dan rasa lapar yang tidak pernah kenyang. Dari pemeriksaan psikiatri didapatkan penampilan rapi, agak gelisah dan kooperatif, atensi (+), orientasi, emosi stabil dan afek sesuai, proses berfikir arus cepat, mutu berfikir koheren, waham (-), persepsi halusinasi visual dan auditorik (-), kemauan ADL mandiri, intelegensi cukup, psikomotor dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan. Pasien merupakan pengguna aktif double L, ekstasi dan terutama shabu-shabu. Pasien mengatakan lebih sering menggunakan shabu-shabu karena efeknya yang dianggap menyenangkan dan membuat pasien bersemangat. VIII. TERAPI MENYELURUH

Psikofarmakologis Terapi yang diberikan saat ini : Risperidone 2x2 mg

Psikoterapi 1. Diberi dukungan terhadap pasien agar dapat kembali seperti semula dan membantu permasalahan yang terjadi terhadap pasien. 2. Memberikan dan membantu pasien dalam pendekatan terhadap agama dan kepercayaan untuk membantu memulihkan kondisi rohani pasien dan meluruskan pandangan pasien.

IX. PEMBAHASAN Pada kasus ini akan dibahas mengenai hal-hal yang ingin didiskusikan sehingga masalah-masalah yang ada pada pasien dapat dikaji secara mendalam untuk memberikan

terapi yang maksimal bagi pasien. Hal-hal tersebut meliputi diagnosis multiaksial, penatalaksanaan dan prognosis dari kasus ini. Diagnosis Multiaksial Aksis I Kriteria Diagnosis untuk Putus Zat Psikotropika Kriteria Penilaian A. Harus memenuhi kriteria umum keadaan putus zat psikoaktif B. Harus terdapat tiga dari gejala di bawah ini: 1. Keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi opioida 2. Hidung basah (rinorhea) 3. Mata basah karena air mata (lakrimasi) 4. Kejang perut 5. Mual 6. Diare 7. Pupil melebar 8. Piloereksi (bulu roma berdiri), atau menggigil 9. Denyut jantung cepat 10. Menguap berulang kali 11. Tidur tidak lelap Aksis II Untuk aksis II, berdasarkan anamnesis didapatkan kepribadian premorbid pasien merupakan pribadi yang suka bergaul, agak tertutup, mudah bersosialisasi, sehingga disimpulkan tidak ada diagnosis untuk aksis II. Aksis III Untuk aksis III, berdasarkan anamnesis tidak didapatkan kelainan yang berarti, sehingga disimpulkan tidak ada diagnosis untuk aksis ini. Aksis IV Untuk aksis IV, berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa hubungan pasien dengan mertuanya tidak berjalan baik, serta teman-teman pasien yang justru mengenalkan pasien pada napza, dapat disimpulkan ada masalah lingkungan untuk aksis IV. Aksis V Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Pada pasien

GAF 80-71 beberapa gejala sementara dan dapat diatasi, distabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dan lain-lain. 2.2 Faktor faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA pada seseorang. Berdasarkan kesehatan masyarakat, faktor-faktor penyebab timbulnya penyalahgunaan NAPZA, terdiri dari: 1. Faktor Zat Tidak semua zat dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat, hanya zat dengan khasiat famakologik tertentu yang dapat menimbulkan ketergantungan. Apabila di suatu tempat zat yang dapat menimbulkan ketergantungan zat mudah diperoleh, maka di tempat itu akan banyak terdapat kasus gangguan penggunaan zat. Oleh karena itu, zat yang dapat menimbulkan ketergantungan harus diatur dengan aturan-aturan yang efektif tentang penanamannya, pengolahannya, impornya, distribusinya, dan pemakaiannya. 2. Faktor Individu Tiap individu memiliki perbedaan tingkat resiko untuk menyalahgunakan NAPZA. Faktor yang mempengruhi individu terdiri dari faktor kepribadian dan faktorkonstitusi. Alasanalasan yang biasnya berasal dari diri sendiri sebagai penyebab penyalahgunaan NAPZA antara lain: Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya Keinginan untuk bersenang-senang Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok Lari dari kebosanan, masalah atau kesusahan hidup Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan ketagihan Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA 3. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan meliputi: Lingkungan Keluarga Hubungan ayah dan ibu yang retak, komunikasi yang kurang efektif antara orang tua dan anak, dan kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga merupakan faktor yang ikut mendorong seseorang pada gangguan penggunaan zat. Lingkungan Sekolah Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat tempat hiburan, kurang member kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid pengguna NAPZA merupakan faktor kontributif terjadinya penyalahgunaan NAPZA. Lingkungan Teman Sebaya Adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya. Ada kalanya menggunakan NAPZA merupakan suatu hal yng penting bagi remaja agar diterima dalam kelompok dan dianggap sebagai orang dewasa. Lingkungan Masyarakat / Sosial Gangguan penggunaan zat dapat timbul juga sebagai suatu protes terhadap system politik atau norma-norma. Lemahnya penegak hukum, situasi politik, sosial, dan ekonomi yang kurang mendukung mendorong untuk mencari kesenangan dengan menyalahgunakan zat.

2.3 Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA Proses Terjadinya Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA adalah sebagai berikut: 1. Abstinence adalah kondisi tidak menggunakan NAPZA sama sekali. 2. Eksperimental adalah penggunaan NAPZA yang bersifat coba-coba, tanpa motivasi tertentu dan hanya didorong oleh perasaan ingin tahu saja. Ciri khas penggunaan NAPZA untuk penggunaan eksperimental a. Frekuensi Penggunaan Pemakaian bersifat occasional, biasanya beberapa kali dalam sebulan, pada saat liburan atau berkumpul dengan teman-teman. b. Sumber zat, biasanya obat didapat dari teman sebaya. c. Alasan penggunaan Karena rasa ingin tahu Solidaritas Agar diterima oleh kelompok Menginginkan tantangan Menunjukkan kedewasaan Mengusir kebosanan Untuk kesenangan d. Efek yang dirasakan Pengguna akan merasa euphoria dan dapat kembali normal Dalam jumlah kecil dapat meyebabkan intok-sikasi Perasaan yang diinginkan meliputi perasaan senang, diterima, kontrol Ciri-ciri pengguna: adanya perubahan sikap, berbohong 3. Penyalahgunaan adalah penyalahgunaan NAPZA yang sudah bersifat patologis, dipakai secara rutin (paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan), terjadi penyimpangan perilaku dan gangguan fisik di lingkungan sosial. Ciri khas penggunaan NAPZA untuk penyalahgunaan/abuse: a. Frekuensi Penggunaan Regular, beberapa kali dalam seminggu, lebih sering menggunakan sendirian daripada dengan teman-teman. b. Sumber zat Dari teman, membeli dan menyimpan untuk persediaan Menjual zat dan menyimpan untuk digunakan sendiri Mencuri untuk mendapatkan uang untuk membeli zat c. Alasan penggunaan Untuk memanipulasi emosi, mendapatkan kesenangan efek penggunaan zat, sebagai koping terhadap stress dan perasaan-perasaan tidak nyaman, seperti sakit, perasaan bersalah, cemas, sedih Untuk meningkatkan rasa percaya diri Untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman bila tidak menggunakan Agar merasa normal d. Efek yang dirasakan Euphoria merupakan efek yang paling diinginkan, merasa normal kembali dari perasaan sakit, depresi, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan Perasaan yang diinginkan oleh pengguna Penurunan dalam aktivitas ekstrakulikuler Mulai mengadopsi kebiasaan pemakai (cara berpakaian, perhiasan, gaya rambut) Bermasalah dengan keluarga Sikap pembangkang Perhatian terfokus pada usaha mencari dan menggunakan zat

4. Ketergantungan adalah penggunaan NAPZA yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologik yang ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus obat. a. Frekuensi penggunaan Setiap hari atau terus-menerus b. Sumber zat Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan zat Mengambil resiko yang serius Sering melakukan tindakan criminal, seperti merampok atau mencopet c. Alasan penggunaan Membutuhkan zat untuk menghilangkan sakit dan depresi Untuk melarikan diri dari kenyataan Menggunakan karena di luar kontrol d. Efek yang dirasakan Pada saat tidak menggunakan zat, klien akan merasa sakit atau tidak nyaman Zat membantu mereka untuk merasa sakit atau tidak nyaman Pengguna tidak merasa euphoria pada tahap ini Kemungkinan ada perasaan ingin bunuh diri Merasa bersalah, malu, ditolak Merasa adanya perubahan emosi, seperti depresi, agresif, cepat tersinggung, dan apatis e. Ciri-ciri pengguna Perubahan fisik, seperti penurunan berat badan, masalah kesehatan Penampilan yang buruk Kemungkinan drop out dari sekolah atau dikeluarkan dari pekerjaan Sering keluar rumah Kemungkinan over dosis Tertangkap, terutama pada saat menggunakan zat 5. Relapse Ciri khas penggunaan NAPZA untuk relapse: Relapse merupakan keadaan dimana seseorang yang memiliki riwayat penggunaan NAPZA setelah mampu berhenti dalam jangka waktu tertentu kembali menggunakan NAPZA yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor. EFEK DAN GEJALA KLINIS GANGGUAN PENGGUNAAN NAP2A Pengguna NAPZA apapun jenisnya, selalu mengharapkan efek yang menyenangkan bagi dirinya ("efek positif) yaitu euforia, tenang, rileks dan disinhibisi. Efek lainnya pada umumnya tidak disukai ("efek negatif) misalnya halusinasi, waham, berdebar-debar. Efek NAPZA terhadap pengguna dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu jenisnya (CNS depressant atau CNS stimulant), dosisnya (intoksikasi saja atau overdose), lamanya penggunaan (toleransi atau belum ada toleransi), NAPZA lain yang digunakan bersamaan, situasi (sendiri atau berkelompok) dan harapan pengguna terhadap NAPZA tersebut (ingin lepas kendali agar lebih berani atau ingin tenang). AMFETAMIN DAN METAMFETAMIN a. Efek Fisik dan Psikologis Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin. Metamfetamin diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk. Pengguna metamfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkan gejala ansietas, agresif,

paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tapi berlangsung lebih lama. Efek fisik akut dan psikologis : Dosis rendah Dosis tinggi Susunan Syaraf Peningkatan stimulasi, insomnia, Stereotipik atau perilaku yang Pusat, dizziness, tremor ringan sukar ditebak neurologi, Euforia/disforia,bicara berlebihan Perilaku kasar atau irasional, perilaku mood yang berubah-ubah Meningkatkan rasa percaya diri dan termasuk kejam dan agresif kewaspadaan diri Bicara tak jelas Cemas, panik Paranoid, kebingungan dan Menekan nafsu makan gangguan persepsi Dilatasi pupil Sakit kepala, pandangan kabur, Peningkatan energi, stamina dan dizziness penurunan rasa lelah Psikosis (halusinasi delusi, Dengan penambahan dosis.dapat paranoia) meningkatkan libido Gangguan serebrovaskular Sakit kepala Kejang Gemerutuk gigi Koma Gemerutuk gigi Distorsi bentuk tubuh secara keseluruhan Kardiovaskular Takikardia (mungkin juga bradikardia). Stimulasi kardiak (takikardia, angina, MI) Hipertensi Vasokonstriksi/hipertensi Palpitasi, aritmia Kolaps kardiovaskuler Pernapasan Peningkatan frekwensi napas dan Kesulitan bernapas/gagal napas kedalaman pernapasan Gastrointestinal Mual dan muntah Mulut kering Konstipasi ,diare atau kram abdominal Mual dan muntah Kram abdominal Kulit Kulit berkeringat, pucat Kemerahan atau flushing Hiperpireksia Hiperpireksia, disforesis Otot Peningkatan refleks tendon b. Efek fisik dan psikologis jangka panjang : Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan gangguan makan, anpreksia atau defisiensi gizi kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis. Daerah injeksi: bengkak, skar, abses kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin pada pembuluh darah yang kecil.

Disfungsi seksual Gejala kardiovaskuler Delirium.paranoia, ansietas akut, halusinasi. Amphetamines induced psychosis akan berkurang bila penggunaan Napza dihentikan, bersamaan dengan diberikan medikasi jangka pendak. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya gangguan makan pada protracted withdrawal. Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi. c. Gejala Intoksikasi: Agitasi Kehilangan berat badan Takikardia Dehidrasi Hipertermi Imunitas rendah Paranoia Delusi Halusinasi Kehilangan rasa lelah Tidak dapat tidur Kejang Gigi gemerutuk, rahang atas dan bawah beradu Stroke Gangguan kardiovaskular Kematian d. Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi: Agresif/ perkelahian Penggunaan alkohol Berani mengambil risiko Kecelakaan Sex tidak aman Menghindar dari hubungan sosial dengan sekitarnya Penggunaan obat-obatan lain Problem hubungan dengan orang lain e. Gejala withdrawal: Depresi Tidak dapat beristirahat Craving Ide bunuh diri Penggunaan obat-obatan Masalah pekerjaan Pikiran-pikiran yang bizzare

Mood yang datar Ketergantungan Fungsi sosial yang buruk

Penatalaksanaan umum kondisi emergensi gangguan penggunaan NAPZA: Tindakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup (life threatening) melalui prosedur ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital. Bila memungkinkan hindari pemberian obat-obatan, karena dikhawatirkan akan terjadi interaksi dengan NAPZA yang digunakan pasien. Apabila NAPZA yang digunakan pasien sudah diketahui, obat dapat diberikan dengan dosis yang adekuat Merupakan hal yang selalu penting untuk memperoleh riwayat penggunaan NAPZA sebelumnya baik melalui auto maupun alloanamnesa (terutama dengan keluarganya). Bila pasien tidak sadar perhatikan alat-alat atau barang yang ada pada diri pasien (seperti adanya jarum suntik, obat-obatan dsb) Sikap dan tata cara petugas membawakan diri merupakan hal yang penting khususnya bila berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau psikotik Terakhir, penting untuk menentukan atau meninjau kembali besarnya atau beratnya masalah penggunaan NAPZA pasien berdasar kategori dibawah ini : 1. Pasien dengan gangguan penggunaan NAPZA dalam jumlah banyak dan tanda-tanda vital yang membahayakan berkaitan dengan kondisi intoksikasi. 2. Kemungkinan akan disertai dengan gejala-gejala halusinasi, waham dan kebingungan akan tetapi kondisi ini akan kembali normal setelah gejala-gejala intoksikasi mereda 3. Tanda-tanda vital pasien pada dasarnya stabil tetapi ada gejala-gejala putus NAPZA yang diperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala kebingungan atau psikotik hal itu merupakan bagian dari gejala putus NAPZA. 4. Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkan gejala putus NAPZA yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala kebingungan seperti pada kohdisi delirium atau demensia. Dalam perjalanannya mungkin timbul gejala halusinasi atau waham, tetapi gejala ini akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium atau dementia sudah diterapi dengan adekuat. 5. Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan secara klinis tidak ada gejala-gejala kebingungan atau putus NAPZA secara bermakna, tetapi menunjukkan adanya halusinasi atau waham dan tidak memiliki insight maka pasien menderita psikosis Penatalaksanaan kondisi gawat darurat intoksikasi Amfetamin atau NAPZA yang menyerupai: Simptomatik, tergantung kondisi klinis, untuk penggunaan oral : merangsang muntah dengan activated charcoal atau kuras lambung adalah penting Antipsikotik , Haloperidol 2-5 mg atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB setiap 4-6 jam bila timbul gejala psikotik Antihipertensi bila Tekanan Darah diatas 140/100 mHg Kontrol temperatur dengan selimut dingin atau antipiretika untuk mencegah temperatur tubuh meningkat

Aritmia cordis, lakukan Cardiac monitoring ; Propanolol 2-3x40 mg (perhatikan kontraindikasinya) Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan Benzodiazepin ; Diazepam 3 x 5 mg atau Chlordia-zepoxide 3x25 mg Asamkan urin dengan Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai pH urin <5 akan mempercepat ekskresi NAPZA

Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif


Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif bervariasi luas dan berbeda keparahannya. Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan: 1. Data laporan individu 2. Analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya 3. Bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasein, tanda dan gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga) Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat. Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal adanya pengguanaan akhir-akhir ini. Banyak pengguna menggunakan lebih dari satu jenis obat namun bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal yag paling penting yang digunakannya. Pedoman diagnostik 1. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis yang digunakan, individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya 2. 3. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku atau fungsi dan respon psikofisiologis lainnya. 4. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi pengguanaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.

19

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis ketergantungan zat mutlak diperlukan bukti adanya penggunaan dan kebutuhan terus menerus. Terdapatnya gejala abstensi bukan satu-satunya bukti dan juga tidak selalu ada, misalnya pada penghentian pemakaian kokain dan ganja. Obat yang diberikan dokter tidak termasuk dalam pengertian ini selama pengguanaan obat tersebut berindikasi medis. Istilah ketergantungan zat mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah ketagihan atau adiksi obat. WHO mendefinisikan ketagihan sebagai berikut: suatu keadaan keracunan yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri dan masyarakat dan yang disebabkan oleh penggunaan suatu zat yang berulang- ulang dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu adanya: 1. Keinginan atau kebutuhan yang luar biasa untuk meneruskan penggunaan obat itu dan usaha mendapatkannya dengan segala cara 2. Kecendrungan menaikkan dosis 3. Ketergantungan psikologis dan kadang-kadang juga ketergantungan fisik pada zat itu

Faktor penyebab Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia akan tergantung pada suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta mempunyai sifat tergantung dan pasif lebih cenderung menjadi ketergantungan pada obat. Faktor sosiobudaya juga tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dengan faktor kepribadian. Di Indonesia banyak penderita ketergantungan obat berasal dari golongan sosioekonomi menengah. Faktor fisik dan badaniah seseorang menentukan efek fisik obat itu seperti hilangya rasa nyeri dan ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan sexual, rasa lapar dan mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-dorongan Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam hipotesis kebiasaan bekerja sebagai berikut: karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan dan tidak enak, maka kebiasaan diperkuat dengan tiap kali pemakaian. Ketergantungan obat merupakan hasil saling pengaruh dan mempengaruhi yang komplex berbagai faktor tadi ditambah dengan mudah sukarnya obat itu diperoleh dan kesempatan untuk mengunakannya. Pemberian obat oleh dokter dapat menimbulkan ketergantungan juga.

20

Sindrom ketergantungan Pedoman diagnosis Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya: a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa untuk menggunakan zat psikoaktif b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian pengguanaan zat atau pengurangan terbukti dengan adanya gejala putus zat khas, atau orang tersebut menggunakan zat atau yang khas atau dorongan tersebut mengguanakan zat golongan zat yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan pengguanaan zat psikoaktif, menignkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa penggunan zat sungguh-sungguh atau dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya. Keadaan Putus Zat Pedoman diagnostic: 1. Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan 2. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memer lukan perhatian medis secara khusus

21

3. Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.

Keadaan Putus Zat dengan Delirium Pedoman diagnostic: 1. Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium 2. Termasuk: Delirium Tremens yang merupakan akibat dari putus obat secara absolute atau relatif pada penguna ketergantungan berat dengan riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh gerlisah toksik yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai gangguan somatic 3. Gejala prodormal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat didahului oleh kejang setelah putus zat. Trias yang klasik dari gejalanya adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, halusinasi dan ilusi yang hidup yang mengenai salah satu panca indera, tremor berat. Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur yang terbalik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan.

Gangguan Psikotik Pedoman diagnostic: 1. Gangguan psikotik yang terjadi atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif (48 jam) bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu onset lambat. 2. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunkannya dan kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan obat stimuilan seperti kokain dan amfetamin gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tingginya dosis dan atau penggunaan zat yang berkepanjangan.

Sindrom Amnesik
22

Pedoman diagnosis: 1. Sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif harus memenuhi kriteria umum untuk sindrom amnesik organik 2. Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah: a. Gangguan daya ingat jangaka pendek, gangguan sensai waktu b. Tidak ada gangguan daya ingat segera, tidak ada ganggaun kesadaran, dan tidak ada gangguan kognitif secara umum c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari penggunaan alkohol atau zat yang kronis. F19 TERAPI KETERGANTUNGANNYA

X. DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Klinis Edisi

10. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara.


2. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.


3. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa UNIKA Atmajaya: Jakarta. 2003.


4. Maslim, R. Panduan Praktis penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi

ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UNIKA Atmajaya: Jakarta. 2007.

23

Anda mungkin juga menyukai